Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Oleh Saratri Wilonoyudho

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Oleh Saratri Wilonoyudho"— Transcript presentasi:

1 “Ngaji Bareng” PERMASALAHAN KEPENDUDUKAN DI JAWA TENGAH (Evaluasi Diri)
Oleh Saratri Wilonoyudho Ketua Koalisi Kependudukan Provinsi Jawa Tengah Peneliti Pusat Kependudukan dan Lingkungan Hidup Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Semarang Anggota Dewan Riset Daerah Jawa Tengah

2 Permasalahan Kependudukan Jateng

3 FAKTA “ANOMALI” ? Ada kab/kota CPR tinggi, tapi TFR juga tinggi (kuadran 1) CPR rendah, TFR tinggi (Kuadran 2) CPR rendah TFR tinggi (Kuadran 3) CPR tinggi TFR rendah (Kuadran 4) “Ada apa denganmu wow wow…..”

4 HARUS DAPAT DIDIAGNOSA
Faktor MKJP rendah DO tinggi ? Salah data ? Faktor sosial-ekonomi-demografis ? Akses pelayanan ? Desain population policy kurang serius dan terencana ? Quality of care KB ? dst

5 CPR : PENTING PENELITIAN TENTANG PERKIRAAN KEBUTUHAN KONTRASEPSI
Untuk menjelaskan perilaku : Ketidakcocokan antar proporsi PUS yang menyatakan tidak ingin anak lagi (barangkali juga minta pelayanan alkon) dan rendahnya praktek penggunaan kontrasepsi (alkon) Determinan fertilitas : Pengetahuan (macam, jenis, efek, manfaat dst) Sikap ? Budaya ? Psikososial ? Praktek (pelayanan, keluhan, dukungan dst) ?

6 CPR : PENTING PENELITIAN TENTANG PERKIRAAN KEBUTUHAN KONTRASEPSI
Dalam Readings in Population Research Methodology Vo.7 Contraception and Family Planning, UN Population Fund (1993) Sudahkah akurat data permintaan potensial, yakni : selisih proporsi responden yang ingin mencegah/menjarangkan anak di masa mendatang dikurangi responden yang menggunakan alkon pada saat survei ?

7 CPR : PENTING PENELITIAN TENTANG PERKIRAAN KEBUTUHAN KONTRASEPSI
Sudahkah diperhitungkan bahwa ada yang karena satu atau lain hal tidak butuh alkon (tak subur, hamil, dan menyusui ?)-namun diberi alkon hingga CPR tinggi Bahkan walau mereka menyatakan akan membatasi/menjarangkan kelahiran di masa mendatang ? Sudahkah memperhitungkan perempuan tidak subur ?

8 CPR : PENTING PENELITIAN TENTANG PERKIRAAN KEBUTUHAN KONTRASEPSI
Masihkah kita kesampingkan fakta perempuan tak subur di antara PUS (malahan masih diberi alkon ?) Sudahkah akurat dalam mengidentifikasi perempuan tidak subur : Jangka waktu “aman” bagi yang menyusui ? Menyatakan subur namun fakta dalam lima tahun terakhir tidak hamil, padahal bersuami dan melakukan kegiatan seksual rutin

9 CPR : PENTING PENELITIAN TENTANG PERKIRAAN KEBUTUHAN KONTRASEPSI
Fakta memang sulit menentukan fekunditas bahwa ia sebelumnya tidak hamil, karena (misalnya) malu (apalagi kalau alkon gratis, ia tetap meminta dst dan dicatat, agar dianggap subur) Kenapa hal ini penting diketahui ? Karena hasil penelitian, perempuan tak subur ternyata cukup tinggi di berbagai negara

10 CPR : PENTING PENELITIAN TENTANG PERKIRAAN KEBUTUHAN KONTRASEPSI
Costarica : 7 % Korsel : 9 % Pakistan : 12 % Thailand : 15 % Masyarakat pra industri 20 % tak subur berusia < 36 th dan 10 % yang berusia 30 tahun

