Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

SEMILOKA KONSULTASI PUBLIK UU ASN DI FISIPOL UGM JOGYAKARTA

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "SEMILOKA KONSULTASI PUBLIK UU ASN DI FISIPOL UGM JOGYAKARTA"— Transcript presentasi:

1 SEMILOKA KONSULTASI PUBLIK UU ASN DI FISIPOL UGM JOGYAKARTA
KAITAN ANTARA UU NOMOR 5 TAHUN TENTANG ASN DENGAN BEBERAPA UU LAINNYA BAHAN DISKUSI SEMILOKA KONSULTASI PUBLIK UU ASN TANGGAL 25 FEBRUARI 2015 DI FISIPOL UGM JOGYAKARTA OLEH : SADU WASISTIONO (DOSEN IPDN)

2 A. PENDAHULUAN Sebuah UU pada waktu disusunnya tentu sudah memperhatikan keterkaitannya dengan berbagai UU yang sudah ada ataupun RUU lainnya yang sedang disusun. Hal tersebut nampak dari naskah akademik yang menjadi latar belakangnya. Pada saat RUU tentang ASN dalam proses penyusunan, sedang disusun pula berbagai RUU lainnya seperti RUU Des, RUU Pemerintahan Daerah, RUU Pilkada, RUU Administrasi Pemerintahan, RUU Tata Hubungan Kewenangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah Pada saat sebagian dari RUU tersebut telah menjadi UU, perlu dilakukan diskusi untuk mengetahui keterkaitan, tumpang tindih maupun benturan antar UU, meskipun sebelumnya telah diadakan penyelarasan oleh pihak Kemenkumham. Pada saat sekarang dibahas UU Nomor 5 Tahun 2014 sebagai penjuru dengan berbagai UU lainnya yang terkait seperti UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

3 GAMBAR HUBUNGAN ANTAR UU
23/2014 UU 30/2014 UU 5/2014

4 HUBUNGAN ANTARA UU 5/2014 DENGAN UU 6/2014
Antara UU Nomor 5 Tahun 2014 dengan UU Nomor 6 Tahun 2014 secara praktis tidak ada kaitannya. Menurut ketentuan Pasal 6 UU Nomor 5 Tahun 2014, bahwa Pegawai ASN terdiri dari : PNS ; Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). * Apakah perangkat desa termasuk ke dalam salah satu kategori di atas? Apabila dianalisis, perangkat desa tidak termasuk ke dalam kedua kategori. Hal ini berkaitan dengan kedudukan pemerintan desa sebagai organisasi pemerintah semu. Masalah di atas tidak terlepas dari pertarungan konsep pada saat menyusun UU Nomor 6 Tahun 2014, apakah desa atau nama lain yang sejenis akan diberi otonomi atau otonominya diakui.

5 UUD Pasal 18B ayat (2) yang berbunyi : “Negara MENGAKUI dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI, yang diatur dalam UU”. Apabila konsisten dengan UUD 1945, desa atau nama lain yang sejenis akan diposisikan sebagai “self governing society”, bukan sebagai satuan pemerintahan semu. Tetapi karena pengaturan tentang desa sejak berlakunya UU Nomor 5 Tahun 1974 jo UU Nomor 5 Tahun 1979 sudah menempatkan desa atau nama lain yang sejenis sebagai “ quasi local self government”, maka kenyataan sosial ini kemudian dilanjutkan dan diakomodasi dalam UU Desa. Karena kedudukan Desa atau nama lain yang sejenis bersifat ambivalen, maka keterkaitannya dengan UU lainnya yang mengatur tentang pemerintahan menjadi tidak jelas.

6 Perangkat desa bukanlah ASN (PNS atau PPPK), sehingga mereka tidak menerima gaji, tidak ada karier, serta tidak ada dana pensiun. Mereka menerima penghasilan tetap setiap bulan, tetapi bukan gaji. Perangkat desa selama ini menerima PHP (pemberi harapan palsu), karena diminta memakai pakaian dinas seperti PNS tetapi bukan dan tidak pernah akan diangkat menjadi PNS. Dengan adanya kebijakan pengurangan lapisan pemerintahan (konsep “de-layering” dari New Public Management), yakni dari lima lapisan pemerintahan (Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa/Kelurahan) menjadi hanya tiga lapis (Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota dengan menempatkan kecamatan maupun kelurahan sebagai bagian dari kabupaten/kota), sudh selayaknya apabila desa juga dikembalikan ke komunitas, bukan sebagai organisasi pemerintahan semu.

