Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

MATERI KUP, PPh, PPN dan PPn BM,

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "MATERI KUP, PPh, PPN dan PPn BM,"— Transcript presentasi:

1 MATERI KUP, PPh, PPN dan PPn BM,
YOGYAKARTA-2006

2 Tax Tax & Death

3 Ketentuan Umum Perpajakan
MATERI KUP Ketentuan Umum Perpajakan

4 ..???.. PPh 21 PPh 22 PPh 22 PPh 23 PAJAK PENGHASILAN PPh 24 PPh 25
PPh Final

5 KEWAJIBAN PAJAK (UMUM)
Suplier Barang Pembelian Barang Wajib Pajak PPN & PPh 22 Customer Suplier Jasa Penjualan Brg & Jasa Pengadaan Jasa PPN, PPnBM PPN, PPh 21,23,26, 4(2) Kreditur Bunga Pinjaman PPh 23, 4(2) PPh 23, 26 Persero Deviden/Bagian laba PPh 23, 26 PPh 21 PPh 26 Gaji, dll. PPN PPN KMS Pegawai Membangun sendiri bangunan Menjual aktiva tetap

6 AGAR KEWAJIBAN PAJAK BISA DILAKUKAN …
Semua Wajib Pajak berdasarkan sistem “self assessment” wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak. Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta. Nomor Pokok Wajib Pajak tersebut adalah suatu saran dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak, oleh karena itu kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak. Selain daripada itu, Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya. Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan. N P W P P K P NOMOR POKOK WAJIB PAJAK PENGUSAHA KENA PAJAK

7 NPWP / PKP FUNGSI tanda pengenal diri atau identitas WP;
dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan; ketertiban pembayaran pajak & pengawasan administrasi perpajakan. (juga untuk mendapatkan pelayanan dari Instansi tertentu)

8 KAPAN ADA KEWAJIBAN PAJAK ??
TERGANTUNG TRANSAKSI / KONDISI USAHA APAKAH DARI TRANSAKSI YANG KITA LAKUKAN TERUTANG PAJAK ...?

9 NPWP KEWAJIBAN Laba/Kinerja Bersih Terhadap diri sendiri PPh 25/29
Transaksi/Obyek Pembayaran Tertentu Terhadap pihak lain Pembayaran imbalan sehubungan dg pekerjaan, jasa, jabatan/kegiatan OP PPh 21/26 Kegiatan impor Penjualan produk tertentu Penjualan barang pd Pemerintah & Badan tertentu PPh 22 Deviden, Bunga, Royalti, Hadiah, & Penghargaan Jasa & Imbalan selain yg dipotong PPh 21 Sewa Harta Bergerak (selain Tanah/Bangunan) PPh 23/26 Pembayaran Jenis Penghasilan Tertentu sesuai Pasal 4 ayat (2) UU No.17/2000: Bunga/Tabungan Deposito Penjualan saham di bursa efek, dll PPh 4 (2) PPN Penyerahan Barang/Jasa

10 NPWP KEWAJIBAN PPh 25/29 PPh 21/26 PPh 23/26 PPh 22 PPh 4 (2) PPN
Ada Pegawai Orang Pribadi Tak Wajib PPh 21/26 Tdk Ada Pegawai Badan Wajib PPh 23/26 Ada Transaksi Obyek Wajib PPh 22 Tdk Ada Tran- saksi Obyek Tak Wajib PPh 4 (2) Wajib Omzet per thn > 600 juta PPN Wajib Omzet per thn < 600 juta Boleh Pilih Tak Wajib

11 (melaksanakan kewajiban perpajakan)
SIAPA YANG WAJIB BER - NPWP ??? (melaksanakan kewajiban perpajakan)

12 sejak berdiri atau usaha/kegiatan dilakukan
KEWAJIBAN NPWP BADAN Sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha atau tidak: Badan Hukum (ada pengesahan notaris) PT, CV, Koperasi, Yayasan, Kongsi, Parpol, Ormas, dll. Badan lainnya (tanpa ada pengesahan) bentuk kerjasama 2 atau lebih orang untuk membuat usaha/kegiatan sejak berdiri atau usaha/kegiatan dilakukan

13 Kewajiban NPWP Orang Pribadi ???
Lihat sumber penghasilannya

14 SUMBER PENGHASILAN USAHA : sablon, salon, ternak, kontraktor, dll.
PEKERJAAN BEBAS (penghasilan dari keahlian khusus yang tidak terikat hub. kerja): dokter, akuntan, notaris, pengacara, arsitek, dll. PEKERJAAN : karyawan, buruh LAINNYA (BARANG MODAL DAN KEGIATAN): sewa, bunga, deviden, hadiah, royalti

15 KEWAJIBAN NPWP ORANG PRIBADI
MENJALANKAN USAHA/PEKERJAAN BEBAS ORANG PRIBADI TIDAK MENJALANKAN USAHA/PEKERJAAN BEBAS TIDAK MELIHAT UNTUNG / RUGI PENGHASILAN MELEBIHI PTKP PENGHASILAN TAK MELEBIHI PTKP WAJIB TIDAK WAJIB

16 P T K P (penghasilan tidak kena pajak)
Uraian setahun sebulan WP sendiri Status Kawin Istri penghasilan digabung (istri bekerja) Tanggungan (max. 3 mulai berlaku 1 Jan 2005

17 DIMANA MENDAFTAR ??? BADAN ORANG PRIBADI KPP yang mewilayahi:
TEMPAT TINGGAL/ DOMISILI sesuai KTP TEMPAT KEDUDUKAN/ PENDIRIAN TEMPAT USAHA TEMPAT USAHA/ CABANG

18 CONTOH KEPEMILIKAN NPWP WAJIB PAJAK BADAN
PT Matahari Putra Prima, sebuah usaha retail kebutuhan sehari-hari, didirikan dan berkedudukan di Jln. Petai 12, Menteng. Ia memiliki cabang di 100 kota di seluruh Indonesia. Di Yogyakarta, ia memiliki cabang di Jl. Gejayan 100, Sleman, Jl. Wonosari KM 2 Gunungkidul, dan di Jl. Malioboro 10, Yogyakarta. NPWP PUSAT : NPWP SLEMAN : NPWP G.KIDUL : NPWP YOGYA :

19 CONTOH KEPEMILIKAN NPWP WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
Tn. Hendro Kartiko memiliki usaha pembuatan bola sepak. Ia tinggal di Ngaglik, Sleman. Selain di rumahnya, produksi bola juga dilakukan di Banguntirto, Bantul. Untuk pemasaran ia memiliki outlet di Mall Pondok Cabe Jakarta.. NPWP PUSAT : NPWP BANTUL : NPWP P.CABE :

20 CONTOH KEPEMILIKAN NPWP WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
Tn. Kurniawan memiliki usaha pembuatan kaos bola sepak. Ia tinggal di Ngaglik, Sleman. Produksi hanya dilakukan di rumahnya. Istrinya, Ny. Eni bekerja sebagai karyawan BCA di Jl. Mangkubumi, Ngayogjokarto… NPWP SUAMI : NPWP ISTRI :

21 Konsekuensi Kepemilikan NPWP
1 Januari 2005 NPWP terdaftar Kewajiban kepada diri sendiri: menghitung menyetor melaporkan Seluruh kewajiban Pajak harus dipenuhi Kewajiban kepada pihak laini: menghitung memotong menyetor melaporkan

22 KEWAJIBAN KEPADA DIRI SENDIRI
PPh Pasal 25 : Pembayaran pajak atas penghasilan yang diterima/diperoleh – dibayar setiap bulan PPh Pasal 29 : idem – dibayar pada akhir tahun jika ada kekurangan pajak PPh Pasal 4 ayat (2) : Pembayaran pajak atas transaksi tertentu yang ditetapkan tersendiri sesuai UU, seperti Pengalihan Tanah/Bangunan Pembayaran Fiskal Luar Negeri setiap bertolak ke LN

23 KEWAJIBAN KEPADA PIHAK LAIN
PPh Pasal 21 : pajak atas penghasilan yang diperoleh pihak lain (OP) atas pekerjaan, jasa, jabatan, kegiatan yang dilakukan – setiap bulan PPh Pasal 22 : pajak yang dipungut oleh bendahara pemerintah dan badan tertentu sesuai UU atas transaksi yang dilakukan PPh Pasal 23: pajak atas penghasilan berupa deviden, bunga, royalty, sewa, jasa & imbalan tertentu yang diterima Subyek Pajak Dlm Negeri PPh Pasal 4 ayat (2) : pajak atas transaksi tertentu yang ditetapkan tersendiri sesuai UU PPh Pasal 26 : pajak atas penghasilan spt obyek PPh 23 dan penghasilan lain sesuai UU yang diterima oleh Subyek Pajak LN.

24 KEWAJIBAN APALAGI SELAIN NPWP ???
WP OP Usaha/Pek.Bebas BADAN Melakukan penyerahan BARANG / JASA KENA PAJAK melebihi Rp 600 juta dalam satu tahun buku Pengusaha Kena Pajak

25 KONSEKUENSI PKP Menghitung PPN yang terutang dari setiap penyerahan barang/jasa kena pajak Memperhitungkan PPN yang telah dibayar waktu pembelian dengan PPN yang dipungut dari penyerahan/penjualan. Membayar kekurangan PPN Melaporkan dalam SPT Masa PPN

26 dilakukan setiap bulan
MEKANISME PPN terigu PT BOGASARI PT INDOFOOD mie instan PT INDOMARCO Harga Jual 100 juta PPN 10% juta TAGIHAN 110 juta Harga Jual 160 juta PPN 10% juta TAGIHAN 176 juta Dianggap Bayar ke negara Indofood membayar PPN 10 juta Indofood memungut PPN 16 juta Setor ke Negara juta ke suplier ke konsumen dilakukan setiap bulan

27 PENGHAPUSAN NPWP WP OP meninggal tanpa warisam
WANITA KAWIN tidak dengan perjanjian pisah harta & penghasilan (setelah kawin NPWP: x.001) WARISAN yg belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subyek Pajak sudah selesai terbagi secara hukum WP BADAN dibubarkan secara resmi BUT karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai bentuk usaha tetap WP OP lainnya yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak.

28 P A J A K KISAH PAK ALI ini PABRIK TAHU pak ALI namaku ALI ...
biar ompong aku masih aktif bayar pajak... PENGHASILAN P A J A K NPWP: OBYEK PAJAK SUBYEK PAJAK

29 P A J A K WARISAN BELUM TERBAGI ini PABRIK TAHU pak ALI
ini kursi kesayangan pak ALI PENGHASILAN ALI R.I.P P A J A K OBYEK PAJAK SUBYEK PAJAK PENGGANTI NPWP:

30 WARISAN RESMI TERBAGI ini PABRIK TAHU Alm. ALI BARU BISA DIHAPUS
Kewajiban beralih ke ahli waris tercinta NPWP:

31 KEWAJIBAN PAJAK (LAGI...?)
SESUAI KETENTUAN UU: PPh 21, 23, 25, dll…. MENGHITUNG Mengambil x% dari penghasilan yang kita bayarkan ke pihak lain MEMOTONG sebesar x% yang telah kita potong disetorkan ke Kantor Pos/Bank dengan sarana Surat Setoran Pajak MENYETOR Melaporkan kegiatan hitung, potong,dan setor dengan Surat Pemberitahuan (SPT) MELAPORKAN

32 KEWAJIBAN MELAPOR PAJAK
APA SAJA ?? TAHUNAN BULANAN PPh Pasal 25 PPh Pasal 21/26 PPN PPh Pasal 22 PPh Pasal 23/26 PPh Pasal 4 ayat (2) PPh Pasal 29 PPh Pasal 21/26 wajib SARANANYA ... SPT OPTIONAL tergantung transaksi

33 ADA APA DENGAN SPT ..? MELAPORKAN PENGHITUNGAN PAJAK YANG TERUTANG (PENGHASILAN DAN TARIFNYA) MELAPORKAN PEMBAYARAN PAJAK (SENDIRI DAN PIHAK LAIN) MELAPORKAN PAJAK YANG DIPOTONG OLEH PIHAK LAIN DATA DAN INFORMASI LAINNYA

34 JENIS TRANSAKSI/ PENGHASILAN
CONTOH PENGGUNAAN SPT JENIS TRANSAKSI/ PENGHASILAN Jenis Pajak SPT YANG DIGUNAKAN Gaji karyawan PPh 21 SPT Masa PPh 21/26 Pembayaran Deviden PPh 23/ 26 SPT Masa PPh Pasal 23/26 Pembayaran Bunga Deposito PPh psl. 4 ay.(2) SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Laba(rugi) bulan berjalan PPh 25 Surat Setoran Pajak (dianggap sebagai SPT Masa) Penjualan Barang Kena Pajak (mis: sepatu) PPN SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai

35 HITUNG DAN POTONG PAJAK
Tgl 5 Januari 2005, PT MPP melakukan pembayaran sewa mobil kepada Tn. Rusdi sebesar Rp 10 juta. Kontrak sewa Rp 10 juta PT MPP RUSDI Dibayarkan kpd Rusdi Rp 9,7 juta Rp 300 ribu Dipotong PPh 23: 3% Bukti Potong PPh 23 Rp 300 rb Menyerahkan bukti potong

36 PENYETORAN PAJAK BANK/ KTR.POS PT MPP TERIMA UANG DAN BUATKAN
TANDATERIMA Surat setoran Pajak Rp SSP lbr. 3 SSP lbr. 4 SSP lbr. 1 SSP lbr. 2

37 PELAPORAN PAJAK KANTOR PAJAK PT MPP SPT Masa SPT Masa PPh 23/26
+ Bukti Potong SSP lbr. 1 Bukti Potong SSP lbr. 3 SPT Masa PPh 23/26

38 MEMOTONG/MENYETOR/MELAPOR ...
KAPAN YAA.... JENIS PAJAK MEMOTONG MENYETOR MELAPOR PPh 21/26 Saat pembayaran atau akhir bulan terutang Tgl 10 bln berikut Tgl 20 bln berikut PPh 22 Bendahara- wan Pemerintah Saat pembayaran Tgl pembayaran Tgl 14 bln berikut PPh 23/26 PPh pasal 4 ayat (2) PPh 25 -- Tgl 15 bln berikut PPN

39 Contohnye ….. Januari Pebruari Tgl 11 Januari 05 pembayaran sewa
mobil Rp 10 juta Tgl 10 Pebruari 05 Penyetoran PPh 23 Rp 300 ribu Tgl 20 Pebruari 05 Pelaporan SPT Masa PPh 23/26 PEMOTONGAN PPh 23 DILAKUKAN SPT Masa PPh 23/26 SSP Bukti Pemoto ngan PPh 23

40 SPT TAHUNAN PPh…. 1 januari 04 31 Des 04 31 Maret 05
Dalam tahun berjalan pernah Membayar pajak: Sendiri : PPh 25: Dipotong pihak lain : Tgl 25 Maret Pembayaran PPh 29 sebesar Rp 1 juta Pelaporan SPT Tahunan pakai SSP juga SPT Tahunan : Laba bersih 2004 : juta PPh Badan 10% : juta Kredit Pajak : juta PPh Kurang byr : juta SPT Tahunan

41 SPT TAHUNAN PPh 21…. 1 januari 04 31 Des 04 31 Maret 05
Dalam tahun berjalan telah Membayar PPh 21 Rp 1 juta Tgl 25 Maret Pembayaran PPh 29 sebesar Rp 3 juta Pelaporan SPT Tahunan pakai SSP juga SPT Tahunan PPh 21: Total Penghs : 300 juta PPh : juta Telah dibayar : juta PPh Kurang byr : juta SPT Tahunan

42 MATERI PPh BADAN

43 Materi PPh Badan Rincian Materi : Peserta diharapkan memahami :
Subyek pajak badan . Penghasilan wajib pajak badan Pengurangan yang diperbolehkan Penyusutan & amortisasi fiskal Hubungan istimewa dan penentuan harga perolehan Penghasilan kena pajak. Penghitungan pajak Angsuran PPh Pasal 25 .

44 FORMULA PENGHITUNGAN PPh BADAN
TARIF PAJAK PASAL 17 PENGHASILAN NETO (PENGHASILAN KENA PAJAK) X Laporan Keuangan ( laporan laba rugi ) PEMBUKUAN

45 ADA APA DENGAN PEMBUKUAN ?..
AKTIVITAS PENCATATAN TRANSAKSI USAHA ……… NERACA LAP. RUGILABA LAP. ARUSKAS POSISI KEKAYAAN PERUSAHAAN PER SAAT TERTENTU mis: KINERJA USAHA PER PERIODE TERTENTU mis: periode tahun 2005 Perubahan / mutasi KAS/SETARA KAS per periode tertentu

46 LAPORAN LABA RUGI PENGHASILAN BIAYA USAHA POKOK DI LUAR USAHA POKOK
Harga Pokok- Penjualan Biaya Usaha: Administrasi Marketing Bunga Pinjaman Rugi Kebakaran Rugi Selisih Kurs Rugi Jual Aktiva Penjualan Sepatu Bunga Deposito Sewa Bangunan Laba Selisih Kurs Laba Jual Aktiva

47 LAPORAN RUGILABA LABA KOTOR LABA USAHA LABA BERSIH - PENJUALAN
HARGA POKOK PENJUALAN LABA KOTOR - BIAYA USAHA LABA USAHA - PENGHASILAN DARI LUAR USAHA - BIAYA DARI LUAR USAHA LABA BERSIH ( ) KESIMPULAN: PENGHASILAN Penjualan Penghasilan dari Luar Usaha …… BIAYA Harga Pokok Penjualan Biaya Usaha Biaya dari Luar Usaha …… LABA BERSIH …………………………

48 BAGAIMANA MENGHITUNG DASAR PENGENAAN PAJAK ..?
OBYEK PAJAK UMUM PENGHASILAN obyek pajak umum Rp PENGHASILAN Rp OBYEK PAJAK FINAL NON OBYEK PAJAK BIAYA deductible Rp DEDUCTIBLE BIAYA-BIAYA Rp NON DEDUCTIBLE LABA BERSIH Rp LABA BERSIH Rp PROSES REKONSILIASI siap dikenakan pajak belum siap dikenakan pajak

49 REKONSILIASI LAPORAN RUGILABA untuk penghitungan PPh Badan
PERKIRAAN LAP. KOMERSIAL KOREKSI LAP. FISKAL Penjualan Harga Pokok Penj. LABA KOTOR Biaya Usaha LABA USAHA Penghs. Luar Usaha Biaya Luar Usaha ( ) ( ) ( ) LABA BERSIH siap dikenakan pajak

50 MENGAPA DILAKUKAN KOREKSI …??
PERKIRAAN KOREKSI Penjualan Harga Pokok Penj. LABA KOTOR Biaya Usaha LABA USAHA Penghs. Luar Usaha Biaya Luar Usaha ( ) LABA BERSIH NON DEDUCTIBLE NON DEDUCTIBLE PENGHASILAN FINAL PENGHASILAN NON OBYEK PAJAK NON DEDUCTIBLE

51 Mekanisme Penghitungan PPh Badan
PENGHASILAN NETO (LABA BERSIH) FISKAL KOMPENSASI KERUGIAN (maksimal 5 tahun sebelumnya) PENGHASILAN KENA PAJAK PAJAK PENGHASILAN TERUTANG: 10 % X 15 % X 30 % X ….………….

52 KOMPENSASI KERUGIAN RUGI TAHUN 2000 HABIS DIKOMPENSASI (700) 50 200
2001 2002 2003 2004 2005 2006 (700) 50 200 400 (80) 150 …….. 50 (50) 200 (200) 400 (400) 50 (50) 80 (80) PENGHASILAN KENA PAJAK 20 RUGI TAHUN 2000 HABIS DIKOMPENSASI KERUGIAN YG DAPAT DIKOMPENSASI: SESUAI KETETAPAN DARI KANTOR PAJAK (bila telah diperiksa) SESUAI SPT TAHUNAN (bila belum diperiksa)

53 PENYUSUTAN / AMORTISASI KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN
FISKAL Metode, Tarip, Masa Manfaat, Saat dimulai BERDASARKAN KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN

54 METODE PENYUSUTAN GARIS LURUS SALDO MENURUN TARIP X NILAI SISA BUKU
Pasal 11 (1) UU PPh SALDO MENURUN Pasal 11 (2) UU PPh TARIP X NILAI SISA BUKU TARIP X NILAI PEROLEHAN PADA AKHIR MASA MANFAAT DISUSUTKAN SEKALIGUS HARTA BERUPA BANGUNAN DAN HARTA BUKAN BANGUNAN HARTA BUKAN BANGUNAN

55 Kelompok Harta Berwujud
DAN MASA MANFAAT Pasal 11 (6) UU PPh Tarip Kelompok Harta Berwujud Masa Manfaat Garis Lurus Saldo Menurun TARIP I. BANGUNAN Permanen 20 tahun 5 % Tidak Permanen 10 tahun 10 % II. NON BANGUNAN Kelompok 1 4 tahun 25 % 50 % Kelompok 2 8 tahun 12,5 % 25 % Kelompok 3 16 tahun 6,25 % 12,5 % Kelompok 4 20 tahun 5 % 10 %

56 URUTAN PENGHITUNGAN PENYUSUTAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN MASA MANFAAT
Bangunan Non Bangunan Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok Harta Berwujud ditetapkan dengan KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN Pasal 11 (11) UU PPh MASA MANFAAT TARIP PENYUSUTAN / AMORTISASI

57 PENYUSUTAN DIMULAI PADA :
BULAN PEROLEHAN HARTA; atau BULAN SELESAINYA PENGERJAAN HARTA (dalam hal harta tersebut masih dalam proses pengerjaan); atau BULAN HARTA TERSEBUT DIGUNAKAN ATAU BULAN HARTA YANG BERSANGKUTAN MENGHASILKAN (dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak)

58 KLASIFIKASI PENGHASILAN
MENURUT PASAL 4 UU PPh Non Objek Pajak Penghasilan Objek Pajak Final Objek Pajak Objek Pajak Non-Final

59 Klasifikasi Penghasilan Menurut UU PPh
(income/revenue) Objek PPh Pasal 4 (1) Dikecualikan Sbg Objek PPh Psl. 4 (1) Huruf K Objek PPh Final Pasal 4 (2) Bukan Objek PPh Psl. 4 (3) Sesuai UU PPh Tidak Sesuai UU Over state Under state Koreksi negatif Koreksi positif Koreksi negatif Koreksi negatif Koreksi negatif

60 Objek Pajak PPh Badan Pasal 4 ayat 1 UU No 17 Tahun 2000
1. Dari Kegiatan Usaha Laba usaha 2. Dari Kegiatan Bukan Usaha : Hadiah dari kegiatan dan penghargaan Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk : keuntungan krn pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sbg penggantian saham/penyertaan modal; keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya krn pengalihan harta kpd pemegang saham, sekutu atau anggota; keuntungan krn likuiditas, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha; keuntungan krn pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kec. yang diberikan kpd keluarga sedarah dlm garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yg ditetapkan oleh Menkeu, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, peekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yg bersangkutan

61 Objek Pajak PPh Badan (2) Pasal 4 ayat 1 UU No 17 Tahun 2000
Penerimaan kembali pembayaran pajak yg telah dibebankan sbagai biaya Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan krn jaminan pengembalian utang Deviden, dgn nama dan dlm bentuk apapun, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kpd pemegang polis, dan pembagian SHU koperasi Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dgn penggunaan harta Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala Keuntungan krn pembebasan utang, kecuali sampai dgn jumlah tertentu yg ditetapkan dgn PP Keuntungan krn selisih kurs mata uang asing, selisih lebih karena penilaian kembali aktiva, premi asuransi, iuran yg diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yg terdiri dari WP yg menjalankan usaha / pekerjaan bebas,tambahan kekayaan neto yg berasal dari penghasilan ygbelum dikenakan pajak.

