Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

ALTRUISME RELAWAN BENCANA JEBOLNYA TANGGUL SITU GINTUNG

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "ALTRUISME RELAWAN BENCANA JEBOLNYA TANGGUL SITU GINTUNG"— Transcript presentasi:

1 ALTRUISME RELAWAN BENCANA JEBOLNYA TANGGUL SITU GINTUNG
Oleh: Choirul Saleh

2 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Tanggul Situ Gintung yang terletak di Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten, jebol sehingga mengakibatkan korban tewas dan luka-luka serta rusaknya rumah-rumah di utara tanggul Situ Gintung. Bencana terjadi pada hari Jum’at, 27 Maret 2009 sekitar pukul WIB. Wilayah seluas 10 hektar di Cirendeu menjadi porak-poranda diterjang air bah yang datang seperti tsunami. Peristiwa tersebut berlangsung sangat cepat. Hanya 10 menit, tetapi melumat ratusan rumah beserta isinya dan menewaskan puluhan warga. Menyisakan duka mendalam bagi para keluarga korban kejadian itu (Kompas, 28 Maret 2009).

3 Bantuan dari berbagai pihak pun terus berdatangan
Bantuan dari berbagai pihak pun terus berdatangan. Pasokan makanan, air minum, baju, dan selimut cukup, bahkan terkesan berlimpah (Kompas, 29 Maret 2009). Umumnya bantuan datang dari perusahaan swasta, baik di Tangerang maupun Jakarta, warga, dan partai politik. Selain paket bantuan dari pemerintah, berbagai bantuan dari pihak swasta dan lapisan masyarakat, serta beberapa organisasi masyarakat terus mengalir (Kompas, 28 Maret 2009)

4 Di samping itu, banyak relawan yang menyediakan waktu, tenaga, dan materi untuk membantu para korban. Dari mahasiswa sampai pengusaha, semua terjun demi satu kata: kemanusiaan. Relawan tanpa pamrih juga banyak berasal dari kalangan mahasiswa. Para mahasiswa membantu mengevakuasi jenazah korban sampai mendistribusikan bantuan ke posko-posko pengungsi yang tersebar di beberapa lokasi. Mahasiswa juga membantu membersihkan bangunan dari lumpur dan sampah. Di saat korban berduka, relawan-relawan pribadi ini membantu tanpa pamrih (Robert Adhi, Kompas, 1 April 2009).

5 Seorang relawan adalah seseorang yang berniat untuk membantu orang-orang dan komunitas yang membutuhkan bantuan, termotivasi oleh kehendak bebasnya sendiri, bukan atas keinginan untuk mendapatkan keuntungan berupa harta atau benda, maupun tekanan eksternal politis, ekonomi, atau sosial (International Forum of Red Cross & Red Crescent Societies Volunteering Policy dalam Smile Package Community, 2006)

6 Relawan yang membantu para korban bencana jebolnya tanggul Situ Gintung tanpa pamrih ini dapat dikatakan sebagai bentuk altruisme. Menurut Schroeder dkk. (1995 dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2009), altruisme adalah tindakan sukarela untuk membantu orang lain tanpa pamrih atau semata-mata ingin berbuat baik. Sedangkan menurut Sears, Freedman, & Peplau (1985), altruisme ialah tindakan sukarela yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun.

7 Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa relawan bencana jebolnya tanggul Situ Gintung menolong para korban bencana tanpa pamrih atau tidak mengharapkan imbalan apapun serta untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti secara mendalam bagaimana problematika altruisme relawan bencana jebolnya tanggul Situ Gintung.

8 B. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana gambaran altruisme relawan bencana jebolnya tanggul Situ Gintung? 2. Mengapa altruisme relawan bencana jebolnya tanggul Situ Gintung seperti itu? 3. Bagaimana dampak altruisme relawan bencana jebolnya tanggul Situ Gintung?

9 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran altruisme relawan bencana jebolnya tanggul Situ Gintung, alasan mengapa altruisme relawan bencana jebolnya tanggul Situ Gintung seperti itu, dan dampak altruisme relawan bencana jebolnya tanggul Situ Gintung.

10 D. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain adalah manfaat teoritis dan manfaat praktis.

11 BAB II Tinjauan Pustaka
A. Altruisme 1. Definisi Altruisme Dari beberapa definisi para tokoh dapat dirangkum sebuah kesimpulan bahwa altruisme adalah tindakan yang dilakukan seseorang secara sukarela untuk membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun serta untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain.

