Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

KULIAH METODE-METODE FILSAFAT

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "KULIAH METODE-METODE FILSAFAT"— Transcript presentasi:

1 KULIAH METODE-METODE FILSAFAT
Oleh: Djoko Pitoyo Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada MMF/Djokpiet/Fil UGM

2 PENGANTAR Kuliah Metode-Metode Filsafat (MMF) merupakan Mata Kuliah Wajib tempuh untuk semua mahasiswa di Fakultas Filsafat UGM. Secara historis pengajar MMF: Notonagoro, Anton Bakker, Nusyirwan, Djoko Pitoyo, Cuk Ananta Wijaya. Kuliah MMF dalam bentuk ppt ini diunggah ke dunia maya dengan maksud tidak lain agar dapat dibaca dan dipelajari oleh banyak orang yang tertarik untuk mempelajari bagaimana para filsuf itu berfilsafat. Karya ini merupakan karya posthumous Djoko Pitoyo. Semoga bermanfaat Yogyakarta, 13 Mei 2011 C A W MMF/Djokpiet/Fil UGM

3 Metode-metode Filsafat Oleh Djoko Pitoyo MMF/Djokpiet/Fil UGM

4 APA ITU METODE? Secara etimologis, istilah metode berasal dari Bhs Yunani, methodos. Methodos itu gabungan dari 2 kata: meta + hodos. Meta berarti “di belakang”, “di sebalik”, atau “sesudah”. Hodos berarti “jalan”, atau “cara”. Jadi, metode berarti “apa yg ada di sebalik jalan atau cara”. Dlm percakapan biasa, metode berarti “cara”. MMF/Djokpiet/Fil UGM

5 Dlm konteks keilmuan, metode berarti “cara atau prosedur atau jalan yang ditempuh dalam rangka mencapai kebenaran”. Langkah-langkah itu harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah di hadapan akalbudi: runtut, logis-rasional, dan konsisten. Dengan metode dimaksudkan agar langkah-langkah pencarian kebenar-an ilmiah dapat dilaksanakan secara tertib dan terarah, sehingga dapat dicapai hasil optimal. MMF/Djokpiet/Fil UGM

6 METODE deduktif-induktif UMUM analitik-sintetik METODE Metode KHUSUS
operasional khas tiap-tiap ilmu atau kelmpk ilmu KHUSUS MMF/Djokpiet/Fil UGM

7 METODE UMUM Metode umum keilmuan: Cara berpikir Si Ilmuwan (ilmuwan apa saja). Ada dua pasang metode berpikir: Deduktif-Induktif dan Analitik-Sintetik. Berpikir Deduktif: Mulai dari proposisi yang bersifat umum, menuju ke kesimpulan yang bersifat khusus. Berpikir Induktif: Mulai dari proposisi yang bersifat khusus/kasuistik, menuju ke kesimpulan yang bersifat umum. MMF/Djokpiet/Fil UGM

8 Berpikir analitik: Mulai dari keutuhan, menuju ke bagian-bagian, bahkan hingga ke detail-detail.
Berpikir sintetik: Mulai dari bagian-bagian, unsur-unsur, atau komponen-komponen, menuju ke keutuhan. Dalam praktek, setiap org yg normal, tentu berpikir deduktif-induktif dan analitik-sintetik secara silih berganti, scr silmultan, kadang malah tanpa disadari, karena terjadi begitu saja. MMF/Djokpiet/Fil UGM

9 METODE KHUSUS Yang dimaksud metode khusus ialah metode khas tiap-tiap ilmu, atau kelompok ilmu. Pada dasarnya setiap ilmu atau kelompok ilmu memiliki metode khasnya masing-masing. Metode ini berkenaan dengan “operasi” atau kegiatan “riset” dlm ilmu bersangkutan. MMF/Djokpiet/Fil UGM

10 METODE DLM DUNIA FILSAFAT
Dalam khasanah filsafat, ada 2 jenis metode, yaitu: (1) Metode Berfilsafat, dan (2) Metode Penelitian Filsafat. Metode Berfilsafat ialah cara berfilsafat. Sedangkan Metode Penelitian Filsafat ialah “alat”, “perangkat” atau “cara” untuk mengkaji, meneliti, atau menelaah karya-karya filsafati. Jadi, ini merupakan “instrumen” penelitian. MMF/Djokpiet/Fil UGM

11 KEKHASAN METODE BERFILSAFAT
Metode berfilsafat, dalam prakteknya berarti: Metodenya para filsuf berfilsafat. Sudah menjadi “bawaan kodrat” dunia filsafat, setiap filsuf berfilsafat mandiri; bukan hanya berbeda satu sama lain, bahkan tdk jarang saling bertentangan secara diametral! Setiap filsuf berfilsafat menurut pendiriannya, fokus perhatiannya, dan tentu saja dengan “cara” atau “metodenya” masing-masing. MMF/Djokpiet/Fil UGM

12 KEANEKARAGAMAN METODE FILSAFAT
Watak filsafat yg menjadi “ibu” atau “akar” ilmu, menjadikannya tak mau ditentukan oleh ilmu! Filsafatlah yg harus menentukan ilmu. Pada titik yg sama, para filsuf juga tak mau ditentukan oleh ilmuwan, bahkan antarfilsuf pun tak mau saling menentukan dan ditentukan! MMF/Djokpiet/Fil UGM

13 Akibatnya, sepanjang sejarah filsafat, masing-masing filsuf menentukan metodenya sendiri.
Hampir setiap filsuf pada dasarnya memeiliki metode khasnya sendiri, meski terdapat juga sejumlah filsuf yg mirip atau berdekatan metodenya. Oleh karenanya, tidak digunakan istilah METODE FILSAFAT, melainkan METODE-METODE FILSAFAT. MMF/Djokpiet/Fil UGM

14 Stanford Encyclopedia of Philosophy: http://plato.stanford.edu
Kuliah ini menggunakan buku pokok: METODE-METODE FILSAFAT, Karya Dr. Anton Bakker, S.J., 1984, Ghalia Indonesia, Jakarta. Bahan dari internet yang dapat digunakan, untuk secara khusus lebih mendalami pemikiran para tokoh yang dibahas dalam kuliah, antara lain: Stanford Encyclopedia of Philosophy: Internet Encyclopedia of Philosophy: The University of Adelaide Library eBooks: MMF/Djokpiet/Fil UGM

15 METODE KRITIS (1) SOKRATES
“… saya tahu, bahwa saya tidak tahu…” “….Gnothi se auton…” (kenalilah dirimu sendiri) ( SM) MMF/Djokpiet/Fil UGM

16 RIWAYAT SINGKAT SOKRATES
Sokrates lahir dari rahim Phainarete, seorang bidan. Ayahnya, Sophronikos, seorang pematung. Ia kawin dgn Xantippe, dan beranak tiga. Pernah jadi tentara yg berkecukupan, tapi belakangan lebih miskin karena jadi filsuf. Ia suka keluyuran ke mana-mana, mengajak ngobrol dan berdebat dgn banyak orang. MMF/Djokpiet/Fil UGM

17 Dalam perbincangan, Sokrates lebih banyak bertanya dan berdebat.
Ia bongkar segala keyakinan dan kemapanan berpikir orang-orang Yunani ketika itu. Akibatnya, pada tahun 399 SM ia dituntut Anytos ke pengadilan. Ia dituduh sebagai org yg tdk percaya pd “dewa-dewa” Yunani, dan meracuni pikiran kaum muda. Dgn suara 280 vs 220, pengadilan memutuskan menghukum mati Sokrates dgn cara meminum racun. MMF/Djokpiet/Fil UGM

18 SOKRATES DIHUKUM MATI ganasnya racun, lezatnya keyakinan
Jaques-Louis David, The Death of Socrates ganasnya racun, lezatnya keyakinan MMF/Djokpiet/Fil UGM

19 PENGETAHUAN SEMU Keyakinan dan kewibawaan dipertanyakan, dibongkar,
diguncangkan! Bnyk org merasa tahu dan yakin ttg “yg hakiki”, “yg umum”, “intisari”, di bidang etis Sokrates membantu kelahiran pengetahuan hakiki dgn “maieutkê tekhnê” Mereka itu bukannya bodoh, tapi berpotensi untuk menggapai pengetahuan yang hakiki. Sayang, masih diselimuti “pengetahuan semu”. MMF/Djokpiet/Fil UGM

20 DIALOG Media yang Digunakan Sokrates
Dialog tidak membekukan pemahaman, melainkan justru mencairkannya. Dengan dialog, masing-masing pihak dapat menyadari kekurangannya. Oleh karenanya, masing-masing pihak bisa saling membantu menyem-purnakan pemahamannya. MMF/Djokpiet/Fil UGM

21 DIALOG SBG LADANG BERFILSAFAT
Bagi Sokrates, dialog bukan hanya sebagai “sarana” belaka, melainkan sekaligus sebagai “wahana” berfilsafat. Dengan berdialog, Sokrates seakan-akan dituntun dalam berfilsafat. Jadi, dialog itu “membuka” pikiran, “mencairkan” kebekuan pikiran, “melahirkan” pikiran, dan “menuntun” perjalanan pikiran. MMF/Djokpiet/Fil UGM

22 lapis, njlimet. Menunjuk
SUASANA DIALOG Sokrates: “Tolong rumuskan apa yg anda ketahui ttg ‘x’…?!” (aretê) Lawan bicara Sokrates: “x” ialah... (rumusan) elenko Gelagapan, bingung, panik, terpojok, kepastiannya menjadi goyah. Merasa malu, dile- cehkan, tersing- gung, dan marah Mencecar dengan pertanyaan berlapis- lapis, njlimet. Menunjuk -kan inkonsistensi , bahkan kontradiksi. Menuntut rumusan agar terus diperbaiki MMF/Djokpiet/Fil UGM

23 DEFINISI/RUMUSAN B A C D GENERALISASI SOKRATES induksi induksi epagoge
MMF/Djokpiet/Fil UGM

24 HASIL JERIH PAYAH SOKRATES
Pembongkaran kemapanan pengetahuan. Apa yg oleh org Yunani sdh dianggap pasti dan tak terbantah, dibongkar dan ditata ulang. Kesadaran kekurangtahuan. Org yg merasa sdh tahu dan serba tahu menjadi sadar bahwa dia belum sungguh-sungguh tahu, dan ternyata pengetahuannya serba terbatas. Kebijaksanaan. Kesadaran akan keterbatasan pengetahuan membuat org terus-menerus belajar mencari kebenaran demi kearifan. MMF/Djokpiet/Fil UGM

25 METODE KRITIS (2) PLATO, PENERUS SOKRATES
“ Truthfulness. He will never willingly tolerate an untruth, but will hate it as much as he loves truth… And, is there anything more closely connected with wisdom than truth?” ( SM) MMF/Djokpiet/Fil UGM

