Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

OBSTETRI GINEKOLOGI SOSIAL

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "OBSTETRI GINEKOLOGI SOSIAL"— Transcript presentasi:

1 OBSTETRI GINEKOLOGI SOSIAL
Dr. H. Syahredi SA., SpOG(K)

2 Perkembangan Obstetri Ginekologi Sosial
Apakah ObGinSos itu ? Apakah yang dikerjakan oleh ObGinSos ? Konsultasi apa yang diminta dari seorang konsultan ObGinSos? Banyak yang masih belum memahami ObGinSos Informasi yang belum jelas Kurang tanggap

3 Fertiliti dan Endokrinologi
Feto Maternal Onkologi Ginekologi Fertiliti dan Endokrinologi UroGinekologi Biomedis Molekular  Gangguan fungsi Menghilangkan/mengurangi penyakit CURE

4 Angkanya tinggi dan penurunannya lambat ????
ObGinSos dikembangkan karena keprihatinan atas hasil pelayanan Obstetri Angka Kematian Maternal dan Perinatal Angkanya tinggi dan penurunannya lambat ???? Jumlah Tenaga Terampil Kesehatan (SpOG, Dokter, Bidan) dan RS beserta alat canggih meningkat

5 Biomedis  BioPsikoSosial
Yang meningkat : Selain proses kehamilan, persalinan dan nifas, juga kanker reproduksi dan infeksi jalan lahir. Mengapa penderita kanker serviks, ovarium dan endometrium datangnya selalu terlambat ? Mengapa sifilis, gonorea dan HIV/AIDS makin meningkat? ObGin bukan hanya biomedis, tetapi juga dipengaruhi faktor lingkungan, sosial, ekonomi dan budaya Biomedis  BioPsikoSosial CARE Paripurna = CURE + CARE

6 Program Kerja ObGinSos
Skala Makro  Komuniti Hospital without a Wall Manajerial dan etika Skala Mikro  individu Biopsikososiospiritual Klinik dan etika

7 ObginSos tidak memiliki wujud fisik yang jelas namun kegiatannya ada dimana-mana dan menyangkut materi semua subbagian. Feto Maternal  Risk Approach Strategy, system rujukan, Safe Motherhood, Making Pregnancy Safer, dan Maternal Perinatal Mortality/Morbidity. Onkologi  Promotif, preventif, rehabilitatif FER  Masalah Sosial PUA dan pengaturan kesuburan UroGinekologi  kehidupan sosial penderita prolapse uteri atau inkontinensia urine ObGinSos menyatukan semua subbagian yang terpisah-pisah menjadi unit pelayanan masing-masing

8 Skala Makro  ObGinSos memberikan advokasi kepada para pengambil kebijakan, seperti pimpinan Pemda dan Dinas Kesehatan dalam mengidentifikasi, menganalisis, menyusun dan melaksanakan program kespro. Skala Mikro  memberikan konsultasi tentang bagaimana menyeimbangkan CURE dan CARE

9 Semua species Bukan hanya berkembang biak tetapi meningkatkan mutu
Reproduksi  organ reproduksi  3 fungsi utama : Hamil, haid dan seksual dipengaruhi Faktor lingkungan Ilmu yang mempelajari organ genitalia perempuan, yang dipengaruhi faktor lingkungan : Ilmu Kesehatan Reproduksi (Reproductive Health) Sehari-hari dikenal dengan istilah ilmu Obstetri Ginekologi

10 Obstetri : Ilmu yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan masa nifas Ginekologi : Ilmu yang mempelajari alat dan fungsi reproduksi perempuan, diluar kehamilan, baik yang fisiologis maupun yang patologis. Berkonotasi klinis Ilmu Kesehatan Reproduksi : ObGin Klinis + ObGin Sosial

11 Perkembangan Obstetri Ginekologi
Sejak manusia ada  ilmu obstetri telah ada namun masih dijalankan oleh dukun tanpa keilmuan dan teknologi Morbiditas dan mortalitas dianggap suratan nasib Ginekologi lebih sulit ditelusuri Sejalan perkembangan ilmu dapat diterangkan bagaimana kehamilan itu terjadi, perubahan apa yang terjadi pada ibu dan anak selama hamil, bagaimana proses persalinan diawali dan diakhiri, serta proses involusi dan laktasi paska salin. Pelayanan Obstetri yang awalnya terletak pada upaya kuratif dalam bentuk intra partum care, sekarang ditambah upaya preventif (PreNatal Care) dan upaya rehabilitative (Post Natal Care)  Maternity Care

