Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

MAGISTER ILMU ADMINISTRASI NEGARA UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA HAND OUT EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK Prof.Dr. H. Adam Idris, M.Si.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "MAGISTER ILMU ADMINISTRASI NEGARA UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA HAND OUT EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK Prof.Dr. H. Adam Idris, M.Si."— Transcript presentasi:

1 MAGISTER ILMU ADMINISTRASI NEGARA UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA HAND OUT EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK Prof.Dr. H. Adam Idris, M.Si

2 2 PENDAHULUAN MASALAH PUBLIK  Kesejahteraan Sosial  Ketertiban Umum  Keamanan  Pendidikan  Kesehatan  Lingkungan  Perumahan  Lalu Lintas  Perpajakan  dan lain-lain Pembuatan Kebijakan Publik Implementasi Kebijakan Publik Evaluasi Kebijakan Publik  Undang-Undang  Peraturan Pemerintah  Instruksi Presiden  Keputusan Presiden  Keputusan Menteri  Peraturan Daerah  SK Gubernur/Bupati/Walikota Mengapa Pemerintah memilih/ tidak memilih suatu kebijakan tersebut untuk mengatasi masalah Mengapa Kebijakan itu Berhasil dan gagal? Rekomendasi 1.Kebijakan dihentikan 2.Kebijakan dilanjutkan tanpa syarat 3.Kebijakan dilanjutkan dengan beberapa diperbaiki

3 3 Wilayah / Arena Politik Proses implementasi Kebijakan Publik Wilayah / Arena Birokrasi Jika kebijakan telah ditetapkan (diputuskan), persoalan kemudian timbul adalah bagaimana kebijakan itu dilaksanakan (diimplementasikan). Dengan kata lain jika suatu kebijakan telah dipustuskan maka dibutuhkan sistem untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Sistem inilah disebut Birokrasi. (Victor Thompson) Wilayah / Arena Hukum Proses mengadili pelanggaran Kebijakan Publik Proses Penetapan / Penyusunan Kebijakan Publik WILAYAH POLITIK, BIROKRASI DAN HUKUM DALAM KEBIJAKAN PUBLIK

4 PENGERTIAN KEBIJAKAN PUBLIK Kebijakan Publik (Public Policy) adalah apapun yang dipilih oleh Pemerintah untuk dilakukan ataupun untuk tidak dilakukan. (Thomas R. Dye) Pusat perhatian dari Kebijakan Publik adalah tidak hanya apa yang dilakukan oleh Pemerintah, melainkan termasuk juga apa yang tidak dilakukan oleh Pemerintah. Apa yang tidak dilakukan oleh Pemerintah juga mempunyai dampak yang cukup besar terhadap masyarakat, seperti halnya tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah. Dapat dibayangkan betapa besar pengaruh terhadap masyarakat jika Pemerintah tidak melakukan tindakan terhadap kejahatan yang merajalela dalam masyarakat. Dengan demikian pada hakekatnya tindakan tidak melakukan apa-apa merupakan kebijakan yang diambil oleh Pemerintah.

5 5 RUANG LINGKUP STUDI KEBIJAKAN PUBLIK 1).Partisipasi Masyarakat Masyarakat diharapkan untuk bersama-sama memikirkan cara yang baik untuk mengatasi persoalan masyarakat. Tanpa adanya partisipasi masyarakat, maka Kebijakan Publik kurang bermakna. Dalam masyarakat yang tradisional, urusan-urusan politik menjadi tanggung jawab elit, masyarakat pada umumnya tidak tahu apa yang dikerjakan oleh Pemerintah. Kebijakan Publik menjadi urusan elit tersebut. Akan tetapi dalam masyarakat modern, demokratis, maka partisipasi dari masyarakat sangat penting dalam proses perumusan Kebijakan Publik.

6 6 2).Adanya Kerangka Kerja (Framework) Kerangka kerja meliputi : a).Apa tujuan yang ingin dicapai Kebijakan Publik dibuat? b).Apa nilai-nilai yang perlu dipertimbangkan ? c).Apakah sumber-sumber yang mendukung Kebijakan Publik yang tersedia dapat dimanfaatkan ? d).Siapa pelaku yang terlibat dan apakah mereka mampu melaksanakannya ? e).Bagaimana faktor lingkungan yang mempengaruhi Kebijakan Publik yang akan dibuat, mendukung, menolak atau pasif. f).Bagaimana strategi yang dijalankan dalam membuat kebijakan, melaksanakan dan mengevaluasinya. g).dan lain-lain.