7 KONSEP “ DE-LAYERING” DALAM SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA
KEBIJAKAN YANG LAMA ARAH KEBIJAKAN YANG BARU PEMERINTAH PUSAT PEMERINTAH PUSAT PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI PEMERINTAHAN DAERAH KAB/KOTA PEMERINTAHAN DAERAH KAB/KOTA PEMERINTAH KECAMATAN “SELF-GOVERNING COMMUNITY” PEMERINTAH KEL/ DESA

8 Dalam manajemen pendampingan desa, terdapat orang-orang atau kelompok yang ditunjuk sebagai pendamping desa untuk bidang-bidang tertentu. Kedudukan pendamping desa ini dalam ASN juga belum jelas, apakah akan dimasukkan ke dalam kategori PPPK. Mereka umumnya bekas tim pendamping program PNPM Mandiri Pedesaan, yang sebenarnya berharap dapat diangkat menjadi PNS. Upaya politik dari berbagai pihak untuk menjadikan perangkat desa sebagai PNS belum surut. Hari ini mereka kalah, tetapi bukan berarti perjuangan ke arah itu kemudian terhenti. Harus ada ketegasan mengenai kedudukan perangkat desa agar tidak terus menerus bersifat ambivalen seperti sekarang ini.

9 RUU Desa  Desa sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat
KEMENTERIAN DALAM NEGERI KEBIJAKAN PENGATURAN TTG DESA INDONESIA REVISI UU No. 32 / 2004 RUU Desa  Desa sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat UU 32 /’04  Desa ditempatkan sebagai organisasi pemerintah semu UU 22 / 1999 Organisasi pemerintah semu UU 5 / Organisasi Pemerintah semu UU 19 / 1965 dibentuk Desapraja sbg DT III Penpres 6 / tidak mengatur tentang desa UU 1 / Desa dijadikan daerah otonom tingkat III UU 22 / 1948 Desa dijadikan daerah otonom tingkat III UU 1 / 1945 tidak mengatur tentang desa IGO dan IGOB 9

10 PERKEMBANGAN KEDUDUKAN DAN PERAN DESA
Sebelum kemerdekaan Sesudah kemerdekaan Pada masa UU Nomor 6/2014 Proyeksi masa mendatang Sebagai self-governing community dan alat penjajah untuk kepentingan penjajahan Lebih ditekankan sebagai (quasi) self-local government dengan mengabaikan adanya self-governing community Perpaduan antara self governing community dengan (quasi) self-local government Kembali sebagai self-governing community, karena adanya pergeseran peran negara dan penggunaan ICT.

11 MODEL PERGESERAN PUSAT KEGIATAN MASYARAKAT DESA
KEPALA DESA SEBAGAI PRIMUS INTERPARES MASYARAKAT DESA KEPALA DESA, BPD, LPMD PEMERINTAH DESA MENGADMINISTRASIKAN DAN MEMFASILITASI

12 HUBUNGAN ANTARA UU 6/2014 DENGAN UU 23/2014
Antara UU Nomor 6 Tahun 2014 dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentunya memiliki kaitan yang sangat erat, karena UU 6/2014 adalah “anak” dari UU 23/2014, meskipun anaknya lahir terlebih dahulu dari induknya. Dengan pemisahan kedua UU tersebut sebenarya mengisyaratkan bahwa desa atau nama lain yang sejenis bukanlah satuan pemerintahan yang diberi otonomi oleh negara, melainkan komunitas yang memiliki otonomi asli yang diakui oleh negara. Hubungan antara pemerintah kabupaten/kota dengan desa bukanlah bersifat hierarkhis, melainkan dalam bentuk pembinaan, pengawasan, dan pendampingan. Sebab kepala desa yang dipilih oleh rakyat desa tidak bertanggung jawab kepada bupati/walikota.

13 MODEL PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DESA MENURUT UU 06/2014
BUPATI/WALIKOTA Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (LPPDesa) (Pasal 27 huruf a UU 06/2014) KEPALA DESA BPD Informasi laporan penyeleng Laporan garaan pemerintahan Keterangan Penyelenggaraan pemerintahan (LKPP) Psl 27 huruf b. (Pasal 27 huruf d MASYARAKAT

14 HUBUNGAN ANTARA UU 6/2014 DENGAN UU 30/2014
Desa atau dengan nama lain yang sejenis adalah kesatuan masyarakat hukum, yang memiliki berbagai kewenangan. Kewenangan Desa meliputi kewenangan : - di bidang penyelenggaraan pemerintahan desa; - pelaksanaan pembangunan desa; - pembinaan kemasyarakatan desa; - pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa. (Psl 18 UU 6/2014). Kewenangan desa meliputi : a. kewenangan berdasarkan hak asal usul; b. kewenangan lokal berskala desa; c. kewenangan yang DITUGASKAN oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan (Kewenangan Penugasan bukan TUGAS PEMBANTUAN) d. KEWENANGAN LAIN yang ditugaskan oleh Pemerintah, , Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Psl 19 UU 6/2014).

15 Pada saat ini belum jelas kaitan antara UU Nomor 6 Tahun 2014 dengan UU Nomor 30 Tahun Apakah semua kewenangan yang dijalankan oleh Desa harus mengikuti ketentuan yang termuat di dalam UU Nomor 30 Tahun 2014, ataukah hanya kewenangan yang ditugaskan dari pemerintah supradesa (pusat, provinsi, kabupaten/kota)? Dilihat definisi yang termuat pada butir 1 Pasal 1 UU Nomor 30 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa “Administrasi Pemerintahan adalah tata laksana dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan”. Dalam konteks ini, apakah kepala desa dan perangkat desa termasuk ke dalam kategori pejabat pemerintah? Apabila tidak termasuk pejabat pemerintah, berarti ketentuan yang termuat di dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tidak dapat digunakan dalam pengelolaan desa.