26 SEKADAR LATAR BELAKANG
Ingatlah perdebatan klasik antara HERAKLEITOS dan PARMENIDES ttg “yang-berubah” dan “yang-tetap”. Herakleitos berpendirian, bhw sgl sst itu “berubah”, sedangkan Parmenides berpendirian sgl sst itu “tetap”. Bagi Plato, “yg-berubah” ialah dunia “inderawi” ini, sedangkan “yang-tetap” ialah dunia “idea” yg kekal. MMF/Djokpiet/Fil UGM

27 TARGET PLATO Membuka pemahaman tetang hakikat yang tak terubahkan dari setiap barang-sesuatu yang menggejala. Hakikat itu ditemukannya dlm dunia IDEA. “Hakikat” yg dicari Plato lebih-lebih dlm bidang etis, namun ia juga merambah bidang estetis, dan juga matematis. Jadi, bidang etis yg telah dirintis Sokrates dilanjutkan dan diperluas oleh Plato. MMF/Djokpiet/Fil UGM

28 Bahkan, Plato tdk hanya mencari pengetahuan secara “tentantif” seperti dilakukan Sokrates, melainkan ia berambisi mencapai pengetahuan yang “definitif”. Soktares itu rekan dialog yang menggelitik. Sering kali, pada babak terakhir ia sadar bahwa ia belum tahu. Plato itu sosok guru bijaksana yang memberi ajaran. Sejak babak pertama ia merasa sudah tahu. MMF/Djokpiet/Fil UGM

29 DIALOG Sebagaimana Sokrates, Plato juga mengguna-kan dialog sebagai sarana metodis. Dibanding dialog Sokrates yg spontan, dialog Plato lebih “diredaksikan” dan sistematis. Bagi Plato, dialog merupakan seni manusiawi yg paling tinggi, lebih-lebih dlm hal pengaju-an pertanyaan dan pemberian jawaban. Dgn dialog, Plato bukan hanya menyajikan buah pikirannya saja, melainkan pikirannya juga “bekerja”. MMF/Djokpiet/Fil UGM

30 HIPOTESIS LEBIH TINGGI LAGI induksi analisis
IDEA TERTINGGI IDEA - IDEA - IDEA - IDEA HIPOTESIS LEBIH TINGGI LAGI induksi analisis HIPOTESIS LEBIH TINGGI HIPOTESIS VERIFIKASI KESIMPULAN: dalil-dalil, hukum-hukum deduksi sintesis Hal-hal, kasus-kasus khusus, fenomena khusus MMF/Djokpiet/Fil UGM

31 METODE INTUITIF (1) pLOTINOS
The One, perfect in seeking nothing, possesing nothing and needing nothing, overflows and create a new reality by its superabudance. ( ) MMF/Djokpiet/Fil UGM

32 RIWAYAT HIDUP DAN KARYANYA
Sumber informasi ttg Plotinos ditulis muridnya, Porphyrios ( ). Ia berguru pada Ammonius Saccas, lalu mengembara ke Mesopotamia, dan kembali ke Roma mendirikan sekolah filsafat. Plotinoslah pendiri dan sekaligus tokoh terbesar Neo-Platonisme. Karya-karyanya yg kini masih bisa dikenali ialah 6 jilid buku dgn judul Enneades, yg dihimpun oleh Porphyrios, muridnya. MMF/Djokpiet/Fil UGM

33 AJARAN EMANASI TO Hen (Yang Satu) Nous (Akal Budi) Psykhe (Jiwa Dunia)
Hyle (Materi) MMF/Djokpiet/Fil UGM

34 Kembali ke “To Hen” PENYATUAN (ekstase) MISTIK PENCERAHAN FILSAFAT
KEBAJIKAN UMUM PENYUCIAN MMF/Djokpiet/Fil UGM

35 KUNCI-KUNCI MEMAHAMI PLOTINOS
Metodenya: Intuitif, mistik. Metode digunakan sebagai alat untuk mengeksplisitkan intuisinya. Medianya: Simbol-simbol. MMF/Djokpiet/Fil UGM

36 SUASANA DIALOG Bagi Plato, lebih-lebih Sokrates, dialog dianggap sbg wahana bagi muncul dan berkembangnya pemikiran. Bagi Plotinos, dialog diperlukan untuk mengatur dan menjelaskan pemahaman-nya kepada para pendengarnya. Dengan dialog, Plotinos dapat memberikan argumentasi-argumentasi yg melayakinkan bagi pendengarnya, murid-muridnya. MMF/Djokpiet/Fil UGM

37 LANGKAH-LANGKAH METODIS
TITIK PANGKAL: BAHAN-BAHAN DARI PARA FILSUF Olah pikir Plotinos kerap dimulai dari teks-teks para filsuf pendahulunya (Plato, Aristoteles, etc…) Bahan-bahan itu: ■ dibandingkan ■ ditimbang ■ diolah kembali ■ diberi interpretasi baru MMF/Djokpiet/Fil UGM

38 inspirasi Ditimbang-timbang PEMIKIRAN PLATO Dibandingkan ARISTOTELES
MAZHAB STOA DLL. Dibandingkan inspirasi Diolah kembali Diberi interpretasi baru Dianggap “benar”, sejauh “cocok” dengan visi Plotinos ttg “emanasi” dan “kembali ke To Hen” MMF/Djokpiet/Fil UGM

39 Ia yakin bahwa pemikiran para filsuf itu masing-masing memiliki kebenaran yang saling melengkapi satu sama lain. Namun demikian, toh ada semacam “seleksi”. Artinya, bahan diambil, sejauh cocok dan harmonis denganm visi dan sistem filsafatnya. Semua itu bisa “padu”, karena Plotinos yakin adanya “Prinsip Harmoni” dlm keberbedaan. MMF/Djokpiet/Fil UGM

40 PRINSIP HARMONI DIINKORPORASIKAN DIINKORPORASIKAN SISTEM PLOTINOS
FILS A FILS B FILS H DIINKORPORASIKAN DIINKORPORASIKAN SISTEM PLOTINOS FILS G FILS C FILS D FILS F FILS E MMF/Djokpiet/Fil UGM

41 GAYA ARGUMENTASI PLOTINOS
Sesungguhnya Plotinos tidak memberi “bukti” atau “argumentasi” yang memadai terhadap keyakinan filosofisnya. Gaya argumentasinya bisa disebut sebagai “reductio ad absurbdum”, suatu teknik meyakinkan orang tidak dengan cara menunjukkan keunggulan konsepnya sendiri, melainkan mengandaikan konsep-konsep lain dan “membantai”-nya habis-habisan, sehingga para pendengarnya tersugesti bahwa yang benar hanyalah konsep Plotinos. MMF/Djokpiet/Fil UGM

42 REDUCTIO AD ABSORBDUM A LA PLOTINOS andaian KONSEP C andaian KONSEP D
RUNTUHKAN LEMAHKAN REMUKKAN PLOTINOS KONSEPKU YANG BENAR andaian KONSEP A andaian KONSEP E HANTAM HANCURKAN MMF/Djokpiet/Fil UGM

43 Henri Bergson (1859-1941) METODE INTUITIF (2) Taksih Anèm Sampun Sepuh
MMF/Djokpiet/Fil UGM Sampun Sepuh

44 RIWAYAT HIDUP SINGKAT Bergson lahir tahun 1859 di Paris. Ayahnya org Polandia; ibunya org Inggris. Keduanya keturunan Yahudi. Ia belajar matematika dan filsafat. Pada akhirnya, dia lebih menekuni filsafat, hingga kelak menjadi Guru Besar pada le College de France ( ). Tahun 1927 dia mendapat Hadiah Nobel di bidang sastra. Dia juga sempat menjadi tokoh LIGA BANGSA-BANGSA (The League of Nations) di Jenewa. Bergson wafat tahun 1941 di Paris. MMF/Djokpiet/Fil UGM

45 FILSAFAT BERGSON Tidak mudah menandai filsafat Bergson. Akan tetapi banyak org mengenali filsafat Bergson sebagai Anti-Materialisme dan Anti-Positivisme. Pendirian pandangan Bergson tentang realitas lebih berwatak spiritualistik dan vitalistik. Pendiriannya ttg perubahan atau dinamika realitas, lebih bersifat evolusionistik. Agar pemahaman ttg pikiran Bergson lebih jelas, sebaiknya disimak istilah-istilah kunci yang dipergunakannya berikut ini: MMF/Djokpiet/Fil UGM

46 l’evolution créatice Alam raya (kosmos) dipandang sbg organisme yang hidup, merupakan “proses besar”, dan berevolusi. Evolusinya bukan bersifat mekanistik-biologis belaka, bukan pula bersifat finalistik, melainkan bersifat kreatif. Proses evolutif itu seakan merupakan deretan “ledakan” periodik yg melahirkan spektrum-spektrum kemungkinan baru. Semua kemungkinan itu diuji oleh alam sendiri. Dan, yg paling ulet adalah manusia dgn inteleknya, dan serangga dgn instingnya. MMF/Djokpiet/Fil UGM

47 l'eovolution creatice MEKANISTIK MEMBABI BUTA DETERMINISTIK
BUKAN REALITAS BEREVOLUSI REALITAS BEREVOLUSI REALITAS BEREVOLUSI REALITAS BEREVOLUSI REALITAS BEREVOLUSI REALITAS BEREVOLUSI REALITAS BEREVOLUSI REALITAS BEREVOLUSI REALITAS BEREVOLUSI EVOLUSI KREATIF BUKAN FINALISTIK AKHIR YG PASTI DETERMINISTIK MMF/Djokpiet/Fil UGM

48 l’élan vital (vital impetus;”daya hidup”)
Seluruh proses evolusi itu merupakan usaha dari l’elan vital (“daya hidup”), yang membebaskan diri dari determenisme materi. l’elan vital menggerakkan dunia anorganik yang statis menjadi dinamik-padat dalam dunia organik. Proses pendinamisasian ini meliputi 3 bidang, yaitu vegetatif, instingtif, dan rasional/intelektif. MMF/Djokpiet/Fil UGM

49 Dinamika vegetatif pada tetumbuhan, instingtif pada hewan, dan rasional/ intelektif pada manusia.
Apa yang tampak sekarang ini, apa yang kita alami sekarang ini, tidak lain adalah “hasil”, tapi juga sekaligus “residu” atau “sedimentasi” dari kegiatan l’elan vital. Maka, tampaklah bahwa perspektif filsafat Bergson lebih condong kepada “spiritualisme”, dan senantiasa memerangi materialisme dan positivisme. MMF/Djokpiet/Fil UGM