12 Dalam bidang Ginekologi  mulai melihat perbedaan kelainan alat dan fungsi reproduksi di luar kehamilan seperti gangguan haid, infeksi dan tumor. Bentuk pelayanan klinisnya tidak seragam karena untuk tiap bentuk kelainan, patogenesisnya berbeda-beda.

13 Kelemahan Obstetri dan Ginekologi Klinik (ObGinKl)
Hanya memperhatikan kasus-kasus yang datang ke klinik/RS. Hanya memperhatikan perjalanan penyakit saja, tidak memperhatikan penyebab dan penyebarannya (Epidemiologi). Kurang menyadari bahwa kejadian, perjalanan dan prognosis suatu penyakit sangat dipengaruhi faktor sosial (pendidikan, budaya, ekonomi, agama, demografi, gender dll) Kurang memperhatikan bahwa tidak semua perempuan mempunyai hak akses yang sama dalam menggunakan pelayanan reproduksi. Sering lebih memperhatikan penanggulangan penyakitnya daripada manusia yang sakitnya. Hanya memberikan Physical Security, tetapi belum bisa menjamin tercapainya Emotional Security yang mempunyai nilai Emotional Quotient (EQ) dan Spiritual Quotient (SQ).

14 Obstetri Ginekologi Sosial (ObGinSos)
Setiap peristiwa ObGin, baik normal maupun patologis, kejadian dan perjalanan penyakit selanjutnya, selalu mempunyai penyebab yang bersifat multifaktorial, termasuk faktor sosial. Pendekatan secara klinis saja tidak memadai  perlu mengembangkan ObGinSos Obstetri Sosial adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara proses reproduksi dengan lingkungannya, terutama lingkungan sosial.

15 Obstetri Ginekologi Sosial adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara alat dan fungsi reproduksi dengan lingkungannya, terutama lingkungan sosial. Pengertian sehari-hari : Kompetensi Organisatoris Manejerial dengan memperhatikan Etika Tatanan Pelayanan Kesehatan Reproduksi yang efektif dan efisien hang didukung oleh sifat kepemimpinan, yang sesuai dengan keadaan lingkungan masyarakatnya.

16 Ciri-ciri ObGinSos Berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu dan bioteknologi serta sosioekonomi dan budaya masyarakat. Ciri keprofesiannya, penguasaan Kompetensi Epidemiologi Klinis, Etika dan Manajerial. Tujuannya untuk meningkatkan derajat kesehatan, khususnya kesehatan reproduksi perempuan, mempersiapkan generasi (SDM) yang baik, dalam rangka untuk melestarikan umat manusia. Sasarannya, semua perempuan dalam pengertian seutuhnya. Cara pendekatannya, bersifat “Life Cycle Approach” seperti bayi, anak, remaja, masa reproduksi dan menopause/paska menopause. Tolak keberhasilannya, angka morbiditas/mortalitas ibu dan anak, harapan hidup dan Quality of Life (QOL) Pengampunya, SpOG yang menguasai ilmu biomedis, khususnya Obstetri dan Ginekologi ditambah dengan ilmu pendukung dan ilmu pendampingnya.

17 Kesehatan Reproduksi Pengertian keilmuan : Ilmu yang mempelajari alat dan fungsi reproduksi, baik pada laki-laki maupun perempuan, yang merupakan bagian integral dari sistem tubuh manusia lainnya, serta hubungannya secara timbal balik dengan lingkungannya, termasuk lingkungan sosial. WHO : The basic elements of reproductive health are : responsible reproductive/sexual behavior, widely available family planning service, effective maternity care and safemotherhood, effective control of reproductive tract infection, elimination of sexually transmitted diseases (STD), prevention and management of infertility, elimination of unsafe abortion, and prevention and treatment of malignancy of reproductive organs. Furthermore, reproductive health affects, and is affected by, other aspects of healths, most particularly human immunodeficiency virus (HIV) infection/acquired immunodeficiency syndrome (AIDS), nutrition, infant and child health, adolescent health and sexuality, lifestyle and environtment factors. Pervading and affecting all aspects of reproductive health are various Sosial, cultural and behavioral factors.

