Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Merajut Makna Putu Laxman Pendit.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Merajut Makna Putu Laxman Pendit."— Transcript presentasi:

1 Merajut Makna Putu Laxman Pendit

2 Isi Buku Jadi, mau pakai penelitian kualitatif, nih?
Di antara buku, jus, dan jazz. Menjadi bagian dari mereka. Tentang alat, isi, dan manusia. Belajar bersama. Ke perpustakaan, gitu loh! Mencari spirit teknologi. Menuju titik jenuh. Mengungkap dan menjelaskan

3 Jadi, mau pakai penelitian kualitatif, nih?!
Pengalaman pribadi dan memperhatikan rekan-rekan sesama peneliti kualitatif  ada sesuatu yang khas dalam cara kerja seorang peneliti kualitatif; ada cara pandang peneliti dan bagaimana ia memberlakukan hal-hal yang sedang ditelitinya. Ada semacam kepribadian tertentu. bricoleur, seseorang yang melakukan bricolage. Dalam bahasa Inggris, dikenal istilah DIY (do-it-yourself). karakteristik pembuat quilts, banyak melakukan kegiatan “kerajinan” menggunakan perangkat estetika; “… goes beyond the pragmatic or practical”. sering melakukan apa yang disebut teknik montase (montage). seorang pelukis dengan teknik pentimento –sebuah teknik menimpa gambar, atau menggambar di atas gambar yang sudah ada, sedemikian rupa sehingga hasil akhirnya merupakan sebuah citra yang baru. Sisi pandang manusiawi Etnografi (ethnography), observasi sangat intensif terhadap sekelompok orang untuk memahami kehidupan mereka secara sosial budaya. Interaksionisme simbolik (symbolic interactionism), meyakini bahwa perilaku manusia ditentukan oleh bagaimana ia memaknai dunianya melalui penggunaan simbol-simbol . Fenomenologi (phenomenology) mempelajari hakikat kesadaran manusia (consciousness) khususnya untuk memahami bagaimana pengetahuan seseorang menjadi dasar dari tindakan dan tujuan/maksud (intention). Hermenetika (hermeneutics) kajian interpretasi dan makna dari tindakan-tindakan manusia, ingin memahami konteks, proses kreatif, dan pengaruh kekuatan-kekuatan sosial-historis pada kehidupan manusia

4 Jadi, mau pakai penelitian kualitatif, nih?!
Berg (1989) menyatakan, Qualitative research properly seeks answers to questions by examining various social settings and the individuals who inhabit these settings. Qualitative researches, then, are most interested in how humans arrange themselves and their settings and how inhabitants of these settings make sense of their surroundings through symbols, rituals, social structures, social roles, and so forth (hal. 6). Deacon (2006 : 95) mengatakan bahwa bidang penelitian kualitatif mengandung pengalaman manusia yang amat multidimensional. Seorang peneliti kualitatif dituntut menjadi peka sekaligus kreatif. Menggunakan berbagai metode yang mungkin terkesan aneh dalam lingkungan ilmiah, misalnya membuat patung (sculpting), fotografi atau videografi, menggambar dan melukis, permainan peran (role playing), penggunaan metafora, dan sebagainya. LeCompte dan kawan-kawan (1993 : 25) : The personal life experiences, cultural ideologies, disciplinary training, philosophical commitments, and issues and problems identitified by significant others that so clearly affect goals and questions operate far more subtly on choices of research design (…) we refer to these influences as informal, personal, and tacit theory..

5 Jadi, mau pakai penelitian kualitatif, nih?!
Memilih untuk menjalani penelitiannya seperti ia menjalani hari-harinya, seolah-olah tak ada yang istimewa. Semua berlangsung “seperti biasanya”, dan inilah salah satu tantangan bagi seorang peneliti kualitatif. Bagaimana ‘menemukan’ sesuatu yang istimewa dari keadaan sehari-hari; sesuatu yang dapat diakui sebagai ‘temuan penelitian’? Musti memiliki kemampuan mengidentifikasi hal yang istimewa di tengah kehidupan sehari-hari (to identify what is remarkable in everyday life). Sekaligus kemampuan mengenali keadaan yang biasa di dalam situasi yang istimewa (being able to locate the mundane features of extraordinary situations). Anjuran Silverman (2007), antara lain: Hindari anggapan bahwa hidup sehari-hari membosankan atau “sudah dari sananya”. Perlakukan semua kejadian, keadaan, atau situasi yang “wajar” sebagai berpotensi menjadi istimewa. Hindari anggapan bahwa pengalaman orang lain adalah sumber data utama sehingga harus selalu ada wawancara. Kenali bahwa percakapan, dokumen, dan artefak lain, selain interaksi antar-manusia, juga dapat memberikan masukan data.

