Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

HUKUM TATA NEGARA

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "HUKUM TATA NEGARA "— Transcript presentasi:

1 L/O/G/O www.themegallery.com Assalamualaikum wr. wb بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

2 Nama Kelompok: RIDHO IMAM ASHARI (141010648) SELVI AFRIANI(141010260) ALJUAND( ) YULIASARI(141010437) DIFA PRIMADOLA( )

3 PERAN DPR DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK TOPIK MAKALAH KAMI ADALAH:

4 Tugas dan Wewenang DPR 1. DPR mempunyai kekuasaan membentuk UU 2. Setiap RUU di bahas oleh DPR dan presiden untuk mendapat persetujuan bersama. A. TUGAS DAN WEWENANG DPR 3. Jika RUU itu tidak mendapat persetujuan bersama, RUU itu tidak boleh di ajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu. 4. Presiden mengesahkan RUU yang telah di setujui bersama untuk menjadi UU. 5. RUU yang telah di setujui bersama tersebut tidak di sahkan oleh presiden dalam waktu 30 hari sejak itu RUU di setujui, RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib di undangkan

5 Selain berkaitan dengan proses legislasi, dalam kewenangannya DPR sebagai penentu kata putus dalam bentuk memberi “persetujuan” terhadap agenda kenegaraan yang meliputi: Menyatakan perang, membuat perdamaian, perjanjian dengan negara lain Membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara. Menetapkan peraturan pemerintah pengganti UU menjadi UU Pengangkatan hakim agung Pengangkatan dan pemberhentian anggota komisi yudisial

6 B. HAK DAN KEWAJIBAN DPR Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, berdasarkan pasal 20A ayat (2) UUD 1945 jo. Pasal 27 UU no 22 tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR,DPR,DPD,dan DPRD menyatakan sebagai lembaga perwakilan rakyat DPR memiliki hak, antara lain: 1. hak interpelasi, yaitu hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara 2. hak angket, yaitu hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap penyelidikan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan 3. hak menyatakan pendapat, yaitu hak DPR untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air disertai dengan solusi tindak lanjut dari hak interpelasi dan hak angket.

7 C. Memaknai Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Memaknai pembentukan peraturan perundang-undang yang baik berasal dari algemene beginselen van behoorlijke regelgiving. Menurut Oonstenbrink, yang kemudian dikembangkan oleh Kortman, mengemukakan bahwa asas-asas umum perundang-undangan yang baik (algemene beginsel van behoorlijke wetgeving), Dalam hubungannya dengan fungsi asas-asas pembentukan perundang-undangan yang baik, Philipus M. Hadjon menjelaskan bahwa, asas-asas umum pembentukan aturan hukum yang baik berfungsi sebagai dasar pengujian dalam pembentukan aturan hukum (uji formal) maupun sebagai dasar pengujian terhadap aturan hukum yang berlaku (uji materiil). [1] Lebih lanjut A. Hamid S. Attamimi menjelaskan, bahwa asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut, berfungsi untuk memberikan pedoman dan bimbingan bagi penuangan isi peraturan ke dalam bentuk dan susunan yang sesuai, sehingga tepat penggunaan metode pembentukannya, serta sesuai dengan proses dan prosedur pembentukan yang telah ditentukan. Selain itu, konsep ini juga bermanfaat bagi penyiapan, penyusunan dan pembentukan suatu peraturan perundang-undangan, yang selanjutnya dapat dipergunakan oleh para hakim, untuk melakukan pengujian (toetsen), agar peraturan- peraturan tersebut memenuhi asas-asas dimaksud. [1] Selanjutnya, kata pembentukan undang-undang, merupakan rangkaian kata yang diartikan sebagai proses pembuatan undang-undang, yang kerangkanya dimulai dari perancanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahaan, pengundangan dan penyebarluasan

8 D. PROSES PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG 1. PERSIAPAN PENYUSUNAN RUU Sebelum pembahasan suatu undang-undang di lakukan, maka presiden maupun DPR harus menyusun program legislasi nasional (prolegnas),yang di jadikan pedoman dalam penyusunan dan pembentukan undang-undang. Penyususan program legislasi nasional di lingkungan dewan perwakilan rakyat dikoordinasikan badan legislasi (baleg), yang merupakan alat kelengkapan dewan perwakilan rakyat yang khusus menangani bidang ligislasi. Penyusunan program legislasi nasional dilingkungan pemerintah dikoordinasikan oleh mentri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang peraturan perundang-undangan. Penyusunan dan pengelolaan prolegnas diatur berdasarkan peraturan presiden nomor 61 tahun 2005.