18 International Conference on Population development (ICPD) di Cairo, 13 September 1994
Revisi Kesehatan Reproduksi : Reproductive health is a state of complete physical, mental and Sosial wellbeing and not merely the absence of disease and infirmity, in all matters relating to the reproductive system and to its functions and processes. Reproductive health therefore implies that people are able to have a satisfying and safe sex life and that they have the capability to produce and the freedom to decide if, when and how to do so. Implicit in this last condition are the right of men and women to be informed and have access to safe, effective, affordable and acceptable methods of family planning of their choice. It also includes the right of access to others methods of their choice for regulation of fertility, which are not against the law, and the right of access to appropriate health care services that will enable women to go safely through pregnancy and childbirth and provide couples with the chance of having a healthy infant. Also included is sexual health, the purpose of which is the enchanment of life and personal relations, and not merely counseling and care related to reproduction and sexually transmitted diseases.

19 Kondisi Kesehatan Reproduksi di Indonesia
Prevalensi anemia pada ibu hamil adalah 51%, sedangkan pada ibu nifas 45%. Ibu hamil yang disertai kurang gizi kronis, masih cukup tinggi yaitu 14,5%. Prevalensi STD, khususnya HIV/AIDS, cenderung meningkat. Pada 1998, angka nasional untuk HIV, diperkirakan 0,06% (naik 2x lipat dari th 1996 dan 1994) Th 1997 menunjukkan ada 8,3% perempuan pada masa reproduksi, atau 4,6 juta, menghadapi kehamilan yang tidak dikehendaki. (biasanya diikuti upaya pengguguran) Data tahun 2007 menyatakan AKI adalah 226/ kelahiran hidup (tertinggi di ASEAN). Data tahun 2005 : angka morbiditas selama kehamilan, persalinan dan nifas adah sebesar 22,6%. Tatanan pelayanan kesehatan reproduksi masih kurang baik, baik dalam jumlah, mutu maupun penyebarannya, termasuk system rujukannya. Prevalensi onkologi reproduksi : sebagian besar datang terlambat,sehingga merupakan beban berat bagi pelayanan. Kita belum mempunyi data konkrit tentang berapa besar sesungguhnya masalah kesehatan reproduksi remaja dan perempuan menopause / pasca menopause.

20 Mengapa kondisi kesehatan reproduksi di Indonesia itu buruk?
Multifaktorial  faktor pendidikan, sosio ekonomi rendah dan faktor status perempuan. ICPD Cairo 1994 mencanangkan Hak Azasi Perempuan  Jauh dari harapan Contoh : Hak untuk mengontrol kesuburan  masih ditentukan pihak lain seperti suami, orang tua ataupun keluarga lain. Kehidupan seksual  sering terperangkap oleh adat dan kebiasaan yang merugikan. Diharapkan keberpihakan kepada wanita makin jelas untuk meningkatkan status dan Hak Azasi , namun tetap memperhatikan budaya bangsa yang baik, termasuk kehidupan beragama dan hukum perkawinan, agar kita tidak terjebak dan terperosok ke dalam situasi yang buruk dan sulit dikendalikan.

21 Banyak perempuan hamil termasuk Golongan Resiko Tinggi karena adanya “Unmet needs”
4 Terlalu (Terlalu Muda, Terlalu Tua, Terlalu Sering dan Terlalu Banyak) 3 Terlambat ( Terlambat mengambil keputusan, Terlambat sampai di tempat rujukan, dan Terlambat mendapat pertolongan di tempat rujukan Terjebak dalam

22 Status perempuan juga memperburuk keadaan kesehatan ginekologi khususnya infeksi dan Ginekologi Reproduksi. Selain status perempuan, hal lain yang memperburuk keadaan kesehatan reproduksi adalah Sarana dan Prasarana kesehatan kita yang masih kurang baik jumlah, mutu dan penyebarannya. Mutu : bukan hanya pada ilmu dan ketrampilan, tapi juga memerlukan wawasan. Masih bersifat Clinical Oriented  tidak melihat kondisi di lapangan dan tidak memahami epidemiologi. Masih banyak tenaga tidak terampil (Dukun beranak / Unskilled Attendant)