11 CPR : PENTING PENELITIAN TENTANG PERKIRAAN KEBUTUHAN KONTRASEPSI
Mengidentifikasi yang Hamil dengan akurat ? (sulit jika hamil masih awal, dan aborsi terdesak) Fakta bisa saja yang hamil lebih banyak daripada yang tercatat (padahal diberi alkon) Menyusui juga tak berarti bebas dari resiko kehamilan (Mc Cann 1981) 7 % perempuan dari 9 negara hamil walau mengalami masa amenorea pascapersalinan

12 CPR : PENTING PENELITIAN TENTANG PERKIRAAN KEBUTUHAN KONTRASEPSI
20 – 50 % menstruasi, 6 bln pascapersalinan, walau menyusui Bahkan perempuan yang sepenuhnya menyusui 5 kali sehari 23 % haid lagi (Guatemala), dan 50 % di Hongaria Kesimpulannya : yang menyusui jangan disingkirkan dari kebutuhan kontrasepsi !

13 SUDAHKAH STUDI TENTANG DEFINISI AKSEPTOR ?
Jika seorang perempuan mendapatkan alkon dari klinik satu ke klinik lain, dapatkah ia dihitung dari kedua-duanya ? Jika mereka berganti metode, apakah dihitung lagi sebagai akseptor ? Jika minum pil, dan menghentikan sampai ia hamil, lalu minum pil lagi, apakah disebut akseptor baru ?

14 SUDAHKAH STUDI TENTANG DEFINISI AKSEPTOR ?
Ada perempuan mau pakai IUD, namun karena sesuatu hal, ia sementara meminta suami pakai CO, apakah klien tsb dihitung sebagai akseptor IUD atau CO ? Studi tentang hasrat dan variasi metode ini penting

15 Sudahkah Dilakukan Riset Fertilitas Secara Serius ?
Terkait dengan fakta tingginya CPR dan TFR dan tingginya pengetahuan berKB dan praktek, Ronald Freedman (1975) pernah mengajurkan perlunya riset fertilitas secara serius, dan diperluas menyangkut norma dan perilaku reproduksi : ukuran keluarga, determinan sos-ek pada tingkat individu, pasangan, masyarakat dst Kalau variabel antara telah diberikan Davis dan Blake

16 Sudahkah Dilakukan Riset Fertilitas Secara Serius ?
Lapham dan Mauldin (1972) memberikan 15 kriteria program (hasil studi dari 20 negara), terkait penurunan fertilitas yakni : Komitmen kebijakan Alokasi sumberdaya Ketersediaan alkon Usaha kemenkes Kapasitas administrasi Cakupan media massa Rasio PLKB-penduduk dan evaluasi

17 Sudahkah Dilakukan Riset Fertilitas Secara Serius ?
Administratif politik (antinatalis), yakni otoritas untuk memobilisasikan dan mengalokasikan sumber2 daya publik (pemerintah dan struktur politik administratifnya, parpol, kelompok interes, pendukung kebijakan lainnya) Kebijakan publik lewat strategi kependudukan lewat aksi organisasional (manusia, modal, sumberdaya, pola-pola staf, gaya kepemimpinan, logistik, training dan teknologi khusus, alkon dst)

18 Sudahkah Dilakukan Riset Fertilitas Secara Serius ?
Keterkaitan : birokrasi-sistem politik, akan membentuk program kependudukan dan aksinya, shg terbentuk norma-norma reproduksi, lalu ke variabel antara dan ke penurunan TFR

19 INVESTASI PROGRAM KKB ? Hasil penelitian di negara-negara maju menunjukkan investasi program KKB sebesar 5 dollar AS, hasilnya akan sama dengan 100 dollar AS yang diinvestasikan yang lain Bagaimana meyakinkan pemerintah (daerah) ?