50 “durée” dan “temps” “Temps ” adalah “waktu-matematis”, bersifat kuantitatif, berurutan secara kronometrik. “Durée ” adalah “keberlangsungan”, bersifat kualitatif, dialami scr. “subjektif-psikologis”. Manusia hidup dlm 2 dimensi waktu, yaitu waktu kronometrik yg “objektif”, dan waktu “subjektif” yg “dialami”, yg “dihayati”, yg “dihidupi” secara langusung dan otentik. Akan tetapi, “penghayatan kesadaranku” akan realitas kosmis justru kualami dlm la durée, bukan temps. MMF/Djokpiet/Fil UGM

51 Visualisasi Filsafat Bergson
la durée la durée REALITAS BEREVOLUSI REALITAS BEREVOLUSI REALITAS BEREVOLUSI REALITAS BEREVOLUSI la durée REALITAS BEREVOLUSI la durée l’elan vital l'evolution creatice REALITAS BEREVOLUSI REALITAS BEREVOLUSI REALITAS BEREVOLUSI REALITAS BEREVOLUSI la durée la durée la durée la durée la durée “HASIL” SEKALIGUS “RESIDU” EVOLUSI MMF/Djokpiet/Fil UGM

52 METODENYA Metodenya intuitif. Ia tidak berpikir melalui konsep-konsep dan kategori-kategori, bukan pula memakai konstruksi-konstruksi logis. Bergson seakan hanya bercerita ttg “sekemulit hidup” dlm satu gerakan yg dinamis. Seluruh kenyataan kosmis ditangkap dan dialami sebagai la durée. “Alat” penangkapnya ialah intuisi – suatu “insting bawaan” yg telah mencapai taraf “sadar reflektif” MMF/Djokpiet/Fil UGM

53 PERANGKAT METODIS UTAMA (Intuisi dan Cara kerjanya)
Jika manusia hendak memahami dinamika kosmis, ia harus “menceburkan diri” dlm arus kesadaran yg tak terputus. Rasio, melalui logika dan konsep-konsep, cenderung mangambil jarak, “mempreteli”, dan “membekukan” objek (kosmis utuh dan dinamik). Sedangkan intuisi seakan “lebur-menyatu”, dan scr. langsung “ambil bagian” dalam dinamika kosmis itu sendiri. MMF/Djokpiet/Fil UGM

54 Penyatuan itu dapat memberikan “penglihatan” atau “pengangkapan langsung” atas realitas kosmis, dan bukan bersifat konseptual. Dengan demikian, objek tertangkap secara utuh, lengkap, dan tidak terpotong-potong. Itulah pengertian yang mutlak! Realitas kosmis yang hakiki, apa adanya, yang langsung “kupahami” dan “kualami”, tanpa rekayasa konseptual oleh logika. MMF/Djokpiet/Fil UGM

55 ANALISA MEMBEKU Apakah tangkapan intuisi itu hanya dialami dan tak terekspresikan? Intuisi, sbg pengalaman batiniah, bukanlah sekadar a flash of insight, melainkan suatu act. Jadi, hasil tangkapan intuisi harus “diuraikan” oleh akal-budi. Hasil tangkapan intuisi dlm arena la durée yg mengalir tanpa putus itu harus diklasifiksikan dan disistematisasikan. MMF/Djokpiet/Fil UGM

56 Jadi, melakukan analisis berarti membekukan!
Kalau begitu, mau tak mau musti ada juga konsep-konsep. Padahal, watak konsep senantiasa membekukan dan akibatnya seakan memotong-motong arus yg hidup itu! Apa boleh buat, inilah konsekuensi analisa yang dijalankan oleh akal budi. Hasil analisa bagaikan deretan/potongan foto-foto dari rol film yg harus direntang untuk mengekspresikan. Jadi, melakukan analisis berarti membekukan! Inilah bahaya yg harus disiasati Bergson, krn pengertian konseptual itu akan menggusur pengalaman otentik. MMF/Djokpiet/Fil UGM

57 DIALEKTIKA antara “INTUISI YG HIDUP” dan KEBEKUAN ANALISIS
Agar tidak terjadi kebekuan, pun pula tetap dapat diekspresikan, maka uraian analitik itu harus terjadi dlm rangka intuisi yang menangkap arus dinamika kosmis. Penguraian hanyalah “alat” yg tunduk pd arus dinamika kosmis yg ditangkap intuisi. Konsep-konsep yg dipergunakan tdk bersifat kaku (rigid), sebagaimana dituntut oleh logika akal-budi. MMF/Djokpiet/Fil UGM

58 Konsep-konsep itu laksana karet yang dengan mudah ditarik-ulur.
Atau, boleh juga diumpamakan seperti balon yang kadang dapat mengembang-tegang-padat, tapi kadang juga bisa menciut-lembek-kempis. Konsep-konsep itu seakan dapat mewadahi jenjang-jenjang yang luas: Merentang dari yang material ke yang spiritual; dari yg naluriah-material ke rohani-manusiawi. Begitu juga dari materi ke roh, kata ke visi, kausalitas ke kebebasan, struktur ke arus. MMF/Djokpiet/Fil UGM

59 Kelenturan Konsep MATERIAL SIPRITUAL NALURI-MATERIAL ROHANI-MANUSIAWI
VISI KEBEBASAN ARUS MATERI KATA KAUSALITAS STRUKTUR MMF/Djokpiet/Fil UGM

60 METODE SKOLASTIK THOMAS AQUINAS By nature, all men
are equal in liberty, but not in other endowments MMF/Djokpiet/Fil UGM

61 KONSTELASI METODE THOMAS
Trend fils Abad Prtngh Peng Trad Fils Aristotelian Agustinian METODE THOMAS SINTETIS-DEDUKTIF Met. Pengjrn Lectio Disputatio Bahasa Latin yg mapan Organisasi pikiran yg sistematik Analisa Deduksi MMF/Djokpiet/Fil UGM

62 TREND FILSAFAT ABAD PERTENGAHAN
Filsafat menjadi bagian integral dari teologi, bahkan filsafat diabdikan kepada teologi. Tetapi, Thomas tetap mementingkan otonomi filsafat berdasarkan akal budi. Bagaimanapun juga, argumentasi berdasar kewibawaan, dianggap lemah. MMF/Djokpiet/Fil UGM

63 THOMAS DAN TRADISI FILSAFAT
Dua tradisi besar melingkupi pemikiran Thomas, yaitu tradisi Aristotelian dan Agustinian (yang mewarisi pemikian Plato). Keduanya diadopsi Thomas secara proporsional. Bagaimanapun juga, Thomas tetap mengedepankan otonomi berpikir. MMF/Djokpiet/Fil UGM

64 METODE PENGAJARAN SKOLASTIK
Tradisi metode pengajaran Skolastik di zaman Thomas ialah “lectio” dan “disputatio”. Lectio itu memahami teks dari para filsuf. Biasanya dilaksanakan pagi hari. Disputatio itu debat dialektis tentang soal-soal dalam teks yang dipelajari. Biasanya dilaksanakan siang hari. MMF/Djokpiet/Fil UGM

65 MEKANISME "LECTIO" MENGOMENTARI TEKS DARI PARA MENGUJI DR SGL SEGI
PEMIKIR BESAR YG BERWIBAWA MENGUJI DR SGL SEGI MHS MENCOBA MACAM-2 INTERPRETASI MENGAJUKAN PRO DAN KONTRA DIHARAPKAN DPT DICAPAI PEMAHAMAN BARU MMF/Djokpiet/Fil UGM

66 MEKANISME "DISPUTATIO" videtur quaestio quod non solutio SOAL-SOAL
DLM TEKS videtur quod non MHS MHS MHS SENIOR solutio SUMMARIUM & DETERMINATIO DOSEN MMF/Djokpiet/Fil UGM

67 ATURAN PERDEBATAN DALAM DISPUTATIO
Ada 2 hal yg harus dicamkan dalam perdebatan disputatio itu. Ordo Disciplinae: Pengajuan soal-soal harus sesuai dgn jalan penemuan (ordo inventionis) Cara Berpikir yang digunakan, harus memenuhi hukum-hukum logikla (Atristotelian) MMF/Djokpiet/Fil UGM

68 Pengorganisasian Pikiran
Apakah “ada” itu? (an sit) Apakah hakikatnya? (quid sit) 1 2 OBJEK Apa sajakah sifat-sifatnya? (quia sit) Apa sajakah penyebabnya? (an sit) 3 4 MMF/Djokpiet/Fil UGM

69 TEKNIK PENGURAIAN Dibicarakan soal demi soal.
Diperinci tahap demi tahap. Diberikan bukti-bukti. Dibedakan dgn jelas antara “apa yg pasti dan definitif” dan “kebolehjadian atau hipotetis”. Setiap Konsep dijelaskan dengan tepat. Semua itu dihantarkan dgn bahasa yang bersahaja, terang, jelas, dan “murni” maknanya. Thomas amat menghindari bahasa yg berbunga-bunga dan berwayuh arti. MMF/Djokpiet/Fil UGM

70 ANALISIS Dicek lagi: Apakah struktur2, dan prinsip2 umum itu sesuai
PENCERAPAN DATA INDERAWI PEMAHAMAN ANALITIK HASIL-HASIL ANALISIS BERUPA STRUKTUR2, PRINSIP2 UMUM YG TETAP Dicek lagi: Apakah struktur2, dan prinsip2 umum itu sesuai dgn kenyataan yg dialami? MMF/Djokpiet/Fil UGM

71 DEDUKSI: SILLOGISME Deduksinya dilaksanakan dgn sillogisme. Dua hal amat ditekankan ialah PREMIS dan ARGUMENTASI. Premis yang benar harus berupa definisi. Jadi tiap hal harus didefinisikan secara tepat. Definisi yg baik, “predikat” harus sama dgn “hakikat subjek”. Premis juga harus self-evident: benar dengan sendirinya. MMF/Djokpiet/Fil UGM

72 ARGUMENTASI PEMBUKTIAN LEWAT SEBAB YG FUNDAMENTAL
PEMBUKTIAN LEWAT AKIBAT ARGUMENTASI PENCERAPAN MARGA RESOLUSI DICEK KESIMPULAN PRINSIP-PRINSIP PERTAMA HUB. LOGIS MMF/Djokpiet/Fil UGM DICEK

73 METODE GEOMETRIS Rene Descartes “Cogito ergo sum” MMF/Djokpiet/Fil UGM

74 RIWAYAT SINGKAT Descartes lahir th 1596 di La Haye, Touraine, Perancis. Th belajar di Kolese Jesuit la Flechè dgn menu Sastra Klasik (6 th) & Filsafat (3th). Menu Filsafat itu berupa: Logika, IPA, Metafisi-ka dgn corak Aristotelian yg diadopsi Skolastik. Th memperdalam IPA. Th berkelana. Th ke Nederland. Th ke Stockholm, Swedia, meng-ajar Ratu Christina, dan akhirnya wafat di sana MMF/Djokpiet/Fil UGM