62 Bukan Obyek Pajak A. BERLAKU SECARA UMUM BAGI WP BADAN
Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh Badan sebagai pengganti saham atau pengganti penyertaan modal dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh PT sebagai WP dalam negeri, Koperasi, BUMN/D dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan Bagi Perseroan terbatas, BUMN/D yang menerima Dividen kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25 % dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut. Penghasilan yang dikenakan PPh final (sebenarnya merupakan obyek, tetapi ketika menghitung Penghasilan Kena Pajak Badan atas penghasilan ini tidak digabungkan dengan penghasilan lainnya

63 Bukan Obyek Pajak B. BERLAKU KHUSUS BAGI WP BADAN TERTENTU
harta hibahan yang diterima oleh badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial atau pengusaha kecil yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; bunga obligasi yang diterima perusahaan reksadana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia

64 Klasifikasi Biaya Menurut UU PPh
Beban (cost/expense) Dapat Dikurangkan Psl.6 (1) Tidak dapat dikurangkan Ps.9 (1) Sesuai UU Tidak Sesuai UU over under Koreksi positif Koreksi negatif Koreksi Positif

65 Mekanisme Pelunasan PPh
Waktu yang menjadi dasar penghitungan PPh adalah 1 (satu) tahun pajak. PPh dihitung dari penghasilan yang secara riil diterima/diperoleh WP selama periode tersebut. Namun demikian terdapat pelunasan pembayaran PPh dalam tahun berjalan, yaitu melalui mekanisme pemotongan/pemungutan dan PPh yang dibayar sendiri oleh WP. Penghasilan WP Dalam 1 Tahun Pajak Pemotongan/pemungutan yang telah dilakukan & PPh yang dibayar sendiri Perhitungan PPh Akhir Tahun Pengisian dan Pelaporan Dalam SPT Tahunan : PPh Terutang dikurangi dengan kredit pajak Kekurangan Pembayaran disetor ke Kas Negara

66 Rekonsiliasi Fiskal (1)
Source Document General Journal General Ledger Trial Balance Financial Reports (Profit/Loss) According SFAS By IAI Fiscal Reconciliation According to Tax Law Corporate Income Tax Return (SPT PPh Badan) Fiscal Correction Positive Correction Negative Correction B

67 Rekonsiliasi Fiskal (2)
Source Document General Journal General Ledger Trial Balance Financial Reports (Profit/Loss) According SFAS By IAI Corporate Income Tax Return (SPT PPh Badan) Fiscal Reconciliation According Tax Law Fiscal Correction Temporary Difference Permanent Difference PSAK 46 B

68 Akun Terkait PPh Dalam Lap. Keuangan
1 Diketahui PPh Badan tahun 2004 PT ABG adalah Rp 100 juta, sedangkan UM PPh 22, 23, dan 25 masing-masing sebesar Rp 20 juta, Rp 30 juta dan Rp 40 juta. Berapa PPh pasal 29 terutangnya?, Perkiraan apa saja yang muncul dalam Laporan Keuangan ? Neraca : Hutang PPh Psl 29, L/R : Beban PPh (CT) B

69 Akun Terkait PPh Dalam Lap. Keuangan
2 Diketahui PPh Badan tahun 2004 PT ABG adalah Rp 100 juta, sedangkan UM PPh 22, 23, dan 25 masing-masing sebesar Rp 20 juta, Rp 30 juta dan Rp 60 juta. Berapa PPh pasal 29 terutangnya?, Perkiraan apa saja yang muncul dalam Laporan Keuangan ? Neraca : Piutang PPh , L/R : Beban PPh (CT) B

70 MATERI PPh Pot-Put

71 Administrasi Potong/Pungut
No Jenis Pajak Batas Waktu Penyetoran Batas Waktu SPT 1. PPh Pasal 21/26 Tgl 10 bulan berikutnya Tgl 20 bulan berikutnya 2. PPh Pasal 22 Bendaharawan Pada hari yang sama dengan pembayaran Tgl 14 bulan berikutnya 3. PPh Pasal 23/26 4. PPh Pasal 25 Tgl 15 bulan berikutnya

72 MEKANISME POTONG/PUNGUT
PT (Witholder) Pemberi Hasil YANG DIPOTONG (Subjek Pajak) Penerima Penghasilan MEMBAYAR KEWAJIBAN PERPAJAKAN POTONG/PUNGUT SETOR LAPOR OBJEK PEMOTONGAN Psl 4 (1) & (2) UU PPh BUKAN OBJEK Psl 4 (3) UU PPh SSP Bukti Potong SPT MASA

73 . PPh Pasal 21

74 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (PPh pasal 21)
BAG. 7 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (PPh pasal 21) Ketentuan Pasal 21 UU PPh mengatur tentang pembayaran pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP orang pribadi dalam negeri sehubungan pekerjaan, jasa dan kegiatan. Wajib Pajak PPh pasal 21: 1. Pejabat Negara: a. Presside Waki, Presiden b. MPR, DPR, DPRD c. Ketua/Wk Ketua BPK d. Ketua, Wk. Ketua, Ketua Muda, dan Hakim MA e. Ketua Wk. Ketua DPA f. Menteri g. Jaksa h. Gubernur & Wk. Gubernur I. Bupati & Wk. Bupati j. Walikota & Wk. Walikota

75 2. PNS (pusat, daerah dan lainnya) menurut UU No. 8 th 1974
3. Pegawai, yaitun setiap orang pribadi, yang melakukan pekerjaan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik tertulis maupun tidak tertulis, termasuk yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau BUMN & BUMD 4. Pegawai Tetap, merupakan orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota dewan komisaaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur dan terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung. 5. Pegawai dengan Status WP Luar Negeri, adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang menerima atau memperoleh gaji, honorarium dan/atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan. 6. Pegawai Lepas, merupakan orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja. 7. Penerima Pensiun, adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan dimasa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua 8. Penerima Honorarium, adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan, atau kegiatan yang dilakukannya. 9. Penerima Upah, yaitu orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan, upah borongan, atau upah satuan.

76 Kegiatan adalah keikutsertaan dalam suatu rangkaian tindakan, termasuk mengikuti rapat, sidang, seminar, workshop, pendidikan, pertunjukan, dan olehraga Upah Harian adalah upah yang terutang atau dibayar atas dasar jumlah hari kerja. Upah Mingguan adalah upah yang terutang atau dibayarkan secara mingguan. Upah borongan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar penyelesaian pekerjaan tertentu Upah satuan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar banyaknya satuan produk yang dihasilkan. Tidak Termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21 1. Pejabat Perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang- orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja padadan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat: (a) Bukan WNI; (b) di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatannya di Indonesia; (c) Negara yang bersangkutan memmberikan perlakuan timbal balik 2. Pejabat perwakilan organisasi Internasional sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 611/KMK.04/1994 sebagaimana diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 314/KMK.04/1998 sepanjang: (a)bukan WNI; (b) tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

77 OBJEK PAJAK PPh PaSAL 21 1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, beasiswa, hadiah, premi asurransi yang dibayar oleh pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun. 2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, grafikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap daan biasanya dibayarkan sekali dalam setahun. 3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan 4. Uang tebusan pensiunan, uang Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua (THT), uang pesangon, dan pe,bayaran lain sejenis. 5. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghrgaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, bea siswa, dan pembnayaran lain sebagai imbalan sehubungan cengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan WP dalam negeri, terdiri dari: a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, noptaris, penilai, dan aktuaris.

78 b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, sutradara, crew film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis dan seniman lainnya. C. Olahragawan d. Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator e. Pengarang peneliti, dan penejemah. F. Pemberi jasa dalam bidang tehnik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fografi, dan pemasaran. G. Agen iklan h. Pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan, peserta sidang atau rapat, dan tenaga lepas lainnya dalam segala bidang kegiatan. I. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan k. Petugas pembawa barang dagangan l. Petugas dinas luar asuransi m. Peserta pendidikan, pelatihan, dan pemegangan n. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya. 6. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji yang diterima oleh pejabat negara dan PNS

79 Penghasilan yang Dikecualikan dari Pengenaan Pajak PPh Pasal 21
7. Uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-anaknya. 8. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh bukan WP. 1. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan. Asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa 2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali yang diberikan oleh WP 3. Iuarn pensiun yang dibayarkan kepeda dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan serta iuran Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua kepada badan penyelenggara jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja 4. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh Pemerintah 5. Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja 6. Pembayaran THT-Taspen dan THT-Asabri dari PT Taspen dan PT Asabri kepada para pensiunan yang berhak olek Pemerintah 7. Zakat yang diterima oleh pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah Penghasilan yang Dikecualikan dari Pengenaan Pajak PPh Pasal 21

80 Biaya Jabatan dan Biaya Pensiunan
Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang besarnya 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp setahun atau sebulan Biaya Pensiun adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara uang pensiun yang besarnya 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp setahun atau sebulan

81 TARIF PAJAK DAN PENERAPANNYA
. PKP pegawai tetap = peng. Bruto - biaya jabatan-iuran pensiunan yang dibayar sendiri pegawai (termasukTHT) kecuali THT-Taspen dan THT Asabri-PTKP Pensiunan = Penghasilan bruto - biaya pensiunan - PTKP Pegawai tidak tetap, pemagang, capeg = penghasilan bruto - PTKP Multiilevel marketing = mpenghasilan bruto - PTKP perbulan Tarif Diterap atas dasar PTKP Peg. Tetap, PNS, Pejabat Negara, TNI/Polri, BUMN/D dewan komisaris, pengwas, Pensiunan bulanan Peg. Tidak tetap pemagang, capeg multilevel marketing direct selling, dll PPH = Pthxtarif pajak Berdasarkan Penghasilan Bruto Honorarium, uang saku, hadiah, komisi penghargaan, beasiswa, Honorarium yg diterim dewan komisaris, pengawas, yg tidak merangkap sbg peg. Tetap pada perusahan yang sama jasa produksi, tantiem grafiikasi, bonus yg diterima mantan peg. PPh = peng. Bruto - tarif Tarif 15% diterapkan atas perkiraan penghas netto yg dibayarkan pada tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas (akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, aktuaris). Beaarnya perkiraan penghasilan netto adalah 50% dari penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan . PPh = (peng. Brutox50%) x 15% Tarif 5% ditetapkan atas upah harian upah minguan, upah satuan, upah borong uang saku harian yg jumlahnya melehibi sehri tetapi tidak melebihi satu bulan takwim atau tidak dibayar secara bulanan PPh = (peng. Bruto sehari ) x 5%

82 TARIF PPh Pasal 21 yang Bersifat Final
Untuk beberapa jenis penghasilan, akan dikenalkan PPh pasal 21 yang bersifat final. Besarnya tarif dan penghasilan tersebut adalah sebagaiberikut: 1. Atas uang pesangon, uang tebusan pensiunan yang dibayar oleh para pensiunan yang pendiriannya tel;ah disahkan oleh Menteri Keuangan. Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, yang dibayarkan sekaligus oleh badan

83 . PPh Pasal 22

84 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
BAG. 8 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 Merupakan pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan yang dipungut oleh Bendhaharawan Pemerintah baik pusat maupun daerah, instansi atau lembaga-lembaga Negara lainnya sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain. Pemungut Pajak 1. Bank Devisa dan Dirjen Bea dan Cukai, atas impor barang 2. Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintahj baik di pusat maupun daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang 3. BUMN, BUMD, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang yang danannya dari belanja negara dan atau belanja daerah, kecuali badan-badan tersebut pada butir 4 4. BI, BPPN, BULOG, Telkom, PLN, PT. Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Stell, Pertamina, Bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun APBD 5. Badan Usaha yang bergerak dibidang industri semen, rokok, kertas, baja dan otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala KPP atas penjulan hasil produksinya didalam negeri 6. Pertamina serta badan usaha selain pertamina yang bergerak dibidang bahan bakar minyak jenis premix, Super ITT dan gas, atas penjulan hasil produksinya. 7. Industri dan eksport yang bergerak dibidang perhutanan, perkenbunan, pertanian, perikanan yang ditunjuk KPP atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau export mereka dari pedagang pengumpul.

85 Objek Pemungutan PPh Pasal 22
1. Impor Barang 2. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik Pusat maupun Daerah. 3. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan Badan Usaha Milik Negara/Daerah yang danannya dari belanja negara/daerah 4. Penjualan hasil produksi di dalam negeri yang dilakukan badan usaha yang bergerak di Bidang industri semen, rokok, kertas, baja dan otomotif 5. Penjulan hasil produksi yang dilakukan Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak dalam sektor bahan bakar minyak, jenis premix dan gas 6. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau eksport industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan dari pedagang pengumpul.

86 Dikecualikan dari Pemungutan PPh pasal 22
1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan. Pengecualian ini harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan Dirjen Pajak 2. Impor barang yang dibebaskan Bea Masuk: a. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik. b. barang untuk keperluan badan International yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia c. barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan d. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum. e. barang untuk keperluan khusus tuna netra dan penyandang cacat lainnya. f. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan g. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang, yang diperuntuukan bagi keperluan pertahanan dan keamanan. h. barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara i. Barang contoh yang tidak untiuk diperdagangkan

87 j. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah, atau abu jenazah
k. barang pindahan l. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkutan, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas nilai dan atau jumlah tertentu m. barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat dan Daerah Yang ditujukan untuk kepentingan umum n. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN) o. Buku-buku pelajaran umum. Kitab suci, dan buku-buku pelajaran agama. p. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan penyebarangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang dan suku cadang serta alat penyelamat pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional (PELNI) atau perusahaan penangkap ikan Nsional. q. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Udara Niaga Nasional r. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia s. Peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dilakukan oleh TNI.

88 3. Dalam hal impor sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali
4. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp dan tidak meryupakan pembayaran yang terpecah-pecah 5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik. Gas, air minum/PDAM dan benda-benda pos 6. Atas impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor. Pengecualian ini harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak. 7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara 8. Impor kembali (re-impor) yang meliputi barang-barang yang telah dieksport kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah dieksport untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Dirjen Bea dan Cukai .

