Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

1.1 Perkembangan Teknologi Jalan Raya

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "1.1 Perkembangan Teknologi Jalan Raya"— Transcript presentasi:

1 1.1 Perkembangan Teknologi Jalan Raya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Perkembangan Teknologi Jalan Raya Sejarah perkembangan jalan dimulai dengan sejarah manusia itu sendiri yang selalu berhasrat untuk mencari kebutuhan hidup dan berkomunikasi dengan sesama. Dengan demikian perkembangan jalan saling berkaitan dengan teknik jalan, seiring dengan perkembangan teknologi yang ditemukan manusia.

2 Sejarah perkembangan jalan di Indonesia yang tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia adalah Pembangunan jalan Daendles pada zaman Belanda, yang dibangun dari Anyer di Banten sampai Panarukan di Banyuwangi Jawa Timur. Tujuan pembangunan pada saat itu terutama untuk kepentingan strategi dan dimasa tanam paksa untuk memudahkan pengangkutan hasil bumi. Pada abad 18 para ahli dari Perancis, Scotlandia menemukan bentuk perkerasan yang sebagian sampai saat ini umum digunakan di Indonesia dan merupakan awal dari perkembangan konstruksi perkerasan di Indonesia yang antara lain : konstruksi perkerasan batu belah (Telford), konstruksi perkerasan Macadam.

3 1.2 Definisi-Definisi Jalan
Dalam Undang-undang Jalan Raya No. 38/2004 bahwa: Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel; Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum; Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri; Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol; Tol adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk penggunaan jalan tol; Penyelenggaraan jalan adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan; Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarki

4 (1) Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarki. (2) Sistem jaringan jalan disusun dengan mengacu pada rencana tata ruang wilayah dan dengan memperhatikan keterhubungan antarkawasan dan/atau dalam kawasan perkotaan, dan kawasan perdesaan Sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan sebagai berikut: a. menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah, pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan; dan b. menghubungkan antarpusat kegiatan nasional. Sistem jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan yang menghubungkan secara menerus kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga, dan seterusnya sampai ke persil

5 1.3 Klasifikasi dan Fungsi Jalan PP 34 TAHUN 2006
(1) Berdasarkan sifat dan pergerakan pada lalu lintas dan angkutan jalan, fungsi jalan dibedakan atas arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan. (2) Fungsi jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat pada sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. (3) Fungsi jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada sistem jaringan primer dibedakan atas arteri primer, kolektor primer, lokal primer, dan lingkungan primer. (4) Jalan dengan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan sebagai jalan arteri primer, jalan kolektor primer, jalan lokal primer, dan jalan lingkungan primer. (5) Fungsi jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada sistem jaringan sekunder dibedakan atas arteri sekunder, kolektor sekunder, lokal sekunder, dan lingkungan sekunder. (6) Jalan dengan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan sebagai jalan arteri sekunder, jalan kolektor sekunder, jalan lokal sekunder, dan jalan lingkungan sekunder.

6 1.3 Klasifikasi dan Fungsi Jalan PP 34 TAHUN 2006
(1)Jalan arteri primer adalah menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah. (2) Jalan kolektor primer adalah menghubungkan secara berdaya guna antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal. (3) Jalan lokal primer adalah menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan. (4) Jalan lingkungan primer adalah menghubungkan antarpusat kegiatan di dalam kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan

7 1.3 Klasifikasi dan Fungsi Jalan PP 34 TAHUN 2006
(1) Jalan arteri sekunder adalah menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu, atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. (2) Jalan kolektor sekunder adalah menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga. (3) Jalan lokal sekunder adalah menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. (4) Jalan lingkungan sekunder adalah menghubungkan antarpersil dalam kawasan perkotaan

8 1.3 Klasifikasi dan Fungsi Jalan PP 34 TAHUN 2006
(1) Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 11 (sebelas) meter. (2) Jalan kolektor primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 km/jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 9 (sembilan) meter. (3) Jalan lokal primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 km/jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma lima) meter. (4) Jalan lingkungan primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 15 km/jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 6,5 (enam koma lima) meter. (5) Jalan arteri sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 km/jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 11 (sebelas) meter. (6) Jalan kolektor sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 km/jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 9 (sembilan) meter. (7) Jalan lokal sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 km/jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma lima) meter. (8) Jalan lingkungan sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 km/jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 6,5 (enam koma lima) meter.

9 1.4 Status Jalan PP 34 TAHUN 2006 Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan atas: a. jalan nasional; b. jalan provinsi; c. jalan kabupaten; d. jalan kota; dan e. jalan desa.

