Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

LANSEKAP POLITIK PENATAAN RUANG

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "LANSEKAP POLITIK PENATAAN RUANG"— Transcript presentasi:

1 LANSEKAP POLITIK PENATAAN RUANG
ERNAN RUSTIADI Center for regional Systems Analysis, Planning and Development (CRESTPENT) Bogor Agricultural University (IPB)

2 Outline PENGANTAR KONFLIK PENATAAN RUANG: Pertarungan Politik Ruang
URAIAN SINGKAT SISTEM PENATAAN RUANG (menurut UU 26/2007) URAIAN SINGKAT SISTEM PENATAAN RUANG KEHUTANAN (menurut UU 26/2007) PENUTUP

3 I PENGANTAR

4 Penataan Ruang vs Pengelolaan Sumberdaya Bersama (Common Pool Resources/CPRs)
Adanya penataan ruang timbul dari timbulnya permasalahan dan kesadaran di dalam pengelolaan sumberdaya-sumberdaya bersama (CPRs) dalam perspektif spasial dan fisik Efektivitas penetaan ruang dan pengelolaan sumberdaya tidak semata-mata ditentukan oleh aspek-aspek teknis tetapi juga sangat ditentukan oleh pengaturan kelembagaannya (institutional arrangement)

5 Perspektif Ekonomi tentang Penataan Ruang
Pandangan “ekonomi klasik dan neoklasik” mengakui ‘kegagalan pasar bersaing sempurna’ (market failure) terkait dengan: barang publik (the commons) dan konsumsi kolektif, eksternalitas atau efek spill over, dan kondisi “dilema narapidana” (prisonner dilemma) isu-isu sistem distribusi.

6 Dalam Ilmu politik dan etika, mempromosikan common good berarti untuk keuntungan anggota-anggota masyarakat (society) Dalam ideologi negara kita ”untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Mengadakan/mengelola common good berarti menolong semua orang atau setidaknya mayoritas masyarakat, atau selaras dengan istilah kesejahteraan umum (general welfare).

7 Public goods, externality and market failure problems
Market Failure (kegagalan pasar): tidak adanya koodinasi pasar hingga tidak sanggup untuk menyediakan banyak barang secara efisien (produktif) dan berkelanjutan Penataan Ruang adalah bentuk intervensi positif berdimensi ruang dalam menanggulangi kegagalan pasar Intervensi dilakukan oleh institusi publik, yakni institusi masyarakat (lokal), pemerintah dan institusi global Sifat-sifat public good, eksternalitas dan kegagalan pasar adalah satu mata rantai yang sering timbul di dalam pengelolaan SDA dan ruang.

8 Tragedy of the commons (Garret Hardin, 1968)
Apabila seseorang membatasi penggunaan sumberdaya dan tetapi tetangganya (masyarakat lainnya) tidak, maka (kuantitas/kualitas) sumberdaya akan turun (ruin) orang yang membatasi penggunaan sumberdaya tadi akan kehilangan keuntungan jangka pendek akibat alokasi yang dilakukan orang tersebut.

9 Rejim Pengelolaan atas Sumberdaya Bersama (Ostrom et al., 2002)
State Property Common Property Private Property Open Access

10 Bundle of rights atas sumberdaya (Schagler and Ostrom, 1992)
Access: otoritas untuk masuk Withdrawal: otoritas untuk pengambilan unit sumberdaya Management: otoritas membuat keputusan bagaimana pemanfaatan sumberdaya Exclusion: otoritas memutuskan siapa boleh (tidak boleh masuk) Transfer: otoritas menjual, menyewakan atau mewariskan Dua hak pertama adalah level operasional dan tiga sisanya hak pilihan bersama (collective choice rights) Semakin lengkap hak-hak dimiliki semakin bersifat private, semakin sedikit semakin ke arah common property right.

11 Faktor Penentu Institutional Design
karakteristik SDA karakteristik user/stakeholders keseimbangan antara supply dan demand, dari sistim nilai (ideologi).

12 Prinsip yang dapat meningkatkan keragaan disain kelembagaan pengelola CPRs (Ostrom 1990; Tucker 1999; Bardhan 1999): Peraturan dibuat dan diselenggarakan oleh pengguna sumberdaya Dibuat aturan yang relatif mudah dimonitor Aturan dapat diberlakukan (enforcable) Sanksi diterapkan Ajudifikasi tersedia dengan biaya yang murah Sistem monitoring dan aparatnya akuntabel Lembaga-lembaga pengaturan CPRs berada dalam beberapa tingkatan Prosedur-prosedur dimunculkan berdasarkan aturan-aturan yang terevisi