12 2. Perspektif Teoritis Tentang Altruisme Menurut Taylor, Peplau, & Sears (2009), terdapat lima perspektif teoritis tentang altruisme, yaitu: a. Perspektif Teoritis b. Perspektif Sosiokultural c. Perspektif Belajar d. Perspektif Pengambilan Keputusan e. Teori Atribusi

13 3. Teori Motivasi Altruisme
Untuk mengetahui motivasi yang mendasari tingkah laku menolong apakah selfless atau selfish, sampai batas tertentu adalah sulit. Sebagian karena manusia tidak selalu tepat dalam menyimpulkan penyebab tingkah laku seseorang (Fiske & Taylor dalam Sarwono dkk., 2009), dan sebagian lagi karena manusia cenderung menampilkan diri mereka dengan cara-cara yang dapat diterima secara sosial (Durkin dalam Sarwono dkk., 2009). Namun, terdapat beberapa macam konsep teori yang berusaha menjelaskan motivasi seseorang berperilaku altruisme, diantaranya teori norma sosial menurut Myers (1993) dan menurut Taylor, Peplau, & Sears (2009).

14 4. Faktor-faktor yang Menyebabkan Altruisme Menurut Baron, Byrne, & Branscombe (dalam Sarwono dkk., 2009), secara garis besar terdapat dua faktor yang menyebabkan perilaku altruisme, yaitu faktor situasional dan faktor dari dalam diri.

15 5. Komponen Dalam Altruisme Menurut Einsberg & Mussen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003), beberapa hal yang termasuk dalam komponen altruisme, yaitu: a. Berbagi (Sharing) e. Kejujuran (Honesty) b. Kerjasama (Cooperative) f. Kedermawanan c. Menyumbang (Donating) (Generosity) d. Menolong (Helping) g. Mempertimbangkan Hak dan Kesejahteraan Orang Lain

16 6. Karakteristik yang Terdapat pada Kepribadian Altruistik Menurut Baron, Byrne, Johnson (1998), terdapat faktor-faktor dalam diri yang menyusun kepribadian altruistik, yaitu: a. Empati b. Kepercayaan Terhadap Dunia yang Adil c. Egosentrisme yang Rendah d. Rasa Tanggung Jawab Sosial e. Internal Locus of Control f. Egosentrisme yang Rendah

17 7. Tahapan Pengambilan Keputusan Untuk Menolong Dalam banyak situasi, tindakan menolong mungkin berasal dari proses pengambilan keputusan yang lebih kompleks (Taylor, Peplau, & Sears, 2009). Tindakan menolong muncul saat individu memutuskan untuk memberi pertolongan dan kemudian mengambil tindakan (Latane & Darley dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2009).

18 B. Relawan 1. Definisi Relawan Dari beberapa definisi para tokoh dapat dirangkum sebuah kesimpulan bahwa altruisme adalah tindakan yang dilakukan seseorang secara sukarela untuk membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun serta untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain.

19 2. Syarat-syarat Untuk Menjadi Relawan
Berikut ini syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang atau kelompok orang yang berkeinginan untuk menjadi relawan (Smile Package Community, 2006), yaitu: a. Sehat lahir dan bathin b. Menunjukkan komitmen pada tugasnya c. Bisa bekerja sama dalam tim d. Dapat berkomunikasi dengan baik e. Dan lain-lain

20 3. Karakteristik Relawan
Menurut Rajaguguk, Sinaga, & Effendi (2001), pada dasarnya relawan dilingkupi oleh beberapa ciri khusus, yaitu: a. Melayani Secara Bebas dan Sadar b. Melayani Untuk Kesejahteraan c. Dalam Semangat Kebersamaan dan Persaudaraan d. Tanpa Mengharap Balas dan Jasa

21 4. Motivasi Menjadi Relawan
Alasan untuk menjadi relawan adalah kompleks dan sering mengombinasikan altruisme dan kepentingan diri. Keinginan menolong orang lain dan mengekspresikan nilai-nilai yang dianut adalah alasan-alasan penting di balik kesediaan menjadi relawan. Kesempatan untuk mendapat ketrampilan baru, bertemu orang baru, dan menambah pengalaman juga bisa jadi alasan utama (Taylor, Peplau, & Sears, 2009).