75 FILSAFATNYA Descartes tdk puas dgn filsafat Aristoteles. Sillogisme Aristotelian tdk membawa ke pengertian baru. Konklusi yg dihasilkan sebenarnya telah termuat dlm setiap premis mayor. Filsafat juga pengetahuan yang nisbi. Dengan filsafat, orang tidak dapat menemukan kepastian! Akhirnya, Descartes lebih tertarik menggeluti ilmu pasti (matematika) dan ilmu alam. Akan tetapi, menurut Descartes, ilmu-ilmu itu tdk dpt dibangun dgn kokoh tanpa terlebih dahulu menyu-sun suatu metafisika sbg dasar yg prinsipial. Metafisika di sini dimaksudkan sbg metafisika bagi “subjek” yang berilmu itu (si ilmuwan). MMF/Djokpiet/Fil UGM

76 METODENYA Descartes sendiri menyebut metodenya ANALITIS.
Dia yakin bahwa ada ketersusunan natural pada realitas. Ketersusunan pada realitas itu berhubungan dengan pengertian manusia. Keyakinan spt itu sebenarnya telah dimiliki oleh Francis Bacon dan Galileo Galilei. MMF/Djokpiet/Fil UGM

77 BACON & GALILEO DESCARTES Observasi “semau gue”, di-tumpuk2,
dgn harapan akan tiba pada penger- tian teratur EMPIRISME-INDUKTIF URAIAN ANALITIS Uraian analitis, yg mengembalikan suatu persoalan ke hal yg telah diketahui, tapi toh menghasilkan suatu penengertian baru INTEGRASI Logika Analisa geometri Aljabar EMPIRISME-RASIONAL KOMBINASI PEMAHAMAN INTUITIF akan pemecahan soal MMF/Djokpiet/Fil UGM

78 Metode itu bagi Descartes berlaku bagi penelitian rasional
apa saja, karena rasio manusia itu pada dasarnya satu. Dengan gaya “empirisme-rasional”, Descartes menekankan kesatuan ilmu, seperti sebuah “pohon pengetahuan”: Akarnya metafisika, batangnya fisika, dan cabang rantingnya ilmu-ilmu lain. ILMU-ILMU LAIN FISIKA METAFISIKA MMF/Djokpiet/Fil UGM

79 Jgn mulai dgn “ordo essendi”, tapi ikutilah “orda cognoscendi”
TOLAK SANA, TOLAK SINI TOLAK DISKUSI Tidak usah diskusi, tdk usah kerja sama; bikin ruwet dan semrawut. Kosepsi seluruh ilmu dikerjakan seorang diri saja TOLAK TRADISI Tdk perlu pusing dgn pemikiran para pendahulu. Dari pada me- neliti macam2 pendapat, lebih baik munguji dasar-dasar pendapat: goyah atau kokoh? Sebaiknya org menemukan kebenaran sendiri TOLAK SISTEMATIKA Jgn mulai dgn “ordo essendi”, tapi ikutilah “orda cognoscendi” MMF/Djokpiet/Fil UGM

80 TITIK TOLAK: KERAGU-RAGUAN UNIVERSAL
Descartes meragukan apa saja, tetapi keraguan-nya bukan kesimpulan, melainkan “awal” pencarian kepastian. Jadi, dia bukan seorang skeptikus sejati. Skeptisismenya merupakan skeptisisme-metodis. Dgn keraguan, ia justru ingin mencari kepastian. Kepastian yang dikejarnya harus merupakan kepastian yg tak tergoyahkan, yg kokoh, yg mampu menjamin dirinya sendiri, yg benar dgn sendirinya (self-evident). Kepastian semacam itu harus merupakan keyakinan yg bersifat personal dan subjektif. MMF/Djokpiet/Fil UGM

81 Kepastian: “COGITO ERGO SUM”
Kepastian yg meyakinkan itu ditemukan Descartes dalam “cogito ergo sum”; “I think, hence I am”; “Je pense, donc je suis”; “Saya berpikir, dus saya ada”. Ini bukan hasil penalaran sillogistik, melainkan kenyataan simpel yg langsung terpahami dan benar dgn sendirinya (self-evident). Self-evident berarti tdk memerlukan “jaminan” dari hal lain. Dia telah dijamin oleh dirinya sendiri sgb “benar”, tak tersangsikan! MMF/Djokpiet/Fil UGM

82 Pamer Eksistensi Eksistensi Televisi Eksistensi Pengemis
MMF/Djokpiet/Fil UGM

83 EMPAT ATURAN POKOK Descartes akhirnya membuat semacam “aturan” pokok yang harus ditaati dalam metodenya, yaitu: Intuisi dan Evidensi Perincian/pelarutan Pendeduksian Penginduksian MMF/Djokpiet/Fil UGM

84 ATURAN PERTAMA: Intuisi dan Evidensi
“The first was never to accept anything for true which I did not clearly know to be such; that is to say, carefully to avoid precipitancy and prejudice, and to comprise nothing more in my judgment than what was presented to my mind so clearly and distincly as to exclude all ground of doubt”. (Descartes, Discourse on Method) MMF/Djokpiet/Fil UGM

85 Maksudnya: Tidak mau menerima begitu saja apa yg dianggap benar
Berusaha menghindari ketergesa-gesaan dan praduga2. Tidak mengandaikan apa pun jua dlm petimbangan pikirannya. Dan, hanya apa yg tersajikan sebegitu jelas dan bernas dlm pikiran sajalah yg dpt diterima; karena tdk memberi kesempatan untuk meragukannya lagi! Ini hanya dpt dicapai dgn intuisi: langsung, simpel, dan self-evident. Itulah pengertian mutlak yg menyajikan keriterium definitif bagi segala pengertian. Itulah pengertian yg begitu jelas dan bernas (clara et distincta; claire et distincte; clear and distinct) MMF/Djokpiet/Fil UGM

86 ATURAN KEDUA: Perincian/Pelarutan
“The second, to divide each of the difficulties under examination into as many parts as possible, and as might be necessary for its adequate solution” (Descartes, Discourse on Method). MMF/Djokpiet/Fil UGM

87 Maksud Descartes: Memecah-mecah persoalan yang diteliti menjadi bagian-bagian sebanyak mungkin,…sejauh memang memerlukan pemecahan scr memadai. Pengertian yang baru harus didasarkan pada pengertian yang telah lebih dulu diketahui secara jelas dan bernas. Jadi, harus ada pertautan antara pengertian yg baru dan pengertian yg lebih dulu. Pendeknya, pengertian-pengertian itu jalin-menjalin seperti mata rantai. MMF/Djokpiet/Fil UGM

88 ATURAN KETIGA: Pendeduksian
“The third, to conduct my thoughts in such order that, by commencing with objects the simplest ang easiest to know, I might ascend by litle and litle, and, as it were, step by step, to the knowledge of the more complex; assigning in thought a certain order even to those objects which in their own nature do not stand in a relation of antecedence and sequence”. (Descartes, Discourse on method) MMF/Djokpiet/Fil UGM

89 Dengan ATURAN KETIGA itu, Descartes bermaksud:
Untuk menjaga keruntutan berpikir, ia memulai langkah gerak pikirnya dari hal-hal sederhana dan mudah ke yang lebih kompleks; dari yang simpel dan absolut ke yg makin kompleks dan relatif. Langkah-langkah itu bukan “meloncat”, melainkan tahap demi tahap, berangsur-angsur. Tapi, sekali lagi, urut-urutan langkah ini bukan semacam “penjejakan” urut-urutan metafisik (ordo essendi), melainkan semata-mata bersifat metodologis (lebih bersifat ordo cognoscendi). MMF/Djokpiet/Fil UGM

90 ATURAN KEEMPAT: Penginduksian, Inumerasi
“And the last, in every case to make enumerations so complete, and reviews so general, that I might be assured that nothing was ommited” (Descartes, Discourse on Method). MMF/Djokpiet/Fil UGM

91 Dengan ATURAN KEEMPAT ini, Descartes:
Tidak berhenti, atau sdh puas dgn ATURAN I,II, dan III, melainkan ingin “mengontrol”-nya dgn ATURAN IV ini… Caranya, mengadakan pembilangan/ penyebutan (enumeration) pada setiap hal secara menyeluruh dan meninjau kembali secara umum, sehingga ia yakin bahwa tdk ada sesuatu hal yg terlewatkan. Langkah ini merupakan “segi induktif” metode Descartes; dan merupakan semacam “verifikasi”, yaitu memeriksa apakah benar pengetahuan yg diperoleh adalah pengetahuan yang “clara et distincta” dan tak teragukan. MMF/Djokpiet/Fil UGM

92 TENTANG INDUKSI “NYATA”
Bagaimanapun, Descartes mengahargai observasi, hipotesis, dan eksperimen (bidang pengalaman). Pengalaman merupakan (1) titik pangkal analisis natural, dan (2) alat kontrol bagi gambaran dunia aprioristik, yang berperan memberikan konfirmasi ttg kesesuaian realitas dan konstruksi pikiran. Tapi, semua pengalaman tetaplah sbg pelengkap rasio. Bagi para rasionalis, pengetahuan sejati diperoleh dlm rasio sendiri dan bersifat apriori. MMF/Djokpiet/Fil UGM

93 David Hume (1711 - 1776) HUME ANÈM HUME SEPUH METODE EKSPERIMENTAL
MMF/Djokpiet/Fil UGM

94 RIWAYAT SINGKAT HUME Hume lahir di Edinburg, Skotlandia, 1711.
Ia belajar hukum, sastra, dan filsafat. Pernah jadi diplomat di Inggris, Perancis, Austria, dan Italia. Pernah juga berbisnis, tetapi gagal. Melamar dosen di Edinburg, tetapi ditolak, karena dia skeptikus dan atheis. MMF/Djokpiet/Fil UGM

95 KARYA-KARYA FILOSOFIS YANG PENTING
A Treatice on Human Nature, 3 Jilid, tampil Anonim, 1738 – 1740. An Enquiry Concerning Human Understanding, 1748. An Enquiry into The Principles of Morals, 1751. MMF/Djokpiet/Fil UGM

96 FILSAFATNYA (1) Hume adalah tokoh empirisisme yg terpenting. Filsafatnya merupakan antitesis atas rasionalisme. Aku sbg pusat pengalaman, kesadaran, pemikiran, dan perasaan, hanyalah satu rangkaian kesan-kesan belaka – impressions. Impresi-impresi inilah bahan pengetahuan, yg kemudian disusun secara connexions dan associations oleh kehendak kita. MMF/Djokpiet/Fil UGM

97 FILSAFATNYA (2) Namun, manusia yg mempunyai kehendak itu bukan merupakan “aku” yang “berjiwa”, melainkan deretan kontinyu dari kesan-kesan (impresi) belaka. Maka, filsafat Hume acapkali disebut sbg psikologisme, namun juga sekaligus disebut psikologisme “tanpa jiwa”. Apa pun komentar org, yg jelas Hume memulai filsafatnya dari manusia. Ilmu manusia harus disusun lebih dahulu, kata Hume, krn semua ilmu berhubungan dgn hakikat manusia, dgn pemahaman manusia. MMF/Djokpiet/Fil UGM