20 Sudahkah Dilakukan Riset Serius tentang Target Kependudukan ?
Program KB dimaksudkan untuk memberi pelayanan kepada PUS yang membutuhkan informasi alkon dan jasa pelayanannya. Inilah yang disebut “Target Kependudukan” atau “Eliglibe Population” Dalam Program KB titik pandang untuk itu adalah banyaknya fekunditas dan PUS

21 Sudahkah Dilakukan Riset Serius tentang Target Kependudukan ?
Mengapa belajar target kependudukan ? Sebagai denominator : akseptor dan karakteristik pengguna (umur, pendidikan, sosek, dst), lebih informatif ketika dikaitkan dengan penyebaran target kependudukan Untuk menentukan tingkat permintaan alkon Untuk menentukan variasi permintaan

22 Sudahkah Dilakukan Riset Serius tentang Target Kependudukan ?
Untuk menuntun penyebaran di lapangan karena distribusi geografis Untuk komunikasi khusus karena target yang dihadapi sangat heterogen (usia, pendidikan, budaya dst) Untuk menambah dan mengecek keakuratan servis statistik

23 Sudahkah Dilakukan Riset Serius tentang Target Kependudukan ?
Variabel dasar : Pengetahuan Sikap : merencanakan dalam satu keluarga, sikap menggunakan alkon, motivasi berKB, ukuran keluarga ideal, hasrat ukuran keluarga, hasrat memiliki anak dst

24 Sudahkah Dilakukan Riset Serius tentang Target Kependudukan ?
Praktek : evaluasi penggunaan alkon (kapan menggunakan pertama kali, alasan ketidakajegan, alasan tdk menggunakan alkon sekarang, dst) Variabel lainnya : demografis (usia, anak lahir, kehidupan anak, usia kawin, selang waktu menikah), geografis (desa-kota dst), sosek (pendidikan, pendapatan, status konsumtif dst), sosiokultural (agama, etnis, media massa yang dibaca, dst), komposisi RT (extended atau nuclear family)

25 Jangan2 yang saya sebutkan itulah yang menyebabkan “Anomali” KB di Jawa Tengah
Menurut (SDKI) tahun 2002 (TFR) Jawa Tengah sudah mencapai angka ideal 2,1, namun pada SDKI 2007 dan SDKI 2012, angka itu terus naik menjadi 2,3 dan kemudian 2,5. Pengetahuan wanita berstatus kawin tentang alat dan KB mencapai lebih dari 99,2 %, tahu alat/cara KB moderen 99,1 %, demikian pula pria berstatus kawin angka itu masing-masing 97,2 % dan 96,9 %.

26 “Anomali” KB di Jawa Tengah
Program KB sudah dipahami oleh masyarakat. Hanya yang menjadi persoalan, mengapa tidak diikuti dengan perilaku berKB ? Angka Contraseptive Prevalence Rate (CPR) Jawa Tengah sekitar 60 % (SDKI 2007) 64,5 % (SDKI 2012), mengapa angka TFR justru meningkat mencapai 2,5

27 “Anomali” KB di Jawa Tengah
Hasil SDKI 2012 di Provinsi Jawa Tengah Median umur persalinan pertama 21,9 tahun (nasional 22 tahun) Sebanyak 27 % Wanita tahun sudah punya 2 anak, namun masih ingin, bahkan ada 8,5 % yang sudah punya 3 anak masih ingin anak lagi. Sebanyak 29,7 % Pria tahun yang sudah punya 2 anak tapi masih ingin anak lagi, bahkan ada 13,7 % yang sudah punya 3 anak, namun masih ingin anak lagi

28 “Anomali” KB di Jawa Tengah
Wanita tahun yang tidak menggunakan alkon dan dikunjungi petugas lapangan KB (PLKB), yang berdiskusi tentang KB hanya 5,4 % Sebanyak 51,0 % Wanita kawin usia tahun yang tidak mendengar informasi tentang KB dalam 6 bulan terakhir (angka nasional 45,8 %). Sebanyak 36,7 % Pria tahun tidak mendengar informasi tentang KB dalam 6 bulan terakhir (angka nasional 38,0 %).