16 HUBUNGAN ANTARA UU 5/2014 DENGAN UU 23/2014
Antara UU Nomor 5 Tahun 2014 dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 mempunyai kaitan yang sangat erat, karena di dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 juga mengatur mengenai ASN yang ada di daerah. Jabatan ASN diisi dari Pegawai ASN. (Psl 20 ayat 1). == Ini prinsip umum yang menggambarkan bahwa antara PNS dan PPPK mempunyai hak yang sama untuk mengisi jabatan ASN. Tetapi prinsip umum ini kemudian direduksi secara sistematis, sehinggga PPPK hanya dapat mengisi jabatan administrasi ke bawah. Misalnya Pasal 108 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 2014 menyebutkan bahwa pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya di tingkat pusat diisi dari PNS. Demikian pula untuk jabatan pimpinan tinggi tingkat pratama diisi dari PNS (Psl 108 ayat 3). Jabatan pimpinan tinggi utama dan madya di tingkat nasional dapat diisi dari non-PNS dengan persetujuan Presiden (Psl 109 ayat 1).

17 Pada sisi lain menurut UU Nomor 23 Tahun 2014, Camat diisi dari PNS
(Psl 224 ayat 2), demikian pula jabatan Lurah (Pasal 229 ayat 3). Sampai saat ini belum jelas apakah PPPK dapat menduduki jabatan administrator dan pelaksana, diluar yang telah diatur dalam UU sektoral lainnya? Dikaitkan dengan grand design reformasi birokrasi yang merencanakan adanya perubahan paradigma pola karier PNS dari sistem tertutup menuju sistem terbuka, akan dapat dicapai pada tahun 2025? Perlu pula diatur mengenai PNS dan PPPK yang bekerja di tempat terpencil yang belum ada aliran listrik apalagi jaringan internet, karena kesempatan mereka untuk ikut seleksi jabatan menjadi sangat terbatas. Apabila tidak ada kebijakan yang memihak (affirmative policy), niscaya akan makin sedikiti PNS dan PPPK yang bersedia ditempatkan di tempat terpencil. Proteksi terhadap birokrasi Papua dan Papua Barat sebagaimana diatur di dalam UU Nomor 21 Tahun 2000 juga perlu diinformasikan, karena mereka akan menerima pengecualian pelaksanaan UU Nomor 5 Tahun 2014 sampai tahun 2025.

18 TRANSFORMASI SISTEM KEBIJAKAN DAN MANAGEMENT APARATUR SIPIL NEGARA
2025 2018 Open System Open Career System 2013 Closed Career System SUMBER : MAKALAH MENPAN& RB, 2013

19 Di dalam Pasal 73 ayat (1) disebutkan bahwa perpindahan PNS antarkabupaten/ kota dalam satu provinsi ditetapkan oleh Gubernur setelah memperoleh pertimbangan Kepala BKN. Tidak dijelaskan apakah Gubernur dalam hal ini berkedudukan sebagai Wakil Pemerintah Pusat ataukah sebagai Kepala Daerah Provinsi. Masih berkaitan dengan Pasal dan ayat yang sama, apakah ketentuan tersebut berlaku pula untuk PNS yang mutasi karena promosi melalui lelang jabatan? Hal tersebut perlu diatur dengan rinci agar tidak menimbulkan multi tafsir. Pengisian jabatan Sekretaris Daerah yang memiliki peran ganda yakni sebagai perangkat daerah dan perangkat Gubernur/Bupati/Walikota sebagai Wakil Pemerintah Pusat apakah akan disamakan dengan pejabat tingkat tinggi pratama dan madya yang lainnya, ataukah akan ditambah dengan syarat dan mekanisme tertentu? Hal ini juga memerlukan elaborasi.

20 HUBUNGAN ANTARA UU 5/2014 DENGAN UU 30/2014
UU Nomor 5/2014 dengan UU Nomor 30/2014 merupakan satu pasangan karena keduanya saling melengkapi dan memperkuat upaya melakukan reformasi birokrasi di Indonesia. Oleh karena itu, di dalam seleksi pejabat tinggi (utama, madya, maupun pratama) dan administrator perlu dimasukkan substansi mengenai UU Administrasi Pemerintahan sebagai bagian dari kompetensi dasar. Melalui cara seperti itu, para pejabat dipaksa untuk mengetahui dan memahami substansi UU Nomor 30/2014, agar dalam menjalankan jabatannya tidak melakukan maladministrasi. Apabila tingkat pimpinan sudah menguasai dan memahami substansi UU Nomor 30/2014, maka tingkat pelaksana akan lebih mudah diarahkan.


Download ppt "SEMILOKA KONSULTASI PUBLIK UU ASN DI FISIPOL UGM JOGYAKARTA"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google