7 7 3).Adanya Strategi-Strategi Policy Kebijakan Publik bukan studi yang berdiri sendiri tetapi banyak terkait dengan bidang lain. Suatu masalah sosial yang tampil ke permukaan tidak lagi dipandang berasal dari satu bidang kajian saja. Masalah tersebut saling kait-mengait dengan bidang kajian lainnya. Itulah sebabnya pembuat kebijakan harus mampu mengamati kesemua itu secara jeli sebelum menetapkan strategi yang dapat diandalkan. Pembuat kebijakan tersebut harus mampu mempertanyakan antara lain : a).Apakah yang menjadi persoalan sebenarnya sehingga patut dibuatkan kebijakan? b).Bagaimana kemungkinan pemecahannya yang berkaitan dengan persoalan dan pemecahan bidang lain? c).Siapakah yang akan diuntungkan dengan pemecahan masalah tersebut?

8 8 4).Adanya Kejelasan Tentang Kepentingan Masyarakat Persoalan masyarakat senantiasa tumbuh dan cenderung jarang terselesaikan dengan tuntas. Karena persoalan yang satu berkaitan dengan yang lainnya, maka jika persoalan yang satu diselesaikan yang lainnya menunggu penyelesaiannya. Suatu persoalan kadang kala memerlukan penyelesaian dari beberapa sisi tinjauan. Sisi yang satu terselesaikan, sisi lainnya masih, demikian seterusnya. Semua persoalan yang hidup dan tumbuh dalam masyarakat belum tentu mencerminkan kepentingan- kepentingan masyarakat pada umumnya. Adakalanya persoalan tersebut merupakan pencerminan kepentingan masyarakat, kalau persoalan tersebut mempunyai pengaruh yang luas dapat diangkat oleh masyarakat pada umumnya. Jika suatu persoalan tumbuh sproradis dan tidak mempunyai pengaruh yang luas terhadap masyarakat pada umumnya, maka persoalan tersebut belum tentu merupakan kepentingan masyarakat.

9 ELEMEN KEBIJAKAN PUBLIK 1.Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai. 2.Taktik (strategi) dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. 3.Penyediaan berbagai input memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik (strategi). (Amara Raksasataya)

10 10 1).Nilai Politis (Political Values), kebijakan dibuat atas dasar kepentingan politik dari partai politik atau kelompok kepentingan tertentu. NILAI-NILAI YANG MELANDASI PEMBUATAN KEBIJAKAN PUBLIK 2).Nilai Organisasi (Organization Values), kebijakan dibuat atas dasar nilai-nilai yang dianut organisasi, seperti balas jasa dan sanksi yang dapat mempengaruhi anggota organisasi untuk menerima dan melaksanakannya. 4).Nilai Kebijakan (Policy Values), kebijakan dibuat atas dasar persepsi pembuat kebijakan tentang kepentingan publik atau pembuatan kebijakan yang secara moral dapat dipertanggung jawabkan. 3).Nilai Pribadi (Personal Values), kebijakan dibuat atas dasar nilai-nilai pribadi yang dianut oleh pribadi pembuat kebijakan untuk mempertahankan status quo, reputasi, kekayaan, dan lain-lain. 5).Nilai Ideologi (Ideological Values), pembuatan kebijakan dibuat atas dasar ideologi yang dianut, misalnya nasionalisme, liberalisme, komunisme, dan lain-lain. (James E. Anderson)

11 11 PIHAK YANG TERLIBAT DALAM PROSES PEMBUATAN KEBIJAKAN PUBLIK Pihak-pihak yang terlibat dalam proses perumusan Kebijakan Publik sangat tergantung dari sistem politik (political system) yang dianut satu negara, sehingga dalam hal ini sulit ditemukan generalisasinya. Disamping itu untuk jenis usulan kebijakan tertentu peranan dan keterlibatan pihak-pihak tertentu sangat dominan, sedangkan pihak lain kurang berperan. Secara teoritis bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam proses pembuatan Kebijakan Publik, terdiri dari infrastruktur politik (parpol, kelompok kepentingan, kelompok penekan, media massa, LSM) dan suprastruktur politik (MPR, DPR, Presiden, MA, BPK). Usulan kebijakan publik bisa datang dari infrastruktur politik dan suprastruktur politik ataupun kedua-duanya. Kedua komponen ini secara bersama-sama merumuskan Kebijakan Publik (negara).

12 12 TAHAPAN PERUMUSAN KEBIJAKAN Tahap Pertama: Perumusan Masalah (Defining Problem) Mengenali dan merumuskan masalah merupakan langkah yang paling fundamental dalam perumusan kebijakan. Untuk dapat merumuskan kebijakan dengan baik, maka masalah-masalah publik harus dikenali dan didefinisikan dengan baik pula. Kebijakan Publik pada dasarnya dibuat untuk memecahkan masalah yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu, seberapa besar kontribusi yang diberikan oleh kebijakan publik dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam masyarakat menjadi pertanyaan yang menarik dalam evaluasi kebijakan publik. Namun demikian, apakah pemecahan masalah tersebut memuaskan atau tidak bergantung pada ketetapan masalah- masalah publik tersebut dirumuskan. Rushefky secara eksplisit menyatakan bahwa kita sering menemukan pemecahan masalah yang kurang tepat, dibandingkan menemukan masalah yang tepat.