29 “Anomali” KB di Jawa Tengah
Wanita kawin yang mendengar informasi KB dari PLKB (16,3 %); Bidan (30,2 %); Guru (0,5 %). Pemuka Agama (2,6 %) Hanya 5,4 % Wanita tahun yang dikunjungi PLKB dan diskusi tentang KB. Hanya 5,8 % Pria tahun yang datang ke Fasilitas Kesehatan dan diskusi tentang KB.

30 “Anomali” KB di Jawa Tengah
Persentase Wanita Kawin menggunakan alat KB Moderen : 61,5 % IUD : 3,6 % Susuk : 5,8 % Suntik : 33,9 % Steril : 4,7 % CO : 2,8 % Steril Pria : 0,4 % Pil : 10,1 %

31 “Anomali” KB di Jawa Tengah
Sebanyak 3,9 % Wanita kawin yang ingin menjarangkan anak namun tidak terlayani KB Sebanyak 6,4 % Wanita kawin yang ingin mencegah anak namun tidak terlayani KB Semua Wanita berpendapat bahwa rata-rata anak ideal adalah 2,5

32 RPJMN Jateng 2013 Sebanyak 86,1 % Keluarga yang mengetahui tentang masa Subur (dari jumlah keluarga) Sebanyak 78,8 % keluarga yang tahu bahwa remaja perempuan dapat hamil walau hanya berhubungan sekali

33 RPJMN Jateng 2013 Sebanyak 58,3 % keluarga tahu tentang peledakan penduduk, untuk PUS (61,3 %); WUS (59,5 %) Hanya 30,7 % PUS yang dikunjungi PLKB yang diskusi tentang KB Sebanyak 80,9 % keluarga yang mengetahui dampak buruk laju pertumbuhan penduduk

34 RPJMN Jateng 2013 Sebanyak 86,3 % keluarga setuju bahwa penduduk tidak perlu diatur atau dikendalikan Sebanyak 28,9 % remaja perempuan berencana menikah pada usia tahun Sebanyak 39,6 % remaja perempuan berencana menikah pada usia tahun Sebanyak 41,2 % remaja laki-laki berencana menikah pada usia tahun Sebanyak 74,7 % remaja laki-laki dan perempuan menginginkan 2 anak jika menikah nanti, dan 14,4 % menginginkan 3 anak

35 RPJMN Jateng 2013 Sebanyak 36,9 % remaja baik laki-laki maupun perempuan menginginkan jarak ideal melahirkan adalah lebih dari 2 tahun Sebanyak 48,3 % remaja perempuan akan ber KB jika menikah nanti Sebanyak 65,3 % remaja pria akan ber KB jika menikah nanti Sebanyak 63,7 % remaja tahu istilah generasi beremcana (Genre) Sebanyak 1,5 % remaja mengaku telah melakukan hubungan sex sebelum menikah

36 Unmetneed dan Kemiskinan
Data BKKBN (2013) menunjukkan ada beberapa kabupaten yang angka unmet need-nya di atas rata-rata Jawa Tengah, yakni : Cilacap (12,91 %), Sragen (12,73 %), Grobogan (12,39 %), Pemalang (11,23 %), Banyumas (11,72 %). Sementara itu, kabupaten-kabupaten tersebut ternyata angka kemiskinannya di atas rata-rata Jawa Tengah.

37 Unmetneed dan Kemiskinan
Data ini makin diperkuat oleh SDKI 2012 bahwa responden yang diwawancarai, sebagian besar juga diduga miskin, terbukti dari wanita kawin usia tahun 69 % hanya berpendidikan tidak sampai SMA, bahkan yang tidak tamat SD ada 41,0 %, sedangkan responden pria, 51 % di antaranya maksimal hanya tamat SD.

38 Unmetneed dan Kemiskinan
Hanya 8,5 % wanita tersebut yang jenis pekerjaannya teknis manajer dan profesional, sedangkan yang pria hanya 6,5 %. Sisanya hanyalah pekerja pabrik, jasa dan penjualan (sektor informal), serta pertanian. Angka DO juga patut diduga dari kondisi ini, karena sebagian besar dari responden menggunakan alkon non-MKJP.