9 Perubahan pembentukan undang-undang diluar prolegnas, baik prolegnas tahun 2000-2004, maupun untuk tahun 2005-2009,pernah di lakukan. Salah satu peristiwa yang dapat dikemukakan di sini, adalah saat pembentukan rancangan undang-undang (RUU) pemerintah Aceh. RUU pemerintahan Aceh dibentuk berdasarkan hasil Nota kesepahaman antara pemerintah RI dan gerakan aceh merdeka (GAM), yang ditandatangani di helsinki, pada 15 agustus 2005, sebagaimana diatur dalam butir 1.1.1 nota kesepakatan, “undang-undang baru tentang penyelenggaraan pemerintah di Aceh akan diundangkan dan akan mulai berlaku sesegera mungkin dan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret 2006

10 SKEMA PROSES PEMBUATAN UNDANG- UNDANG

11 Setiap RUU yang berasal oleh presiden disampaikan secara tertulis kepada pimpinan DPR dengan surat pengantar presiden, yang diikuti dengan penjelasan/keterangan, dan/naskah akdemis. Surat pengantar presiden, menyebut juga menteri yang mewakili presiden dalam melakukan pembahasan RUU. Dalam rapat paripurna berikutnya, setelah RUU memberitahukan kepada anggota, tentang masuknya RUU tersebut. Presiden dapat menarik kembali RUU yang diajukan, sebelum pembicaraan Tingkat I dimulai, melalui surat pengantar presiden yang diajukan kepada pimpinan DPR. RUU yang sedang dibicarakan pada tingkat I, hanya dapt ditarik kembali berdasarkan persetujuan DPR dan Presiden. RUU untuk memberikan persetujuan atas pernyataan perang, pembuatan perdamaian, dan perjanjian dengan Negara lain, serta ratifikasi perjanjian Internasional yang disampiakan oleh presiden kepada DPR, dibahas dan diselesikan secara biasa, kecuali DPR menentukan. DPR mulai membahas RUU dari presiden dalam jangka waktu paling lambat 60 hari sejak surat pengantar presiden diterima, dalam artian sejak surat itu ddiberitahukan dalam rapat paripurna.  PENYUSUNAN RUU OLEH PRESIDEN

12

13  PENYUSUNAN RUU oleh DPR Berdasarkan keputusan dewan perwakilan rakyat republik indonesia nomor 15/DPR RI/I/2005, yang kemudian diubah dengan keputusan dewan perwakilan rakyat republik indonesia nomor 07/DPR RI/II/2004-2005 tentang peraturan tata tertib dewan perwakilan rakyat indonesia, dan kemudian diubah lagi dengan keputusan dewan perwakilan rakyat republik indonesia nomor 08/DPD RI/I/2005- 2006, memberi penjelasan tentang penggunaan hak inisiatif DPR, dengan ketentuan sebagai berikut: “Sekurang-kurangnya 13 (tiga belas) orang anggota dapat mengajukan usul inisiatif rancanan undang-undang. Usul rancangan undang-undang, dapat juga diajukan oleh komisi, gabungan komisi,atau badan legislasi. Usul inisiatif rancangan undang- undang disertai keterangan dan/atau naskah akademis disampaikan secara tertulis oleh anggota atau pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, atau pimpinan badan legislasi kepada pimpinan DPR disertai daftar nama dan tanda tangan pengusul serta nama fraksinya. Dalam rapat paripurna berikutnya setelah usul inisiatif rancangan undang-undang tersebut di terima oleh pimpinan DPR, memberitahukan bahwa anggota masuknya usul inisiatif rancangan undang-undang tersebut, kemudian di bagikan kepada seluruh anggota. Rapat peripurna memutuskan bahwa apakah usul rancangan undang-undang tersebut secara prinsip dapat diterima menjadi rancangan undang-undang usul DPR atau tidak keputusan diambil setelah diberikan kesempatan kepada fraksi untuk memberikan pendapatnya