22 5. Jenis-jenis Relawan Menurut Rajaguguk, Sinaga, & Effendi (2001), relawan dapat dibedakan dalam beberapa kategori, diantaranya: a. Menurut Status >> individu dan organisasi b. Menurut Sifat Pelayanan >>pelayanan langsung dan pelayanan tidak langsung c. Menurut Sumber dorongan >> atas inisiatif sendiri dan bukan atas inisiatif sendiri

23 6. Dimensi-dimensi Relawan Menurut Slamet (2009), terdapat lima dimensi kesukarelawanan, yaitu: a. Relawan bukan pekerja karier b. Relawan bekerja tanpa gaji, upah, atau honorarium c. Relawan memiliki tanggung jawab yang berbeda dengan pekerja yang digaji d. Relawan mempunyai persiapan yang berbeda untuk kerja-suka-relanya dari tenaga karier e. Relawan punya identifikasi yang berbeda terhadap organisasi dan masyarakat dibandingkan dengan pekerja karier yang bisa dipromosikan

24 C. Situ Gintung 1. Definisi Situ Gintung
Situ Gintung di Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten, pada mulanya merupakan situ alamiah. Tanggul pada situ ini dibangun sejak zaman pemerintahan kolonial Hindia-Belanda dan kini umurnya sudah 76 tahun. (Mulyawan Karim dalam Kompas, 28 Maret 2009; Imam A. Sadisun dalam Pikiran Rakyat Online, 2009). Menurut Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisarua Pitoyo Subandrio, Situ Gintung dibangun pemerintah kolonial Belanda tahun dan sekarang berusia 76 tahun. Ia menambahkan, selama ini banyak orang mengira bahwa Situ Gintung adalah sebuah danau. Padahal, itu adalah sebuah bendungan. Situ Gintung adalah sebuah bendungan homogen dengan satu jenis tanah atau bendungan urukan homogen. Sejak awal pembangunannya, penurapan belum pernah dilakukan pada tanggul Situ Gintung. Hingga saat ini, tanggul masih tetap hanya terbuat dari tanah (dalam Kompas, 28 Maret 2009).

25 2. Faktor-faktor Penyebab Jebolnya Tanggul Situ Gintung a
2. Faktor-faktor Penyebab Jebolnya Tanggul Situ Gintung a. Hujan Deras b. Penambahan Muka Air 3. Fungsi Situ Gintung a. Daerah Tangkapan dan Cadangan Air b. Pengendali Banjir 4. Dampak Jebolnya Tanggul Situ Gintung a. Korban Luka dan Korban Jiwa b. Kerugian Material c. Penderitaan Psikologis Bagi Korban

26 BAB III Metode Penelitian
A.Pendekatan Kualitatitf Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dalam bentuk studi kasus. Menurut Heru Basuki (2006), studi kasus adalah suatu bentuk penelitian (inquiry) atau studi tentang suatu masalah yang memiliki sifat kekhususan (particularity), dapat dilakukan baik dengan pendekatan kualitatif maupun kuantitatif, dengan sasaran perorangan (individu) maupun kelompok, bahkan masyarakat luas. Namun lebih ditekankan pada pendekatan kualitatif.

27 Sebagai suatu bentuk penelitian, pemilihan studi kasus lebih ditentukan oleh ketertarikan pada kasus-kasus yang bersifat individual, bukan oleh pemilihan penggunaan metode penelitian. Penekanan studi kasus adalah memaksimalkan pemahaman tentang kasus yang dipelajari dan bukan untuk mendapatkan generalisasi. Kasus dapat bersifat sederhana tetapi dapat juga bersifat kompleks. (Stake dalam Denzin & Lincoln, 1994; dalam Heru Basuki, 2006).

28 1. Karakteristik Penelitian
B. Subjek Penelitian 1. Karakteristik Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah perempuan yang berusia 33 tahun, memiliki pengalaman sebelumnya sebagai relawan, dan mengabdikan dirinya sebagai relawan dalam bencana jebolnya tanggul Situ Gintung.

29 2. Jumlah Subjek Menurut Patton (dalam Poerwandari, 2005), tidak ada aturan pasti dalam jumlah subjek yang harus diambil dalam penelitian kualitatif. Jumlah subjek sangat tergantung pada apa yang ingin diketahui peneliti, tujuan penelitian, konteks saat itu, apa yang dianggap bermanfaat dan dapat dilakukan dengan waktu dan sumber daya yang tersedia. Hal ini diperkuat pendapat Sarantakos (dalam Poerwandari, 2005), bahwa jumlah subjek dalam penelitian berbentuk studi kasus adalah satu orang, karena tidak diarahkan pada keterwakilan (dalam arti jumlah atau peristiwa acak), melainkan pada kecocokan konteks.