89 CARA MENGHITUNG PPh Pasal 22
. Menghitung PPh pasal 22 atas Kegiatan Import Barang Menggunakan API, tarif pungutannya 2,5% dari nilai impor PPh pasal 22 = 2,5% x Nilai Import Tidak menggunakan API, tarif pemungutannya 7,5% PPh pasal 22 = 7,5% x Nilai Import Yang tidak dikuasai, tarif pemungutannya 7,5% x Harga Jula Lelang PPh Pasal 22 = 7,5% x Harga Jual Lelang Yang dimaksud dengan nilai impor adalah nilai berupa uang yang digunakan sebagai dasar perhitungan bea masuk. Nilai impor sebesar Cost Insurance and Feight (CIF) + bea masuk + pungutan pabean lainnya

90 Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Pembelian Barang Yang Dibiayai
. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Pembelian Barang Yang Dibiayai Dengan APBN/APBD Atas pembelian barang yang danannya dari APBN/APBD dikenakan pemungutan PPh pasal 22 sebesar 1,5% dari harga pembelian. PPh Pasal 22 = 1,5% x Harga Pembelian Pengecualian PPh Pasal 22 jenis ini adalah: Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah) yang meliputi jumlah kurang dari Rp pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas,air minum/ PDAM, dan benda-benda pos Pembayaran/pencairan dana JPS oleh Kantor bendaharawan dan Kas Negara

91 Cara Menghitung PPh Pasal 22 atas Penjualan Produksi Industri Otomotif
. Cara Menghitung PPh Pasal 22 atas Penjualan Produksi Industri Otomotif Dalam Negeri Besarnya PPh pasal 22, sebesar 0,45% dari dasar pengenaan pajak (DPP) PPn PPh Pasal 22 = 0,45% x DPP PPN Pengecualian: Penjulan kepada Instansi Pemerintah Penjualan kepada Korps Deplomatik Penjualan kepada Bukan Subjek Pajak Cara Menghitung PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Industri Rokok di Dalam Negeri Besarnya PPh pasal 22, sebesar 0,15% dari harga bandrol (pita cukai) dan bersifat Final PPh Pasal 22 (Final) = 0,15% x Harga Bandrol

92 Cara Menghitung PPh Pasal 22 atas Penjualan Produksi Industri Kertas
. . Cara Menghitung PPh Pasal 22 atas Penjualan Produksi Industri Kertas dalam Negeri Besarnya PPh pasal 22, sebesar 0,1% dari dasar pengenaan pajak (DPP) PPN PPh Pasal 22 = 0,1 % x DPP PPN Cara Menghitung PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Industri Semen di Dalam Negeri Besarnya PPh pasal 22, sebesar 0,25% dari dasar pengenaan pajak (DPP) PPN PPh Pasal 22 (Final) = 0,25% x DPP PPN Cara Menghitung PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Industri Baja di Dalam Negeri Besarnya PPh pasal 22, sebesar 0,3% dari dasarpengenaan pajak (DPP) PPN PPh Pasal 22 (Final) = 0,3% x DPP PPN

93 Cara Menghitung PPh Pasal 22 atas Pembelian Bahan-bahan untuk
Keperluan Industri Eksport/Import oleh Industri yang Bergerak dalam Sektor Perhutanan, Perkebunan, Pertanian, Perikanan dan Pedagang Pengumpul . Besarnya PPh pasal 22, sebesar 0,5% dari harga pembelian tidak termasuk PPN PPh Pasal 22 = 0,5 % x Harga Pembelian Cara Menghitung PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Pertamina dan Badan Usaha Selain Pertamina Atas penebusan Premium, solar, premix/Super TT oleh SPBU swastanisasi adalah 0,3% dari penjualan PPh Pasal 22 = 0,3% xPenjualan Atas penebusan Premium, solar, premix/Super TT oleh SPBU Pertamina adalah 0,25% dari penjualan PPh Pasal 22 = 0,25% xPenjualan Atas penjualan minyak tanah, gas LPG, dan pelumas adalah 0,3% dari penjualan PPh Pasal 22 = 0,3% x Penjualan Pemungutan PPh pasal 22 ini bersifat Final atas penyerahan/penjualan hasil prodiuksi kepada Peyalur/agenya. Sedang penjualan kepada pembeli lainnya (misal pabrikan) tidak bersifat final, sehingga PPh pasal 22-nya dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak.

94 . PPh Pasal 23

95 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23
BAG. 9 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 Pengertian PPh pasal 23 mengatur pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP dalam negeri dan BUT yang berasal dari modal, penyertaan jasa, atau pennyelenggara kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau Sibjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Pemotong PPh pasal 23 1. Badan Pemerintah 2. Subjek Badan dalam negeri 3. Penyelenggara kegiatan 4. BUT 5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya 6. Orang pribadi sebagai WP dalam negeri yang telah mendapat penunjukkan dari Dirjen Pajak untuk memotong pajak PPh pasal 23, yaitu meliputi: a. Akuntan, arsitek, dokter, notaris, PeJabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, Pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas. b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.

96 Yang Dikenakan Pemotongan PPh Pasal 23
Yang dikenakan pemotongan PPh pasal 23 adalah WP dalam negeri atau BUT yang menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 Objek Pemotongan PPh Pasal 23 1. Dividen 2. Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang 3. Royalti 4. Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 5. Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi 6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manejemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 7. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta Pengecualian Objek Pemotongan PPh Pasal 23 1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank 2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi 3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, BUMN, BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia 4. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana 5. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura, berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha/kegiatan di Indonesia, dg syarat:

97 a. merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sdektor-
sektor usaha yang ditetapkan Menteri Keuangan, b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek 6. SHU koperasi yang dibayarkan kepada anngota 7. Bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan Menteri Keuangan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anngota . Dasar Pemotongan Dari Jumlah Bruto: a. Dividen b. Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian uatang c. Royalti d. Hadiah dan penghargaan selain yang btelah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21. Penghasilan Netto a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta b. Imbalan sehiubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, dan jasa lain selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21

98 CARA MENGHITUNG PPh Pasal 23
Dividen PPh 23 = 15% x Bruto Bunga, Premium Diskonto, Imbalan Jaminan pengembalian utang Bunga PPh 23 = 15% x bruto Bunga simpanan anggota koperasi tidak melebihi (final) PPh pasal 23 (final) = 15% x bruto Royalti PPh 23 = 15% x Bruto Hadiah& Penghargaan Dari perlombaan atau adu ketangkasan oleh WP badan/BUT PPh 23 = 15% x Bruto Sewa & penghasil lain sehub. dg. Penggunaan harta (selain sewa tanah) Sewa & penghasilan dari angkutan darat 15% (netto = 20%) PPh 23 = 15% x 20% x bruto Sewa & penghasilan sehub. Dg. Penggunaan harta kecuali sewa dan penghs lain sehub. Dg. Persewaan tanah & bangunan yg telah dikenakan pajak penghasilan final berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1995 dan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus angkutan darat adalah 15% dari perkiraan penghasilan netto. Netto = 40% tdk termasuk PPn (final) PPh pasal 23 = 15% x 40% x bruto

99 PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
BAG. 10 PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 Ketentuan pasal 24 UU PPh mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan WP dalam negeri. Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia. Indonesia menganut tax credit yang ordinary credit methode dengan menerapkan per country limitation. Peggabungan Penghasilan Penggabungan penghasilan dari luar negeri dilakukan sebagai berikut: 1. Penggabungan penghasilan dari usaha, dilakukan dalam tahun pajak diperoleh penghasilan tersebut (accrual basis) 2. Penggabungan penghasilan lainnya, dilakukan dalam tahun pajak diterimannya (cash basis) 3. Penggabungan penghasilan yang berupa dividen (pasal 18 ayat 2 UU PPh) dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.

100 Contoh: PT Mandiri menerima dan memperoleh penghasilan netto dari sumber luar negeri dalam tahun 2002 sebagai berikut: 1. Hasil usaha di negeri Jerman dalam tahun 2002 sebesar Rp 2. Di negara Belanda, memperoleh dividen atas kepemilikan sahamnya di “ABC Corp” sebesar Rp , yaitu berasal dari keuntungan tahun 1999 yang ditetapkan RUPS tahuan 1999, dan baru dibayarkan tahun 2002 3. Dinegara Inggris, memperoleh dividen atas penyertaan saham sebanyak 75% di “PDF Corp” sebesar Rp Saham tersebut tidak diperdagangkan di bursa efek. Dividen tersebut berasal dari keuntungan saham 2001 yang berdasarkan Keputusan Menteri ditetapkan diperoleh tahun 2002 4. Penghasilan berupa bunga semester II tahun 2002 sebesar Rp , dari Bangkok Bank di Thailand. Penghasilan tersebut baru akan diterima pada bulan April 2003. Jawab: Penghasilan yang dapat digabung dari PT. Mandiri yang bersumber dari luar negeri dengan penghasilan dari dalam negeri tahun pajak 2002 adalah penghasilan angka 1, 2 dan 3. Sedang penghasilan pada angka 4 dihgabungkan dengan penghasilan PT Mandiri dari dalam negeri tahun pajak 2003.

101 Batas Maksimum Kredit Pajak
Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan berikut ini: 1. Jumlah pajak yang terutang atau dibayar diluar negeri 2. (Penghasilan luar negeri: Seluruh penghasilan Kena Pajak) x PPh atas seluruh yang dikenakan tarif pasal 17 3. Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal penghasilan kena pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri) Contoh: PT Cemara memperoleh penghasilan netto dalam tahun sebagai berikut: 1. Penghasilan dari luar negeri Rp , dengan tarif pajak sebesar 40% 2. Penghasilan Usaha di IndonesiaRp Maka jumlah jumlah penghasilan netto adalah: Rp , = Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan berikut: 1. PPh terutang atau dibayar di luar negeri adalah: 40% x Rp = Rp 2. ( : ) x Rp = Rp 3. PPh terutang(menurut tarif pasal 17) =

102 PPh terutang pasal 17 10% x 50.000.000 Rp 5.000.000
Total PPh Terutang Rp Dengan demikian kredit pajak yang diperkenankan adalah pada poin 2 sebesar Rp Batas Maksimum Kredit Pajak Untuk Setiap Negara (Per Country Limitation) Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan batas maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara. Contoh: PT Diaswati memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2002 sebagai berikut: 1. Di Negara A, memperoleh penghasilan (laba) Rp , dengan tarif sebesar 35% (Rp ). 2. Di negara B, memperoleh penghasilan (laba) Rp , dengan tarif pajak sebesar 20% (Rp ) 3. Penghasilan usaha di Iondonesia Rp

103 Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah:
1. Penghasilan Luar Negeri a. Laba di negeri A Rp , b. Laba di negeri B Rp , Jumlah penghasilan luar negeri Rp , 2. Penghasilan dalam negeri Rp , 3. Jumlah penghasilan netto atau penghasilan kena pajaknya adalah: Rp , + Rp , = Rp , 4. PPh terutang (menurut tarif pasal 17) = PPh terutang pasal 17 10% x 50,000,000 = , 15% x = , 30% x = , Total Pajak Terutang = Batas maksimum kredit pajak untuk masing-masing negara adalah: a. Untuk Negara A: (Rp : ) x = Pajak terutang di negara A sebesar , maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp

104 Untuk negara B: (Rp : ) x = Pajak terutang di negara B sebesar Rp , maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp 6. Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenanlan adalah sebesar Rp Rp = , Rugi Usaha di Luar Negeri Dalam menghitung PKP, tidak dihitung kerugian yang diderita di luar negeri. Contoh: PT Fiskal memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2002 sebagai berikut: 1. Dinegara A, memperoleh penghasilan (laba) Rp , dengan tarif pajak 35% (Rp ) 2. Di negara B, memperoleh penghasilan (laba) Rp , dengan tarif pajaksebesar 20% (Rp ) 3. Di negara C, menderita kerugian sebesar Rp 4. Penghasilan usaha di Indonesia Rp

105 Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut:
1. Penghasilan Luar Negeri: a. Laba di negeri A, Rp b. Laba di negeri B, Rp Rugi di negeri C, - Jumlah Penghasilan luar negeri Rp , 2. Penghasilan dalam negeri Rp 3. Jumlah penghasilan netto atau penghasilan kena pajak adalah: Rp Rp = Rp 4. PPh terutang (menurut tarif pasal 17) = Rp PPH terutang pasal 17 10% x 50,000,000 = , 15% x = , 30% x = , Total Pajak Terutang = 5. Batas maksimum kredit pajak untuk masing-masing negara adalah: . Untuk Negara A: (Rp : ) x = Pajak terutang di negara A sebesar , maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp

106 Untuk negara B: (Rp : ) x = Pajak terutang di negara B sebesar Rp , maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp Di negara C PT Fiskal menderita kerugian sebesar Rp Kerugian ini tidak dapat dimasukkan dallam penghitungan penghasilan kena pajak. Kerugian ini juga dapat dikompensasikan sebagai kredit pajak luar negeri. Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah Rp = , Cara Melaksanakan Kredit Pajak Luar Negeri Untuk melaksanakan pengkreditan pajak yang terutang atau dibayar diluar negeri, WP wajib menyampaikan permohonan kepada Dirjen Pajak dengan melampiri: 1. Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri 2. Foto Kopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri 3. Dokumen pembayaran pajak luar negeri Penyampaian permhonan kredit pajak yang terutang atau ndibayar diluar negeri tersebut dilakukan bersama dengan penyampaian SPT Tahunan PPh.