39 Unmetneed dan Kemiskinan
Seperti halnya angka unmet need yang didominasi kabupaten yang tergolong miskin, angka DO juga demikian. Hasil pendataan keluarga 2013 menunjukkan kabupaten yang angka kemiskinannya di atas rata-rata Jawa Tengah angka DO nya banyak yang tinggi, seperti : Wonosobo (17,69 %), Sragen (24,76 %), Pemalang (17,77 %), Cilacap (17,84 %), dan sebagainya.

40 KERANGKA KERJA DAN TFR Jika permintaan naik, maka (ekstremnya) tanpa program KB pun, masyarakat tetap ber KB Peningkatan penawaran (supply) akan mempengaruhi permintaan (demand )?: CPR : Accepatance dan continuity. Acceptance tinggi tapi continuity rendah ? Sama-sama rendah, sama-sama tinggi ?

41 KERANGKA KERJA DAN TFR Terlepas kontinuitas dan efektivitas, suatu metode harus diterima masyarakat sebelum dapat menurunkan TFR Acceptance metode tergantung : sikap PUS, toleransi dan persepsi terhadap efek samping, keragaman metode, profesionalitas tenaga medis, dst Jadi ada faktor instrinsik : karakter sosial ekonomi dan demografi, sistem pemberian layanan, strategi penyempurnaan KB

42 KERANGKA KERJA DAN TFR Bukti empiris di Thailand, Taiwan, India, dst, bahwa unsur mutu pelayanan terhadap CPR dan TFR berkisar pada dua hal pokok : Relatif pentingnya angka akseptan dan kontinuasi dalam meningkatkan CPR Dampak bertambahnya pilihan metode terhadap CPR

43 KERANGKA KERJA DAN TFR Penambahan metode menghasilkan kenaikan bersih prevalensi kontraseptif Program KB dengan satu metode tidak memadai untuk memenuhi tujuan fertilitas individual Ketersediaan banyak metode meningkatkan penggunaan kontrasepsi Prevalensi kontraseptif tergantung pada jumlah metode yang tersedia di berbagai tempat pelayanan

44 KELUARGA BERENCANA SULIT DIJELASKAN MENGAPA DI PERANCIS DIKENAL SEBAGAI “PELOPOR” SANGGAMA TERPUTUS DI INGGRIS DAN AMERIKA DENGAN CARA LAKI-LAKI SEPERTI KONDOM YANG MENONJOL, DIBANDINGKAN NEGARA-NEGARA MAJU LAINNYA JEPANG DENGAN TEKNOLOGI MAJU NAMUN KB-NYA MALAHAN “TRADISIONAL” YAKNI PANTANG BERKALA DAN KONDOM SEBALIKNYA DI INDONESIA BIAS GENDER : CARA WANITA YANG MENONJOL YAKNI PENGGUNAAN PIL DAN IUD YANG TINGGI. KEPERAWANAN DIPERSOALKAN KEPERJAKAAN TIDAK

45 BASIS DATA KB HARUS ADA BASIS DATA YANG MENDUKUNG VARIABEL ANTARA MANA SAJA YANG MEMPENGARUHI FERTILITAS DARI TITIK INI PROGRAM KB TIDAK HANYA MELALUI PROGRAM PELAYANAN DAN SOSIALISASI NAMUN KE STRATEGI SOSIAL-BUDAYA PERUBAHAN STRATEGI OTONOMI DAERAH, PROGRAM KB HARUS DIHIDUPKAN DENGAN PENDEKATAN BARU DAN RENTANG KENDALI DARI PUSAT

46 PROGRAM KKB DAN PENELITIAN
SDM dengan penelitian dan simulasi-simulasi untuk menghasilkan : analisis kebutuhan alkon, analisis unmet need (pengukuran kebutuhan tak terpenuhi); selama ini unmet need hanya bagi PUS nikah, yang tidak nikah resmi ? Status kesuburan Ahli komunikasi massa yang sanggup menggerakkan masyarakat dan mempengaruhi tingkat permintaan ber KB