14

15 Pembicaraan tingkat I dilakukan berdasarkan urutan kegiatan sebagai berikut : 1.Pandangan dan pendapat fraksi-fraksi atau pandangan dan pendapat fraksi-fraksi dan DPD (rancangan undang-undang berkaitan dengan hal-hal tertentu sesuai kewenangan DPD), apabila rancangan undang- undang yang berasal dari presiden; atau pandangan dan pendapat presiden atau pandangan dan pendapat presiden beserta DPR (rancangan undang-undang berkaitan dengan hal-hal tertentu sesuai kewenangan DPD), untuk rancangan undang-undang yang bersal dari DPR; 2.Tanggapan presiden atas pandangan dan pendapat atau tanggapan pimpinan alat kelengkapan DPR yang membahas rancangan undang- undang terhadap pandangan dan pendapat terhadap rancangan undang- undang huruf a di atas; 3.Rancangan undang-undang belum dapat disampaikan dalam pembicaraan tingkat II, apabila secara prinsip tidak dicapai kesepakatan untuk diteruskan;

16 Selanjutnya dalam pembicaraan tingkat II, menjadi forum pengambilan keputusan melalui mekanisme rapat paripurna, yang didahului oleh; 1.Laporan hasil pembicaraan tingkat I; 2.Pendapat akhir fraksi yang di sampaikan oleh anggotanya dan apabila dipandang perlu dapat pula disertai dengan catatan tentang sikap fraksinya;dan 3.Pendapat akhir presiden yang disampaikan oleh menteri yang mewakilinya. Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.

17

18 Setelah suatu rancangan undang-undang disetujui untuk menjadi undang- undang, proses berikutnya ialah: pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasa (sosialisasi). Rancangan undang-undang yang telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat bersama presiden, disampaikan oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat kepada presiden untuk disahkan menjadi undang-undang, dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama Selanjutnya, Rancangan Undang-Undang dimaksud disahkan oleh presiden dengan membubuhkan tanda tangan, dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui Dewan Perwakilan Rakyat bersama presiden. Dalam hal Rancangan Undang-Undang tidak ditandatangani oleh presiden dalam waktu yang sudah ditentukan, maka Rancangan Undang-Undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan. Dalam hal sahnya Rancangan Undang-Undang, maka kalimat pengesahannya berbunyi: undang-undang ini dinyatakan sah berdasarkan, ketentuan Pasal 20 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bunyi kalimat pengesahan harus dibubuhkan pada halaman terakhir undang-undang, sebelum pengundangan naskah undang-undang ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia D. PENGESAHAAN PERTURAN PERUNDANG-UNDANGAN

19 Selanjutnya pengesahan formal, dilakukan setelah pengesahan materiil. Rancangan Undang-Undang yang telah disahkan secara materiil oleh DPR, disampaikan kepada presiden dalam tenggat waktu 7 (tujuh) hari, disertai Surat. Pengantar Pimpinan DPR. Berdasarkan penjelasan pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) UU No.10 Tahun 2004 dinyatakan, “secara formal Rancangan Undang-Undang menjadi undang-undang setelah disahkan oleh presiden”. Kemudian, presiden dalam tenggat waktu 30 (tiga puluh) hari sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama oleh DPR dan presiden, Rancangan Undang-Undang disahkan menjadi undang-undang dengan tanda tangan presiden, maka Rancangan Undang-Undang dimaksud sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

20 BAGAN PENGESAHAN

21 L/O/G/O www.themegallery.com SEKIAN TERIMA KASIH WASSALAMUALAIKUM WR. WB


Download ppt "HUKUM TATA NEGARA "

Presentasi serupa


Iklan oleh Google