107 PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 (PPh PASAL 25)
BAG. 11 PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 (PPh PASAL 25) Ketentuan pasal 25 UU Pajak Penghasilan mengatur tentang penghitungan besarnya angsuran yang harus dibayar sendiri oleh WP dalam tahun berjalan. Pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan: 1. WP Membayar sendiri (PPh pasal 25) 2. Melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga (PPh pasal 21,22,23.dan 24). Cara Menghitung Besarnya PPh Pasal 25 Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan: a. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dan Pasal 23, serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 b. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 Dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak

108 Contoh: Jumlah pajak penghasilan Tuan Dias yang terutang sesuai dengan SPT Tahunan PPh Rp Pada tahun 2000, telah dibayar dan dipotong atau dipungut: 1. PPh Pasal Rp 2. PPh pasal 3. PPh Pasal 4. PPh Pasal Kurang/lebih bayar (pasal 29) tahun Rp Besarnya angsuran PPh pasal 25 tahun 2002 adalah: PPh yang terutang tahun Rp Pengurang: 1. PPh Pasal 21 Rp 2. PPh pasal 3. PPh Pasal (Rp ) Dasar Perhitungan PPh Pasal 25 tahun Rp Besaarnya PPh pasalk 25 tahun 2002 per bulan: Rp /12 = Rp Jadi Tuan Dias harus membayar sendiri angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan pada tahun 2002 sebesar Rp

109 Beberapa Masalah/Kasus Untuk Menghitung Besarnya PPh Pasal 25
1. Angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Besarnya angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh adalah sebesar angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu. Contoh: Tuan Dias menyampaikan SPT Tahunan PPh 2001 pada bulan Maret Angsuran PPh Pasal 25 pada bulan Desember 2001 adalah Rp Maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan Januari dan Februari 2002 masing-masing Rp , 2. Apabila dalam tahun berjalan, diterbitkan SKP tahun pajak yang lalu Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan SKP untuk tahun pajak yang lalu maka angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan SKP. Berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahuan Pajak Pengahasilan tahun pajak 2001 yang disampikan WP dalam bulan Maret 2002, perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sebesar Rp Dalam bulan Juni 2002 diterbitkan Surat Ketetapan Pajak tahun 2001 yang menghasilkan besarnya angsiran pajak setiap bulan Rp Berdasarkan ketentuan yang berlaku, maka besarnya angsuran pajak mulai bulan Juli 2002 adalah sebesar Rp Penetapan besarnya angsuran pajak berdasarkan Surat Ketetapan Pajak tersebut bisa sama, lebih besar atau lebih kecil dan angsuran pajak sebelumnya berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahuan (SPT).

110 Hal-hal tertentu untuk Penghitungan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25
Dirjen Pajak diberi wewenang untuk menyesuaikan besarnya angsuran pajak yang harus sendiri oleh WP dalam tahun berjalan, apabila: 1. WP berhak atas kompensasi kerugian 2. WP memperoleh penghasilan tidak teratur 3. SPT Tahuan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah l;ewat batas waktu yang ditentukan 4. WP diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh 5. WP membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan 6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP Angsuran PPh Pasal 25 bagi WP Baru, Bank, BUMN, BUMD dan WP Tertentu Lainnya. Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 522/KMK/04/2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 84/KMK/03/2002, besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi WP baru dihitung berdasarkan jumlah pajak yang diperoleh dari penerapan tarif umum atas penghasilan netto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi WP bank tau sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease) , adalah sebesar jumlah Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut keuangan triwulanan terakhir yang disetahunkan dikurangi PPh pasal 24 yang dibayar/terutang diluar negeri untuk tahun pajak yang lalu dibagi 12.

111 Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi WP bank, sewa guna usaha dengan opsi (financial lease), yang merupakan WP baru, maka besarnya angsuran Pajak Penghasilamn Pasal 25 untuk triwulan pertama adalah jumlah Pajak yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas perkiraan laba-rugi fiskal triwulan pertama yang disetahunkan dibagi 12. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi WP Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu ditetapkan 2% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan WP Orang Peribadi Pengusaha Tertentu adalah WP yang melakukan kegiatan usaha dibidang perdagangan grosir dan atau eceran barang-barang konsumsi melalui tempat usaha/gerai (outlet) yang tersebar di beberapa lokasi, tidak termasukl kendaraan bermotor dan restoran. Besarnya ngsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi BUMN dan BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun kecuali WP bank dan WP Sewa Guna Usaha dengan hak opsi, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tariuif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan oleh RUPS dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh pasal 22 dan Pasal 23 serta Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri pada tahun pajak yang lalu, dibagi 12 Apabila ada sisa kerugian yang masih dapat dikompensasi, maka d asar penghitungannya PPh pasal 25 adalah Pjak Penghasilan yang terutang atas PKP yang dihitung dari penghasilan netto menurut RKAP setelah dikurangi dengan jumlah sisa kerugian yang belum dikompensasi tersebut.

112 PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 (PPH PASAL 26)
BAG. 12 PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 (PPH PASAL 26) KETENTUAN PASAL 26 UU PPh Mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima/diperoleh WP Luar Negeri (WP Orang Pribadi atau WP Badan) selain BUT Wajib Pajak PPh Pasal 26 WP luar Negeri (Orang Pribadi/Badan) selain BUT yang menerima atau memperoleh penghasilan Objek Pajak (1) Dividen; (2) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengambilan uang; (3) Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; (4) Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; (5) Hadiah dan pengharga (6) Pensiunan dan pembayaran berkala lainnya; (7) Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia; (8) Premi asuransi, termasuk premi reasuransi; (9) PKP sesudah dikurangi PPh BUT, kecualai penghasilan tersebut ditanamkan kembali di indonesia

113 Tarif dan Penerapannya
(1) Dividen; (2) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengambilan uang; (3) Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; (4) Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; (5) Hadiah dan pengharga (6) Pensiunan dan pembayaran berkala lainnya; dipotong PPh pasal 26 sebesar 20% dari jumlah penghasilan bruto PPh Psasal 26 = Penghasilan Bruto x 20% (1) Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia; (2) Premi asuransi, termasuk premi reasuransi; dipotong PPh pasal 26 sebesar 20% dari jumlah penghasilan netto PPh Psasal 26 = (Penghasilan Bruto x Perkiraan Penghasilan Netto) x 20% Atas PKP sesudah dikurangi pajak penghasilan dari suatu BUT di Indonesia, kecuali ditanamkan kembali di Indonesia, dikenakan tarif pemotongan sebesar 20% Penaman kembli tersebut harus memenuhi syarat: 1. Peneneman kemnbali dalam bentuk penyertaan modal dapa perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri 2. Dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau selambatnya tahun pajak berikutnya 3. Tidak mengalihkan penanaman tersebut sekurangnya dalam jangka waktu 2 tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan berproduksi kommersiil PPh pasal 26 = (PKP - PPh terutang) x 20%

114 Contoh: Mike adalah karyawan asing pada perusahaan PT Dira Consult. Mike bertempat tinggal kurang dario 183 hari. Mike sudah beristri, dan mempunyai seorang anak. Dalam bulan Desember 1999, Mike memperoleh gaji US$ sebulan. Kurs yang berlaku adalah Rp per US$ 1 Penghitungan PPh Pasal 26: 5.000 x Rp 6.500; = Rp Penerapan tarif: 20% x Rp ; = Rp PPh Pasal 26 atas gaji Mike bulan Desem,ber 1999 adalah Rp Sifat Pemotongan 1. Pemotongan atas penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan BUT di Indonesia 2. Pemotongan atas penghasilan sebagaimanan tersebut dalam PPh pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud 3. Pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi WP dalam negeri atau BUT

115 MATERI PPN & PPn BM

116 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
CONTOH PENGANTAR PPN INDONESIA . OBYEK PPN INDONESIA . SUBYEK PPN INDONESIA . FAKTUR PAJAK . PENGKREDITAN PM VS PK . PEMUNGUT PPN PENGISIAN SPT MASA PPN -1195 PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPn BM) FASILITAS DI BIDANG PPN & PPn BM RESTITUSI PPN & PPn BM PERHITUNGAN KEMBALI PM YANG TELAH DIKREDITKAN PENGISIAN SPT MASA PPN 1195

117 Karakteristik PPN Indonesia
Pemikul beban pajak dg Penanggungjawab pembayaran Pajak ke Kas Negara berada pada pihak yang berbeda. Pajak Tidak Langsung Timbulnya kewajiban pajak sangat ditentukan oleh adanya obyek pajak Pajak Obyektif Multy Stage Levy PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun distribusi BKP/JKP Non Cumulative Tidak Menimbulkan Pengenaan Pajak Berganda ( Non Cascade Effect / Non Double Taxation. Metode Penghitungan PPN yang akan disetor ke KN dg cara mengurangkan PPN atas Perolehan dengan PPN atas Penyerahan Barang atau Jasa Indirect Substraction Credit/Invoice Method PPN hanya dikenakan atas barang / jasa yang dikonsumsi di dalam daerah pabean Republik Indonesia Pajak Atas Konsumsi Dalam Negeri Tarif Tunggal PPN dikenakan tarif 10 % atas Dasar Pengenaan Pajak B

118 Pajak Tidak Langsung Bank Persepsi DJP Penjual PKP Pembeli
FAKTUR PAJAK Penjual PKP Pembeli BKP / JKP : 1000 Penanggungjawab Pemikul Beban Pajak PEMBAY : HJ + PPN

119 dilakukan setiap bulan
MEKANISME PPN terigu PT BOGASARI PT INDOFOOD mie instan PT INDOMARCO Harga Jual 100 juta PPN 10% juta TAGIHAN 110 juta Harga Jual 160 juta PPN 10% juta TAGIHAN 176 juta Dianggap Bayar ke negara Indofood membayar PPN 10 juta Indofood memungut PPN 16 juta Setor ke Negara juta ke suplier ke konsumen dilakukan setiap bulan

120 MEKANISME PEMUNGUTAN PPN INDONESIA
(PSL 4 (1) hrf g, 4 (3) hrf f UU PPh Indonesia) FAKTUR PAJAK PKP B PKP A BKP/JKP PEMBAY : HJ + PPN FP yg dibuat PKP A akan dilaporkan sbg Pajak Keluaran (PK) dalam SPT Masa PPN FP Dari PKP A mrp bukti pembayaran PPN sbg bukti utk Pengkreditan PM B

121 MEKANISME PEMUNGUTAN PPN INDONESIA
(PSL 4 (1) hrf g, 4 (3) hrf f UU PPh Indonesia) FAKTUR PAJAK FAKTUR PAJAK PKP B PKP A PKP C BKP/JKP BKP/JKP PEMBAY : HJ + PPN PEMBAY : HJ + PPN FP yg dibuat PKP A akan dilaporkan sbg Pajak Keluaran (PK) dalam SPT Masa PPN PAJAK KELUARAN PAJAK MASUKAN LEBIH BANYAK MANA? FP yang diterima dari PKP C dilaporkan sebagai Pajak Masukan Dalam SPT Masa PPN B

122 Dilaporkan paling lambat 20 JULI 2006
PKP B PKP A PKP C SEPATU KULIT Tanggal Pembelian Penjualan Keterangan 10 Juni 300 juta 15 400 juta 22 220 juta Harga tmsk PPN 28 176 juta PAJAK KELUARAN PAJAK MASUKAN = 56 = 50 Disetor ke kas negara Paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya .. JULI KURANG BAYAR (LEBIH BAYAR) NIHIL 6 Dilaporkan paling lambat 20 JULI 2006 B

123 penerimaan uang muka penjualan 31 120 juta terima pelunasan penjualan
PKP B PKP A PKP C SEPATU KULIT Tanggal Pembelian Pembayaran Keterangan 10 Juli 10 juta Bayar Uang muka (barang blm dikirim) 18 190 juta Penerimaan barang (sisa dibayar tgl 10 Sept ) 25 40 juta penerimaan uang muka penjualan 31 120 juta terima pelunasan penjualan barang dikirim sudah dikirim 30 Mei PAJAK KELUARAN PAJAK MASUKAN = 4 = 19 KURANG BAYAR (LEBIH BAYAR) NIHIL Dilaporkan paling lambat 20 AGUSTUS 2006 (15) B

124 MEKANISME PEMUNGUTAN PPN INDONESIA
(PSL 4 (1) hrf g, 4 (3) hrf f UU PPh Indonesia) FAKTUR PAJAK FP + SSP PKP B PKP A PEMUNGUT PPN BKP/JKP BKP/JKP PEMBAY : HJ + PPN FP yg dibuat PKP A akan dilaporkan sbg Pajak Keluaran (PK) dalam SPT Masa PPN PEMBAY : HJ BKP FP Dari PKP A mrp bukti pembayaran PPN sbg bukti utk Pengkreditan PM PPN tdk dibayarkan kpd PKP A tp disetor sendiri oleh Pemungut PPN dg SSP FP & SSP yang telah disetor akan dikembalikan PPN - Abdul Gani B