6 Etnography Ethnographic research is described most simply as “an approach to learning about thesocial and cultural life of communities, institutions,and other settings” (Schensul, Schensul & LeCompte1999, 1). One of the hallmarks of ethnographic research is the end product – an ethnography – a writ-ten account of all observations, conversations, dis-coveries, and insights gathered during the researchprocess, compiled in a meaningful way. Fetterman(1998) described writing the ethnography as “the artand science of describing a group or culture”, andthe ethnographer as both “storyteller and scientist.”Fetterman (1998, 1) goes on to say that “the ethnog-rapher writes about the routine, daily lives of peo-ple. The more predictable patterns of human thoughtand behavior are the focus of inquiry.” The goal isto observe and study as many components of the en-vironment as possible – because the elements takentogether will provide a more complete understand-ing than looking at any one person, small group,trend, trait, or behavior, alone.

7 Etnography (2) As early as 1896, librarians were beginning to recognize that in order to provide better library ser-vices, they needed to be far more sensitive andinformed about the community and surrounding en-vironment. Mary Cutler (1896) talked specificallyabout a process that would later be referred to ascommunity analysis – suggesting that librarians beproactive in learning about their surrounding com-munity, in order to “catch the spirit of the civic lifeand relate the library to the whole” (1896, 448).Community analysis, an activity that involves gath-ering a wide variety of information about the com-munity in order to evaluate current services and planfor the future, was seen as being an “essential ele-ment of librarianship” (Sarling & Van Tassel 1999,7). A number of authors have written about the ap-plication of the community analysis within libraries,including Bone (1976); Wheeler (1924); and Carno-vosky and Martin (1944).Although community analysis is not classified asa type of qualitative or interpretive research, nor de-signed to produce an ethnography, the elements andactivities needed to assemble the analysis have much in common with the ethnographic approach. Payingattention to everyday details in all areas of thecommunity and formulating a sense of not just whothe members are, but also context and meaning, arecritical. Evans (1976, 454) suggests that the com-munity analysis “is as basic to library managementas the physician’s diagnosis is to the practice of medicine.” Greer and Hale (1982) are well knownfor developing the Community Analysis ResearchInstitute (CARI) model, which provides an actualformat for community analysis. The model providesa way to systematically collect, organize and analyzedata about the library, its users and the community(Greer & Hale 1982, 358).

8 Phenomenology Van Manen (2007) states that “phenomenological research is the study of lived experience. To say the same thing differently: phenomenology is the study of the lifeworld - the world as we immediately experience it pre-reflectively rather than as we conceptualize, categorize, or reflect on it” (p. 9). Phenomenological research is not, strictly speaking, a method of research so much as a philosophical framework directed by the aim of being presuppositionless. Any method or technique employed in phenomenology must be guided by this pursuit. The hermeneutic aspect of hermeneutic phenomenology implies interpretation. It is based on the premise that any rendering of meaning derived from the descriptions is an interpretive act.