98 METODENYA: EKSPERIMENTAL
Eksperimental? Eksperimen terhadap apa? Metode Hume mendapat inspirasi dari ilmu-ilmu alam mekanistik Newtonian. Wataknya lebih induktif dari pada deduktif. Semua pengertian berasal dari observasi tingkah laku, dan introspeksi ttg proses-proses psikologis. Inilah yg bisa dilakukan, karena eksperimen yg sebenarnya tdk mungkin diterapkan pada manusia. Catatan: Hume tdk menguraikan metodenya sebagaimana Descartes, tapi dia langsung melaksanakannya begitu saja. MMF/Djokpiet/Fil UGM

99 TITIK PANGKAL METODIS (1)
SKEPTISISME Sikap skeptis itu perlu, tetapi tidak usah seradikal Descartes. Sikap skeptis diperlukan untuk menjaga sikap objektif dan tanpa prasangka. Keduanya merupakan syarat mutlak bagi sikap ilmiah yg benar. Skeptisisme juga berguna sbg anti-toxine bagi dogmatisme dan kepastian yg berlebihan. MMF/Djokpiet/Fil UGM

100 TITIK PANGKAL METODIS (2)
NATURALISME Dari lain pihak, skpetisisme tidak dapat menggoyahkan keyakinan-keyakinan alamiah (natural). Skeptisisme tidak dapat menggoyahkan kesadaran umum org awam, common sense. Pada kenyataannya, toh kebanyakan manusia dapat hidup dengan keawamannya, dengan “common sense”-nya! MMF/Djokpiet/Fil UGM

101 PENDIRIAN HUME SINTESIS NATURALISME SKEPTISISME
DALAM PENGERTIAN ILMIAH HUME HANYA MENERIMA DUA MACAM PENGERTIAN (GARPU) PEMIKIRAN ABSTRAK TTG KUANTITAS DAN ANGKA (RELATIONS OF IDEAS) PEMIKIRAN EKSPERIMENTAL MENGENAI FAKTA DAN EKSISTENSI (MATTER OF FACTS) MMF/Djokpiet/Fil UGM

102 PROSES PENCERAPAN INILAH “GERBANG” PENCERAPAN MASUKNYA PENGETHN
INILAH BATU DASAR PENGETAHUAN YANG KEPASTIANNYA TIDAK TERAGUKAN IMPRESI (KESAN) DIPERBAHARUI INILAH TEMPAT PENYIMPANAN IMPRESI, MESKI KEKUATAN- NYA TERUS MELEMAH MEMORI (INGATAN) MMF/Djokpiet/Fil UGM

103 BISA DIPECAH-PECAH MENJADI BAGIAN-BAGIAN ATOMIK
"IDE" BERKORESPONDENSI IMPRESI SEDERHANA “IDE” SEDERHANA BERSEMAYAM DAN DIOLAH DALAM … IMPRESI MENGHASILKAN “IDE” (COPY IMPRESI) IMPRESI KOMPLEKS “IDE” KOMPLEKS JELAS, SEGAR “HIDUP” AGAK KABUR, KURANG “HIDUP” IMAJINASI BISA DIPECAH-PECAH MENJADI BAGIAN-BAGIAN ATOMIK DIRUMUSKAN DALAM DEFINISI MEMORI Makin lama makin pudar DISIMPAN MMF/Djokpiet/Fil UGM

104 PERBANDINGAN IDE-IDE KEHENDAK MENGIKUTI HUKUM-2 ASOSIASI IMAJINASI
(secara bebas) MENGIKUTI HUKUM-2 ASOSIASI IDE YG BERASAL DARI IMPRESI IDE-IDE YANG LEBIH KOMPLEKS DIKOMBINASIKAN MMF/Djokpiet/Fil UGM

105 RELASI-RELASI NATURAL
Dlm membandingkan ide-ide, manusia memiliki semacam “titik penghubung” antaride yg diperbandingkan: Itulah RELASI. Secara awam, manusia cenderung mengubungkan ide-ide tertentu dengan: 1. KESERUPAAN 2. KEDEKATAN 3. KAUSA-EFEK Ketiga relasi itulah yg disebut RELASI NATURAL. MMF/Djokpiet/Fil UGM

106 RELASI-RELASI FILOSOFIS
Relasi natural amat terbatas kemampuannya bagi perbandingan ide-ide filosofis. Maka, diperlukan relasi-relasi filosofis. Ada tujuh relasi filosofis: 1. Keserupaan 2. Identitas 3. Relasi waktu dan tempat 4. Proporsi dalam kuantitas/angka 5. Derajat-derajat dalam kualitas 6. Perlawanan 7. Penyebaban MMF/Djokpiet/Fil UGM

107 PEMBERSIHAN REDUKTIF Diadakan cek ulang terhadap langkah progresif tadi. Apakah ide-ide kompleks yang lazim dipergunakan itu jernih dan dapat dipertanggungjawabkan? Untuk itu diperlukan pembersihan; dgn mempergunakan 2 “alat”, yaitu “MIKROSKOP” dan “PISAU CUKUR” MMF/Djokpiet/Fil UGM

108 PEMBERSIHAN REDUKTIF: KERJA "MIKROSKOP"
IDE-IDE KOMPLEKS Dianalisa bagian-2nya dgn alat “mikroskop” Jika ada kekaburan, dicek, impresi mana penyebabnya DICEK KEMBALI Jika tidak jelas, diadakan eksperimen psikologis: diadakan cerapan yg menghasilkan ide seperti itu. KALAU INI SIH MIKROSKOP BENERAN! IDE-IDE PRIMER YG SEDERHANA MMF/Djokpiet/Fil UGM

109 PEMBERSIHAN REDUKTIF KERJA "PISAU CUKUR" JIKA SUATU ISTILAH TDK
TERBUKTI MENYAJIKAN “IDE” YANG DAPAT DIANALISIS MENJADI KOMPONEN-2 SIMPEL PEMBERSIHAN REDUKTIF atau “IDE-IDE” SIMPEL TIDAK ADA PERSESUAIAN DENGAN SUATU IMPRESI YANG DAPAT DIALAMI SECARA INDERAWI maka KERJA "PISAU CUKUR" ISTILAH ATAU ”IDE” ITU HARUS DIPOTONG (DGN “PISAU CUKUR”), DISISIHKAN! MMF/Djokpiet/Fil UGM

110 METODE KRITIS-RANSENDENTAL Immanuel Kant (1724-1770)
Coelum stellatum supra me, Lex morales intra me. MMF/Djokpiet/Fil UGM

111 RIWAYAT SINGKAT KANT Kant adalah orang yg tekun, serius, berdisiplin tinggi, hingga hidupnya nyaris mekanisktik. Th 1740 mulai belajar filsafat di Königsberg dan pada akhirnya, 1770, dia menjadi guru besar di Königsberg juga. Pemikirannya dapat dibabakkan ke dlm 3 periode, yaitu periode rasionalistik, skeptis, dan kritis. (Hanya periode kritis ini yg akan dibahas dlm kontek metode filsafat) MMF/Djokpiet/Fil UGM

112 FILSAFAT KANT (1) Kant mencoba menyintesiskan RASIOANLISME dan EMPIRISISME. Ia menerima keniscayaan dan keuniversalan pengertian (RASIONALISME), tetapi ia juga berpendirian bahwa satu pengertian pastilah bertolak dari fenomena (gejala) yg diinderai, dan takkan mungkin melebihi batas fenomena itu (EMPIRISME). Pendek kata, Kant menerima baik unsur APRIORI maupun APOSTERIORI dalam pengertian MMF/Djokpiet/Fil UGM

113 FILSAFAT KANT (2) RASIONALISME EMPIRISISME mengutamakan
unsur-unsur ARPIORI dlm pengenalan EMPIRISISME mengutamakanunsur- unsur APOSTERIORI dlm pengenalan KANT pengenalan manusia merupakan paduan/sintesis antara unsur-unsur APRIORI dan APOSTERIORI MMF/Djokpiet/Fil UGM

114 ANALISIS KRITERIOLOGIS
Kant tidak melakukan analisis psikologis, logis, dan ontologis, melainkan analisis kriteriologis. Kant yakin bahwa ada pengertian tertentu yang objektif. Persoalannya: Apa sajakah syarat-syarat (kriteria) minimal yg diperlukan agar subjek dpt memperoleh pengetahuan objektif itu? MMF/Djokpiet/Fil UGM

115 UPAYA KANT Kant hendak meneliti buhungan SUBJEK-OBJEK, dengan tekanan pada subjek (ingat: REVOLUSI KOPERNIKAN II). Sesuatu disebut SUBJEK, bagi Kant, sejauh mengerti/mengartikan dan menilai OBJEK. Sesuatu disebut OBJEK, bagi Kant, sejauh merupakan fenomen yg ditanggapi SUBJEK. Jadi, SUBJEK dan OBJEK saling mengandaikan. MMF/Djokpiet/Fil UGM

116 EKSISTENSI DAN RELASI SUBJEK-OBJEK
mengartikan OBJEK (yg ditanggapi subjek) (berusaha mengerti) SUBJEK (yg menanggapi objek) FENOMENON menilai NOUMENON das-Ding-an-Sich JADI, YG DISELIDIKI KANT ADALAH SUBJEK DAN OBJEK DLM RELASINYA thing-in-it-self MMF/Djokpiet/Fil UGM

117 TITIK PANGKAL (1) KESANGSIAN
Kant curiga dan menyangsikan metafisika, karena metafisika mencoba menyelidiki NOUMENON. Secara metodologis, metafisika itu tdk ilmiah, karena memperkosa batas-batas kemampuan akal budi! Jadi, metafisika itu hanyalah ilusi transendental belaka… MMF/Djokpiet/Fil UGM

118 PENGERTIAN YG OBJEKTIF IALAH PENGERTIAN SINTETSIS APRIORI
TITIK PANGKAL (2) MACAM PENGERTIAN ANALITIS SINTESIS Formal saja, tdk memberi pengethn baru; tautologis singular; subjektif Universal; objektif APRIORI APOSTERIORI PENGERTIAN YG OBJEKTIF IALAH PENGERTIAN SINTETSIS APRIORI MMF/Djokpiet/Fil UGM

119 PROBLEM UTAMA KANT Jelaslah, pengertian yang objektif ialah jenis pengertian SINTESIS APRIORI. Adakah dasar objektivitas pengertian SINTESIS APRIORI itu? Bila ada dasar objektivitas pengertian SINTESIS APRIORI, dengan penalaran atau argumentasi macam apa? Menghadapi persoalan ini, Kant melakuakn ANALISIS TRANSENDENTAL. MMF/Djokpiet/Fil UGM