47 Melalui Peraturan ? Saat ini PTN sudah mewajibkan calon mahasiswa mengisi surat perjanjian tidak akan merokok Bisakah untuk (misalnya) berjanji tidak menikah sebelum usia 20 untuk wanita dan 25 untuk laki-laki ? Ikatan dinas untuk menunda menikah ? Seperti BKKBN, jumlah anak yang dimiliki akan dijadikan pertimbangan untuk menduduki jabatan di semua birokrasi

48 MEMPERJELAS VISI DAN ARAH PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN
MASIH BIAS KEPADA TARGET KUANTITATIF PENDUDUK TIDAK TAHU ARAH KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN KARENA DATA DAN INFORMASI TIDAK TERSEDIA LENGKAP MASALAH KELEMBAGAAN KESERASIAN KEBIJAKAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH BELUM TERJALIN BEBERAPA ISU SERING TERABAIKAN, SEPERTI LANSIA, GENDER, KEMISKINAN, dst

49 BONUS DEMOGRAFI Bonus demografi masih disikapi “salah kaprah” karena hanya masalah kuantitatif Padahal masalahnya juga kualitatif, yakni mutu dan daya dukung lingkungan Misal Jateng 40 juta usia produktif, 20 juta non-produktif. Secara kuantitatif sdh memasuki jendela peluang, namun daya dukung lingkungan ?

50 KB DI MASA MENDATANG BUKAN HANYA QUALITY OF SERVICES NAMUN SUDAH HARUS BERPARADIGMA QUALITY OF CARE CIRI-CIRI QUALITY OF CARE : ADALAH CARA-CARA KLIEN DIPERLAKUKAN OLEH SISTEM BUKAN HANYA DARI SEGI TEKNIS SEMATA, NAMUN JUGA HUBUNGAN ANTARPRIBADI

51 QUALITY OF CARE SETIDAKNYA ADA BEBERAPA SYARAT
PENGETAHUAN YANG MEMADAI KERAHASIAAN KEAMANAN MEMAHAMI PERASAAN KLIEN HORMAT DAN SEBAGAINYA

52 PRINSIP QUALITY OF CARE
PERHATIAN UTAMA ADALAH KLIEN INFORMASI KLIEN MERUPAKAN UNSUR DALAM MENENTUKAN STANDAR PELAYANAN UKURAN KEBERHASILAN ADALAH KEPUASAN KLIEN DAN MENINGKATNYA PENGETAHUAN KLIEN TENTANG REPRODUKSI YANG SEHAT

53 KUALITAS PELAYANAN KB PENYEDIA LAYANAN MENAWARKAN METODE KONTRASEPSI YANG TEPAT KEPADA SEMUA KLIEN DENGAN TANPA MEMPRIORITASKAN ATAU MEMBATASI SESUATU METODA KONTRASEPSI SECARA TIDAK PERLU PENYEDIA LAYANAN SECARA TEKNIS MAMPU MELAKUKAN SCREENING KLIEN UNTUK MENGIDENTIFIKASI KONTRAINDIKASI DAN MAMPU MEMBERI PELAYANAN KLINIS SECARA EFEKTIF

54 KUALITAS PELAYANAN KB KLIEN MEMILIKI INFORMASI YANG LENGKAP MENGENAI PILIHAN-PILIHAN KONTRASEPSI YANG TERSEDIA DAN MASING-MASING KONTRAINDIKASINYA, EFEK SAMPING YANG MUNGKIN TERJADI, PELAYANAN LANJUTAN YANG DIPERLUKAN, DAN BERAPA LAMA METODE TERPILIH EFEKTIF

55 KUALITAS PELAYANAN KB PENYEDIA LAYAN MENCARI INFORMASI MENGENAI LATAR BELAKANG KLIEN, TUJUAN REPRODUKSINYA, PENGALAMAN PENGALAMAN YANG PERNAH DIMILIKINYA TERKAIT KONTRASEPSI DAN PREFERENSINYA, DAN KEMUDIAN MEMBANTU KLIEN MEMILIH KONTRASEPSI YANG SESUAI