13 Fase dan Isu Sistem Penataan Ruang di Indonesia
Trans- Boundary Mechanism (Penataan Ruang Wilayah Fungsional) Penguatan Common Property Open Access & Market failure Penataan Ruang (Public Sectors) Kesejahteraan Keberlanjutan Pemerataaan /Keadilan Government Failure Urban Bias Terrestrial Bias Government Bias Administrative bias Participatory Sustainable welfare

14 II KONFLIK PENATAAN RUANG: Pertarungan Politik Ruang

15 Konflik Penataan Ruang
Lansekap politik tata ruang Indonesia tidak semata diwarnai konflik kepentingan “klasik”: pemerintah vs swasta vs masyarakat Konflik yang lebih tajam justru terjadi pada konflik internal antar institusi pemerintah: sektor vs sektor vs …….vs sektor vs Pemda

16 Hipotesis Lansekap Politik Institusi Pemeritah dalam Tata Ruang di Indonesia
UU/PP Kepentingan Objektif/Umum Subjektif K Kehu- Tanan UU 41/1999 PP 10/2010 Pelestarian Hutan Kewenangan eksklusif pengelolaan Kaw Hutan Kemen PU UU 26/2007 PP 26/2008 PP 15/2010 Koordinasi Penataan Ruang Kemudahan pengembangan infrastrukutur jalan (tol) BPN UU 5/1960 PP 11/2010 Reforma Agraria Mempertahankan Kewenangan terpusat hak guna tanah Bappenas UU 25/2004 Koordinasi Sist Perenc Nasional Superioritas kebijakan sistem perencanaan nasional, termasuk yg berdimensi spasial PEMDA UU 32/2004 Pembangunan Daerah - Otonomi lebih luas tata kelola SDA daerah – - Meningkatkan PAD KLH UU 32/2009 Pembangunan Berwawasan Lingkungan Kewenangan perencanaan & pengendalian yang lebih luas dalam pengel SDA, Lingkungan & wilayah K Perta- Nian UU 41/2009 Ketahanan Pangan Mencegah alih fungsi lahan sawah perlindungan usaha agribisnis (perkebunan) K ESDM UU 22/2001 UU 4/2009 Pembangunan Energi & SD devisa Nasional Akses penambangan di kaw lindung Hak eksklusif kaw tambang

17 Pergeseran Kewenangan atas Ruang
UU Kehutanan/KSDA (UU 5/1967; UU 5/1990; UU 41/1999) Ruang Hub Hukum Org – SDA/Ruang UUPA (UU 5/1960) Kawasan Non Hutan Kawasan Hutan UUPA (UU 5/1960) Pemanfaatan Ruang UU Penataan Ruang (UU 24/1992; UU 26/2007) Bappenas PU

18 Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) Kepres 4/2009
Ketua: Menko Bidang Perekonomian; Wk Ketua I: Menteri PU; Wk Ketua II: Menteri Dalam Negeri; Sekretaris : Menneg PPN/Ka Bappenas Anggota : 1. Menteri Pertahanan; 2. Menteri ESDM; 3. Menteri Perindustrian; 4. Menteri Pertanian; 5. Menteri Kehutanan; 6. Menteri Perhubungan; 7. Menteri Kelautan dan Perikanan; 8. Menteri Negara Lingkungan Hidup; 9. Kepala Badan Pertanahan Nasional; 10. Wakil Sekretaris Kabinet. Ketua Tima Pelaksana: Men PU Wk Ketua I :Deputi Perekononomian Bdg Infrastruktur dan Bangwil Wk Ketua II : Deputi Ka Bappenas Bdg Pengembangan Regional dan OTDA Wk Ketua III: Direktur Jenderal Bina Bangda Depdagri

19 Konflik-konflik tata ruang dalam sistem pemerintah
Konflik peraturan perundangan Konflik Kewenangan dan kepentingan lembaga Konflik terkait nomenklatur (peristilahan)

20 Konflik Peraturan Perundangan
Kajian Sumarjono, Rustiadi, Hasan dan Damai (2009) tentang Review 12 UU terkait pengelolaan SDA: Ketidakkonsistenan berbagai UU terkait penguasaan, pemanfaatan dan penggunaan SDA Sektoralisme pengelolaan SDA Tidak/kurangnya Sinkronisasi horisontal antar UU terkait SDA