9 Menjadi bagian dari mereka
ETNOGRAFI - Menulis tentang manusia dan praktik penelitian lapangan. Membantu peneliti memahami budaya suatu kelompok masyarakat dengan menemukan makna secara mendalam melalui pemahaman partisipan yang diteliti (native’s point of view). Pada dasarnya, etnografi merupakan hasil dialog dan upaya mencapai kesepakatan pragmatis tentang makna di antara peneliti dan masyarakat yang diteliti. INFORMAN - Informan kunci maupun informan bukan kunci memiliki peran yang sama pentingnya sebagai sumber data primer. Umumnya informan kunci diartikan sebagai seseorang yang dihormati dan dijadikan sahabat dekat oleh peneliti, yang memiliki pengetahuan lebih banyak dibandingkan dengan informan lain. Individu tersebut diyakini dapat memberikan informasi mengenai kebudayaan masyarakat setempat, sekaligus memperkenalkan peneliti kepada informan-informan lainnya yang diperkirakan dapat memberikan keterangan-keterangan yang diperlukan. OBSERVASI TERLIBAT - , mengamati setting atau tempat penelitian, dengan menjadi pengamat sekaligus menjadi bagian dari yang diamati. Observasi ini dilakukan agar peneliti dapat memahami dan menyingkap permasalahan yang sebenarnya secara utuh dalam konteks yang tepat, baik yang menyangkut perasaan, emosi, pikiran, penghayatan, pandangan atau pemikiran dari partisipan. PERCAKAPAN - untuk memperoleh pemahaman yang sama atau tujuan tertentu. Pelaksanaannya dapat dilakukan secara variatif, seperti wawancara informal atau formal, dengan atau tanpa pedoman umum, diskusi kelompok terfokus, wawancara subjek-objek, melalui permainan, dan sebagainya.

10 Menjadi bagian dari mereka
DOKUMEN - Jenis data berikut ini perlu dipertimbangkan, meskipun tidak semua data relevan dengan penelitian. Dokumen tentang latar belakang suatu kelompok masyarakat atau organisasi, yaitu sejarah, sumber populasi, hubungan dengan kelompok lain, peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi isu bahasa atau hubungan etnis; topografi, dan sebagainya. Dokumen tentang benda-benda artefak, seperti arsitektur, tanda, telepon, radio, buku, televisi, komputer, baju seragam, dan sebagainya. Dokumen tentang organisasi sosial, seperti identitas pemimpin dan pemuka lainnya, komposisi sektor bisnis dan profesional, sumber kekuasaan dan pengaruh, organisasi formal dan informal, hubungan etnis dan kelas, stratifikasi sosial, pola tempat tinggal dan asosiasi. Dokumen tentang informasi hukum, seperti undang-undang dan keputusan pengadilan. Dokumen yang memuat data artisitik tentang penggunaan bahasa, seperti perilaku dan nilai suatu bahasa sesuai dengan kelas sosial, termasuk lirik lagu, drama, dan performa verbal lainnya, serta kaligrafi. Dokumen tentang pengetahuan umum dan kepercayaan seperti tabu dan konsekuensinya, kepercayaan tentang proses berkomunikasi dengan alam, seperti kepada Tuhan, binatang, tumbuhan, orang yang sudah meninggal. Dokumen tentang kode bahasa, selain leksikon, fonologi, tatabahasa, termasuk juga data paralinguistik dan nonverbal.

11 Menjadi bagian dari mereka
Beberapa isyu penting: Thick description atau penggambaran yang mendalam. Teknik ini digunakan untuk membuat deskripsi mendalam dengan cara menggambarkan partisipan-partisipan secara detil, termasuk emosi, perasaan, harapan, serta interpretasi terhadap semua hal yang terjadi dalam kehidupan mereka. Melakukan pekerjaan lapangan atau fieldwork membutuhkan persiapan, terutama sarana seperti alat perekam, kamera, alat perekam video, dan sebagainya. Tetapi perhatikan : alat perekam suara, voice recorder, membuat beberapa informan tidak nyaman. Memahami informan sebagai subjek dan sebagai kelompok individu yang berperan aktif dalam suatu proses negosiasi. Memahami budaya sebagaimana adanya, sesuai dengan hasil interpretasi dari partisipan yang terlibat (native’s point of view). Tidak nyaman jika ketika memasuki sebuah kelompok kita merasa terasing. Lagipula, seseorang tidak akan mudah mengungkapkan pikiran dan perasaannya kepada orang asing. Oleh sebab itu, peneliti harus melibatkan diri dalam kegiatan di dalam organisasi tersebut. Semakin peneliti dekat dan terlibat di dalam organisasi tersebut , peneliti semakin menjadi peka. Kepekaan yang dimaksud tidak terbatas pada kepekaan terhadap setting penelitian, baik kepada perilaku manusia, bahasa yang diucapkan, maupun simbol-simbol, tetapi juga kepekaan teoritis. Kedua kemampuan tersebut sangat dibutuhkan dalam penelitian jenis apapun, tetapi justru ini yang sering terlewatkan.