30 C. Tahap-tahap Penelitian
1. Tahap Persiapan Penelitian Untuk dapat melakukan observasi dan wawancara terhadap subjek secara terfokus dan tidak menyimpang dari tujuan penelitian, maka dibuatlah pedoman observasi dan pedoman wawancara yang didasari literatur yang sesuai dengan tujuan penelitian. Peneliti membuat panduan observasi dan pedoman wawancara yang disusun berdasarkan beberapa teori-teori yang relevan dengan masalah. Pedoman wawancara ini berisi pertanyaan-pertanyaan mendasar yang nantinya akan berkembang dalam wawancara. Pedoman yang telah disusun, ditunjukkan kepada yang lebih ahli dalam hal ini adalah pembimbing penelitian untuk mendapat masukan mengenai isi pedoman wawancara. Setelah mendapat masukan dan koreksi dari pembimbing, peneliti membuat perbaikan terhadap pedoman wawancara dan menyiapkan diri untuk melakukan wawancara

31 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Peneliti selanjutnya mengumpulkan data-data yang relevan dengan cara melakukan observasi dan wawancara, baik dengan subjek penelitan maupun dengan significant others. Setelah wawancara selesai peneliti mengucapkan terima kasih atas kesediaan subjek dan significant others untuk diwawancarai dan meminta kesediaan mereka untuk diwawancarai kembali di lain waktu jika sekiranya terdapat kekurangan informasi.

32 D. Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan jenis wawancara dengan pedoman terstandar yang terbuka agar dapat diperoleh suatu pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami oleh seorang individu berkenaan dengan topik yang akan diteliti dan dapat melakukan ekplorasi terhadap suatu masalah tertentu sehingga peneliti dapat memperoleh informasi yang relevan dengan masalah penelitian

33 2. Observasi Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan jenis observasi partisipan agar dapat menghayati perasaan, sikap, pola pikir yang mendasari perilaku subjek yang diteliti secara mendalam tidak cukup memadai apabila hanya dilakukan dengan wawancara. Keterlibatan langsung peneliti dalam kehidupan sehari-hari dari subjek yang diteliti dapat memungkinkan hal-hal tersebut tercapai.

34 E. Alat Bantu Pengumpul Data
Dalam mengumpulkan data, peneliti membutuhan alat bantu (instrumen tambahan), yaitu: 1. Pedoman Wawancara 3. Alat Perekam 2. Pedoman Observasi 4. Alat Tulis

35 F. Keakuratan Penelitian
Patton (dalam Poerwandari, 2005) mengemukakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan untuk mencapai keakuratan penelitian, yaitu: 1. Triangulasi Data 3. Triangulasi Teori 2. Triangulasi Pengamat 4. Triangulasi Metode

36 G. Teknik Analisis Data Menurut Marshall dan Rossman (dalam Poerwandari, 2005), dalam menganalisa penelitian kualitatif terdapat beberapa tahapan yang perlu dilakukan. Tahapan-tahapan tersebut antara lain: 1. Mengorganisasikan Data 2. Pengelompokkan Berdasarkan Kategori, Tema, dan Pola Jawaban 3. Menguji Asumsi atau Permasalahan yang Ada Terhadap Data 4. Mencari Alternatif Penjelasan Bagi Data 5. Menulis Hasil Penelitian

37 BAB IV Pelaksanaan dan Hasil Penelitian
A. Pelaksanaan Penelitian Kegiatan observasi dan wawancara dilakukan secara terpisah. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan hasil yang lebih maksimal. Peneliti melakukan observasi dan wawancara berdasarkan pedoman yang telah dibuat. Dalam melakukan pengambilan data peneliti menggunakan alat perekam suara (tape recorder) yang telah mendapatkan persetujuan dari subjek dan significant other sebelumnya.

38 B. Hasil Observasi dan Wawancara
Identitas Observasi Observasi 1 Tanggal : Senin, 6 April 2009 Waktu : WIB Tempat : Balai Warga RT 03/08, Kampung Gintung Observasi 2 Tanggal : Jum’at, 10 April 2009

39 Oservasi 3 Tanggal : Minggu, 19 April 2009 Waktu : WIB Tempat : Masjid Jabalur Rahmah, Kampung Gintung Observasi 4 Tanggal : Sabtu, 25 April 2009 Waktu : WIB Tempat : Musholla Asy-Syuhada RT 03/08, Kampung Gintung Observasi 5 Tanggal : Senin, 27 April 2009

40 “Bagaimana gambaran altruisme relawan bencana jebolnya tanggul
Situ Gintung?” Ketika berada di lokasi bencana, subjek terlihat berbagi tugas dengan relawan yang lain, selalu berkoordinasi dengan mereka setiap akan melakukan kegiatan, memiliki cukup banyak waktu dan tenaga sebagai relawan. Subjek pernah mengatakan bahwa ia senang menolong orang, selalu berkata jujur, dan pernah terlihat memberi bingkisan kepada sejumlah anak yang jadi korban bencana. Saat akan mengadakan kegiatan subjek beserta timnya selalu meminta izin terlebih dahulu kepada pengurus RT setempat. Sementara itu, ada beberapa indikator yang pada saat observasi tidak dapat terlihat, hanya dapat diperoleh dari hasil wawancara.