10 1.4 Status Jalan PP 34 TAHUN 2006 Jalan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a terdiri atas: a. jalan arteri primer; b. jalan kolektor primer yang menghubungkan antaribukota provinsi; c. jalan tol; dan d. jalan strategis nasional. Jalan provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b terdiri atas: a. jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten atau kota; b. jalan kolektor primer yang menghubungkan antaribukota kabupaten atau kota; c. jalan strategis provinsi; dan d. jalan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, kecuali jalan Nasional

11 1.4 Status Jalan PP 34 TAHUN 2006 Jalan kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf c terdiri atas: a. jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b dan jalan provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27; b. jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa, antaribukota kecamatan, ibukota kecamatan dengan desa, dan antardesa; c. jalan sekunder yang tidak termasuk jalan provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf d dan jalan sekunder dalam kota; dan d. jalan strategis kabupaten. Jalan kota adalah jalan umum pada jaringan jalan sekunder di dalam kota. Jalan desa adalah jalan lingkungan primer dan jalan lokal primer yang tidak termasuk jalan kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b di dalam kawasan perdesaan, dan merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa.

12 1.5. Kelas jalan menurut tekanan gandar
b. Kelas jalan menurut besarnya tekanan gandar Kelas Jalan Tekanan Gandar I II III A III B IV >10,00 Ton 10,00 Ton 8.00 Ton 8,00 Ton

13 b. Kelas jalan menurut besarnya volume dan sifat-sifat lalu lintas
Jalan Kelas I Jalan ini mencakup semua jalan utama, yang melayani lalu lintas cepat dan berat. Jalan Kelas II Jalan ini mencakup semua jalan sekunder. Jalan Kelas III Jalan ini mencakup semua jalan-jalan penghubung dan merupakan konstruksi jalan berjalur tunggal atau dua.

14 Klasifikasi & Spesifikasi Jalan berdasarkan Penyediaan Prasaran Jalan Sumber: PP 34/2006 tentang Jalan

15 Klasifikasi penggunaan jalan

16 Klasifikasi Penggunaan Jalan

17 Persyaratan teknis jalan (PP34/2006)

18 Matrik Klasifikasi Jalan (Proposed)

19 tampang melintang jalan dan
BAB II KARAKTERISTIK JALAN 2.1 Pendahuluan Dalam perencanaan geometrik jalan terdapat beberapa parameter perencanaan yang akan dibicarakan dalam bab ini, seperti kendaraan rencana, kecepatan rencana, volume lalu lintas, kapasitas jalan, tingkat pelayanan, tampang melintang jalan dan jarak pandangan yang diberikan oleh jalan tersebut. Parameter-parameter ini merupakan penentu tingkat kenyamanan dan keamanan yang dihasilkan oleh suatu bentuk geometrik jalan.

20 Kendaraan Rencana Dimensi & Radius putar sbg dasar penyediaan ruang jalan Ada 3 Kategori: Kendaraan Kecil : mobil penumpang Kendaraan Sedang: Truk 3As tandem atau Bus Besar 2 As Kendaraan Besar : Truk Tempelan (Trailer) Ruang manuver kendaraan saat membelok di tikungan atau persimpangan sbg dasar penyediaan ruang

21 Kriteria Perencanaan

22

23 Lapak Kendaraan (Proyeksi dimensi kendaraan rencana pada saat membelok ke atas perkerasan jalan, untuk menentukan “ruang” jalan yang perlu disediakan) KENDARAAN KECIL

24 Kend. Sedang (Bus) Kend. Besar (Truk Semi Trailler-Tempelan)

25

26

27 Kecepatan Rencana (VR) (agar mengacu ke PP No.34/2006)

28 Volume Kendaraam

29 Emp (Ekivalen Mobil Penumpang) (mengacu ke MKJI, 1997)

30 Volume Lalu-lintas Rencana (mengacu ke MKJI, 1977) atau Perencanaan Lalu-lintas

31 Faktor K dan Faktor F (LHR = ADT dan LHRT=AADT)

32

33 Jalan raya selain dibagi dalam kelas menurut fungsinya, juga dipertimbangkan besarnya volume serta sifat-sifat lalu lintas yang diharapkan akan melalui jalan yang bersangkutan. Volume dari lalu lintas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (SMP), yang menunjukkan besarnya jumlah lalu lintas harian rata-rata (LHR) untuk kedua jurusan. Untuk klasifikasi jalan raya yang didasarkan pada fungsinya. Fungsi Kelas LHR dalam SMP Arteri I > Kolektor IIA 6.000 s/d IIB 1.500 s/d 8.000 IIC < 2.000 Lokal III -