120 ANALISIS TRANSENDENTAL
apriori ruang & waktu 3 idea: idea teologis Idea psikologis, idea kosmologis AKU TRANSENDENTAL OBJEK NOUMENON FENOMENON INDERA VERSTAND VERNUNFT pusat proses pengetahuan 12 kategori FENOMEN INDERA VERNUNFT VERSTAND AKU TRANSENDENTAL OBJEK MMF/Djokpiet/Fil UGM SUBJEK

121 DIALEKTIKA TRANSENDENTAL (1)
PERSPEKTIF NEGATIF Metafisika ilmiah? Mustahil! Metafisika hanyalah main-main dgn kategori-kategori formal dan kosong. Metafisika mengutak-atik NOUMENON, bukan FENOMENON. Metafisika itu merupakan ILUSI TRANSENDENTAL belaka. MMF/Djokpiet/Fil UGM

122 DIALEKTIKA TRANSENDENTAL (2)
PERSPEKTIF POSITIF Walau demikian, metafisika bukanlah kesia-siaan. Secara kodrati, pengertain dan pernilaian menuntut syarat-syarat yg lebih tinggi lagi sbg sandaran –- suatu syarat yg tdk disyaratkan lagi. Sandaran itu dipenuhi oleh instansi VERNUNFT: untuk pengertian ada 3 idea; dan untuk penilaian etik ada 3 postulat (kehendak bebas, immortalitas jiwa, dan eksistensi Tuhan). Naturanlage MMF/Djokpiet/Fil UGM

123 METODE DIALEKTIKA G.W.F. HEGEL (1770-1831)
Das Wahre ist das Ganze” (Yang benar itu yang menyeluruh) MMF/Djokpiet/Fil UGM

124 RIWAYAT SINGKAT HEGEL Georg Wilhelm Friedrich Hegel lahir di Stuttgart, Jerman, 1770. Belajar teologi di Tϋbingen bersama Schelling dan Höderlin jadi dosen privat di Jena menjabat Direktur Gymnasium. 1817 Guru Besar di Heidelberg. 1818 Guru Besar di Berlin dan di sini ia mencapai puncak ketenarannya sehingga dijuluki sebagai PROFESSOR PROFESSORUM. Ia wafat di Berlin pada tahun 1831. MMF/Djokpiet/Fil UGM

125 KARYA-KARYA UTAMANYA Phänomenologie des Geistes (Fenomenologi Ruh).
Wissenschaft der Logik (Ilmu Logika). Enzyklopädie der philosophischen Wissenschaft (Eksiklopaedia Ilmu Filsafat) Grundlinein der Philosophie des Rechts (Garis-Garis besar Filsafat Hukum) Sesudah meninggal, karya-karyanya yg lain diterbitkan para mahasiswanya, di antaranya mengenai Filsafat Kesenian, Filsafat Sejarah, Filsafat Agama, dan Sejarah Filsafat. MMF/Djokpiet/Fil UGM

126 FILSAFATNYA Kita runut ke belakang pada Kant.
Kant masih menyisakan “warisan” berupa “das-Ding-an-Sich”. Bagi Kant, yang tertangkap hanya fenomenon, sedangkan noumenon tak-tertangkap; tetap tinggal sbg “misteri”. Bagaimana tanggapan para penerus (para idealis) Jerman terhadap warisan Kant itu? MMF/Djokpiet/Fil UGM

127 FICHTE: Idealisme Subjektif
Bagi Fichte, kategori Kant itu harus diasalkan dari satu sumber saja, yaitu Ego. Tidk ada lagi “das Ding an Sich” yang misterius. Benda-benda, atau lebih luas lagi –alam semesta, adalah buah aktivitas Ego. Ego itu beraktivitas dengan “triade”, “trilangkah”: tesis - antitesis - sintesis. MMF/Djokpiet/Fil UGM

128 TESIS-ANTITESIS-SINTESIS
TRIADE FICHTE: TESIS-ANTITESIS-SINTESIS tesis antitesis Ego Non-Ego ALAM/ BENDA ROH sintesis Saling meneguhkan Saling membatasi MMF/Djokpiet/Fil UGM

129 SCHELLING: Idealisme Objektif
Bagi Schelling,roh dan alam bukan mengadakan dan diadakan, melainkan dari sumber yang sama sekali netral. Sumber itu adalah IDENTITAS ABSOLUT atau INDEFERENSI ABSOLUT. Ia bukan material atau spiritual. Seluruh perlawanan masih lengkap, utuh; masih bersemayam dlm Indeferensi Absolut, dan belum terpisahkan. MMF/Djokpiet/Fil UGM

130 PENDIRIAN SCHELLING IDENTITAS ABSOLUT atau INDEFENSI ABSOLUT
Roh dan Alam: dua kutub yg sederajat/setara Roh dan Alam saling meresapi ROH dan ALAM MMF/Djokpiet/Fil UGM

131 SIKAP HEGEL (1) TERHADAP FICHTE
Hegel tertarik pada triade Fichte, tapi sintesisnya musti diperdalam. Ego dan Non-Ego bukan saling membatasi, karena keduanya adalah pengungkapan diri dari Realitas. “Yang Mutlak” itu immanen dan dinamis. MMF/Djokpiet/Fil UGM

132 SIKAP HEGEL (2) TERHADAP SCHELLING
Schelling itu terlalu menekankan identitas dgn menafikan perbedaan. Padahal, perbedaan itu justru diperlukan dlm rangka identifikasi… Justru identifikasi itulah yg menghasilkan identitas. Yang menarik, idealisme Schelling merupakan objektivitas utuh. MMF/Djokpiet/Fil UGM

133 SIKAP HEGEL (3) TERHADAP KANT
Kemandirian subjek dipagari dgn kategori-kategori. Akibatnya, tersisalah “das-Ding-an-Sich” yg tetap misterius. Akal budi tidak perlu kritis terhadap dirinya sendiri, melainkan harus affirmatif. Tidak perlu ada pembedaan antara fenomenon dan noumenon. MMF/Djokpiet/Fil UGM

134 DOKTRIN HEGEL Yang benar ialah yang menyeluruh.
Yang Real itu rasional; yang rasional itu real. Luasnya rasio = Luasnya realitas Melalui penalaran, kita dapat menggenggam struktur realitas secara total. MMF/Djokpiet/Fil UGM

135 METODENYA: DIALEKTIKA
Dialektika berasal dari kata Yunanai dialego (dialego), artinya “seni berbincang-bincang”. Secara umum, dialektika berarti: Dua pengertian yg bertentangan kemudian diperdamaikan. Langkah-langkahnya sering disebut sbg: Tesis – antitesis – sintesis Affirmasi – negasi – negasi dari negasi Posisi – oposisi – komposisi MMF/Djokpiet/Fil UGM

136 MEMAHAMI KENYATAAN Bagi Hegel, memahami kenyataan sama dengan mengikuti gerakan pikiran atau konsep. Asal saja mulai berpikir secara benar, maka orang akan dibawa dinamika pikiran itu sendiri; dan akan sampai pada pemahaman akan sejarah. Itu bisa terjadi, karena STRUKTUR DAN PROSES PIKIRAN = PROSES GENESIS KENYATAAN. Maka, metode dan teori/sistem = kenyataan. Keduanya tak terpisahkan, saling menentukan. MMF/Djokpiet/Fil UGM

137 PARALELITAS PIKIRAN DAN KENYATAAN STRUKTUR DAN PROSES PIKIRAN PROSES
GENESIS KENYATAAN METODE & TEORI/SISTEM KENYATAAN Tidak terpisahkan Saling menentukan MMF/Djokpiet/Fil UGM

138 LANGKAH PERTAMA:PENGIYAAN (AFFIRMASI)
LANGKAH DIALEKTIK (1) LANGKAH PERTAMA:PENGIYAAN (AFFIRMASI) Dimulai dari pengertian atau konsep yg dianggap jelas, yg menyangkut struktur dan pengarahan fundamental. Biasanya dimulai dari pengertian empiris-inderawi yg dianggap paling pasti, mis.: ”skg waktu malam…” Pengertian itu pertama-tama dipahami dlm arti sehari-hari, spontan, dan tidak reflektif. MMF/Djokpiet/Fil UGM

139 dirumuskan identik dengan dirinya sendiri,
Jadi, konsep itu… dirumuskan identik dengan dirinya sendiri, dibenarkan, dikokohkan, ditegakkan, diaffirmasi! menolak segala pengandaian lain selain dirinya sendiri, bahkan pendirian itu diekstrimkan! MMF/Djokpiet/Fil UGM

140 LANGKAH DIALEKTIK (2) LANGKAH KEDUA: PENGINGKARAN (NEGASI)
Pengertain pertama yg kokoh-ekstrim, kemudian remuk-mencair…dan, muncullah lawan yg justru menyangkalnya! misalnya: ada – tiada aktif – pasif lahir – batin ide – alam bebas – harus bentuk – isi absolut – relatif subjektif – objektif für Sich – an Sich Konsep lawan ini juga diperlakukan sama dgn konsep pertama, dikokohkan, diekstrimkan! Akan tetapi, “nasib” konsep kedua (lawan) ini juga sama dgn konsep pertama: remuk dan cair! MMF/Djokpiet/Fil UGM

141 LANGKAH KETIGA: PEMAHAMAN BARU
LANGKAH DIALEKTIK (3) LANGKAH KETIGA: PEMAHAMAN BARU Negasi dari Negasi Setelah langkah kedua remuk-cair, bukan kembali lagi ke langkah pertama. Dlm konsep pertama sesungguhnya telah bersemayam konsep kedua (lawannya); dan dlm konsep kedua, konsep pertama masih tetap terbawa serta. Sekarang (langkah III ini) kedua-duanya “dipikirkan”. Maka, keduanya saling mengisi, saling memperkaya, saling memperbaharui…sehingga keduanya menjadi lebih padat. MMF/Djokpiet/Fil UGM

142 Keduanya lantas jadi aufgehoben.
Istilah ini berasal dari kata aufheben, yang berarti: melarutkan, menghapus, meniadakan, tetapi juga sekaligus … mengangkat, membawa ke taraf lebih tinggi dan menyimpan. Semua arti kata aufheben itu dipakai oleh Hegel untuk menamai hasil sintesis. MMF/Djokpiet/Fil UGM