13 13 Tahap Kedua: Agenda Kebijakan Tidak semua masalah publik akan masuk ke dalam agenda kebijakan. Masalah-masalah tersebut sering berkompetisi antara satu dengan yang lain. Hanya masalah-masalah tertentu yang pada akhirnya akan masuk ke dalam agenda kebijakan. Suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan harus memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti misalnya apakah masalah tersebut mempunyai dampak yang besar bagi masyarakat dan membutuhkan penanganan yang harus segera dilakukan? Masalah publik yang telah masuk ke dalam agenda kebijakan akan dibahas oleh para perumus kebijakan, seperti kalangan legislatif (DPR), kalangan eksekutif (presiden dan para pembantunya), agen-agen pemerintah dan mungkin juga kalangan yudikatif. Masalah-masalah tersebut dibahas berdasarkan tingkat urgensinya untuk segera diselesaikan.

14 14 Tahap Ketiga: Pemilihan Alternatif Kebijakan Untuk Memecahkan Masalah Setelah masalah-masalah publik didefinisikan dengan baik dan para perumus kebijakan sepakat untuk memasukkan masalah tersebut dalam agenda kebijakan, maka langkah selanjutnya adalah membuat pemecahan masalah. Disini para perumus kebijakan akan berhadapan dengan alternatif-alternatif pilihan kebijakan yang dapat diambil untuk memecahkan masalah tersebut. Pada tahap ini para perumus kebijakan akan dihadapkan pada pertarungan kepentingan antar berbagai aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan.

15 15 Tahap Keempat: Tahap Penetapan Kebijakan Setelah salah satu dari sekian alternatif kebijakan diputuskan diambil sebagai cara untuk memecahkan masalah kebijakan, maka tahap paling akhir dalam pembuatan kebijakan adalah menetapkan kebijakan yang dipilih tersebut sehingga mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Alternatif kebijakan yang diambil pada dasarnya merupakan kompromi dari berbagai kelompok kepentingan yang terlibat dalam pembuatan kebijakan tersebut. Penetapan kebijakan dapat berbentuk berupa undang-undang, yurisprudensi, keputusan presiden, keputusan-keputusan menteri, dan lain sebagainya.

16 16 Proses Penyaringan Evaluasi Kebijakan Publik Dalam suatu negara, pemerintah dipandang sebagai suatu organisasi yang dibentuk sebagai hasil musyawarah atau konsensus dari pelaku politik. Tugas pemerintah adalah menyerap semua tuntutan dan kepentingan para pelaku politik, menghimpun sumber daya dari para pelaku ini dan memenuhi tuntutan serta kepentingan tersebut. Tidak semua tuntutan dapat dipenuhi dalam waktu yang bersamaan, maka pemerintah selalu melakukan penyaringan dan seleksi tuntutan (kepentingan). Ada tuntutan dapat dipenuhi tetapi ada juga yang harus ditunda atau disingkirkan. Hasil penyaringan dan seleksi inilah yang terumuskan sebagai "Kebijakan Publik".

17 17 Keharusan untuk melakukan penyaringan dan seleksi kepentingan masyarakat menjadikan para pelaku politik saling berebut mempengaruhi sikap pemerintah, bahkan saling bersaingan. Dengan demikian Kebijakan Publik mengandung aspek politik yang sangat kuat. Oleh karena itu kebijakan yang dihasilkannya pasti untuk meredam politik. Kebijakan yang dihasilkan selalu mengandung konsekuensi ada pihak yang dirugikan dan ada pihak yang diuntungkan. Ini semua merupakan persoalan politik yang selalu melekat dalam suatu kebijakan. Jika kebijakan merupakan upaya memenuhi tuntutan masyarakat, maka di pihak lain ada kepentingan sekelompok orang yang harus dikorbankan. Seringkali sekelompok masyarakat ini menjadi korban dalam arti yang sesungguhnya, karena mereka mengeluarkan sumber daya tertentu bagi pelaksanaan kebijaksanaan tetapi tidak memperoleh manfaat apapun. Oleh karena itu, masyarakat yang dirugikan harus selalu memperjuangkan agregasinya dalam proses pembuatan kebijakan. AKSI KEBIJAKAN PUBLIK

18 18 Untuk mencapai tujuan kebijakan yang dibuat pemerintah, maka pemerintah melakukan aksi atau tindakan berupa penghimpunan sumber daya dan pengelolaan sumber daya tersebut. Hasil yang diperoleh dari aksi pertama disebut input kebijakan, sementara aksi kedua disebut proses (implementasi) kebijakan. Dalam proses implementasi kebijakan tersebut, pemerintah menginterpretasikan kebijakan menjadi "program". Selanjutnya agar lebih operasional lagi, program dirumuskan menjadi "proyek". Setelah diterjemahkan sebagai program dan proyek lalu diikuti tindakan fisik. Untuk menjalankan kebijakan pemerintah di bidang kesehatan dan kependudukan, BKKBN merumuskan program "KB" dan untuk menjalankan program KB ini BKKBN menyusun dan menganggarkan proyek-proyek berupa : Pengadaan alat kontrasepsi. Pelatihan tenaga lapangan. Penyempurnaan sistem informasi. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK

19 19 Konsekuensi Kebijakan Publik Setiap kebijakan publik dirancang untuk mencapai tujuan, tetapi tidak semua kebijakan tersebut mencapai sasaran. Hal ini disebabkan : Lemahnya daya antisipasi pembuat kebijakan. Terganggunya implementasi. Pengaruh berbagai kondisi lingkungan. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan akan berusaha untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu pemerintah berkepentingan untuk menjaga proses implementasi sebaik mungkin. Kegiatan evaluasi dalam beberapa hal disebut : Pengawasan Pengendalian Penyeliaan Supervisi Kontrol Monitoring

20 PENGERTIAN EVALUASI KEBIJAKAN 1. Evaluasi Kebijakan adalah kegiatan yang bertujuan untuk menilai manfaat suatu kebijakan. Kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang menyangkut substansi, implementasi, dan dampak. (Jones) 2. Evaluasi Kabijakan merupakan suatu proses untuk meneliti seberapa jauh suatu kebijakan dapat membuahkan hasil, dengan membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan atau target kebijakan yang ditentukan. (Widodo) 3. Evaluasi Kebijakan adalah kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan. Atau evaluasi kebijakan digunakan untuk mengukur keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan suatu kebijakan publik. (Subarsono)

21 TUJUAN EVALUASI KEBIJAKAN Evaluasi Kebijakan diperlukan untuk mengetahui kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Tujuan pokok evaluasi kebijakan bukan mencari kesalahan tetapi untuk melihat seberapa besar kesenjangan antara pencapaian dan harapan dari suatu kebijakan publik. Tugas selanjutnya adalah bagaimana mengurangi atau menutup kesenjangan tersebut. Jadi Evaluasi Kebijakan bertujuan menutupi kekurangan yang terjadi. (Winarno)

22 Evaluasi Kebijakan dilakukan untuk mengetahui: Evaluasi Kebijakan dilakukan untuk mengetahui: 1. Proses Pembuatan Kebijakan 2. Proses Implementasi 3. Konsekuensi Kebijakan 4. Efektifitas Dampak Kebijakan (Samudro)

23 KEGIATAN EVALUASI Kegiatan Evaluasi dapat dilakukan pada berbagai tahapan yang berbeda. Yaitu: Kegiatan Evaluasi dapat dilakukan pada berbagai tahapan yang berbeda. Yaitu: 1. Evaluasi pada tahap perencanaan (ex-ante), yaitu evaluasi dilakukan sebelum ditetapkannya rencana pembangunan dengan tujuan untuk memilih dan menentukan skala prioritas dari berbagai alternatif dan kemungkinan cara mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. 2. Evaluasi pada tahap pelaksanaan (on-going), yaitu evaluasi dilakukan pada saat pelaksanaan rencana pembangunan untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan rencana dibandingkan dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. 3. Evaluasi pada saat pasca pelaksanaan (ex-post), yaitu evaluasi dilaksanakan setelah pelaksanaan rencana berkahir yang diarahkan untuk melihat apakah pencapaian (keluaran/hasil/dampak) program mampu mengatasi masalah pembangunan yang dipecahkan.

24 Langkah Evaluasi Kebijakan Langkah dalam Evaluasi Kebijakan, yakni: Langkah dalam Evaluasi Kebijakan, yakni: 1. Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi. 2. Analisis terhadap masalah. 3. Deskripsi dan standarisasi kegiatan. 4. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi. 5. Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat kegiatan tersebut atau karena penyebab yang lain. 6. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak. (Edwar A Suchman)

25 Selain itu Suchman memberikan identifikasi beberapa pertanyaan operasional untuk menjalankan penelitian evaluasi, yaitu: Selain itu Suchman memberikan identifikasi beberapa pertanyaan operasional untuk menjalankan penelitian evaluasi, yaitu: 1. Apakah yang menjadi isi dari tujuan program? 2. Siapa yang menjadi target program? 3. Kapan perubahan yang diharapkan terjadi? 4. Apakah tujuan yang ditetapkan satu atau banyak (unitary or multiple)? 5. Apakah dampak yang diharapkan besar? 6. Bagaimanakah tujuan-tujuan tersebut dicapai?