41 “Mengapa altruisme relawan bencana jebolnya
tanggul Situ Gintung seperti itu?” Pada saat observasi sebagian besar tidak dapat terlihat, hanya dapat diperoleh dari hasil wawancara.

42 “Bagaimana dampak altruisme relawan bencana jebolnya tanggul Situ Gintung?” Dari hasil observasi, terlihat bahwa tugas yang subjek saling bagi dengan relawan yang lain, kerjasama yang dilakukan, waktu dan tenaga yang subjek sumbangkan, pertolongan yang diberikan, sikap jujur yang subjek terapkan, dan hak dan privasi para survior yang subjek hormati; semuanya membawa dampak terhadap kondisi para survivor di sana.

43 Pelaksanaan Wawancara Subjek
Hari/ Tanggal : Minggu, 26 Desember 2010 Tempat : Rumah subjek Waktu : WIB Pelaksanaan Wawancara Significant Other Hari/ Tanggal : Senin, 10 Januari 2011 Tempat : Tempat significant other bekerja Waktu : WIB

44 Berdasarkan informasi yang diperoleh dari keterangan yang diberikan oleh subjek dan significant other, maka dapat diambil sebuah kesimpulan secara umum bahwa terdapat banyak kesesuaian antara pernyataan subjek dengan pernyataan significant other mengenai altruisme relawan bencana jebolnya tanggul Situ Gintung.

45 C. Pembahasan 1. Bagaimana gambaran altruisme relawan bencana jebolnya tanggul Situ Gintung? Subjek berbagi tugas dengan relawan yang lain dalam membantu para korban bencana. Hal ini sesuai dengan komponen altruisme menurut Eisenberg dan Mussen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) mengenai berbagi (sharing). Selain itu juga, sesuai dengan kepribadian altruistik menurut Baron, Byrne, dan Johnson (1998), mengenai empati. Subjek merasa terenyuh hatinya serta menunjukkan empatinya saat mendengarkan curhatan dan keluh kesah warga yang menjadi korban bencana

46 Subjek bekerja sama dengan relawan yang lain dalam proses penanggulangan bencana. Hal ini sesuai dengan komponen altruisme menurut Eisenberg dan Mussen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) mengenai kerjasama (cooperative). Hal ini juga sesuai dengan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang atau kelompok orang yang berkeinginan untuk menjadi relawan (Smile Package Community, 2006), yaitu bisa bekerja sama dalam tim. Subjek bisa bekerja sama secara tim.

47 Subjek memiliki cukup banyak waktu dan tenaga untuk bekerja sebagai relawan. Hal ini sesuai dengan komponen altruisme menurut Eisenberg dan Mussen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) mengenai menyumbang (donating). Sementara itu menurut Sarwono (dalam Sarwono dkk., 2009), orang yang sibuk dan tergesa-gesa cenderung tidak menolong, sedangkan orang yang punya waktu luang lebih besar kemungkinannya untuk memberikan pertolongan kepada yang memerlukannya. Subjek memiliki cukup banyak waktu dan tenaga untuk bekerja sebagai relawan.

48 Subjek suka menolong orang lain
Subjek suka menolong orang lain. Hal ini sesuai dengan komponen altruisme menurut Eisenberg dan Mussen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) mengenai menolong (helping). Sedangkan menurut Deaux, Dane, dan Wrightsman (1993), kesediaan untuk menolong disebabkan oleh kejelasan bahwa korban benar-benar membutuhkan pertolongan (clarity of need), korban memang layak mendapatkan bantuan yang dibutuhkan (legitimate of need). Subjek merasa perlu segera memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkan karena menurut subjek ada urgency-nya.

49 Subjek termasuk orang yang sudah menerapkan nilai-nilai kejujuran ketika bekerja menjadi relawan. Hal ini sesuai dengan komponen altruisme menurut Eisenberg dan Mussen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) mengenai kejujuran (honesty). Sementara itu menurut Baron, Byrne, dan Branscombe (dalam Sarwono dkk., 2009), adanya model yang melakukan tingkah laku menolong dapat mendorong seseorang untuk memberikan pertolongan pada orang lain. Subjek menjadi model bagi relawan yang lain untuk bersikap jujur.

50 Subjek termasuk orang yang suka beramal dan memberi derma kepada orang lain. Hal ini sesuai dengan komponen altruisme menurut Eisenberg dan Mussen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) mengenai kedermawanan (generosity). Sedangkan menurut Sears, Freedman, dan Peplau (1985) dan Taylor, Peplau, dan Sears (2009), tindakan “membantu orang yang kurang beruntung” dalam kehidupan sehari-hari, seperti memberi sumbangan amal, tampaknya dimotivasi oleh keinginan untuk menciptakan situasi yang lebih adil dan berimbang.