21 III URAIAN SINGKAT SISTEM PENATAAN RUANG (menurut UU 26/2007)

22 Penyelenggaraan Penataan Ruang
Pengaturan Pembinaan Pelaksanaan Pengawasan upaya untuk memberikan landasan normatif bagi Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang diseleng- garakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, peman- faatan dan pengendalian Pemanfaatan ruang upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku Perencanaan Tata Ruang Pemanfaatan Ruang Pengendalian Pemanfaatan Ruang Upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta Pembiayaanny Upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang sehingga pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui pengaturan zonasi, perizinan, pemberian insentif & disinsentif, pemantauan, evaluasi, dan pengenaan Sanksi Suatu proses untuk menentukan struktur dan pola ruang dimasa depan yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang Pemantauan Evaluasi Pelaporan Penyusunan pedoman dan peraturan perundang-undangan bidang penataan Ruang Pemerintah kepada pemerintah daerah dan masyarakat Pemprov. kepada Pemerintah Kab./Kota dan masyarakat Pemerintah Kab./Kota kepada masyarakat Pelaksanaan program pembangunan beserta pembiayaannya dengan mengacu pada fungsi yang ditetapkan dalam RTR Penyusunan rencana tata ruang Penetapan rencana tata ruang Perizinan Insentif – disinsentif Peraturan zonasi Sanksi DJPR-Dep. PU

23 LINGKUP PELAKSANAAN A. PERENCANAAN TATA RUANG
suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang Pelaksanaan penataan ruang B. PEMANFAATAN RUANG upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya C. PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang 24

24 A. PERENCANAAN TATA RUANG
2.7. …Lanjutan A. PERENCANAAN TATA RUANG Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang. Rencana struktur ruang meliputi rencana sistem permukiman danrencana sistem jaringan prasarana. Rencana pola ruang meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya. B. PEMANFAATAN RUANG Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya. Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang, dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lain. C. PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Pengendalian pemanfaatan ruang dimaksudkan agar pemanfaatan ruang dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang. 25

25 RUANG LINGKUP PELAKSANAAN
A. PERENCANAAN TATA RUANG suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang Pelaksanaan penataan ruang B. PEMANFAATAN RUANG upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya C. PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang 24

26 A. PERENCANAAN TATA RUANG
Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang. Rencana struktur ruang meliputi rencana sistem permukiman danrencana sistem jaringan prasarana. Rencana pola ruang meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya. B. PEMANFAATAN RUANG Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya. Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang, dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lain. C. PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Pengendalian pemanfaatan ruang dimaksudkan agar pemanfaatan ruang dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang.

27 Rencana Tata Ruang Umum Ruang Rinci RTRWN RTRWP RTRWK
RTR Pulau/Kepulauan RTR Kawasan Strategis Nasional RTR Kawasan Strategis Provinsi Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) RTR Kawasan Strategis Kab/Kota

28 Berbagai Bias dalam Sistem Penataan Ruang Indonesia saat ini
Government Bias Urban Bias Planning Bias Terrestrial Bias Administrative Region & Economic Bias Participatory Urban-Rural linkages Spatial Arrangement as process Archipelagic Nation Based Administrative & Functional Region (Ecoregion)

29 Pasal 60 Pasal 61 Pasal 65 & 66 H A K KEWAJIBAN PERAN
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT Pasal 60 Pasal 61 Pasal 65 & 66 H A K KEWAJIBAN PERAN mengetahui rencana tata ruang; menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang; memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang; mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan di wilayahnya yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya; mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan; mematuhi larangan: partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang; partisipasi dalam pemanfaatan ruang: partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang. melanggar kekentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang. menghalangi akses terhadap sumber air, pesisir pantai, serta kawasan-kawasan yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan sebagai milik umum 41 29 29

30 IV URAIAN SINGKAT SISTEM KEHUTANAN (menurut UU 41/1999)

31 Pengertian Hutan  Kawasan Hutan
Definisi Hutan : suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Pasal 1 angka 2 UU No. 41 Tahun 1999) Kawasan hutan : wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap (Pasal 1 Angka 3 UU No. 41 Tahun 1999) Pengertian Hutan  Kawasan Hutan 31 31

32 Wewenang Pemerintah (Pasal 4 UU No. 41 Tahun 999):
Mengatur, mengurus hal yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, Menetapkan atau mengubah status kawasan hutan, Mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan, serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan. 32 32

33 Sejarah Kawasan Hutan ?? 1980 - 1992 1999 2005 < 1980 UU No.
41/1999 24/1992 5/1967 Hutan register Penunjukan partial TGHK Paduserasi RTRWP Usulan Perubahan Kawasan dalam Review RTRWP/K dan Pemekaran 5/1990 UU No. 32/2004 UU No. 26/2007 2004 2007 Z. KOLONIAL BELANDA ----- ?? PP 10/2010 PP 15/2010

34 Landasan Hukum Penataan Ruang Kehutanan
UU No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan (Pasal 3, Pasal 17 dan Pasal 18) : a. Keberadaan hutan terjamin dengan luasan dan penutupan hutan yang cukup dan sebaran yang proporsional, minimal 30% dari luas DAS dan atau pulau; b. Optimalisasi fungsi hutan (konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi) c. Meningkatkan daya dukung DAS; d. Pembentukan unit pengelolaan dilaksanakan dengan mempertimbangkn karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi hutan, kondisi DAS, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat setempat termasuk masyarakat hukum adat dan batas administrasi pemerintahan. UU No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang (Pasal 17) : Dalam rangka pelestarian lingkungan, dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas DAS. Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan keterkaitan antarwilayah, antarfungsi kawasan, dan antarkegiatan kawasan.