26

27

28 1. Model Evaluasi Berbasis Tujuan (Goal Based Evaluation Model) Model Evaluasi Berbasis Tujuan secara umum mengukur apakah tujuan yang ditetapkan oleh kebijakan, program dan proyek dapat dicapai atau tidak. Model evaluasi ini memfokuskan pada mengumpulkan informasi yang bertujuan mengukur pencapaian tujuan kebijakan, program dan proyek untuk pertanggujawaban dan pengambilan keputusan. Jika suatu program tidak mempunyai tujuan yang bernilai, maka program tersebut merupakan program yang buruk. Model Evaluasi Berbasis Tujuan secara umum mengukur apakah tujuan yang ditetapkan oleh kebijakan, program dan proyek dapat dicapai atau tidak. Model evaluasi ini memfokuskan pada mengumpulkan informasi yang bertujuan mengukur pencapaian tujuan kebijakan, program dan proyek untuk pertanggujawaban dan pengambilan keputusan. Jika suatu program tidak mempunyai tujuan yang bernilai, maka program tersebut merupakan program yang buruk.

29 Proses Model Evaluasi Berbasis Tujuan sbb: Proses Model Evaluasi Berbasis Tujuan sbb: 1. Mengidentifikasi tujuan. 2. Merumuskan tujuan menjadi indikator-indikator. Setelah diidentifikasi tujuan-tujuan selanjutnya dirumuskan dalam indikator-indikator kuantitas dan kualitas yang akan diukur. 3. Mengembangkan metode dan instrumen untuk menjaring data. Evaluator menentukan pilihan apakah metode kuantitatif atau kualitatif atau campuran untuk menjaring data. 4. Memastikan program telah berakhir dan mencapai tujuan. 5. Menjaring dan menganalisis data/informasi mengenai indikator- indokator program. 6. Kesimpulan. Hasil evaluasi menyimpulkan apakah program dapat mencapai sepenuhnya, sebagian atau gagal. 7. Mengambil keputusan tentang program tentang apakah program dilanjutkan, dihentikan atau dikembangkan/dimodifikasi.

30 2. Model Evaluasi CIPP (Context – Inputs – Process – Product) 1. Contect evaluating to serve planning decision. Konteks evaluasi ini membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program dan merumuskan tujuan program. 2. Input evaluation, structuring, decision. Evaluasi ini menolong mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternative apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan. Bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. 3. Process evaluating, to serve implementation decision. Evaluasi proses untuk membantu mengimplementasikan keputusan sampai sejauh mana rencana telah diterapkan?, apa yang harus direvisi? Begitu pertanyaan belum terjawab, prosedur dapat dimonitor, dikontrol dan diperbaiki. 4. Product evaluation, to server cycling decision. Evaluasi produk untuk menolong keputusan selanjutnya. Apa hasil yang telah dicapai? Apa yang dilakukan setelah program berjalan?

31 3. Metode Evaluasi Ketimpangan 1. Mengembangkan suatu desain dan standar-standar yang mensfesifikasi karakteristik-karakteristik implementasi ideal dari evalualand (obyek evaluasi): kebijakan, program, proyek. 2. Merencanakan evaluasi menggunkaan Model Evaluasi ketimpangan (Discrepancy Evaluation Model). Menentukan informasi yang diperlukan untuk membandingkan implementasi yang sesungguhnya dengan standar yang mendefinisikan kinerja obyek evaluasi. 3. Menjaring kinerja obyek evaluasi yang meliputi pelaksanaan program, hasil-hasil kuantitatif dan kualitatif. 4. Mengidentifikasi ketimpangan-ketimpangan (discrepancies) antara standar-standar dengan pelaksanaan dengan hasil pelaksanaan obyek evaluasi yang sesungguhnya dan menentukan rasio ketimpangan. 5. Menetukan penyebab ketimpangan antara standar dengan kinerja obyek evaluasi. 6. Menghilangkan ketimpangan dengan membuat perubahan- perubahan terhadap implementasi obyek evaluasi.

32 Evaluasi formatif dilakukan dengan tujuan: Evaluasi formatif dilakukan dengan tujuan: 1. Untuk mengukur hasil pelaksanaan program secara periodik. Apakah pelaksanaan program mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau tidak? 2. Untuk mengukur apakah klien/partisipan bergerak ke arah tujuan yang direncanakan. 3. Untuk mengukur apakah sumber-sumber dipergunakan sesuai dengan rencana. 4. Untuk menentukan koreksi apa yang harus dilakukan jika terjadi penyimpangan. 5. Memberikan balikan. Evaluasi formatif merupakan bagian integral dari proses pengembangan pelaksanaan program.

33 Sedangkan Evaluasi Sumatif dilakukan untuk mengukur: Sedangkan Evaluasi Sumatif dilakukan untuk mengukur: 1. Hasil dan pengaruh layanan atau intervensi program. 2. Mengukur persepsi klien mengenai layanan dan intervensi program. 3. Menentukan cost effectiveness, cost efficiency, dan cost benefit programe. 4. Menentukan sukses keseluruhan program. 5. Menentukan apakah tujuan umum dan tujuan khusus program telah tercapai. 6. Menentukan apakah klien mendapatkan manfaat dari program. 7. Menentukan komponen-komponen mana yang paling efektif dalam program. 8. Menentukan keluaran yang tidak diantisipasi dari program. 9. Mengkomunikasikan temuan evaluasi kepada para pemangku kepentingan. 10. Mengembil keputusan apakah program harus dihentikan, dikembangkan dan dihentikan atau dilaksanakan di tempat lain.