51 Subjek berpandangan bahwasanya hak dan privasi orang lain itu perlu dijaga dan harus dihormati karena merupakan sesuatu yang sangat tidak bisa diganggu gugat. Hal ini sesuai dengan komponen altruisme menurut Eisenberg dan Mussen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) mengenai mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain. Sementara itu menurut Rajaguguk, Sinaga, dan Effendi (2001), salah satu ciri fisik dari kegiatan sukarela adalah bahwa kegiatan tersebut ditujukan pada pemberian atau peningkatan kesejahteraan hidup bagi pihak yang dilayani. Bentuk kontribusi yang subjek berikan untuk bantu meningkatkan kesejahteraan para survivor di sana, yaitu memberi konsep dan mengadakan kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan, serta mengadakan program usaha yang dimodali dan terus didampingi sampai benar-benar mandiri.

52 2. Mengapa altruisme relawan bencana jebolnya tanggul Situ Gintung seperti itu?
Subjek bersedia untuk berbagi tugas dengan relawan yang lain dalam membantu para korban bencana karena subjek menyadari kondisi kemampuan manusia ada batasnya. Hal ini sesuai dengan komponen altruisme menurut Eisenberg dan Mussen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) mengenai berbagi (sharing). Sedangkan menurut Deaux, Dane, dan Wrightsman (1993), perempuan lebih tampil menolong pada situasi yang bersifat memberi dukungan emosi, merawat, dan mengasuh. Subjek mendengarkan curhatan dan keluh kesah warga yang menjadi korban bencana karena kejiwaan mereka juga harus didengarkan dan di back-up sehingga akan membuat orang tersebut menjadi lebih lega.

53 Subjek merasa perlu menyumbangkan waktu dan tenaga yang dimilikinya untuk bekerja sebagai relawan karena subjek senang membantu orang lain secara sukarela dan menyadari perannya sebagai makhluk sosial. Hal ini sesuai dengan komponen altruisme menurut Eisenberg dan Mussen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) mengenai menyumbang (donating). Selain itu juga, sesuai dengan kepribadian altruistik menurut Baron, Byrne, dan Johnson (1998), mengenai kepercayaan terhadap dunia yang adil, bahwa tingkah laku yang baik akan diberi imbalan dan tingkah laku yang buruk akan mendapatkan hukuman, atau dengan kata lain, semua orang akan mendapatkan balasan yang setimpal dengan perbuatannya. Hal yang mendorong subjek untuk menyumbangkan waktu dan tenaga yang subjek miliki ketika bekerja menjadi relawan adalah kepedulian subjek terhadap orang lain, dan keyakinan subjek bahwa Tuhan akan menolongnya ketika ia sedang dalam kesulitan.

54 Subjek senang menolong orang lain karena subjek memang senang menolong orang lain, di samping ada kepuasaan tersendiri bagi subjek. Hal ini sesuai dengan komponen altruisme menurut Eisenberg dan Mussen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) mengenai menolong (helping). Hal ini juga sesuai dengan fungsi volunterisme bagi individu menurut Clary dkk. (1998) dan Snyder, Clary, dan Stukas (2000) (dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2009) mengenai nilai. Subjek senang menolong orang lain karena subjek memang senang menolong orang lain, di samping ada kepuasaan tersendiri bagi subjek. Selain itu menurut Taylor, Peplau, dan Sears (2009), keinginan menolong orang lain adalah alasan penting di balik kesediaan menjadi relawan.

55 Subjek jujur dalam tutur kata dan perilaku karena keyakinan subjek bahwa Tuhan melihat dan mengetahui isi hatinya, juga karena pembiasaan subjek untuk selalu bersikap jujur. Hal ini sesuai dengan komponen altruisme menurut Eisenberg dan Mussen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) mengenai kejujuran (honesty). Sedangkan menurut Taylor, Peplau, dan Sears (2009), seseorang merasa bertanggung jawab untuk mengintervensi jika ia memiliki ketrampilan untuk menolong secara efektif. Subjek dipercaya mengemban suatu jabatan tertentu karena sesuai dengan kompetensi dan kemampuan subjek, yang dibuktikan lewat kinerjanya.

