Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

PENGEMBANGAN STANDAR KUALITAS DAN INVESTIGASI FITOKIMIA DAUN Cassia tora Linn Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Fitofarmasi Program Studi.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "PENGEMBANGAN STANDAR KUALITAS DAN INVESTIGASI FITOKIMIA DAUN Cassia tora Linn Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Fitofarmasi Program Studi."— Transcript presentasi:

1 PENGEMBANGAN STANDAR KUALITAS DAN INVESTIGASI FITOKIMIA DAUN Cassia tora Linn Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Fitofarmasi Program Studi S1 Farmasi Tingkat III Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri 2016

2 KELOMPOK 5 1)Bella Tri Yulistanti(10113164) 2)Binti Imra’atul Istifa(10112084) 3)R. Syahibullah Majid(10113165) 4)Syifa Gama Saputra(10113152) 5)Utrujjah Ihtiramidina(10113126) 6)Violita Munawaroh(10113056) 7)Wika Dwianti(10113158) 8)Yayuk Tiarasari(10113170) 9)Yusinda Nurmala D.(10113009)

3 KETEPENG KECIL

4 kaya akan glikosida antrakuinon dan flavonoid. glikosida naphthopyrone, senyawa fenolik Senyawa Kimia antihepatotoksik, anti alergi, antimutagenik, antioksidan, antibakteri dan antijamur. kusta, psoriasis, mata, penyakit kulit dan gangguan hati. Khasiat KETEPENG KECIL

5 Standardisasi merupakan langkah penting untuk pembentukan suatu aktivitas biologis yang konsisten, profil kimia yang konsisten, atau untuk kemudahan quality assurance program dalam produksi dan manufacturing herbal (Patra et al., 2002)

6 Standarisasi adalah rangkaian proses yang melibatkan berbagai metode analisis kimiawi berdasarkan data farmakologis, melibatkan analisi fisik dan mikrobiologi berdasarkan kriteria umum (toksikologi) terhadap suatu ekstrak alam. STANDARISASI SPESIFIK NONSPESIFIK

7 PARAMETER NONSPESIFIK SUSUT PENGERINGAN & BOBOT JENIS KADAR AIRKADAR ABUSISA PELARUT RESIDU PESTISIDA CEMARAN MIKROBA LOGAM BERAT

8 Persiapan Sampel Sampel Diayak menggunakan ayakan no. 14 Diblender hingga menjadi serbuk Dikeringkan di bawah suhu 60ºC dalam oven udara panas Dicuci hingga bersih Daun dikumpulkan

9 Penentuan Nilai Ekstraktif Sampel diekstraksi dengan menggunakan metode dan pelarut yang berbeda. Tujuan : -utk mengetahui prinsip dari zat aktif dalam sampel. - mengetahui pelarut yang menghasilkan persentase ekstrak paling tinggi -Mengetahui kemurnian obat SPESIFIK

10 EKSTRAKSI DINGIN Ekstrak disimpan pada suhu rendah Dihitung bobot konstan dan rendemen Dipekatkan dengan rotary evaporator Disaring dengan cepat untuk mencegah hilangnya pelarut Dibiarkan selama 48 jam Dikocok selama 6 jam Dimaserasi dengan pelarut (Petroleum eter, kloroform, metanol dan air) dengan volumepelarut 100 mL dalam erlenmeyer selama 48 jam Ditimbang serbuk 20 gm

11 Ekstrak disimpan pada suhu rendah Dihitung bobot konstan dan rendemen Dipekatkan dengan rotary evaporator Disaring dengan cepat untuk mencegah hilangnya pelarut Diekstraksi dengan metodes sokhlet dengan pelarut (Petroleum eter, kloroform, metanol. Serbuk dengan pelarut air diekstraksi dengan cara refluks Ditimbang serbuk 20 gm EKSTRAKSI PANAS

12 EKSTRAKSI BERTINGKAT Dihitung nilai ekstraktif konstan Dipekatkan dengan rotary evaporator Disaring dengan cepat untuk mencegah hilangnya pelarut Diekstraksi dengan metodes Sokhlet dengan Petroleum eter, kloroform, aseton dan metanol Ditimbang serbuk 20 gm

13 Hasil Penentuan Nilai Ekstraktif

14 PARAMETER NONSPESIFIK

15

16 KADAR AIR  distilasi toluene dihitung kadar air dalam persen terhadap berat ekstrak semula. Setelah lapisan air dan toluene memisah sempurna, volume air dibaca Labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluene mulai mendidih, penyulingan diatur 2 tetes/detik, lalu 4 tetes/detik (Syarat : 5 – 30%/Voight 1995)