34 34 Pelaku Evaluasi Beberapa persoalan yang harus dijawab oleh Evaluasi Kebijakan 1.Kelompok/kepentingan mana yang memiliki akses dalam pembuatan kebijakan ? 2.Apakah proses pembuatannya cukup rinci ? 3.Apakah program didesain secara logis ? 4.Apakah sumber daya telah cukup memadai ? 5.Apakah program dilaksanakan sesuai standar efisiensi ? 6.Kapan tindakan program dilakukan dan apa dampaknya kepada masyarakat ? 7.Apakah tindakan dan dampak sesuai dengan apa yang diharapkan ? Pemerintah Lembaga Penelitian Partai Politik Tokoh Masyarakat L S M (Ripley: 1985)

35 35 Sementara Kasley dan Kumar (1987) menyarankan 3 pertanyaan : 1.Siapa yang memperoleh akses terhadap input dan output proyek ? 2.Bagaimana mereka bereaksi terhadap proyek tersebut ? 3.Bagaimana proyek tersebut mempengaruhi perilaku mereka ? Evaluasi Kebijakan bertujuan mengetahui 4 aspek : 1.Prosedur pembuatan kebijakan. 2.Proses implementasi. 3.Konsekuensi kebijakan. 4.Efektivitas dampak kebijakan. Evaluasi Kebijakan dapat dilakukan sebelum dan sesudah kebijakan dilaksanakan, yang disebut Evaluasi Summatif dan Evaluasi Formatif.

36 36 Fungsi Evaluasi Kebijakan 1.Eksplanasi, melalui evaluasi ini dapat dipotret realitas pelaksanaan program dan dapat dibuat suatu generalisasi tentang pola hubungan antar berbagai dimensi realitas yang diamatinya. Contoh : Evaluasi terhadap KMI, evaluator harus dapat menjelaskan hubungan antara tingkat kelulusan mahasiswa dengan besarnya rupiah yang dipinjamkan kepada mahasiswa. 2.Kepatuhan, yaitu melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh pelaku sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Contoh : Apakah limbah yang dikeluarkan oleh industri di sepanjang Sungai Mahakam tidak melebihi ambang batas yang ditetapkan oleh UU Lingkungan Hidup.

37 37 4.Akunting, melalui evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial ekonomi dari suatu kebijakan. Contoh : Kebijakan pemerintah memberikan beras secara cuma-cuma kepada masyarakat miskin sebanyak 20 Kg, apakah masyarakat menerima sebanyak itu ? 3.Auditing, melalui evaluasi dapat diketahui apakah output benar -benar sampai ke tangan kelompok sasaran. Apa ada kebocoran atau tidak. Contoh :Seberapa jauh program bantuan pembangunan kabupaten mampu meningkatkan tingkat pendapatan dan pendidikan masyarakat di pedesaan. Fungsi Evaluasi Kebijakan

38 38 Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Oleh Evaluator : Aspek-aspek apa yang perlu dikaji. Sumber-sumber informasi yang valid. Teknik-teknik evaluasi. Kemampuan evaluator itu sendiri, sehingga hasil evaluasinya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan apakah kebijakan dapat diteruskan, diubah atau dihentikan. Keputusan-keputusan Yang Dapat Diambil Atas Dasar Studi Evaluasi Oleh Weiss, Dirinci : 1.Meneruskan atau mengakhiri program. 2.Memperbaiki praktek dan prosedur administrasi. 3.Menambah atau mengurangi dan teknik implementasi. 4.Melembagakan program. 5.Mengalokasikan sumber daya ke program lain. 6.Menerima atau menolak pendekatan teori yang dipakai.

39 39 KARAKTERISTIK EVALUASI KEBIJAKAN Evaluasi kebijakan menilai kebijakan pemerintah berdasarkan :  Spesifikasi Obyeknya  Teknik Pengukurannya  Metode Analisisnya  Spesifikasi Obyeknya, menilai hasil program yang dilaksanakan pemerintah sesuai dengan problema yang dihadapi masyarakat, misalnya Pendidikan, Kesehatan, Perumahan, dan lain-lain. Apakah sudah terlaksana dengan baik atau tidak.  Teknik Pengukurannya, cara untuk mengumpulkan data yang diperlukan guna melaksanakan evaluasi. Berdasarkan observasi atau research.  Metode Analisisnya, akan dapat menunjukkan hasil akhir (kesimpulan) dari kegiatan mengevaluasi kebijakan, yaitu : Apakah efektif atau tidak Apakah dampaknya positif atau negatif