23 Buruknya kondisi kesehatan reproduksi di Negara kita tanggung jawab semua pihak termasuk Pemerintah, DPR/MPR, dan lembaga-lembaga negara lainnya. Pengembangan wawasan dan perubahan pengertian kesehatan reproduksi secara global direspon pemerintah dengan mengambil Kebijakan Political Will

24 Kebijakan dan Strategi Nasional Program Kesehatan Reproduksi
Mengutamakan kepentingan klien dengan memperhatikan hak reproduksi, kesetaraan dan keadilan gender. Menggunakan pendekatan siklus kehidupan dalam menangani masalah kesehatan reproduksi. Memperluas jangkauan pelayanan kesehatan secara proaktif. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas.

25 Paket Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE)
Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir (KIBBL) Keluarga Berencana (KB) Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) Pencegahan dan Penanganan Penyakit Menular Seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS. Paket Kesehatan Reproduksi Komprehensif = PKRE + Menopause/pasca menopause dan Onkologi Reproduksi.

26 POGI dan Kolegium berkewajiban membantu pemerintah dengan menawarkan perbaikan pengadaan ketenagaan, baik kualitas maupun kuantitas serta penyempurnaan manajemen pelayanan. Peningkatan Sarana  Memberikan Advocacy kepada pemerintah Peningkatan SDM  Penyusunan kurikulum yang dinamis, dengan materi yang relevan terhadap permasalahan yang aktual Pengelola kesehatan reproduksi  menjadi klinisi yang berwawasan ObGinSos. Pendekatan masalah pelayanan harus bersifat Life Cycle Approach. Mengadopsi Safemotherhood, Making Pregnancy Safer, Audit Maternal Perinatal, Risk Approach Strategy dan sistem rujukan. Poji Rochyati (di Jawa Timur) berhasil menurunkan AKI menjadi ±100 per kelahiran hidup KB harus merupakan bagian integral dari pelayanan obstetri (Interval care) Pelayanan kesehatanan reproduksi paripurna meliputi : Prenatal Care (PNC), Intrapartum Care (IPC), Postpartum Care (PPC) dan Interval Care (IC).

27 Program KB harus dapat menghindarkan kehamilan resiko tinggi dan kehamilan yang tidak dikehendaki
Setiap kehamilan adalah dikehendaki/direncanakan Didukung oleh kemudahan akses Menurut ICPD Cairo, KB bukan sekedar pengaturan kesuburan  harus mencerminkan hak perempuan dalam mengatur kesehatan reproduksinya.

28 Dalam Bidang Ginekologi :
Yang perlu mendapat perhatian adalah : Kanker mulut rahim STD khususnya HIV/AIDS Kesehatan reproduksi remaja Menopause / pasca menopause Perlu digalakkan pelayanan Ginekologi yang berwawasan Biopsikososiospiritual (CURE dan CARE)

29 Kebijakan Pemerintah dalam Kesehatan Reproduksi Serta Kaitannya dengan Obstetri Ginekologi Sosial (Kenyataan dan Harapan) Kondisi Kesehatan Reproduksi (Kespro) dinegara kita masih memprihatinkan. Penyebabnya multifaktorial : Sosekbud (umur, paritas, ekonomi rendah, pendidikan) dan biomedis (sarana dan prasarana pelayanan kespro yang kurang). Sosekbud bukan faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit kehamilan, tetapi berpengaruh terhadap perjalanan penyakit. Co : remaja (usia muda) hamil  Preeklampsi  sosek rendah  tidak mampu mendapat pelayanan kehamilan dan persalinan  PEB/Eklampsi/Kematian. Faktor lainnya adalah Demografi dan Geografi.

30 Kesehatan Reproduksi Definisi Normatif :
suatu kesejahteraan fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal berkaitan dengan sistem reproduksi serta fungsi serta prosesnya. Definisi Keilmuan : Ilmu yang mempelajari tentang alat dan fungsi reproduksi, baik pada laki-laki maupun perempuan, yang merupakan bagian integral dari sistem tubuh manusia lainnya, serta hubungannya secara timbal balik dengan lingkungannya, terutama lingkungan sosial.