17  untuk penentuan bahan anorganik, seperti karbonat, silikat, oksalat dan fosfat. Pemanasan menyebabkan hilangnya bahan organik dalam bentuk CO2 meninggalkan komponen anorganik.  mendeteksi pemalsuan serta kualitas dan kemurnian obat.  Abu tidak larut asam : silika  Abu tidak larut asam tinggi menunjukkan kontaminasi dengan bahan alam.  Abu larut dalam air digunakan untuk memperkirakan jumlah unsur anorganik.  untuk penentuan bahan anorganik, seperti karbonat, silikat, oksalat dan fosfat. Pemanasan menyebabkan hilangnya bahan organik dalam bentuk CO2 meninggalkan komponen anorganik.  mendeteksi pemalsuan serta kualitas dan kemurnian obat.  Abu tidak larut asam : silika  Abu tidak larut asam tinggi menunjukkan kontaminasi dengan bahan alam.  Abu larut dalam air digunakan untuk memperkirakan jumlah unsur anorganik. PENENTUAN NILAI ABU Total abu Abu larut Air Abu tidak larut Asam

18 Hasil pemijaran ekstrak : total abu berisi zat yang brsifat  fisiologis (dari jaringan tanaman)  non-fisiologis (materi asing pada tanaman) PENENTUAN NILAI TOTAL ABU Ditimbang kadar abu keseluruhan Didinginkan Ekstrak dipijarkan dalam krus silika pada suhu < 450C hingga bebas karbon

19 Abu yang tidak larut asam  pasir dan silika PENENTUAN NILAI ABU TIDAK LARUT ASAM Dipijarkan pada suhu < 450C sampai berat konstan Dicuci dengan air panas Zat yang tidak larut asam dkumpulkan dan saring dengan kertas bebas abu Dididihkan dalam 2g ml HCl encer (6N) selama 5 menit Abu ditimbang

20 mengurangi berat bagian tidak larut dari yang abu, dengan berat bagian larut abu diperoleh. PENENTUAN NILAI ABU YANG LARUT DALAM AIR Dipijarkan pada suhu 450C hingga berat konstan Zat yang tidak larut dikumpulkan dan saring dengan kertas saring bebas abu Dilarutkan dalam aquadest Abu ditimbang

21 Syarat sisa pelarut < 1,0 % (BPOM, 2006) Syarat cemaran Aflatoksin 20 mikrogr/kg (Badan Standarisasi Nasional, 2008)

22 SKRINING FITOKIMIA

23 Aflatoksin adalah analisis dengan metode HPLC seperti yang disebutkan di Amerika Organisasi Analytical Kimiawan (AOAC) pedoman (Anonymous, 2002; Anonymous, 2003). Penentuan Aflatoksin

24 ANALISIS AFLATOKSIN Aflatoksin dianalisis dalam ekstrak tumbuhan yang berbeda dengan metode HPLC seperti yang dijelaskan dengan metode AOAC 980.20- ITEM-I (Scott, 1990). aflatoksin yang berbeda seperti B1, B2, G1 dan G2 ditentukan dalam ekstrak daun. Tidak ada aflatoksin terdeteksi dalam sampel dari ekstrak obat. Mikotoksin adalah metabolit sekunder yang dihasilkan oleh jamur yang berkembang secara alami dalam produk makanan. racun ini dapat menyebabkan berbagai macam efek toksik pada vertebrata, termasuk manusia. jamur toksigenik dapat mengkontaminasi produk herbal pada fase yang berbeda dari produksi dan pengolahan, terutama dalam kelembaban dan suhu kondisi yang menguntungkan. Banyak mikotoksin juga memiliki stabilitas kimia yang signifikan, yang memungkinkan ketekunan mereka dalam produk bahkan setelah penghapusan jamur dengan cara yang biasa manufaktur dan kemasan proses. jamur toksigenik yang paling umum ditemukan pada tanaman termasuk spesies dari genus Aspergillus dan Fusarium. verticillioides Fusarium. Aspergillus niger menghasilkan aflatoksin B1, B2, G1 dan G2 yang dianggap terlibat dalam etiologi kanker hati manusia. (Willem et al, 2001). Hasilnya dirangkum pada tabel 5

25 KESIMPULAN data ilmiah yang dihasilkan dari penelitian ini dapat digunakan untuk menetapkan standar kualitas dan dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan monografi farmakope daun C. tora L.. Hasil dari penelitian ini mungkin terbukti bermanfaat dalam industri herbal dan lembaga akademis untuk identifikasi, pemurnian dan standarisasi daun C. tora L..

26

27 TERIMAKASIH

28

29

30

31

32

33


Download ppt "PENGEMBANGAN STANDAR KUALITAS DAN INVESTIGASI FITOKIMIA DAUN Cassia tora Linn Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Fitofarmasi Program Studi."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google