40 40 FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN MASYARAKAT MEMATUHI KEBIJAKAN PUBLIK Respek terhadap otoritas dan keputusan badan pemerintah. Adanya kesadaran untuk menerima kebijakan. Adanya keyakinan bahwa kebijakan itu dibuat secara sah. Adanya kepentingan pribadi. Adanya hukum bila tidak melaksanakan kebijakan. (James E. Anderson)

41 41 FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN MASYARAKAT TIDAK MEMATUHI KEBIJAKAN PUBLIK Kebijakan bertentangan dengan sistem nilai. Adanya konsep ketidakpatutan selektif terhadap hukum. Keinginan untuk mencari keuntungan dengan cepat. Adanya ketidakpastian hukum. (James E. Anderson)

42 42 FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEGAGALAN KEBIJAKAN PUBLIK MENCAPAI SASARAN/DAMPAK YANG DIHARAPKAN 1).Tersedianya sumber-sumber yang terbatas, baik tenaga, biaya, material, waktu, dan lain-lain, sehingga dampak yang diharapkan tidak tercapai. Banyak program pembangunan yang terbengkalai karena kekurangan dana, dan sebagainya. 2).Kesalahan dalam pengadministrasian kebijakan akan dapat mengurangi tercapainya dampak kebijakan. Betapapun baiknya isi kebijakan kalau tidak diadministrasikan dengan baik akan sulit mencapai dampak yang diharapkan 3).Problema-problema publik seringkali timbul karena adanya berbagai macam faktor, sementara kebijakan seringkali dirumuskan hanya atas dasar satu atau sebagian kecil faktor tersebut. 4).Implementasi Kebijakan Publik itu dilaksanakan tidak sesuai dengan petunjuk pelaksanaannya, sehingga sasaran kebijakan tidak tercapai.

43 43 5).Adanya beberapa kebijakan yang mempunyai tujuan bertentangan satu dengan lainnya. 6).Adanya kebijakan tertentu yang memakan biaya lebih besar dari masalahnya itu sendiri. 7).Adanya masalah publik yang tidak dapat dipecahkan secara tuntas. 8).Terjadinya perubahan sifat permasalahan ketika kebijakan sedang dirumuskan atau dilaksanakan. 9).Adanya masalah baru yang lebih menarik sehingga mengalihkan perhatian orang dari masalah yang telah ada.

44 44 7 (TUJUH) MACAM KESALAHAN-KESALAHAN YANG SERING TERJADI DALAM PROSES PEMBUATAN KEBIJAKAN PUBLIK 1).Cara Berpikir Yang Sempit (Cognitive nearsightedness) Adanya kecenderungan manusia membuat keputusan hanya untuk memenuhi kebutuhan seketika sehingga melupakan antisipasi ke masa depan. Dan adanya lingkungan pemerintahan yang beranekaragam telah menyebabkan pejabat pemerintah sering membuat kebijakan dengan dasar-dasar pertimbangan yang sempit dengan tanpa mempertimbangkan implikasinya ke masa depan. Seringkali pula pembuat kebijakan hanya mempertimbangkan satu aspek permasalahan saja dengan melupakan kaitannya dengan aspek-aspek lain - sehingga gagal mengenali problemanya secara keseluruhan. (F. A. Nigro dan L. G. Nigro)

45 45 2).Adanya asumsi bahwa masa depan akan mengulangi masa lalu (Assumtion that future will repeat past) Banyak anggapan yang menyatakan bahwa dalam suatu masa yang stabil orang akan bertingkah laku sebagaimana para pendahulunya di masa yang lampau. Tetapi keadaan sekarang jauh dari stabil, karena banyak orang bertingkah laku dengan cara yang sangat mengejutkan. Kendatipun ada perubahan-perubahan yang besar pada perilaku orang-orang, namun masih banyak pejabat pemerintah yang secara picik/buta beranggapan bahwa perubahan-perubahan itu normal dan hal tersebut akan segera kembali seperti sediakala. Padahal di dalam membuat keputusan para pejabat pemerintah tersebut harus meramalkan keadaan-keadaan dan peristiwa-peristiwa yang akan datang yang berbeda dengan masa lampau.

46 46 3).Terlampau menyederhanakan sesuatu (Over simplification) Selain adanya kecenderungan untuk berpikir secara sempit, ada pula kecenderungan pembuat kebijakan untuk terlampau menyederhanakan sesuatu. Misalnya dalam melihat suatu masalah pembuat kebijakan hanya mengamati gejala-gejala masalah tersebut saja dengan tanpa mencoba mempelajari secara mendalam apa sebab-sebab timbulnya masalah tersebut. Cara- cara yang dipakai untuk mengatasi masalahpun dengan menerapkan "senjata pamungkas" yang sebesarnya belum atau "tidak" perlu dipakai, karena siapa tahu - dengan pola bertindak sederhana hal tersebut tidak sepenuhnya dapat mengatasi masalahnya malah justru mungkin menimbulkan masalah-masalah baru. Pejabat pemerintah mungkin ada yang menolak "pola bertindak yang sederhana" ini, tetapi selalu saja membuat pemecahan masalahnya secara sederhana. Padahal tidak ada satu masalahpun (apalagi masalah yang besar/fundamental) dapat dipecahkan dengan pola bertindak yang sederhana ini.