143 2. KESATUAN KONTRADIKSI Kontradiksi itu “motor penggerak” dialektika, jalan bagi tercapainya kebenaran. Tetapi, dlm dialektika selalu dipertanyakan, logiskah kontradiksi dipersatukan? Logika formal itu bukan filsafat. Kategori-kategori logis tdk boleh membelenggu filsafat, sebab logika formal memandang kontradiksi dlm arti statis. Adanya kontradiksi, itu menandakan kekuranglengkapan konseptual. Dlm sintesis, kontradiksi-kontradiksi itu disimpan dan dipertahankan. Satu sama lain tdk saling mengeksklusikan, melainkan saling mengevokasi. Keduanya merupkan unsur-unsur esensial bagi kebenaran; saling melengkapi dlm kesatuan keutuhan yang lebih tinggi. MMF/Djokpiet/Fil UGM

144 Sintesis “pertama” belum final, belum lengkap!
3. SINTESIS: TESIS BARU Sintesis “pertama” belum final, belum lengkap! Identitas langkah ketiga = kesatuan lawan yg masih tetap lawan. Langkah ketiga sendiri lalu dipandang sbg data langsung yg simpel,…suatu tesis baru lagi. Tetapi toh sdh diperkaya dan diperdalam. Begitulah, trilangkah itu dijalankan terus-menerus, hingga akal manusia dibimbing ke arah satu titik akhir/puncak ideal,..ke arah konsep yg mencakup segala-galanya. MMF/Djokpiet/Fil UGM

145 SEGI DEDUKTIF DAN INDUKTIF
Sistem Hegel jelas lebih deduktif: Dari logika intrinsik yg niscaya ada dlm konsep kemudian pikiran dibawa ke konsep lain. Walau tidak menonjol, ada juga segi induktifnya, yaitu “merambatnya” pikiran dari yg simpel ke yang lebih kompleks, dr yg “kempis” ke yang lebih “padat”. Pada prakteknya, induksi dan deduksi bukanlah dua jurusan yg berbeda, melainkan berkembang bersama. Metode Hegel adalah dialektika antara konsep murni (apriori) dan fakta kongkrit (aposteriori), yg bermuara dalam sintesis. MMF/Djokpiet/Fil UGM

146 CATATAN AKHIR: Ciri-Ciri Berpikir Dialektik
Berpikir dalam tolalitas = saling bernegasi – saling berkontradiksi – saling bermediasi. (mengingkari dan diingkari – melawan dan dilawan – memperantarai dan diperantarai). Seluruh proses dialektika itu “realitas yang sedang bekerja”. Berpikir dlm perspektif “empiris-historis” (kehidupan bukan suatu “realitas”, melainkan “realisasi”) Berpikir dlm kerangka kesatuan teori dan praxis. Teori yang membuahkan praxis. MMF/Djokpiet/Fil UGM

147 benda-benda itu sendiri)
METODE FENOMENOLOGI EDMUND HUSSERL (1859 – 1938) “Zu den Sachen selbst” (Kembaliah kepada benda-benda itu sendiri) MMF/Djokpiet/Fil UGM

148 RIWAYAT SINGKAT HUSSERL
Edmund Husserl lahir di Prostejov (dahulu Prossnitz), Cekoslovakia, 8 April 1859. Filsuf berdarah Yahudi ini belajar ilmu alam, ilmu falak, matematika, dan filsafat. Dia belajar di Leipzig, kemudian ke Berlin, dan Wina, yg membuat dia tertarik dgn pemikiran Franz Brentano. Kariernya sbg dosen menjelajah di Halle, Göttingen, dan Freiburg. Pernah jadi dosen tamu di Berlin, London, Paris, Amsterdam, dan Praha. Akhirnya dia meninggal th 1938 di Freiburg, dan warisan intelektualnya disimpan dan dikelola di Universitas Leuven, Belgia. MMF/Djokpiet/Fil UGM

149 PERIODISASI PEMIKIRAN HUSSERL
Periode Pra-Fenomenologis (1887 – 1901), tampak dlm keryanya Logische Untersuhungen Jilid I. Periode Fenomenologis sbg usaha epistemologis yg masih terbatas (1901 – 1906), tampak dlm karyanya Logische Untersuhungen Jilid II. Periode Fenomenologis Murni sbg dasar umum bagi filsafat dan Ilmu (1907 – 1935), tampak dlm karyanya Ideen zu einer Phänomenologie und phänomenologischen Philosophie. Periode Pengatasan Idealisme (1935 – 1938), tampak dlm karyanya Die Krisis der europäischen Wissenschaften und die transzendentale Phänomenologie. MMF/Djokpiet/Fil UGM

150 FILSAFATNYA Husserl mulai berpikir dari sains yg eksak kemudian terus berefleksi hingga dasar-dasar pemikiran filosofis. Dia bereaksi thd empirisme dan psikologisme; dan pada akhirnya dia anti-saintisme yg senantiasa memahami kenyataan dgn sikap dan metode saintifik. Bagi Husserl, saintisme mempertentangkan subjek-objek, shg memalsukan otentisitas hubungan subjek-objek. Ini harus ditolak! Org harus kembali ke objek (benda-benda) secara apa adanya, tanpa manipulasi apa pun! MMF/Djokpiet/Fil UGM

151 PERBANDINGAN KANT DAN HUSSERL
TENTANG OBJEK KANT OBJEK (yg ditanggapi subjek) HUSSERL OBJEK (FENOMENON) FENOMENON NOUMENON das-Ding-an-Sich thing-in-it-self MMF/Djokpiet/Fil UGM

152 HUBUNGAN SUBJEK-OBJEK
intuisi HUBUNGAN SUBJEK-OBJEK Zu den Sachen selbst Sgl cara pemahaman thd objek (spt dilakukan ilmu maupun fils) disisihkan dahulu! (epochè, Einklammerung) Berpikir otonom: sgl tradisi, baik ajaran fils maupun ilmu, disingkirkan! Anschauung: Observasi objektif: sgl unsur subjekif disingirkan. 2. Melulu kontemplatif: sgl pertimbangan praktis disingkirkan! 3. Bukan pengertian diskursif: hipotesa, pembuktian, …dll, disingkirkan! OBJEK fenomen Yang menampakkan diri di dlm dirinya sendiri menurut adanya; Yang “terletak” di depanku; yang “tersajikan” di dpnku Yang kusadari, sejauh dlm sasaran intesionalitasku MMF/Djokpiet/Fil UGM

153 REDUKSI PERTAMA: RED. FENOMENOLOGIS
TIGA REDUKSI REDUKSI PERTAMA: RED. FENOMENOLOGIS Segala keputusan ttg realitas dan idealitas objek dan subjek disaring dan disisihkan. Tidak mau tahu: Apakah eksistensi itu ada atau tidak; yg jelas hal itu dikesampingkan! Fenomen itu memang data; eksistensinya tak disangkal, tapi dikesampingkan! Pokoknya, objek yg kuselidiki sejauh kusadari. Pada saat itu, objek kupandang menurut relasinya dengan kesadaranku. MMF/Djokpiet/Fil UGM

154 REDUKSI KEDUA: REDUKSI EIDITIS HAKIKAT EIDOS, OBJEK “WESEN” TETAPI
SEKADAR ARTI UMUM YG MENUNJUKKAN HALNYA SESUATU BUKAN HAKIKAT OBJEK EIDOS, “WESEN” FENOMENOLOGI JUSTRU TERBUKA INTI YG TERSEMBUNYI; HAKIKAT DAN MENAMPAKKAN DIRI BUKAN TETAPI BUKAN STRUKTUR DASARIAH Isi fundamental Semua sifat hakiki Relasi-relasi hakiki HAKIKAT SEBAGAIMANA DIMAKSUD ARISTOTELES MMF/Djokpiet/Fil UGM

155 HASIL PROSES: “WESSENSCHAU”
KELENGKAPAN DESKRIPSI PROSES REDUKSI EIDITIS VARIASI IMAJINASI BEBAS KRITERIUM KOHERENSI PROSEDUR REDUKSI EIDITIS HASIL PROSES: “WESSENSCHAU” Bukan observasi objek-objek individual yg menghasilkan ucapan-ucapan empiris, tetapi hasil pemahaman objek secara intensional dgn sifat-sifatnya yg mutlak-niscaya MMF/Djokpiet/Fil UGM

156 TRANSENDENTAL-FENOMENOLOGIS
DIARAHKAN PADA OBJEK/FENOMEN SUBJEK: Tangkapan thd penampakan, dan akar-akar kesadaran BUKAN REDUKSI KETIGA DIARAHKAN TRANSENDENTAL-FENOMENOLOGIS REDUKSI KETIGA: BUKAN DIARAHKAN PADA SESUATU SEJAUH MENAMPAKKAN DIRI PADA KESADARAN Penemuan AKU-TRANSENDENTAL IDEALISTIS…? MMF/Djokpiet/Fil UGM

157 PENEMUAN AKU-TRANSENDENTAL
Segi empiris dlm kesadaran disingkirkan! Jadi, yang tinggal hanya Akt kesadaran itu sendiri. Akt itu tidak sama dengan kesadaran empiris, melainkan bersifat murni, transendental; yaitu “berada-bagi-diriku-di-dalam-Akt-Akt”. MMF/Djokpiet/Fil UGM

158 ANALISIS FENOMENOLOGIS PERIODE PERTAMA: FASE IDEALISTIS
Semua “yg-ada” merupakan objek-bagi-kesadaran-itu. “Yg-ada” berarti sebagai objek bagi kesadaranku yg murni. Nah, akibatnya, kesadaran transendental itu mengkonstitusikan segala objek yg menjadi sasaran intensionalitas. Konskuensinya, Husserl menjadi idealistis! (Doktrin idealisme: Kesadaran bukan bagian dari kenyataan, melainkan “asal” kenyataan. Kesadaran tidak “menemukan” objek-objek, tetapi objek-objek “diciptakan” oleh kesadaran). MMF/Djokpiet/Fil UGM

159 ANALISIS FENOMENOLOGIS PERIODE KEDUA: FASE PERTOBATAN
Lama kelamaan “aku-transendental” kehilangan statusnya yg terisolir itu. Pada kenyataannya, dunia bukan hanya ‘berada’ menurut adanya bagi individu-transendental, melainkan bagi komunitas individu-individu yg bersifat intersubjektif. Jadi, transendentalia itu tetap ada, tetapi bukan ego-transendental, melainkan intersubjektivitas transendental. Dengan demikian, fenomenologi menganalisa jalan-jalan terjadinya pengalaman, menentukan syarat-syarat dan kaidah-kaidah bagi koherensi dan keutuhan macam-macam jenis pengalaman dan kesesuaiannya satu sama lain. MMF/Djokpiet/Fil UGM

160 METODE ANALITIKA BAHASA
LUDWIG WITTGENSTEIN (1889–1951) “what can be said clearly, anda what we cannot talk about we must pass over in silence” MMF/Djokpiet/Fil UGM