12 Belajar bersama Kegiatan yang diteliti adalah program Information Literacy (IL) Setting : ”rangkaian kejadian sehari-hari di suatu tempat tertentu”. Kata kuncinya adalah pada ”apa adanya” (natural, alamiah). Apa saja yang terjadi di dalam kegiatan mengajar di kelas itu menjadi sebuah setting. Sebagai serangkaian kejadian, penyampaian materi IL ini terjadi di suatu tempat, di waktu tertentu, dalam suasana tertentu, melibatkan adegan atau gerakan tertentu, percakapan, tindakan perorangan maupun bersama, dan sebagainya. Tempat kejadian Waktu Area Alat Suasana Adegan Pelaku (agent) dan struktur Menurut Anthony Giddens, kalau kita hendak bicara tentang “agen” kita memang harus bicara tentang "melakukan sesuatu" (doing) dengan tujuan (intention) tertentu. Seseorang adalah “agen” karena dia melakukan sesuatu dengan tujuan tertentu di dalam serangkaian peristiwa.

13 Belajar bersama Strukturasi (structuration) merupakan proses menerapkan struktur dalam tindakan, atau dalam bahasa Giddens “the structuring of social relations across time and space, in virtue of the duality of structure” (1984 : 376). Giddens menggunakan kata “strukturasi” (bukan “struktur”) untuk menegaskan bahwa struktur adalah serangkaian tindakan manusia yang sedang berlangsung, selalu diulang-ulang (direproduksi) sepanjang waktu. Bukan sesuatu yang sudah jadi dan statis. Kegiatan OBM dan program IL memang adalah “kegiatan terstruktur”, namun seharusnya “struktur” ini dilihat bukan sebagai sesuatu yang statis, melainkan sesuatu yang sedang berlangsung dan sedang berubah-ubah. Konsep strukturasi menggarisbawahi keberadaan dualitas struktur dan agen sosial karena strukturasi terjadi ketika aktor sosial bertindak untuk menerapkan struktur yang sudah ada atau bertindak untuk menciptakan struktur baru. Ketika terlibat dalam serangkaian tindakan, seseorang secara aktif memproduksi dan mereproduksi struktur. Jika program IL dalam kegiatan OBM adalah sebuah “kegiatan terstruktur”, dan jika “literasi informasi” kita anggap sebagai sebuah “tujuan yang terstruktur”, maka melalui teori strukturasi kita seharusnya dapat melihat semua itu sebagai sesuatu yang sedang diproduksi, dan diulang- produksi oleh pihak-pihak yang terlibat, setidaknya oleh pustakawan (instruktur) dan mahasiswa (peserta). Literasi informasi, dengan demikian, bukan sesuatu yang “sudah jadi”. Materi-materi IL yang diberikan di kelas bukanlah “harga mati”. Barangkali justru terjadi negosiasi, penyesuaian-penyesuaian, dan pertukaran ide yang mengarah ke kesimpulan baru tentang literasi informasi. Semua ini dapat terjadi di dalam keadaan yang sesungguhnya, yaitu di dalam kelas-kelas IL, dalam bentuk interaksi antara instruktur dan peserta, antara pustakawan dan mahasiswa.

14 Belajar bersama Kalau kita menggunakan teori strukturasi Giddens, maka “struktur” bukan lah dalam pengertian kongkrit (bukan Direktorat Pendidikan UI, bukan Perpustakaan UI), melainkan berada di dalam (tertanam di) tindakan-tindakan manusia pada saat mereka berinteraksi. Di dalam proses interaksi ini terjadi penggunaan sumberdaya (resources) dan aturan (rules). Jadi, ketika melaksanakan program IL di UI, instruktur (pustakawan) maupun peserta (mahasiswa) bersama- sama menggunakan sumberdaya (fasilitas kelas, komputer, bahasa lisan dan tulisan) dan aturan (termasuk aturan tentang apa yang dimaksud literasi informasi). Seluruh kegiatan, setting, suasana, pelaku, dan interaksi antara instruktur (pustakawan) dan peserta (mahasiswa) yang sungguh-sungguh terjadi di dalam program IL 2007 itulah “lapangan dan konteks penelitian”. Melalui pengamatan berpartisipasi, peneliti berada di dalamnya dan dapat menemukan pemahaman baru tentang literasi informasi. Peneliti dapat memahami bahwa di dalam kegiatan bersama yang bersifat interaktif tersebut, sebenarnya baik instruktur (pustakawan) maupun peserta (mahasiswa) sedang bersama-sama belajar tentang literasi informasi. Kesempatan pertemuan langsung antara pustakawan dan mahasiswa merupakan sebuah kesempatan emas untuk membina hubungan yang akan bermuara pada kesepakatan tentang apa yang dimaksud literasi informasi. Melalui program yang akan dilaksanakan berulang-ulang di UI, maka terciptalah “struktur” literasi informasi yang dibangun bersama antara pustakawan dan mahasiswa.