47 47 4).Terlampau menggantungkan pada pengalaman satu orang (Overreliance in one's own experience) Pada umumnya banyak orang meletakkan bobot yang besar pada pengalaman mereka di waktu yang lalu dan penilaian pribadi mereka. Walaupun seorang pejabat yang berpengalaman akan mampu membuat kebijakan-kebijakan yang lebih baik dibanding dengan yang tidak berpengalaman, tetapi mengandalkan pada pengalaman dari seseorang saja bukanlah pedoman yang terbaik. Hal ini disebabkan karena keberhasilan seseorang di waktu yang lampau bukannya karena ia tidak membuat kebijakan yang tepat tetapi hanyalah karena adanya faktor keberuntungan saja. Sehubungan dengan itu, maka pembuat kebijakan perlu berkonsultasi dengan rekan-rekannya, bawahannya dan orang-orang lain untuk menimba pengalaman-pengalaman mereka. Dan yang jelas: "pembuatan keputusan bersama akan menghasilkan keputusan-keputusan yang lebih bijaksana" (shared decision produces wiser decisions).

48 48 5).Keputusan-keputusan yang dilandasi oleh pra konsepsi pembuat kebijakan (Preconceived nations) Dalam banyak kasus, Kebijakan Publik seringkali dilandaskan pada prakonsepsinya pembuat kebijakan. Hal ini tidak terlalu salah tetapi jelas tidak jujur. Keputusan-keputusan administratif akan lebih baik hasilnya kalau didasarkan pada penemuan-penemuan ilmu sosial. Sayangnya penemuan-penemuan ini sering diabaikan bila bertentangan dengan gagasan- gagasan/konsepsi-konsepsi pembuat kebijakan. Pemikiran-pemikiran yang pra-konsepsional akan membatasi pemanfaatan penemuan-penemuan ilmu sosial dalam membuat keputusan lembaga-lembaga pemerintahan. Fakta-fakta yang ditemukan oleh ilmu sosial akan sangat berguna bagi pembuatan Kebijakan Publik.

49 49 6).Tidak adanya keinginan untuk melakukan percobaan (Unwillingness to experiment) Cara untuk mengetahui apakah suatu keputusan itu dapat diimplementasikan atau tidak adalah dengan mengujinya secara nyata pada ruang lingkup yang lebih kecil (terbatas). Adanya tekanan waktu, pekerjaan yang menumpuk dan sebagainya menyebabkan pembuat kebijakan tidak punya kesempatan melakukan proyek percobaan (pilot project). Atau mungkin ada kecurigaan sementara pihak (anggota-anggota legislatif) bahwa apabila pejabat pemerintah melakukan kegiatan percobaan pada suatu program berarti bahwa landasan pemikiran dalam penyusun program tersebut kurang baik. Selain itu kegiatan-kegiatan percobaan dianggap memboros-boroskan uang saja. Pejabat pemerintah kurang berani bereksperimen karena takut menanggung resiko dan beranggapan bahwa bereksperimen sama saja halnya dengan berjudi. Karena problema-problema yang dihadapi pemerintah semakin besar dan kompleks maka pemerintah harus mampu mendorong pejabat- pejabatnya untuk lebih berani melakukan eksperimen dan berani menanggung resiko.

50 50 7).Keengganan untuk membuat keputusan (Reluctance to decide) Kendatipun mempunyai cukup fakta-fakta beberapa orang enggan untuk membuat kebijakan. Hal ini disebabkan karena mereka menganggap membuat kebijakan itu sebagai tugas yang sangat berat, penuh resiko, bisa membuat orang frustasi, kurang adanya dukungan dari lembaga atau atasan terhadap tugas pembuatan kebijakan, takut menerima kritikan dari orang lain atas kebijakan yang telah dibuat dan sebagainya.

51 51 LITERATUR Budi, Winarto. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik, Medpress, Yogyakarta. William, N. Dunn. 2000. Analisis Kebijakan Publik, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Irfan, Islami. 1992. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Bumi Aksara, Jakarta. Solichin, Abdul Wahab. 1989. Analisis Kebijakan Negara, Rineka Cipta, Malang. S. Wibawa, dkk. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

52 52 Atas perhatiannya di ucapkan Terimakasih


Download ppt "MAGISTER ILMU ADMINISTRASI NEGARA UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA HAND OUT EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK Prof.Dr. H. Adam Idris, M.Si."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google