125 2. SSP Diisi : Identitas, Jml Pjk SPT Masa PPN Bln Feb 01
MEKANISME PEMUNGUTAN PAJAK OLEH PEMUNGUT PPN DITINJAU DARI PIHAK PKP REKANAN Penyer BKP/JKP Penagihan Pembayaran Saat Pajak Terutang SSP Diterima (Terlampir) 1195.C.4.1.1 12/9/2000 18/11/2000 10/2/2001 Buat : 1. FP 18/11/2000Diisi Lengkap 2. SSP Diisi : Identitas, Jml Pjk SPT Masa PPN Bln Feb 01 SSP Belum Diterima 1195.C.4.1.2 Utk PKP Rekanan Utk Pemungut PPN Utk KPP Melalaui KPKN Arsip PKP Utk PKP Rek. Lamp SPT Utk PKP Melalui Pemungut PPN Utk Bank/Kant Pos Arsip Pemungut PPN B FP SSP

126 Penyer. BKP di dlm Daerah Pabean dilakukan oleh Pengusaha
Impor Barang Kena Pajak Penyer. JKP di dlm Daerah Pabean dilakukan oleh Pengusaha Pemanfaatan BKP tdk berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean Psl 4, 16C & 16D UU PPN 1984 Objek PPN Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean Ekspor BKP yang dilakukan oleh PKP Kegiatan membangun sendiri yg dilakukan tidak dalam kegiatan usaha/pekerjaan (Pasal 16C) Penyerahan Aktiva oleh PKP, yg menurut tujuan semula aktiva tsb tdk utk diper-jualbelikan , sepanjang PPN yang dibayar atas perolehannya dapat dikreditkan B

127 CONTOH KASUS Jika kita menyantap makanan di restoran, biasanya di dalam struk tagihan terdapat tax 10%. Apakah ini PPN ? PT Model Agency menandatangani kontrak dengan Agency Inc. yang berkedudukan di US dengan nilai USD 50,000 untuk 2 model asing. Berapa PPN terutang dan bagaimana mekanisme pemungutannya jika diketahui kurs pajak yang berlaku pd saat kontrak adalah Rp /USD? PT ABG yang bergerak di bidang penerbangan memiliki cabang di London. Pada bulan April 2005 PT ABG meminta jasa konsultan teknik dari British Airways. Penyerahan jasanya dilakukan di London untuk kepentingan Cabang PT ABG di London, sedangkan tagihannya dialamatkan ke PT ABG Jakarta. Apakah atas tagihan tersebut terutang PPN? Siapa yang harus memungut PPN-nya dan bagaimana mekanisme pemungutannya? B

128 BARANG DAN JASA YG TIDAK DIKENAKAN PPN (NEGATIVE LIST-BKP/JKP) PASAL 4A UU PPN 1984
NON-BKP : BARANG HASIL PERTAMBANGAN ATAU HASIL PENGEBORAN YG DIAMBIL LANGSUNG DR SUMBERNYA: MINYAK MENTAH, GAS BUMI, PANAS BUMI, PASIR & KERIKIL, BIJIH BESI DLL; BARANG2 KEBT. POKOK YG SGT DIBUTUHKAN O/ RAKYAT BANYAK: BERAS, GABAH, JAGUNG, SAGU, KEDELAI DAN GARAM; MAKANAN DAN MINUMAN YG DISAJIKAN DI HOTEL, RESTORAN, RUMAH MAKAN, WARUNG, & SEJENISNYA; UANG, EMAS BATANGAN, DAN SURAT-SURAT BERHARGA. NON-JKP, JASA DI BIDANG : PELAYANAN KESEHATAN MEDIK; PELAYANAN SOSIAL; PENGIRIMAN SURAT DG PERANGKO; PERBANKAN, ASURANSI, SGU DG HAK OPSI; KEAGAMAAN; PENDIDIKAN; KESENIAN DAN HIBURAN YG TELAH DIKENAKAN PAJAK TONTONAN; PENYIARAN YG BUKAN IKLAN; ANGKUTAN UMUM DI DARAT & AIR; TENAGA KERJA; PERHOTELAN; DAN JASA YG DISEDIAKAN PEMERINTAH DLM RANGKA MENJALANKAN PEMERINTAHAN SCR UMUM. B

129 Jenis Transaksi Bisnis Klarifikasi Obyek / Bukan OP BOP
Apakah atas penyerahan ini terutang PPN ? Jelaskan jawaban Saudara beserta dasar hukumnya dan kapan mulai berlakunya ! ( Asumsi yang dipakai adalah apabila barang dan/atau jasa yang diserahkan adalah BKP/JKP maka yang menyerahkannya adalah Pengusaha Kena Pajak – PKP ) Jenis Transaksi Bisnis Klarifikasi Obyek / Bukan OP BOP 1) Show room kendaraan bermotor bekas meyerahkan mobil bekas 2) Selaku PKP, PT. EKSPORT UTAMA mengekspor kedelai ke Turki 3) PT. BATA menyerahkan sepatu secara konsinyasi kpd PT. Matahari PP 4) Siman selaku pengusaha karoseri yang sudah dikukuhkan sebagai PKP, menjual salah satu mesin bubutnya yang merupakan barang modal bagi perusahaannya 5) CV Griya Susun adalah perusahaan konstruksi. Pada tahun 2001 membangun ruangan kantornya seluas 250 m2 6) Perusahaan roti “BMW” meminjam 10 zak tepung terigu dari perusahaan roti “oemar Bakeri “ 7) Perusahaan Asuransi menjual mobil Derek yg digunakan dalam kegiatan operasional 8) PT. Grahadhika Santika menjual asset berupa hotel dan aktiva lainnya ke PT. Graha Nyess B

130 KARENA PPN MERUPAKAN PAJAK OBYEKTIF, MAKA PENGENAANNYA HARUS DILIHAT DARI OBYEKNYA…
OBYEK PPN : Pasal 4 Undang-Undang PPN Pasal 16 C Undang-undang PPN Pasal 16 D Undang-undang PPN

131 OBYEK PPN Pasal 4 UU PPN Penyerahan BKP di dalam daerah Pabean
Impor BKP Penyerahan JKP di dalam daerah pabean Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean Ekspor BKP

132 OBYEK PPN Pasal 16 C UU PPN ;
Pengenaan PPN atas kegiatan membangun sendiri yang tidak dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi maupun badan.

133 OBYEK PPN Pasal 16 D UU PPN ;
Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperdagangkan oleh Pengusaha Kena Pajak sepanjang Pajak Masukannya pada saat perolehan dapat dikreditkan.

134 Jenis barang yang tidak dikenakan PPN;
Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya yang meliputi minyak mentah, gas bumi, panas bumi, batubara, pasir dan kerikil, dsb. Barang-barang kebutuhan pokok yang meliputi beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh catering. Uang, emas batangan dan surat berharga.

135 Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN;
Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik. Jasa di bidang pelayanan sosial. Jasa Pengiriman surat dengan perangko. Jasa di bidang perbankan, asuransi dan sewa guna usaha dengan hak opsi. Jasa di bidang keagamaan. Jasa di bidang Pendidikan

136 Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN;
Jasa di bidang kesenian yang telah dikenakan pajak tontonan. Jasa di bidang penyiaran adalah jasa penyiaran radio dan televisi baik yang dilakukan oleh instansi pemerintah maupun swasta yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial. Jasa komersial angkutan umum di darat dan air, baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun swasta. Jasa di bidang tenaga kerja, termasuk jasa penyediaan jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja. Jasa di bidang perhotelan, meliputi jasa persewaan kamar serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu, dan jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel. Jasa yang disediakan pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.

137 Tidak termasuk penyerahan BKP adalah ;
Penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam KUH Dagang Penyerahan BKP untuk jaminan hutang piutang Penyerahan pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan antar cabang bagi pengusaha yang mendapat ijin pemusatan.

138 CONTOH KASUS PT DELE JAYA menjual 5 ton kedele kepada PT KECAP ENAK
Pak Wisnu, pengusaha tempe keripik kaliber internasional mengekspor produknya ke Ethiopia Rumah Makan Wong Solo menjual tahu & tempe kepada pembelinya. PT Indogrosir menjual beras yang 5 kg kepada konsumen PT Indogrosir menjual sabun “LOOK” kepada konsumen UD. Lancar menjual 10 ton pasir kepada PT JAYA Konstruksi PT Indofood menyumbang mie instan ke Aceh PT Indofoot, produsen sandal, memberikan sandal jepit kepada karyawannya B

139 CONTOH KASUS PT Bank BRI memberikan bunga deposito kepada nasabahnya
Kantor Akuntan Publik BAMBANG & Rekan memberikan jasa audit kepada STIE YKPN RS DR Sardjito memberikan pelayanan medis kepada mahasiswa STIE YKPN PT MIO menyewakan sepeda motor kepada konsumennya Hotel MELIA menyewakan kamar hotel kepada konsumennya RCTI menyiarkan iklan layanan umum dari Menteri Kesehatan TVRI menyiarkan iklan komersial sabun “COLEK” B

140 Subyek Pajak Orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya ; menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

141 SUBJEK PAJAK NON PENGUSAHA KENA PAJAK PENGUSAHA KENA PAJAK B

142 KEWAJIBAN PKP Melaporkan Usahanya Untuk Dikukuhkan Sebagai Pengusaha Kena Pajak Memungut Pajak Yang Terutang  membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan BKP dan JKP. Menyetorkan Pajak Yg Terutang  Menye-lenggarakan Pembukuan Sesuai Ketentuan UU Melaporkan Pajak Terutang  mengisi dan menyampaikan SPT Masa (20 hari setelah akhir Masa Pajak). 4M B

143 Pengusaha Kecil (Keputusan Menteri Keuangan nomor 552/WPJ.04/2000)
pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp ,00 (enam ratus juta rupiah).

144 KAPAN MEMBUAT FAKTUR PAJAK (menagih PPN)
MANA YANG LEBIH DAHULU ?? Pembayaran uang muka/lunas Pengiriman barang SEBESAR UANG MUKA SEBESAR NILAI PENGIRIMAN - UANGMUKA

145 PM yang dapat dikreditkan
PM yang berkaitan dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha yang penyerahannya terutang PPN, yaitu pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan : distribusi produksi pemasaran manajemen Bukti pemungutannya tercantum dalam Faktur Pajak Standar yang lengkap (tidak cacat). B

146 Sanksi Denda Rp 50.000,- Bunga sebesar 2% PKP yg terlambat
menyampaikan SPT Masa Bunga sebesar 2% PKP yg terlambat membayar Denda sebesar 2% dari DPP pengusaha yg seharusnya melaporkan usahanya u/ dikukuhkan sbg PKP ttp tdk melaporkan Pengusaha yg bukan PKP ttp membuat FP PKP yg tdk membuat FP atau membuat FP ttp tdk tepat waktu atau tdk mengisi lengkap B

147 Penghitungan PPN Faktur Pajak Penyerahan BKP / JKP (1bulan)
Perolehan BKP / JKP (1bulan) Faktur Pajak Faktur Pajak Pajak Keluaran (PK) (PPN atas penyerahan BKP/JKP) Pajak Masukan (PM) (PPN atas pembelian/perolehan BKP/JKP) Hasil selisih; KB/LB/N =….. KB = kurang bayar ; PK> PM LB = Lebih bayar ; PM> PK N = Nihil PK= PM B

148 Cara Kerja PPN PPN dikenakan atas pertambahan nilai (value added) dari barang yang dihasilkan atau diserahkan oleh PKP, apakah ia pabrikan, importir, agen utama, atau distributor utama. Secara umum, pajak dipungut secara bertingkat pada jalur produksi dan distribusi dengan tidak ada unsur pemungutan pajak berganda. Dengan demikian, sistem PPN: 1. Dikenakan atas penyerahan 2. Dipungut secara bertingkat pada jalur produksi dan distribusi 3. Mekanisme Kredit Pajak (metode faktur pajak). Contoh: A. Pertambahan Nilai: 1. Beli: a. Bshan Baku b. Bahan Pembantu c. Spare Parts dan lain-lain 4.000 2. Biaya: Penyusutan Bunga Modal Gaji/Upah Manajemen Laba Usaha 3.500

149 3. Harga Jual Keluaran (ouput) Masukan (input) Pertambahan Nilai (J-B) PPN Tingkat Pabrik

150 PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPnBM)
Pertimbangan munculnya Keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen berpenghasilan rendah dengan tinggi Perlu pengendalian pola konsumsi atas barang tergolong mewah (BKPTM) Perlindungan pada produsen kecil/lemah pengamanan penerimaan negara Dikenakan PPN Produsen/Importir BKPTM Dikenakan PPnBM Catatan: PPnBM merupakan pungutan tambahan disamping PPN hanya sekali pungut, saat penyerahan BKPTM oleh pengusaha yang menghasilkan atau saat impor. Oleh karena itu PPnBM tidak boleh dikredit kan dengan PPnBM yang terutang. Prinsip pungutan hanya sekali, saat; 1. Penyerahan oleh pabrikan atau produsen BKPTM 2. Impor BKKPTM Penyerahan BKP yang tergolong Mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan BKPTM tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaan Impor BKPTM oleh siapapun