56 Subjek suka beramal dan memberi derma karena diajarkan di dalam agamanya, dan hal itu perlu dilakukan oleh setiap muslim. Hal ini sesuai dengan komponen altruisme menurut Eisenberg dan Mussen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) mengenai kedermawanan (generosity). Sedangkan menurut Sears, Freedman, dan Peplau (1985) dan Taylor, Peplau, dan Sears (2009), aturan moral dan keagamaan di banyak masyarakat juga menekankan tugas untuk membantu orang lain. Subjek suka beramal dan memberi derma karena diajarkan di dalam agamanya, dan hal itu perlu dilakukan oleh setiap muslim. Hal yang mendorong subjek untuk beramal dan memberi derma adalah ilmu pengetahuan subjek tentang ajaran agamanya

57 Subjek menghormati privasi dan hak para survivor karena dengan melakukan hal tersebut subjek ingin hak dan privasinya juga akan dihormati orang lain. Hal ini sesuai dengan komponen altruisme menurut Eisenberg dan Mussen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) mengenai mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain. Selain itu, hal ini senada dengan pendapat Batson (1995, 2008 dalam Sarwono dkk., 2009) bahwa altruisme adalah motivasi untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain.

58 3. Bagaimana dampak altruisme relawan bencana jebolnya tanggul Situ Gintung? Tugas yang subjek saling bagi dengan relawan yang lain membawa dampak terhadap kondisi para survivor di sana. Hal ini sesuai dengan komponen altruisme menurut Eisenberg dan Mussen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) mengenai berbagi (sharing). Hal ini juga sesuai dengan fungsi volunterisme bagi individu menurut Clary dkk. (1998) dan Snyder, Clary, dan Stukas (2000) (dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2009) mengenai sosial. Manfaat yang subjek peroleh dengan saling berbagi tugas dengan relawan yang lain, yaitu pengalaman, banyak teman, bisa memperluas jejaring sosial, dan bisa saling berbagi ide

59 Kerjasama yang subjek lakukan dengan relawan yang lain berdampak pada kondisi para survivor di sana. Hal ini sesuai dengan komponen altruisme menurut Eisenberg dan Mussen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) mengenai kerjasama (cooperative). Selain itu juga, sesuai dengan fungsi volunterisme bagi individu menurut Clary dkk. (1998) dan Snyder, Clary, dan Stukas (2000) (dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2009) mengenai pemahaman. Kerjasama yang subjek lakukan dengan relawan yang lain berdampak pada kondisi para survivor di sana. Dampak yang terlihat dan dirasakan, yaitu program bisa berjalan dengan baik.

60 Waktu dan tenaga yang subjek sumbangkan membawa dampak terhadap kondisi para survivor di sana. Hal ini sesuai dengan komponen altruisme menurut Eisenberg dan Mussen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) mengenai menyumbang (donating). Selain itu juga, sesuai dengan fungsi volunterisme bagi individu menurut Clary dkk. (1998) dan Snyder, Clary, dan Stukas (2000) (dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2009) mengenai karier. Dampak yang terlihat dan dirasakan terhadap kehidupan pribadi subjek, yaitu mengasah rasa sosial dan kemanusiaan subjek, memberikan kepuasan tersendiri untuk subjek, dan bisa berpengaruh juga terhadap pekerjaan subjek.

61 Pertolongan yang subjek berikan berdampak pada kondisi para survivor di sana. Hal ini sesuai dengan komponen altruisme menurut Eisenberg dan Mussen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) mengenai menolong (helping). Sementara itu menurut Karim (dalam Kompas, 1 April 2009), bencana alam Situ Gintung bukan hanya menyisakan kesedihan pada keluarga korban, tetapi juga trauma kejiwaan mendalam. Sakit, letih, sedih, dan syok, trauma. Itulah kondisi umum para pengungsi korban jebolnya tanggul Situ Gintung. Dampak yang terlihat dan dirasakan ketika pertolongan tersebut diberikan, yaitu keceriaan dan semangat mereka untuk bangkit kembali dan masyarakat merasa terbantu dengan pertolongan yang diberikan, sedangkan dari pihak relawan merasa puas atas hasil kerja yang dilakukan selama ini dan terus berusaha meningkatkan pelayanan kepada para survivor di sana.

62 Kejujuran subjek dalam tutur kata dan perilaku berdampak pada kondisi para survivor di sana. Hal ini sesuai dengan komponen altruisme menurut Eisenberg dan Mussen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) mengenai kejujuran (honesty). Hal ini juga sesuai dengan fungsi volunterisme bagi individu menurut Clary dkk. (1998) dan Snyder, Clary, dan Stukas (2000) (dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2009) mengenai sosial, yaitu merefleksikan keinginan untuk berteman, melakukan aktivitas yang memiliki nilai signifikan, atau mendapatkan penerimaan sosial. Dampak yang terlihat dan dirasakan ketika subjek jujur dalam tutur kata dan perilaku, yaitu kerelaan subjek melakukan sesuatu dengan sepenuh hati, dan penerimaan para survivor di sana atas bantuan yang subjek dan timnya berikan.