35 Fungsi Pokok Kawasan Hutan
Hutan Konservasi : kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Luas hutan konservasi 20,5 juta ha. Hutan Lindung : kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah instrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Luas hutan lindung 33,52 juta ha. Hutan Produksi : kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Luas hutan produksi 66,33 juta ha (termasuk hutan produksi yang dapat dikonversi). 35 35

36 Kriteria Penetapan Fungsi Kawasan Hutan :
PP No. 44 Tahun 2004 Tentang Perencanaan Kehutanan dan PP No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Kriteria Hutan Lindung dan Hutan Produksi didasarkan pada faktor-faktor kerentanan alam terhadap bencana (kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan). PP No. 68 Tahun 1998 Tentang KSA dan KPA Kriteria Hutan Konservasi didasarkan pada ciri khas alam hayati dan ekosistem yang rentan kerusakan dan bencana lingkungan. Kondisi penutupan lahan bukan merupakan kriteria utama penentuan fungsi kawasan hutan . 36 36

37 Pasal 5 dan penjelasan UU 26/2007
FUNGSI KAWASAN Kaw. yg memberikan perlind. kaw. bawahannya Kaw. perlindungan setempat Kawasan Lindung Kaw. suaka alam & cagar budaya Kaw. rawan bencana alam Kaw. lindung lainnya Fungsi Kawasan Kaw. perunt. hutan produksi Kaw. perunt. hutan rakyat Kaw. perunt. pertanian Kaw. perunt. perikanan Kawasan Budidaya Kaw. perunt. pertambangan Kaw. perunt. permukiman Kaw. perunt. industri Kaw. perunt. pariwisata Kaw. tempat ibadah Kaw. penddikan Kaw. hankam

38 (Pasal 5 UU No. 26/2007 ; Penjelasan)
A. Kawasan lindung, meliputi: 1. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya ; kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air, 2. Kawasan perlindungan setempat ; sempadan pantai/ sungai, sekitar danau/waduk dan sekitar mata air, Kawasan suaka alam dan cagar budaya ; kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, cagar alam, suaka margasatwa, kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan. 4. Kawasan rawan bencana alam ; kawasan rawan letusan gunung berapi, kawasan rawan gempa, kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang pasang dan kawasan rawan banjir, 5. Kawasan lindung lainnya; taman buru, cagar biosfir, kawasan perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa dan terumbu karang. B. Kawasan budidaya, meliputi: kawasan peruntukan hutan produksi (HP,HPT, HPK), hutan rakyat, pertanian, perikanan, pertambangan, permukiman, industri dan pariwisata

39 Kawasan lindung dan kawasan budidaya dalam konteks peraturan
UU No.41/1999 dan UU No.5/ UU No. 26/2007 Kawasan lindung dan kawasan budidaya dalam konteks peraturan perundang-undangan bidang kehutanan. 1. Kawasan Lindung a. Hutan Konservasi (HK) - Kawasan Suaka Alam (KSA) ; Cagar Alam (CA) dan Suaka Margasatwa (SM), - Kawasan Pelestarian Alam (KPA) ; Taman Nasional (TN), Taman Hutan Raya (Tahura), Taman Wisata Alam (TWA), - Kawasan Taman Buru (TB) b. Hutan Lindung (HL), (skor > 175, lereng >40%, tinggi > dpl, dll) 2. Kawasan Budidaya a. Hutan Produksi Terbatas (HPT) Kawasan hutan dgn skor (kelas lereng, jenis tanah intensitas hujan) b. Hutan Produksi Tetap (HP); skor < 125 (kelas lereng, jenis tanah, intensitas hutan) c. Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) Kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk transmigrasi, permukiman, pertanian, perkebunan

40 V PENUTUP

41 Politik Ruang yang tidak kondusif telah menciptakan berbagai bentuk “konflik” penataan ruang dan “ketidakpastian” tata kelola ruang Ketidakpastian akibat berbagai ketidakkonsistenan sistem penataan ruang adalah “ladang empuk” bagi pemburu rente (korupsi, manipulasi, dll) Hambatan utama bagi kegiatan investasi (kepastian usaha, pengadaan sumberdaya publik, dll) Biaya Ekonomi Tinggi

42 Diperlukan adanya ketentuan peraturan perundangan terkait ruang dan pengelolaan sumberdaya alam yang berdiri di atas semua sektor Lembaga penataan ruang yang kokoh di atas kepentingan semua sektor Penyelarasan ulang nomenklatur penataan ruang


Download ppt "LANSEKAP POLITIK PENATAAN RUANG"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google