31 Definisi WHO The basic elements of reproductive health are :
Responsible reproductive / sexual behaviour, widely available family planning service, effective maternal care and safemotherhood, effective control of reproductive tract infection, elemination of sexually transmitted disease (STD), prevention and management of infertility, elemination of unsafe abortion, and prevention and treatment of malignancy of reproductive organs. Fithermore, reproductive health affects and is affected by other aspects of health, most particularly human immunideficiency virus (HIV) infection / acquired immunodeficiency syndrome (AIDS), nutrition and child health, adolescent health and sexuality, lifestyle and environtment factors. Pervading and affecting all aspects of reproductive health are various Sosial, cultural, and behavioral factors.

32 Pendekatannya harus melalui siklus kehidupan perempuan (Life Cycle Approach), yaitu :
Bayi Anak Remaja Usia reproduksi Menopause/pasca menopause.

33 Perkembangan Kebijakan dan Program Kesehatan Reproduksi
Safemotherhood Initiative (1987) Pendidikan dan penelitian bidan di desa ( ) Akselerasi penurunan AKI (1994) Gerakan Sayang Ibu (1996) Indonesia Sehat (2000) Making Pregnancy Safer (2000)

34 Program yang lebih terarah dan sistematis dimulai setelah adanya International Conference on Population Development (ICPD) di Cairo, Mesir tahun 1994 Terjadi perubahan paradigma dalam masalah kependudukan dan pembangunan dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan angka fertilitas/keluarga berencana, menjadi pendekatan yang terfokus kepada kesehatan reproduksi serta hak reproduksi.

35 Dipertegas oleh Konferensi Sedunia IV tentang wanita di Beijing China tahun 1995 dan ICPD +5 di Haque tahun  menetapkan : Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya.

36 Penerapan pelayanan kespro dilaksanakan secara terpadu dan berkualitas dengan memperhatikan hak reproduksi perorangan melalui : Paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE) yang terdiri dari : Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir (KIBBL) termasuk penanganan pasca keguguran. Keluarga Berencana (KB) Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) Pencegahan dan Penanganan Penyakit Menular Seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS. Paket Kesehatan Reproduksi Komprehensif (PKRK) = Paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial ditambah Menopause/pasca menopause dan Onkologi Reproduksi.

37 Kebijakan Nasional Program Kesehatan Reproduksi
Mengutamakan kepentingan klien dengan memperhatikan hak reproduksi, kesetaraan dan keadilan gender. Menggunakan pendekatan siklus kehidupan Memperluas jangkauan pelayanan secara proaktif Peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui pelayanan kespro yang bermutu.

38 Strategi Nasional Program Kesehatan Reproduksi
Meningkatkan upaya advokasi dan kesepakatan politik di tiap tingkat administrasi, untuk menciptakan suasananyang mendukung. Menyediakan pelayanan kesehatan terpadu dan merata di setiap tingkat, sesuai dengan kewenangan. Meningkatkan mutu pelayanan dengan memperhatikan kepuasan klien. Mengembangkan prioritas, sesuai dengan masalah spesifik daerah, minimal PKRE, sebagai bagian dari desentralisasi. Melaksanakan kegiatan lintas sektoral, lintas program, dengan melibatkan organisasi profesi, LSM, agen donor dan masyarakat. Meningkatkan kesetaraan dan keadilan gender, termasuk pengakuan hak perempuan dalam kesehatan reproduksi. Meningkatkan penelitian yang berwawasan gender, dalam rangka mendukung kebijakan program dan mutu pelayanan.

