Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Reverse Flow injection analysis (FIA for the determination of vitamin C in phamaceutical formulation with chemiluminescene detection) Nehemia F ernandes.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Reverse Flow injection analysis (FIA for the determination of vitamin C in phamaceutical formulation with chemiluminescene detection) Nehemia F ernandes."— Transcript presentasi:

1 Reverse Flow injection analysis (FIA for the determination of vitamin C in phamaceutical formulation with chemiluminescene detection) Nehemia F ernandes K ( ) Dewanti Oktaviana K( ) Anis Najmatul K ( )

2 Introduction Vitamin C atau Asam askorbat (AA) adalah antioksidan yang baik yang berperan dalam berbagai peristiwa biologis dan melindungi dari berbagai agen oksidatif (radikal bebas). Banyak metode yang digunakan untuk menetukan Vitamin C (titrimetri, amperometri, konduktometri dan sebagainya).

3 Tujuan dari penelitian ini adalh mengembangkan metode reverse-FIA dengan deteksi Chemiluminescence (CL) untuk penentuan asam askorbat. Metode tersebut dapat digunakan sebagai metode alternatif karena dapat menghemat waktu dan murah

4 Metodologi Percobaan Bahan:

5 Preparasi Bahan Asam askorbat 1000 ug / ml asam askorbat
Disiapkan dengan melarutkan 0,25 g as. Askorbat ke dalam air distilasi deionisasi Diiencerkan sampai 250 mL ke dalam labu ukur Ditempatkan ditempat yang dingin Hasil

6 Larutan Sodium Karbonat
0,1 M larutan Na2CO3 Disiapkan dengan melarutkan 10,599 g Na2CO3 ke dalam porsi kecil air distilasi deionisasi Dimasukkan ke dalam labu ukur 1 L dan diencerkan sampai tanda batas Hasil

7 Larutan Luminol 0,05 M larutan Luminol Disiapkan dengan melarutkan 8,860 g luminol ke dalam sedikit 0,1 M larutan Na2CO3 di atas ke dalam labu ukur 1 L dan diencerkan sampai tanda batas Disiapkan larutan lain dengan mengencerkan larutan stock dengan 0,1 M larutan Na2CO3 Hasil

8 Hidrogen peroksida (H2O2)
0,25 M larutan H2O2 Disiapkan dengan melarutkan 21,5 ml H2O2 ke 1 L labu ukur Distandarisasi lagi dengan standar 0,1 M KMnO4 Hasil

9 Larutan Pottasium Bromat (0,35 M)
58,454 g KBrO3 Dilarutkan dengan sejumlah kecil air distilasi deionisai panas hingga larut sempurna Didinginkan dan diencerkan sampai 1 L dengan DDW Hasil

10 Larutan Asam Hidrobromik (0,5 M)
28,09 g HBr Dilarutkan sampai 500 ml dengan DDW Hasil

11 Preparasi Sampel Tablet dan tablet Kunyah Vitamin C
Ditimbang sebanyak 10 tablet dan dihancurkan untuk menjadi bubuk Dicampur dengan DDW menggunakan bath ultrasonik Disaring dan diencerkan dengan labu ukur 100 mL sampai tanda batas dengan DDW Hasil

12 Injeksi 10 ampul Dicampur dan volume sam dengan 1 ampul yang dipindahkan dalam labu ukur 100 mL dan diencerkan dengan DDW sampai tanda batas Hasil

13 Larutan Bahan Campuran
larutan stock setiap bahan dari farmasi disiapkan dan diteliti dalam DDW menurut tabel 2. larutan lain disiapkan dengan mengencerkan setiap larutan stock

14 Tabel 2

15 Alat Pompa peristaltik (12 aliran) Tabung PTFE (0,1 mm)
Katup (six-way) Sel aliral spiral (60,0 μl, 0,5 mm) Detektor

16 Prosedur Kerja Dua aliran akan mencapai aliran sel yang bertanggung jawab untuk generasi cahaya CL. Aliran pertama (A1) adalah larutan H2O2