151 Dasar Pengenaan Pajak (DKP)
. TARIF PPN & PPnBM Dasar Pengenaan Pajak (DKP) Harga Jual Nilai Pengganti Nilai Impor Nilai eksport Nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan P N Tarif PPN yang berlaku 10% Sedang PPN atas ekspeort BKP, maksudnya adalah 0%, artinya bukan berarti pembebasan pengenaan PPN, melainkan Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang dieksport dapat dikreditkan Tarif PPnBM terdapat pengelompokkan tarif, yaitu paling rtendah 0% paling tinggi 75%. Tarif PPnBM yang berlaku saat ini adalah: 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 50% dan 70%. P n B M

152 Seseorang mengimpor BKP dari Luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor
. CARA MENGHITUNG PPN PPnBM PPN = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif PPnBM = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Contoh: PKP “A” menjual tubai BKP kepada PKP “B” dengan Harga Jual Rp . PPN terutang: 10% x Rp = Rp PPn sebesar Rp tersebut merupakan pajak keluaran, yang dipungut oleh PKP “A”. Sedang bagoi PKP “B”, PPN tersebut ,erupakan pajak Masukan. Seseorang mengimpor BKP dari Luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor Rp PPN yang dipungut melalui Dirjen Bea dan Cukai = 10% x Rp = Rp

153 MEKANISME KREDIT PAJAK
. Membayar PPN P K Pembeli BKP Penerima JKP Pihak pemanfaat BKP dari luar Daerah Pabean Pihak pemanfaat JKP dari luar Daerah Pabean Bukti pungutan PPN Pajak Masukan Dikreditkan dengan (yg dipungut dlm masaa pajak yang sama) Jika belum dikreditkan Pajak Keluaran Dikreditkan pada masa berikutnya paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yg bersangkutan sepanjang belum dibebankan sgb biaya dan blm dilakukan pemeriksaan Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, Maka pajak masukan tetap dapat dikreditkan. Pajak Masukan yang dibayarkan untuk perolehan BKP/JKP dikreditkan dengan Pajak Masukan ditempat PKP dikukuhkan. Jika Pajak Keluaran >Pajak Masukan, selisihnya merupakan PPN yang harus dibayar ke Kas Negara. Jika sebaliknya keadaanya, makaselisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dimninta kembali (restitusi)/kompensasi

154 Contoh:1 Selama bulan takwim terjadi sebagai berikut; Membeli bahan baku dan lain-lain dari pabrikan Rp Pajak Masukan yang harus dibayar elalui pabrikan adalah: 10% x Rp = Penjualan hasil produksi Rp Pajak Keluaran yang harus dibayar 10% x = PPN yang lebih bayar dalam Masa Pajak yang bersangkutan: Kelebihan tersebut dapat dikompensasikan dengan pajak terutang masa pajak berikutnya atau dapat diminta kembali (restitusi) Contoh: 2 Membeli bahan baku dan lain-lain dari pabrikan Rp Pajak Masukan yang harus dinayar 10% x = Rp Penjualan hsil produksi Rp Pajak keluaran 10% x = PPN yang masih harus dibayar ke Kas Negara= Rp =

155 Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan
1. Perolehan BKP dan JKP sebelum dikukuhkan sebagai PKP 2. Perolehan BKP dan JKPO tidak ada kaitannya langsung dengan kegiatan atau usaha 3. Perolehan dan pemelihraan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van dan kombi, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan 4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP 5. Perolehan BKP atau JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat 93) UU PPN 6. Perolehan BKP atau JKP yang bukti pungutan pajaknyab berupa Faktur Pajak Sederhana 7. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (6) UU PPN 8. Perolehan BKP atau JKP yang Pihak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak 9. Perolehan BKP atau JKP yang pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan. 10. Berkenaan dengan: Penyerahaan kendaraan bermotor bekas penyerahan jasa yang dilakukan oleh Pengusaha biro perjalanan atau biro wiraswasta jasa pengiriman paket jasa anjak piutang dan kegiatan membangun sendiri

156 , 1. Penyrerahan BKP/JKP 2. Impor BKP 3. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean didalam Daerah Pabean 4. Pemanfaatan JKPdari luar Daerah Pabean didalam Daerah Pabean 5. Ekspor BKP 6. Pembayaran, dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKPsebelum BKP tidak berwujud atau JKP dari Luar Daerah Pabean didalam Daerah Pabean Saat Terutangnya Pajak 1. Untuk penyerahan BKP/JKP: a. Tempat TinggalTempat Kedudukan; b. Tempat kegiatan usaha 2. Untuk impor, ditempat BKP dimasukkan kedalam Daerah Pabean 3. Untuk pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar Daerah Pabean, ditempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar sebagai WP 4. Untuk kegiatam membangun sendiri oleh PKP yang dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya atau oleh bukan PKP, ditempat bangunan tersebut didirikan 5. Tempat lain yang ditetapkan dengan Keputusan Dirjen Pajak Tempat Terutangnya Pajak

157 Faktur Pajak Dapat Berupa: 1. Faktur Pajak Standar
Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP atau JKP, atau bukti pungutan pajak karena impor yang digunakan oleh Dirjen Bea dan Cukai. Setiap PKP yang melakukan penyerahan BKP dan JKP wajib membuat Faktur Pajak. Faktur Pajak Dapat Berupa: 1. Faktur Pajak Standar 2. Faktur Pajak Gabungan 3. Faktur Pajak Sederhana 4. Dokumen-dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak Standar oleh Dirjen Pajak Harus di cantumkan 1. Nama, alamat, NPWP yang menyerahkan BKP dan atau JKP 2. Nama, alamat, NPWP pembeli BKP atau penerima JKP 3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Julah atau pe4ngganti, dan potongan harga 4. PPN dipungut 5. PPnBM yang dipungut 6. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak 7. Kode, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak Faktur Pajak Standar

158 Pembuatan Faktur Pajak Standar
Pembayaran diterima setelah bulan penyerahan BKP/JKP Dibuat palinglambat pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP Dibuat paling lambat pada saat penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP Pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP/JKP Dalam hal Pepenyerahan sebagian tahap pekerjaan Dibuat paling lambat pada saat pembayaran termin Dalam hal Penyerahan BKP/JKP kepada pemungut PPN, Dibuat paling lambat pada saat PKP Pmenyampaikan tagihan kepada pemungut PPN

159 1. Nama, alamat, NPWP, yang menyerahkan BKP/JKP 2. Jenis dan kuantum
Faktur Pajak Gabungan Untuk meringakan bban administrasi, kepada KPK diperkenankan untuk membuat satu Faktur Pajak yang meliputi semua penyerahan KBK atau JKP yang terjadi selama satu bulan takwim kepada pembeli yang sama atau penerima JKP yang sama. Faktur Pajak ini disebut Faktur Pajak Gabungan. Faktur Pajak yang dibuat oleh PKP untuk menampung kegiatan penyerahan BKP atau penyerahan JKP yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir. Dirjen Pajak dapat menetapkan tanda bukti penyerahan atau tanda bukti pembayaran sebagai Faktur Pajak Sederhana yang paling sedikit memuat: 1. Nama, alamat, NPWP, yang menyerahkan BKP/JKP 2. Jenis dan kuantum 3. Jumlah harga jual atau penggantian yang sudah termasuk pajak atau besarnya pajak dicantumkan secara terpisah 4. Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana Faktur Pajak Sederhana bisa berupa bon nota, kuitansi, bukti pembayaran, dan dokumrn lain yang sejenis. Faktur Pajak Sederhana

160 . Identitas yang berwenang menerbitkan dokumen
Nama dan alamat penerima dokumen NPWP dalam hal penerima pajak adalah WP dalam negeri Jumlah satuan barang jika ada Dasar pengenaan pajak Jumlah pajak yang terutanh kecuali dalam hal ekspor . Dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktutr Pajak Harus memuat Sepanjang memenuhi syarat tersebut, dokumen ini dapat diberlakukan sebagai Faktur Pajak 1. Pemberiatahuan Impor Barang (PEB) yang dilampiri SSP dan atau bukti pungutan pajak oleh Dirjen Bea dan Cukai untuk impor BKP 2. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah di fiat muat oleh pejabat yang berwenang dari Dirjen Bea dan Cukai dan dilampiri degan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut 3. Paktor Nota Bon penyerahan Barang (PNBP) yang dibuat/dikeluarkan oleh Pertamina untuk penyerahan BBMM dan atau bukan BBM, 4. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh BULOD/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu 5. Tnda pembayaran atau kuitansi telepon 6. Tiket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill) atau Delivery Bill, yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri 7. SSP untuk pembayaran PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau luar Daerah Pabean 8. Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhanan

161 Penyerahan Kepada Pemungut PPN
Pemungut PPN adalah bendaharawan pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak terutang oleh PKP atas penyerahan BKP dan atau JKP kepada bendaharawan pemerintah, badan, atau instansi pemerintah tersebut. Berdasar pada peraturan, yang ditetapkan sebagai pemungut PPN adalah: 1. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) 2. Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah, baik propinsi, Kota, maupun Kabupaten 3. Pertamina 4. Kontraktor-kontraktor Bagi Hasil dan Kontraktor Karya dibidang Minyak dan Gas Bumi, Panas Bumi, dan Pertambangan Umum lainnya 5. BUMN dan BUMD 6. Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah dan Bank pemungut Indonesia Pemungut PPN melakukan pembayaran atas penyerahan BKP danb atau JKP oleh PKP wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan JKP. Pemungutan PPN dan PPnBM dilakukan pada saat dilakukan pembayaran PKP.

162 PPN dan PPnBM tidak dipungut dalam hal:
1. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp dan tidak merupakan pembayaran yangbterpecah-pecah 2. Pembayaran untuk pembebasan tanah 3. Pembayaran atau penyerahan BKP dan atau JKP yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut dan atau dibebaskan dari pengenaan PPN 4. Pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan Bukan Bahan Bakar Minyak oleh Pertamina 5. Pembayaran atas rekening telepon 6. Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan 7. Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak dikenakan PPN

163 Pemungutan PPN dan PPnBM oleh Bendaharawan Pemerintah dan KPKN
Bendaharawan Pemerintah adalah bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran yang danannya dari APBN atau APBD. Dasat Pemungutan pajaknya adalah Jumlah Pembayaran. Dalam jumlah pembayaran tersebut sudah termasuk PPN dan PPnBM yang terutang. Sehingga, dalam hal penyerahan yang dilakukan hanya terutang PPN saja, PPN yang dipungut adalah 10/110 bagian dari jumlah pembayaran. Contoh: Jumlah Rp Jumlah PPN yang dipungut: 10/110 x Rp Sisa yang dibayarkan kepada KPK sebesar Sedang dalam hal penyerahan BKPTM, disamping terutang PPN juga terutang PPnBM, maka jumlah PPN dan PPnBM yang dipungut adalah sebagai berikut: Dalam hal terutang PPnBM (misalnya dikenakan PPnBM sebesar 20%), maka jumlah PPN yang dipungut sebesar 10/110 bagian dari jumlah pembayaran dan jumlah PPnBM yang dipungut sebesar 20/130 bagian dari jumlah pembayaran. Penyerahan BKPTM yang dikenakan PPnBM dengan tarif 20% jumlah pembayaran Rp Jumlah PPN yang dipungut: 10/130 x Rp Jumlah PPnBM yang dipungut: 20/130 x Rp Sisa yang dibayarkan kepada PKP sebesar Rp

164 Pengukuhan Setiap pengusaha yang berdasarkan Undang-undang PPN 1984 dikenakan pajak, wajib melaporkan usahannya pada Dirjen Pajak untuk dikukuhkan menjadi PKP, dan kepadanya diberi BPPKP. Terhadap pengusaha yang telah memenuhi syarat sebagai PKP tetapi tidak melaporkan usahannya untuk dikukuhkan sebagai PKP akan dikenakan sanksi perpajakan. SPT MASA PPN SPT Masa merupakan laporan bulanan yang dapat disampaikan oleh PKP, mengenai perhitungan: 1. Pajak Masukan berdasarkan realisasi pembelian BKP atau realisasi penerimaan JKP 2. Pajak Keluaran berdasarkan realisasi pengeluaran BKP/JKP 3. Penyetoran pajak atau kompensasi Bagi Pengusaaha Kena Pajak penyampaian SPT bersifaT: 1. Wajib melaporkan perhitungan pajak tersebut kepada Dirjen Pajak 2. Dalam jangka waktu 20 hari setelah akhir Masa Pajak 3. Menngunakan formulir SPT Masa 4. Keterangan dan dokumen yang dicantum dan/atau dilampirkan pada SPT Masa ditetapkan oleh Menteri Keuangan 5. SPT dianggap tidak dimasukkan jika atau tidak sepenuhnya melaksanakan ketentuan UUPPN 6. Perhatikan juga Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