39 Target Nasional Program Kesehatan Reproduksi
Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir : Menurunkan AKI menjadi 125 per kelahiran hidup. Menurunkan AKN menjadi 15 per kelahiran hidup. Menurunkan anemia gizi besi pada ibu hamil menjadi 20%. Menurunkan angka kehamilan yang tidak diinginkan dari 17,7% menjadi 11%. Keluarga Berencana Cakupan KB PUS 70% Menurunkan prevalensi “4 Terlalu” dari 65% menjadi 50% Menurunkan kejadian komplikasi KB. Menurunkan angka “drop out” perserta KB

40 Target Nasional Program Kesehatan Reproduksi
Kesehatan Reproduksi Remaja: Menurunkan prevalensi anemia pada remaja menjadi kurang dari 20%. Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan remaja melalui jalur sekolah menjadi 85% dan jalur lain minimal 20%. Menurunkan prevalensi permasalahan remaja. Penanggulanan PMS termasuk HIV/AIDS Menurunkan prevalensi GO dan sifilis pada GRT, masing- masing menjadi kurang dari 10% dan 1 %. Menurunkan prevalensi HIV pada GRT menjadi kurang dari 1 % Kesehatan reproduksi usia lanjut Cakupan pelayanan kepada usia lanjut, minimal 60%

41 Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Reproduksi
Diberikan PKRE secara terpadu, klien mendapat semua pelayanan sekaligus dalam 1 kali kunjungan. Fasilitas harus menambah kemampuan petugas dan sarasa prasarana, minimal untuk PKRE. Bila PKRE sudah tercapai, upaya pelayanan ditambah dengan PKRK.

42 Th 2000 PBB mencanangkan Millenium Development Goals (MDGs), didalamnya terdapat 8 tujuan yang ingin dicapai dan akan dievaluasi tahun 2015. Termasuk didalamnya 3 tujuan yang berhubungan dengan kespro yaitu tujuan No 4, 5 dan 6 masing-masing berkaitan dengan kesehatan ibu, anak dan HIV/AIDS. 5 = AKI dapat diturunkan menjadi 1/3 dari AKI tahun 1999, yaitu sebesar 102 per kelahiran hidup pada tahun 2015.

43 Kebijakan dalam Kesehatan Reproduksi dilihat dari sudut OBGINSOS
Skala Makro  Masyarakat  Hospital without a wall Skala Mikro  Individu  Biopsikososiospiritual Pada dasarnya kebijakan dan program pemerintah dalam bidang kespro sesuai dengan pola pikir dan falsafah kerja OBGINSOS. Masih ada kekurangan dalam kebijakan dan program pemerintah antara lain karena terbatas dana, sarana dan prasarana, bagaimana kita menyikapinya ???

44 Tugas kita bukan hanya mengidentifikasi kekurangan, tetapi harus mampu menganalisa secara rasional, kemudian harus mampu memberikan solusi. POGI/HOGSI/IDAI bekerjasama dengan organisasi profesi lain, senter pendidikan , LSM, donor agency dll untuk membantu apa yang belum bisa dilakukan pemerintah. Pelayanan kespro harus meningkatkan kualitas hidup atau Quality of Life (QOL)

45 Quality of Life (QOL) The word quality to the relationship that exist beetween the medical condition of the patient, on the one hand and the patient’s ability to pursue human purposes. These purposes are understood as the material, Sosial, moral and spiritual values that transcend physical biological life. The qualoity referred to, is the quality of relation and not a property or attribute. Thus, for the patients to judge that they have QOL, means that the patients themselves should evaluate that, based on medical condition, they are able to pursue values important to them at some qualitive or acceptable level.

46 Kesimpulan Kondisi kesehatan reproduksi di negara kita masih memprihatinkan. Kebijakan/program pemerintah, saat ini, belum seluruhnya sesuai dengan pengertian kesehatan reproduksi, karena masih ada kesenjangan antara kebijakan/program, target dan pelaksanaannya. Kendala terhadap kebijakan/program, bersifat multifaktorial.

47 Harapan Adanya kerjasama koordinatif, sinergistik yang berkelanjutan antar stake holder yaitu : Pemda, Dinkes, LSM, Pusat Pendidikan Kesehatan dan Masyarakat. SpOG dan POGI dan organisasi profesi lainnya, berkewajiban untuk mendukung kebijakan / program pemerintah. Khususnya SpOG(K) ObGinSos, harus berusaha untuk menyeimbangkan program skala Makro dan Mikro, CURE dan CARE sesuai dengan kondisi budaya kita.

48 THANK YOU


Download ppt "OBSTETRI GINEKOLOGI SOSIAL"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google