63 Amal dan derma yang subjek berikan berdampak pada kondisi para survivor di sana. Hal ini sesuai dengan komponen altruisme menurut Eisenberg dan Mussen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) mengenai kedermawanan (generosity). Selain itu juga, sesuai dengan fungsi volunterisme bagi individu menurut Clary dkk. (1998) dan Snyder, Clary, dan Stukas (2000) (dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2009) mengenai pengayaan diri, yaitu kegiatan sukarela mungkin membantu orang merasa dibutuhkan atau menjadi orang yang penting, memperkuat harga diri, atau bahkan mengembangkan kepribadian. Manfaat yang subjek peroleh dari uang yang subjek dermakan, yaitu refleksi diri melalui pengalaman, kepuasan bathin, dan menjadi lebih dekat satu sama lain dengan mereka.

64 Hak dan privasi para survivor yang subjek hormati membawa dampak terhadap kondisi mereka di sana. Hal ini sesuai dengan komponen altruisme menurut Eisenberg dan Mussen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) mengenai mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain. Sementara itu menurut Rajaguguk, Sinaga, dan Effendi (2001), batasan sejahtera sangat mudah diinterpretasikan, tergantung pada pendekatan kegiatan sukarela yang dilakukan, maka orang yang dilayani harus memperoleh perbaikan kualitas hidup, seperti perekonomian, pendapatan, kesehatan, pengetahuan, dan lain-lain. Tolak ukur yang subjek gunakan untuk menilai kesejahteraan orang-orang yang subjek tolong adalah kemandirian dan keinginan mereka yang bisa dilihat dari perilakunya, selain itu mereka yang telah mengikuti pelatihan dan mendapatkan modal usaha dipantau terus-menerus perkembangan usahanya.

65 BAB V Penutup A. Kesimpulan 1. Bagaimana gambaran altruisme relawan bencana jebolnya tanggul Situ Gintung? Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil sebuah kesimpulan mengenai gambaran altruisme relawan bencana jebolnya tanggul Situ Gintung, yaitu bahwa subjek berperilaku dan memiliki sifat-sifat altruis seperti saling berbagi (sharing), bekerja sama (cooperative), senang menyumbang (donating), suka menolong orang lain (helping), bersikap jujur dalam tutur kata dan perilaku (honesty), suka beramal dan memberi derma (generosity), serta mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain.

66 2. Mengapa altruisme relawan bencana jebolnya tanggul Situ Gintung seperti itu?
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil sebuah kesimpulan mengenai alasan mengapa altruisme subjek sebagai relawan bencana jebolnya tanggul Situ Gintung seperti itu, yaitu karena subjek memiliki sifat-sifat altruis seperti saling berbagi (sharing), bekerja sama (cooperative), senang menyumbang (donating), suka menolong orang lain (helping), bersikap jujur dalam tutur kata dan perilaku (honesty), suka beramal dan memberi derma (generosity), serta mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain

67 3. Bagaimana dampak altruisme relawan bencana jebolnya
tanggul Situ Gintung? Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil sebuah kesimpulan mengenai dampak altruisme subjek sebagai relawan bencana jebolnya tanggul Situ Gintung, seperti saling berbagi (sharing), bekerja sama (cooperative), senang menyumbang (donating), suka menolong orang lain (helping), bersikap jujur dalam tutur kata dan perilaku (honesty), suka beramal dan memberi derma (generosity), serta mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain.

68 B. Saran Saran yang dapat peneliti berikan kepada subjek adalah agar subjek tetap mempertahankan untuk berperilaku altruis dalam kehidupan sehari-hari dan terus mengembangkan sifat-sifat altruis yang subjek miliki, supaya dapat mendorong dan memberikan efek pembelajaran bagi orang-orang di sekitar subjek. Saran yang dapat diberikan oleh peneliti kepada masyarakat di lingkungan sekitar subjek agar dapat mempelajari, menumbuhkan dan menyosialisasikan budaya altruisme, melalui pola asuh di rumah, pendidikan di sekolah, maupun dukungan masyarakat terhadap kegiatan-kegiatan sosial yang diselenggarakan. Bagi penelitian selanjutnya yang mengangkat tema altruisme dan atau relawan, peneliti menyarankan supaya terus berusaha memperbaharui dan mengembangkan dari hasil-hasil penelitian yang telah ada sebelumnya.


Download ppt "ALTRUISME RELAWAN BENCANA JEBOLNYA TANGGUL SITU GINTUNG"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google