17 110 μL luminol Hasil Diinjeksikan ke aliran 2 yang berisi larutan H2O2
Aliran 2 adalah Br2 yang merupakan hasil pencampuran dari dua aliran dari KBrO3 dan HBr Aliran Br2 bergabung dengan aliran yang mengandung AA sebelum bercampur dengan Luminol-H2O2 Sebagian Br 2 akan bereaksi dengan AA sehingga tidak semua Br2 mencapai aliran sel Hasil

18 Skema Diagram FIA

19 Hasil dan pembahasan

20 Hasil Pengaruh konsentrasi peroksida Pengaruh konsentrasi luminol
Pengaruh konsentrasi Potassium bromat Pengaruh konsentrasi as.Hidrobromat Pengaruh panjang koil Pengaruh injeksi reagen-volume

21 Pengaruh konsentrasi Hidrogen peroksida

22 Pengaruh Konsentrasi Luminol
Kenaikan konsentrasi Luminol, intensitas cahaya CL juga naik hingga tercapainya intensitas maksimum dengan konsentrasi maksimum luminol 0,01 M.

23 Pengaruh Pottasium Bromate
Peningkatan konsentrasi ion Br dapat menaikkan intensitas emisi cahaya (ΔCL). Dua variabel yang berperan penting dalam penentuan konsentrasi optimum KBrO3, yaitu rendahnya kelarutan garam dan titik ekuivalen antara bromat dan ion bromida yang dijaga konstan selama peneliti. Konsentrasi optimumnya yaitu 0,15 M Peningkatan konsentrasi ion Br dapat menaikkan intensitas emisi cahaya (). Dua variabel yang memainkan peranan penting dalam penentuan konsentrasi optimum KBrO3, yaitu kelarutan rendah garam dan titik ekuivalen antara bromat dan ion bromida yang dijaga konstan selama peneliti. Konsentrasi optimumnya yaitu 0,15 M

24 Pengaruh Asam Bromida Konsentrasi HBr yang digunakan yaitu dari 0,01- 0,35 M. Intensitas cahaya maksimum terjadi pada konsentrasi HBr 0,25 M, setelah itu menurun. Hal ini disebabkan oleh pembentukan warna kuning dari Br2 yang berlebih, yang menyerap cahaya yang dipancarkan. Hal tersebut juga disebabkan oleh tingkat keasaman yang lebih tinggi mengurangi cahaya CL yang dihasilkan dari sistem Luminol karena yang dibutuhkan adalah media dalam keadaan basa. Konsentrasi HBr yang digunakan yaitu dari 0,01- 0,35 M. Intensitas cahaya maksimum terjadi pada konsentrasi HBr 0,25 M, setelah itu menurun. Hal ini disebabkan oleh pembentukan warna kuning dari Br2 yang berlebih, yang menyerap cahaya yang dipancarkan. Hal tersebut juga disebabkan oleh tingkat keasaman yang lebih tinggi mengurangi cahaya CL yang dihasilkan dari sistem Luminol karena yang dibutuhkan adalah media basa.

25 Pengaruh panjang Coil Pada desain rFIA-CL di atas terdapat 3 coil.
Coil 1: peningkatan panjang coil akan meningkatkan intensitas CL karena memungkinkan cukup waktu untuk menghasilkan Br2. panjang coil optimum yaitu 140 cm. Coil 2: peningkatan panjang coil akan meningkatkan perbedaan intensitas cahaya dari tinggi puncak antara blanko dan AA dan dimanfaatkan untuk reaksi redoks . Panjang coil optimum yaitu 100 cm

26 Coil 3: tidak ada perubahan signifikan pada intensitas CL dengan peningkatan reaksi coil yang diamati, sedangkan dengan coil lebih panjang intensitas CL menurun. Hal ini disebabkan oleh penyebaran zona luminol dalam aliran pembawa sebelum mencapai aliran sel. Sehingga panjang 10 cm merupakan panjang optimum.

27

28 Pengaruh Laju Alir pengaruh laju alir pada intensitas CL dipelajari pada range 0,5-5,0 ml/min dan 2,5 ml/min merupakan laju alir maksimum dari sistem. Pengaruh Injeksi Volume Reagen range volume reagen dari μl diinjeksikan pada sistem dan 100 μl merupakan volume reagen terbaik.