34 Kapasitas Jalan

35 KAPASITAS JALAN C=CO X FCW x FCSP x FCSF
UNTUK INDONESIA, PERHITUNGAN KAPASITAS MENGIKUTI MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA 1997 (MKJI 1997) KAPASITAS JALAN ANTAR KOTA: C=CO X FCW x FCSP x FCSF dimana: C = Kapasitas (smp/jam) CO = Kapasitas dasar (smp/jam) FCW = Faktor penyesuaian lebar jalan FCSP = Faktor penyesuaian pembagian arah FCSF = Faktor penyesuaian gangguan samping KAPASITAS JALAN PERKOTAAN C=CO X FCW x FCSP x FCSF X FSCS FCCS = Faktor penyesuaian ukuran kota

36 Kapasitas Dasar (Co) Kapasitas Dasar Jalan Perkotaan

37 Penyesuaian Lebar Jalur Lalu lintas Efektif (FCW)
Tipe Jalan Lebar Jalur LaLin Efektif (Wc) (m) FCw (km/jam) Empat lajur terbagi/jalan satu arah Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 -4 -2 2 4 Empat lajur tak terbagi Dua lajur tak terbagi 5 6 7 8 9 10 11 -9,5 -3 3

38 Faktor Penyesuaian Pemisah Arah (FCsp)

39 Faktor Penyesuaian Kecepatan untuk Hambatan Samping (dengan kereb) (FCSF)
Tipe Jalan Kelas Hambatan Samping (SFC) Jalan kereb – penghalang Wg (m) < 0,5 m 1,0 m 1,5 m > 2,0 m Empat lajur terbagi 4/2 D Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1,02 0,98 0,94 0,89 0,84 1,03 1,00 0,97 0,93 0,88 0,96 0,92 1,04 0,99 Empat lajur tak terbagi 4/2 D 0,87 0,80 0,91 0,86 0,90 0,95 Dua lajur tak terbagi 2/2 UD atau jalan satu arah 0,82 0,73 1,01 0,79 0,85

40 Faktor Bobot Untuk Hambatan Samping

41 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCcs)

42 Metode Peramalan i = P1 + P2 +….+ Pn N Pn = Po (1+i)n Dimana:
i = Pertumbuhan variabel rata-rata Pn = Jumlah variabel pada tahun ke n Po = Jumlah variabel pada tahun dasar rata rata N = Jumlah tahun yang dihitung n = Tahun ke n

43 tingkat pelayanan,

44 Definisi Tingkat Pelayanan PerMen Hub No 14/2006

45 Tingkat Pelayanan Jalan
suatu ukuran yang digunakan untuk mengetahui kualitas suatu ruas jalan tertentu dalam melayani arus lalu-lintas yang melewatinya.

46 tampang melintang

47 2.2 Tampang Melintang Tampang melintang jalan adalah potongan suatu jalan tegak lurus pada as atau sumbu jalan, yang menunjukkan bentuk serta susunan bagian-bagian jalan yang bersangkutan dalam arah melintang. Tampang melintang jalan yang akan digunakan harus sesuai dengan klasifikasi jalan serta kebutuhan lalu lintas yang bersangkutan, demikian pula lebar badan jalan, drainase dan kebebasan pada jalan raya semua harus disesuaikan dengan peraturan yang berlaku.

48 Tipikal Ruang Jalan Sumber: Penjelasan PP 34/2006

49 Ruang Jalan Sumber: UU 38/2004 & PP 34/2006, tentang Jalan

50 Damaja, Damija, Dawasja (ketentuan lama)

51 Rumaja, Rumija, Ruwasja

52 Penampang Melintang Jalan Sedang dan Jalan Kecil ??

53 JALUR dan LAJUR Lalu-lintas

54 Tipikal Jalur Jalan

55 Lajur

56 Lebar Perkerasan Pada umumnya lebar perkerasan ditentukan berdasarkan lebar jalur lalu lintas normal yang besarnya adalah 3,5 meter sebagaimana tercantum dalam daftar I kecuali : Jalan penghuung dan jalan II c = 3,00 meter Jalan utama = 3,75 meter Bahu Jalan Bahu jalan adalah daerah yang disediakan ditepi luar jalan antara lapis perkerasan dengan kemiringan badan jalan (talud) yang bermanfaat bagi lalu lintas. Bahu jalan mempunyai kemiringan untuk keperluan pengaliran air dari permukaan jalan dan juga untuk memperkokoh konstruksi perkerasan.