165 PM yang dapat dikreditkan
PM yang berkaitan dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha yang penyerahannya terutang PPN, yaitu pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan : distribusi produksi pemasaran manajemen Bukti pemungutannya tercantum dalam Faktur Pajak Standar yang lengkap (tidak cacat). B

166 Kriteria FP Standar Cacat
DIISI TIDAK LENGKAP NPWP TDK ADA, CORETAN,JABATAN DIBUAT SETELAH MELEWATI 3 BLN SETELAH JATUH TEMPO PEMBUATAN FP NAMA DAN/ATAU NPWP PEMBELI KELIRU NO SERI FP TIDAK SESUAI DENGAN KETENTUAN YG TERDIRI DARI 3 KOMBINASI MENGGUNAKAN CAP TANDA TANGAN RESIKO PM UNCREDITABLE BETULKAN KESALAHAN DG CARA DI TIP EX, CORET, DILEM KERTAS, DLL B

167 PM yang tidak dapat dikreditkan Pasal 9 ayat (8) dan Pasal 16B ayat (3) UU PPN 1984 jis. Psl 12 PP No. 143 / 2000 dan PP No. 24/2002 Perolehan BKP/JKP sebelum pe-ngusaha dikukuhkan sebagai PKP Perolehan BKP/JKP yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van dan kombi kecuali sbg barang dagangan atau disewakan. Pemanfaatan BKP tidak ber-wujud/JKP dari luar daerah pabean sebelum pengukuhan sebagai PKP Perolehan BKP/JKP dg bukti pu-ngutan berupa FP sederhana Perolehan BKP/JKP dalam FP Standar cacat ( pasal 13 ayat 5) Pemanfaatan BKP tidak berwujud /JKP dari luar daerah pabean, dalam FP yang tidak memenuhi ketentuan yang digariskan dalam KepDirjen (pasal 13 ayat 6) Perolehan BKP/JKP yang PM-nya ditagih melalui ketetapan pajak Perolehan BKP/JKP yang PM nya tidak dilaporkan dalam SPM dan diketemukan pada saat pemeriksaan. Perolehan BKP/JKP yg digunakan utk kegiatan usaha yg menghasilkan penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN (Psl 16B ayat (3) B

168 MATERI PPh Jasa Konstruksi

169

170

171

172

173

174

175

176

177

178

179

180

181

182

183

184

185

186 Sebab dikeluarkannya UU NO 13
BAG. 14 BEA METERAI Bea meterai adalah pajak atas dokumen Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan, atau kekayaan bagi seseorang dan atau pihak-pihak yang berkepentingan Benda Meterai adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh pemerintah RI Tanda Tangan adalah tanda tangan sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk paraf, teraan atau cap tanda tangan atau cap paraf, teraan cap nama atau tanda lainnya sebagai pengganti tanda tangan Pemeteraian kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Meterai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea Meterainnya belum dilunasi sebagaimana mestinnya Pejabat Pos adalah Pejabat PT POS dan Giro yang diserahi tugas melayani permintaan pemeteraian kemudian DASAR HUKUM UU No 13 Tahun 1985, Perpu No. 7 Tahun 1995 diubah dengan Perpu No 24 Tahun 2000 Sebab dikeluarkannya UU NO 13 Prinsip Pengenaan Agar lebih sempurna & sederhana Hanya mengenal satu jenis materai yaitu 6.000 & 3000 Objek lebih luas Dikenakan atas dokumen (pajak dokumen) Satu dokumen hanya terutang satu Bea Meterai Rangkap/Tindasan (ikut ditanda tangani) terutang Bea Meterai sama dengan aslinya

187 Tarif Bea Meterai Rp 6.000 Rp 3.000 Dikenakan atas Dikenakan atas
1.a. Surat perjanjian, jasa, hibah, pernyataan yang dibuat dg tujuan sebg alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan/keadaan yg bersifat perdata b. Akta Notaris termasuk salinannya c. Akta yang dibuat oleh pejabat PPAT rangkapannya d. Surat yang memuat harga nominal diatas Rp (menyebutkan penerimaan uang, pembukuan/penyimpanan uang dll rekening bank, pemberitahuan saldo rekening bank, pengakuan utang uang sebagian/ seluruhnya telah dilunasi/diperhitungkan) e. Surat Berharga (wesel, promes, dan aksep yg harga nominalnya lebih dari Rp f. Efek yang harga nominalnya diatas 2.a. Dokumen yang digunakan alat pembuktian dimuka pengadilan (surat biasa/rumah tangga, b. Surat yang semula tdk dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, …. 1. Surat yang memuat nilai uang nominal s/d (menyebutkan penerimaan uang, pembukuan/ penyimpanan uang dll rekening bank, pemberitahuan saldo rekening bank, pengakuan utang uang sebagian/ seluruhnya telah dilunasi/diperhitungkan) 2. Surat Berharga (wesel, promes, dan aksep yg harga nominalnya lebih dari Rp s/d 3. Efek yang harga nominalnya s/d 4. Cek dan Bilyet Giro dengan harga nominal berapapun

188 TIDAK DIKENAKAN BEA METERAI
1. Dokumen (SPB, Konosemen, Surat angkut penbumpang dan barang, Bukti pengirimjan dan penerimaan barang, Surat pengiriman barang untuk dijual atau tanggung pengirim, Surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat tersebut diatas). 2. Segala bentuk Ijazah 3. Tanda terima gaji, pensiun, uang tunggu, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran 4. Tanda bukti penerimaan uang negara dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah, dan Bank 5. Kuitansi untuk semua jenis pajak, dan penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah dan Bank 6. Tanda Penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi 7. Dokumen yang meyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak dibidang tersebut 8. Surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian 9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam apapun.

189 SAAT TERUTANG BEA METERAI
1. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak adalah saat dokumen itu diserahkan (bukan saat ditanda tangani) Misal, Kuitansi, cek, dll 2. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak adalah pada saat dokumen itu telah selesai dibuat, yang dituptup dengan pembubuhan tanda tangan dari yang bersangkutan. Misal: Surat perjanjian jual-beli 3. Dokumen yang dibuat diluar negeri, adalah pada saat digunakan di Indonesia. Bea Meterai yang terutang dilunasi dengan cara pemeteraian kemmudian. PIHAK YANG TERUTANG BEA METERAI Pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain. CARA PENGGUNAAN BENDA METERAI 1. Meterai Tempel a. Direkatkan keseluruhan secara utuh tanpa rusak diatas dokumen yang dikenakan b. Materai tempel direkatkan dimana tanda tangan akan dibubuhkan c. Pembuhuhan tanda tangan disertai tanggal, bulan, tahun, dilakukan dengan tinta atau sejenisnya. Sebagian tanda tangan diatas meterai dan sebagian lainnya diatas kertas dokumen d. Jika digunakan lebih dari satu Meterai tempel, tanda tangan harus dibubuhkan sebagaian dari keseluruhan Meterai dan sebagain lainnya diatas dokumen.

190 b. Kertas Meterai yang sudah digunakan, tidak boleh digunakan lagi.
a. Dokumen ditulis diatas kertas Meterai. Jika dokumen terlalu panjang untuk dimuat seluruhnya diatas kertas meterai yang digunakan, maka untuk bagian isi yang lain yang masih tertinggal dapat digunakan kertas tidak bermeterai. b. Kertas Meterai yang sudah digunakan, tidak boleh digunakan lagi. PEMETERAIAN KEMUDIAN Pemeteraian kemudian adalah suatau cara pelunasan Bea Meterai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atau permintaan pemegang dokumen yang Bea Meterainnya belum dilunasi sebagaimana mestinya. Pemeteraian kemudian dilakukan, atas: a. dokumen yang semula tidak terutang Bea meterai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian dimuka pengadilan b. Dokumen yang Bea Meterainnya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya c. Dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia 5 tahun, sejak tanggal dokumen dibuat. Daluwarsa

191 CARA PELUNASAN BEA METERAI
. Benda Meterai Cara Lian Biasa Pemeteraian Kemudian Mesin Teraan Meterai Alat Lain Oleh Wajib Bea Oleh Pejabat Pos Harus Seijin Menteri Keuangan Dokumen yang tidak/kurang dilunasi Bea Meterasi sebagaimana mestinyya, dikenakan denbda 200% darai Bea Meterai yang tidak/kurang bayar Administrasi S A N K I 1. Pemalsuan meterai, kertas meterai dan tanda tangan 2. Menyimpan untuk diedarkan, mesukkan meterai palsu 3. Menggunakan, mengedarkan memasukkan, menjual meterai yang telahdigunakan 4. Menyimpan alat/perkakas yang digunakan untukm melasu meterai 5. Menggunakan cara lain untuk pelunasan Bea Meterai Pidana

192 JENIS & OBJEK PAJAK DAERAH
. Pajak Daerah Pajak Propinsi Pajak Kabupaten/Kota Pajak Kendaraan Bemotor dan Kendaraan di Atas Air Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan dia Atas Air Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Pemukaan Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame Pajak Penerangan Jalan Pajak Pengambilan Bahan Galian C Pajak Parkir Pajak Lain-lain

193 Tarif pajak yang dikenakan, paling tinggi sebesar:
Pajak Kendaraan Bermoptor dan Kendaraan di Atas Air sebesar 5% Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan dia Atas Air sebesar 10% Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebesar 5% Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Pemukaan 20% Pajak Hotel 10% Pajak Restoran 10% Pajak Hiburan 35% Pajak Reklame 25% Pajak Penerangan Jalan 10% Pajak Pengambilan Bahan Galian C 20% Pajak Parkir 20% Pajak angka 1 s/d 4 diatur secara nasional lewat peraturan Pemerintah Pajak nomer 5 s/d 11 diatur lewat Perda

194 RETRIBUSI DAERAH Retribusi Daerah:pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan Jasa: kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan Jasa Umum: jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip untuk tujuan kepentingan umum dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan Jasa Usaha: jasa yang disEdiakan oleh Permerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta Perizinan Tertentu: kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimasudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan atau fasilitas tertentru guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

195 A. Retribusi Umum, dengan kriteria:
Jenis Retribusi A. Retribusi Umum, dengan kriteria: a. bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa usaha atau retribusi perizinan tertentu b. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi c. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum d. Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi e. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya f. Retribusi dapat dipanggil secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial g. Pemungutan Retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan atau kualitas pelayanan yang lebih baik.

196 Jenis Retribusi Jasa Umum:
1. Retribusi Pelayanan Kesehatan 2. Retribusi layanan Persampahan/Kebersihan 3. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catatan Sipil 4. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat 5. Retribusi Pelayanan Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum 6. Retribusi Pelayanan Pasar 7. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor 8. Retribusi PemeriksaanAlat Pemadam Kebakaran 9. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta 10. Retribusi Pengujian Kapal Perikanan B. Retribusi Jasa Usaha, Kriteria: a. Bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Umum atau Retribusi Perizinan Tertentu b. Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadahi atau atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh Pemerintah Daerah.

197 Jenis Retribusi Jasa Usaha:
1. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah 2. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan 3. Retribusi Tempat Pelelangan 4. Retribusi Terminal 5. Retribusi Tempat Khusus Parkir 6. Retribusi Tempat Penginapan, Pesanggrahan, Villa 7. Retribusi Penyedotan Kakus 8. Retribusi Rumah Potong Hewan 9. Pelayanan Pelabuhan Kapal 10. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga 11. Retribusi Pemyeberangan diatas Air 12. Retribusi Pengolahan Limbah Cair 13. Retribusi Penjualan Produk Daerah

198 C. Retribusi Perizinan Tertentu, kriteria:
1. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintah yang diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi 2. Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum 3. Biaya yang menjadi beban daerah dalam mpenyelenggaraan izin tersebut dari biaya untuk menanggulangi negatif dan perizinan tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai retribusi perizinan. Jenis Retribusi PerizinanTertentu: 1. Retribusi izin Mendirikan Bangunan 2. Retribusi Tempat Penjualan Minuman Beralkohol 3. Retribusi izin Gangguan 4. Retribusi izin Trayek

199 OBJEK RETRIBUSI DAERAH
Jasa Umum, yaitu berupa pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan Jasa Usah, yaitu berupa pelayanan yang disediakan oleh pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial Perizinan, yaitu kegiatan tertentu Pemerintah Daerah pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. 1. Retribusi Jasa Umum: orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan 2. Retribusi Jasa Usaha: orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan 3. Retribusi Perizinan Tertentu: orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari Pemerintah Daerah. SUBJEK RETRIBUSI DAERAH


Download ppt "MATERI KUP, PPh, PPN dan PPn BM,"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google