29 Optimisasi Stabilisator AA yang berbeda
DDW diseleksi sebagai media terbaik untuk menyiapkan larutan standar dan sampel dari AA, dengan perlakuan khusus selama penyimpanan untuk pengukuran. Kondisi optimal eksperimen untuk sistem rFIA-chemiluminescene ditunjukkan pada gambar 1 yang digunakan untuk penentuan AA yang ditabulasikan dalam tabel AA

30

31 Grafik Kalibrasi

32

33 Studi gangguan Penelitian dilakukan dengan membandingkan sinyal yang diperoleh ketika aliran AA murni (4,0 μg/ml) yang mengalir melalui sistem dengan larutan sampel sintetik yang mengandung AA (4,0 μg/ml) dan konsentrasi yang berbeda dari masing-masing pengganggu. Di sebagian besar sampel obat AA di pasar, AA merupakan komponen minor, sehingga tidak ada gangguan serius yang terjadi

34

35 Aplikasi untuk analisis Farmasi
Evaluasi dengan t-tes pada level 95 % mengindikasikan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dan metode ini (rFIA-CL) adalah sesuai dengan yang diperoleh dengan metode standar

36 Kesimpulan Dalam sistem rFIA-CL ini reagent diinjeksikan kedalam sistem alir yang terdiri dari beberapa sampel dan larutan lainnya Metode injeksi reagen ini dapat mengatasi masalah penyumbatan pada pipa dari endapan Teknik ini dapat mengeliminasi penyerapan dari sampel matrik

37 Keuntungan dari metode ini adalah konsumsi reagen yang rendah, sehingga ekonomis dan dapat digunakan secara rutin dalam penentuan asam askorbat dalam sediaan farmasi dengan presisi yang baik Penentuan sampel asam askorbat dalam farmasi sama dengan yang diperoleh dengan metode farmakop di Inggris.

38 PERTANYAAN Metode manakah yang lebih efektif antara reverse-FIA dan metode iodometri dalam penentuan Vitamin C? Bagaimana Reaksi yang terjadi di dalam masing-masing coil?

39 JAWABAN 1. Metode yang lebih efektif dalam penentuan asam askorbat yaitu dengan menggunakan revers-FIA daripada metode standar. Hal ini disebabkan oleh pada metode revers-FIA menggunakan Chemiluminenscen, di mana Chemiluminenscene didasarkan pada reaksi kimia dan memiiliki laju rekasi yang cepat, sehingga dapat mendeteksi senyawa dengan konsentrasi yang sangat rendah.

40 2.

41 Pada gambar di atas dapat diketahui bahwa, luminol dinjeksikan pada aliran yang berisi H2O2 dan bereaksi pada coil 1. Tujuan dari H2O2 direaksikan dengan larutan luminol adalah untuk mengaktifkan luminol agar dapat terdeteksi oleh alat. Berikut ini adalah mekanisme reaksi yang terjadi antara luminol dengan H2O2:

42

43 Kemudian pada coil ketiga terjadi reaksi antara larutan HBr dan KBrO3
Kemudian pada coil ketiga terjadi reaksi antara larutan HBr dan KBrO3. berikut reaksi yang terjadi: 5HBr(aq) + KBrO3(aq) Br2(aq) +2H2O(l) + KOH(aq) Br2 yang dihasilkan akan bereaksi dengan Asam Askorbat pada coil 2 (A2). Br2 ini berfungsi untuk akan memutuskan ikatan rangkap pada struktur asam askorbat

44

45 Reaksi yang dihasilakn di atas kemudian akan bereaksi dengan kompleks H2O2-Luminol. Luminol yang telah bereaksi dengan peroksida dan menghasilkan aminoptalat ini akan bertindak sebagai carier pada saat bercampur dengan hasil reaksi dari koil A2 dan akan membawa asam askorbat yang telah bercampur dengan Br2 ke dalam detektor sehingga akan terdeteksi. Untuk reaksi pencampuran antara A1 dan A2 kami masih belum menemukaannya.


Download ppt "Reverse Flow injection analysis (FIA for the determination of vitamin C in phamaceutical formulation with chemiluminescene detection) Nehemia F ernandes."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google