57 Bahu Jalan

58 Fungsi bahu jalan Bahu jalan dibuat untuk memberikan sokongan samping terhadap konstruksi perkerasan. Bahu jalan juga terdapat ditepi jalan atau di badan jalan khususnya pada jalan yang menggunakan median. Macam bahu jalan Dalam fungsinya bahu jalan dapat dibedakan atas permukaannya : Bahu Lunak (soft shoulder) yaitu bahu jalan yang tidak diperkeras dan biasanya ditanami rumput dan digunakan pada jalan klas rendah. Bahu diperkeras (hard shoulder) yaitu bahu jalan yang diperkeras dan digunakan pada jalan klas menengah dan tinggi

59 Lebar Bahu Minimum Untuk jalan kelas IIc daerah pegunungan = 1,00 meter Untuk jalan kelas I daerah pegunungan = 3,00 meter Untuk jalan penghubung daerah pegunungan tergantung lebar pada keadaan setempat = 1,00 meter 2.2.3 Drainase Perlengkapan drainase merupakan bagian yang sangat penting dari suatu jalan seperti saluran tepi, saluran melintang jalan yang harus pula disesuaikan dengan data-data hidrologi seperti intensitas curah hujan maupun frekuensinya serta sifat daerah aliran. Drainase harus dapat membebaskan pengaruh yang buruk akibat air terhadap konstruksinya.

60 2.2.4 Median Median adalah suatu jalur yang memisahkan dua jalur lalu lintas yang berlawanan arah. Untuk jalan 4 jalur atau lebih pada lalu lintas dua arah diperlukan median. Fungsi Median Lebar Median

61 Median

62 Tipikal jalan ber MEDIAN (Jalan Raya dan Jalan Bebas Hambatan)

63 Trotoar (Side Walk) Trotoar adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas yang khusus dipergunakan untuk pejalan kaki (pedestrian). Lebar trotoar yang digunakan pada umumnya berkisar 1,5 – 3,0 meter.

64 Jalan ber TROTOAR

65 Fasilitas pejalan kaki
Mengacu ke Tata cara perencanaan geometrik jalan perkotaan

66

67 jarak pandangan

68 JARAK PANDANG + Jarak pandang Henti (Stopping sight distance, ssd)
+ Jarak Pandang Mendahului (Overtaking Sight Distance, osd) + Jarak kebebasan pandang di tikungan

69 Kebebasan pandang di tikungan

70

71

72

73

74

75

76

77

78 Jarak pandang Mendahului, JD
Jarak Pandang Henti, JH VR, Km/Jam 120 100 80 60 50 40 30 20 JH minimum (m) 250 175 75 55 27 16 Jarak pandang Mendahului, JD VR, Km/Jam 120 100 80 60 50 40 30 20 JD minimum (m) 800 670 550 350 250 200 150

79 Ketentuan desain geometrik jalan antar kota setelah mempertimbangkan UU38/2004 & PP34/2006

80 Ketentuan desain geometrik jalan kota – bina Marga
KLASIFIKASI JALAN JLRAYA UTAMA JALAN RAYA SEKUNDER J PENGHUBUNG I (A1) II A (A2) II B (B1) II C (B2) III KLASSIF MEDAN D B G D B G D B G D B G Lalu lintas harian rata- rata (smp) > < - Kecepatan Rencana (km/jam) Lebar Daerah Penguasaan min.(m) Lebar Perkerasan (m) Minimum 2 (2x3,75) 2x3.50 atau 2(2x3.50) 2x 3.50 2 x 3.00 Lebar Median min (m) 2 1.5 Lebar Bahu (m) Lereng Melintang Perkerasan 2% 3% 4% Lereng Melintang Bahu 6% Jenis Lapisan Permukaan Jalan Aspal beton ( hot mix ) Aspal Beton Penetrasi Berganda/ setaraf Paling tinggi penetrasi tunggal Paling tinggi pelebaran jalan Miring tikungan maksimum 10% Jari- jari lengkung minimum (m) Landai Maksimum 3 % % 6 % 4 % 6 % % 5 % 7 % % 6 % % % 6 % % %

81 2.1 Gambar Tampang Melintang Jalan tanpa median

82 SEKIAN DAN TERIMA KASIH


Download ppt "1.1 Perkembangan Teknologi Jalan Raya"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google