161 RIWAYAT SINGKAT WITTGENSTEIN
Ludwig Josef Johann Wittgenstein lahir di Wina, Austria, 26 April 1889. Dia belajar teknik di Berlin dan Manchester. Lewat teknik, ia tertarik pada matematika dan filsafat. Ia belajar matematika dan filsafat pada Russell di Cambridge, 1914. Semasa Perang Dunia I, dia menjadi relawan Austria-Hongaria, 1914 Th 1921 terbit bukunya yg legendaris: “Tractatus Logico Philosophicus” (“Logisch-philosophische Abhandlung”). Macam-macam aktivitas pernah dijalaninya: Jadi guru SD ( ), dosen di Cambridge ( ), Mengganti Moore di Cambridge ( ), relawan RS di London ( ), “bertapa” menyepi di Irlandia ( ). Th 1953, terbit bukunya yg kedua: “Philosophical Investigation” (“Philosophische Untersuchungen”). MMF/Djokpiet/Fil UGM

162 FILSAFATNYA Ia mencurigai metafisika.
Bagi Moore dan Russell, analitika bahasa dipandang sbg salah satu metode filosofis, tapi bagi Wittgenstein analitika bahasa menjadi metode eksklusif. Bagi Wittgenstein, filsafat tdk lebih dari metodologi, yakni metode analitika bahasa. Filsafat tdk memiliki objek formal sendiri. Filsafat hanyalah menjelaskan apa yg telah diketahui dgn sarana lain. MMF/Djokpiet/Fil UGM

163 DUA PERIODE FILSAFAT WITTGENSTEIN
WITT.I WITT.II PERIODE REDUKTIF PERIODE LANGUAGE-GAMES “PHILOSOPHICAL INVESTIGATION” “TRACTATUS” “Meaning is picture” “Meaning is use” Tugas Fils. Menjelaskan Dan Menepatkan bahasa Tugas Fils. Meneliti dan Membedakan permainan bahasa MMF/Djokpiet/Fil UGM

164 METODENYA: “Critique of Language”
RUMUSAN NEGATIF Tidak membuktikan “benar-salah”-nya ucapan-ucapan filosofis. Bukan pula mau membuat ketentuan/peraturan bagi bahasa. Ia hanya manunjukkan bahwa terjadi kekacauan pemakaian bahasa dlm filsafat. Terdapat banyak ucapan filosofis yg tidak dapat dipersoalkan “benar-salah”-nya. Problem-problem yg menantang dipecahkan dgn cara MENGHANCURKANNYA! RUMUSAN POSITIF Wittgenstein mau menunjukkan apa yg memang dpt dikatakan; dan bagaimana harus dikatakan. MMF/Djokpiet/Fil UGM

165 PEMBATASAN METODIS WITTGENSTEIN I THE STRUCTURE OF REALITY
OF PROPOSITION to correspond FOTO YG DIFOTO PETA KOTA KOTA PARTITUR/ PIRINGAN HITAM MUSIK BAHASA REALITAS batas bahasa batas dunia MMF/Djokpiet/Fil UGM

166 PEMBATASAN METODIS: Wittgenstein I (lanjutan)
Meski Wittgenstein I tampak memparalelkan bahasa dan realitas, akan tetapi dia tetap membatasi diri pada analisa bahasa saja, tanpa menarik kesimpulan mengenai dunia (hakikat realitas). Dia tidak mempersoalkan apakah ucapan-ucapan filosofis itu benar atau salah, tetapi yg penting apakah ucapan itu bermakna (meaningful) atau tidak bermakna (meaningless). MMF/Djokpiet/Fil UGM

167 PEMBATASAN METODIS Wittgenstein II
Wittgenstein II tidak lagi bicara tentang persesuaian antara bahasa dan dunia. Dia sadar bahwa dlm setiap penggunaan bahasa senantiasa terdapat “languange-games”. Setiap languange-games merupakan ungkapan kelakuan-linguistik dlm konteks hidup tertentu. Karena itu, Wittgenstein hanya mencoba menepatkan peraturan bagi masing-masing game. MMF/Djokpiet/Fil UGM

168 NORMA METODIS WITTGENSTEIN I
Mencari norma-norma mutlak yg harus berlaku dlm bahasa sehari-hari (bahasa ideal yg serba logis). WITTGENSTEIN II Bahasa natural memuat seluruh kebijaksanaan hidup dan common sense suatu bangsa (komunitas pemakai bahasa itu). Pemakaian suatu istilah sitentukan oleh penggunaannya dlm bahasa sehari-hari. Pada kenyataannya, ditemukan keserbaragaman bahasa-bahasa. MMF/Djokpiet/Fil UGM

169 SUSUNAN GRAMATIKA DAN SUSUNAN LOGIS
JENIS-JENIS KATA (WORD TYPES) WITTGENSTEIN I: SUSUNAN GRAMATIKA DAN SUSUNAN LOGIS BAHASA = KOTA BHS. LOGIKA BHS. MATEMATIKA BHS. ILMU DIRANCANG SECARA JELAS DAN LOGIS BAGIAN KOTA YANG BARU BAHASA SEHARI- HARI (YG JUGA DIADOPSI FILSAFAT) SEMRAWUT;GANG BERKELOK-KELOK, TDK TERATUR KOTA TUA (SUSUNAN GRAMATIKA SAMA, TAPI SUSUNAN LOGIS TIDAK SAMA) MMF/Djokpiet/Fil UGM

170 PERBEDAAN KONSEP FORMAL DAN KONSEP NYATA
Tidk dapat dipahami pengingkarannya Disebut konsep nyata, apabila dpt dipahami penging- karannya KONSEP FORMAL: arti, objek, fungsi, fakta Agar jelas maknanya hrs diisi konsep nyata PERBEDAAN KONSEP FORMAL DAN KONSEP NYATA Itu sebenarnya bukan konsep, melainkan hanya nama yang variabel KONSEP NYATA: kuda, buku, pensil, kertas, Dll. KEKACAUAN TIMBUL, KARENA ORANG SERING MENCAMPURADUKKAN KONSEP NYATA DAN KONSEP FORMAL MMF/Djokpiet/Fil UGM

171 JENIS-JENIS KATA Wittgenstein II
Tidak cukup soal susunan logis. Word types harus dibedakan dlm “language-game” tertentu. Meski terdapat keserupaan kata, namun bila dipakai dlm “language-game” yg tdk sesuai, maka menjadi nonsense. Bhs filosofis yg kacau, menganggap sejumlah kata berlaku universal di setiap “language-game”, mis. Kata: waktu, badan, arti, rasa, pikiran, bahasa,…dll. MMF/Djokpiet/Fil UGM

172 BAHASA IDEAL WITTGENSTEIN I
Senada dgn Russell, bahasa harus tepat dan logis. Setiap ucapan harus dapat dikembalikan ke unit dasariah atom-atom logis. WITTGENSTEIN II Ingin bahasa ideal, tapi tdk menyisihkan bahasa sehari-hari. Menyusun permainan-permainan bahasa dgn peraturan tetap:”Jika ucapan tertentu berarti sesuatu, maka itulah artinya”. Periode ini sebenarnya sdh bukan analisa lagi, malainkan melulu deskriptif. MMF/Djokpiet/Fil UGM

173 TEKNIK TERAPEUTIK (1) WITTGENSTEIN I
Batas hahasa adalah batas dunia. Mustahillah membicarakan batas-batas dunia atau di sebalik dunia. Orang tidak bisa keluar dari bahasa; konsekuensinya, orang tidak bisa keluar dari dunia. Subjek, kematian, Tuhan, dan bahasa sendiri adalah hal-hal di luar arena dunia. MMF/Djokpiet/Fil UGM

174 TEKNIK TERAPEUTIK (2) WITTGENSTEIN I
Hal-hal itu tadi tidak dapat dikatakan, pun pula tdk dpt disangkal , tetapi “menunjukkan diri” begitu saja … “Itulah hal-hal yang mistis”, kata Wittgenstein. Pendirian ini mengandung konsekuensi, bahwa keseluruhan epistemologi, psikologi, dan juga metafisika klasik menjadi tak bermakna, karena benar-salahnya tdk dpt dipertimbangkan. Maka, persoalan-persoalan semacam itu dipecahkan dgn cara membubarkannya, dgn menunjukkan bahwa percuma saja membicarakannya. MMF/Djokpiet/Fil UGM

175 TEKNIK TERAPEUTIK (3) WITTGENSTEIN II
Teknik yg sama, bila diterapkan dlm “language-game” menjadi kacau. Jikalau diajukan pertanyaan ttg peraturan-peraturan dlm salah satu “language-game” dgn memakai bahasa dlm batas “language-game” itu sendiri, hasilnya nonsense! Dlm dunia catur, misalnya, pertanyaan “mengapa raja hanya boleh bergerak satu langkah?” merupakan pertanyaan yg nonsense! Contoh lain: Semua alat ukur disesuaikan dgn paradigma (contoh) satu meter yg ada di Paris. Pertanyaan: “Berapa panjang meter kaidah ukuran di Paris itu?” atau “Mengapa objek itu ditentukan sbg satu meter?”, keduanya nonsense! MMF/Djokpiet/Fil UGM

176 HASIL ANALITIKA BAHASA (1) WITTGENSTEIN I
Wittgenstein menyadari paradoks-paradoks dlm karyanya Tractatus. Dia bicara ttg batas dunia dan bahasa, metafisika, dan bahasa itu sendiri. Padahal semua topik itu tdk dpt dibicarakan oleh bahasa. Dia hanya berusaha menunjukkan bahwa semua itu tak bermakna, termasuk karyanya sendiri ttg bahasa dlm Tractatus itu. Itulah mengapa, di akhir buku Tractatus, dia tulis bahwa bukunya itu juga suatu nonsense, but an important nonsense! Maka, bacalah Tractatus, dan setelah itu… campakkanlah! Ibarat org naik tangga, setelah sampai di ketinggian, segera campakkanlah tangga itu! MMF/Djokpiet/Fil UGM

177 HASIL ANALITIKA BAHASA (2) WITTGENSTEIN II
Persoalan yg sama terjadi juga dlm karya keduanya, Philosophical Investigtion. Dia berbicara bahasa dan batas-batasnya. Ia membicarakan semua permainan bahasa yg berbeda-beda, tetapi dia mempergunakan bahasa yg bukan bahasa sehari-hari, melainkan mirip dgn suatu bahasa reduktif. Dia juga menandaskan bahwa tdk ada hakikat bahasa umum, tetapi language-game yg secara hakiki berbeda-beda, toh memiliki keserupaan persaudaraan. Jadi, analitika bahasa sesungguhnya bukan suatu pendirian filsafat dgn konstruksi pikiran yg kokoh, melainkan lebih seperti “alat pembersih racun” bagi pemakaian bahasa yg tidak cermat. Begitu orang mampu menyesuaikan diri dengan pemakaian bahasa secara wajar, maka filsafat analitik tidak diperlukan lagi. MMF/Djokpiet/Fil UGM


Download ppt "KULIAH METODE-METODE FILSAFAT"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google