15 Menuju titik jenuh Theoretical sampling mengandung sebuah proses yang menekankan bahwa “representativeness of concepts, not of persons is crucial”. Penetapan percontoh bukanlah dengan pertimbangan jumlah, melainkan pertimbangan relevansi ke persoalan pokok. Tujuan grounded theory memang bukan membuat generalisasi melainkan membangun penjelasan teoritis Pilihan tentang percontoh di dalam penelitian kualitatif bersifat terus menerus (ongoing) dan sangat berkaitan dengan penggunaan teori. Setiap penetapan langkah penelitian ini didorong atau dipengaruhi perkembangan pemikiran atau teori dalam pikiran si peneliti (“sensitivitas teoritis” atau theoretical sensitivity) Metode grounded theory mengenal “teori” sebagai pernyataan tentang serangkaian kategori yang secara sistematis saling berkaitan untuk menjelaskan sebuah fenomena (Strauss dan Corbin, 1998 : 22). Juga harus diingat bahwa dalam metode grounded theory ada dua macam teori, yaitu substantive theory dan formal theory.

16 Menuju titik jenuh Seorang peneliti kualitatif harus rajin dan terus menerus membanding-bandingkan setiap makna dan interpretasi yang diperoleh di lapangan, sampai ia merasa benar-benar paham tentang fenomena yang sedang diteliti.  Prinsip constant comparison. Sambil meringkas dan membandingkan data di lapangan, seorang peneliti kualitatif juga dianjurkan membuat hipotesis yang diartikan sebagai “… initial hunches about relationships between concepts”. Dalam penelitian kualitatif, khususnya yang menggunakan metode grounded theory, hipotesis dapat muncul di tengah-tengah penelitian sebagai hasil pergulatan ide dan data lapangan. Kejenuhan tercapai karena tiga hal, yaitu: Untuk satu kategori tertentu, tidak lagi ada data baru atau data yang relevan. Kategori tersebut sudah dapat dijelaskan dengan cukup rinci. Kaitan antar kategori pun sudah terlihat lebih pasti dan dapat divalidasi.

17 Menuju titik jenuh Menurut Bryman (2001), ada empat macam kesahihan, yaitu: Kesahihan pengukuran (measurement validity) Kesahihan internal (internal validity) Kesahihan eksternal (external validity) Kesahihan ekologis atau lingkungan (ecological validity) Dalam konteks penelitian kualitatif, yang paling relevan adalah butir keempat: kesahihan ekologis. Persoalan utama dalam kesahihan jenis ini adalah: apakah hasil penelitian benar mencerminkan keadaan yang sesungguhnya sehari-hari? Apakah cara-cara kita meneliti dapat memastikan bahwa hasil penelitian kita serupa dengan kondisi yang sesungguhnya? Prinsip kesahihan ekologis dapat diterima oleh tradisi penelitian kualitatif, dan bahkan sering diklaim sebagai kesahihan yang sesungguhnya oleh para peneliti kualitatif. Tetapi ada peneliti yang menolak semua prinsip kesahihan di atas dan menerima tawaran Lincoln dan Guba (1985) tentang ke-dapat-dipercayaan (trustworthiness), yang terdiri dari: Kredibilitas peneliti dan penelitiannya Dapat dipindah-pindahkan (transferability) . Dapat dihandalkan (dependability) Dapat dikonfirmasikan (confirmability)


Download ppt "Merajut Makna Putu Laxman Pendit."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google