56 KUALITAS PELAYANAN KB KLIEN MENERIMA INFORMASI MENGENAI KEMUNGKINAN PERGANTIAN METODE KONTRASEPSI ATAU SUMBER-SUMBER SUPLAI PELAYANAN DAN MEMBUAT JADWAL PELAYANAN LANJUTAN PENYEDIA LAYANAN MEMPERLAKUKAN KLIEN SECARA WAJAR DAN MANUSIAWI, MELINDUNGI RAHASIA PRIBADINYA, BERBAGAI RASA DAN INFORMASI DAN MELAKUKAN WAWANCARA SECARA INTERPERSONAL

57 Family Planning Program Effort Scale (Mauldin, 1991)
I. Policy and stage-setting activities 1. governments official policy or position concerning fertility/family planning and rates of population growth 2. favorable statements by leaders 3. level of family planning program leadership 4. age at marriage policy

58 Family Planning Program Effort Scale
5. import laws and legal regulations regarding contraceptives 6. Advertising of contraceptives in the mass media allowed 7. other ministries/government agencies involved 8. in-country budget for program

59 Family Planning Program Effort Scale
II. Service and service-related activities 9. involvement of private sector agencies and group 10. civil bureaucracy used 11. communty-based distribution 12. social marketing 13. postpartum program 14. home visiting workers

60 Family Planning Program Effort Scale
15. administrative structure 16. training programs 17. personnel carry out assigned tasks 18. logistics and transport 19. supervision 20. mass media for information, education and communication

61 Family Planning Program Effort Scale
21. Incentives/disincentives III. Record keeping and evaluation 22. record keeping 23. evaluation 24. management use of evaluation findings

62 Family Planning Program Effort Scale
IV. Availability and accessibility of fertility control methods 25. male sterilization 26. female sterilization 27. pills and injection 28. condom, diapragm, spermicide 29. IUD 30. abortion

63 Masalah Mutu Penduduk di Jawa Tengah
Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2010 (BPS) Belum/tdk pernah sekolah: 8,13 % Tidak ada ijazah SD: 18,91 % SD/MI: 34,55 % SMP: 18,11 % SMA: 10,48 % Dipl/PT : 4,93 % Buta Huruf: 8,98 %

64 Masalah Mutu Penduduk di Jawa Tengah
Angkatan Kerja : 16,92 juta Bekerja : 15,92 juta Penganggur Terbuka : 6,21 % Angkatan kerja semua sektor naik jumlah pekerjanya, kecuali sektor pertanian turun sekitar -240 ribu pekerja. Ini artinya sektor pertanian tidak menarik bagi para pencari kerja.

65 Masalah Mutu Penduduk di Jawa Tengah
Buruh/karyawan : 4,49 juta (28 %). Berusaha dibantu buruh tidak tetap : 3,37 juta (24%). Pekerja Keluarga : 2,85 juta (17,90 %). Ini artinya pekerja di Jateng SDM nya rendah ? PMA (modal asing) 30 % dan PMDN (modal dalam negeri) hanya 9 %. Artinya pengusaha dalam negeri belum berdaya.

66 Kerusakan Lingkungan di Jateng
Alih fungsi lahan di Jawa Tengah telah sampai tahap yang mengkhawatirkan. Sekitar hektare per tahun lahan pertanian produktif menyusut. Kini Jateng telah kehilangan sawah sebanyak hektare akibat beralih fungsi ini.

67 Kerusakan Lingkungan dan Bencana di Jateng
Tahun 2009           sebanyak 580 kejadian Tahun 2010           sebanyak 689 kejadian Tahun 2011           sebanyak 778 kejadian Selama tahun , dari 2047 kejadian bencana tersebut, kejadian bencana paling banyak adalah banjir (450 kejadian), disusul tanah longsor (355 kejadian) dan kemudian wabah penyakit dan epidemi (349 kejadian).

68

69

70

71

72

73

74

75 SEKIAN TERIMA KASIH


Download ppt "Oleh Saratri Wilonoyudho"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google