Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

KRIMINALISASI DALAM PELAYANAN KESEHATAN : PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "KRIMINALISASI DALAM PELAYANAN KESEHATAN : PERSPEKTIF HUKUM PIDANA"— Transcript presentasi:

1 KRIMINALISASI DALAM PELAYANAN KESEHATAN : PERSPEKTIF HUKUM PIDANA
Program Studi Magister Hukum Kesehatan Fakultas Hukum UGM Tahun 2017

2 PELAYANAN KESEHATAN (1)
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. UPAYA (PELAYANAN) KESEHATAN : setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat”.

3 PELAYANAN KESEHATAN (2)
LINGKUP PELAYANAN KESEHATAN : Pelayanan Kesehatan Promotif. Pelayanan Kesehatan Preventif. Pelayanan Kesehatan Kuratif. Pelayanan Kesehatan Rehabilitatif. PELAKU PELAYANAN (UPAYA) KESEHATAN : Tenaga Kesehatan. TENAGA KESEHATAN : setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

4 PELAYANAN KESEHATAN (3)
LINGKUP TENAGA KESEHATAN : Tenaga Kesehatan dan Asisten Tenaga Kesehatan Tenaga Kesehatan meliputi TENAGA MEDIS, tenaga psikologi klinis, tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisian medis, tenaga teknik biomedika, tenaga kesehatan tradisional, dan tenaga kesehatan lain. INGAT : Putusan MK No. 82/PUU-XIII/2015 tanggal 14 Desember 2016 membatalkan Pasal 11 ayat (1) huruf a, Pasal 11 ayat (2), Pasal 90, Pasal 94 UU Tenaga Kesehatan terkait “TENAGA MEDIS” .

5 HUKUM PIDANA (1) HUKUM PIDANA :
bagian dari aturan hukum yang berlaku di suatu negara. RUANG LINGKUP HUKUM PIDANA : Hukum Pidana Materiil = Hukum Pidana Substantif = HUKUM PIDANA. Hukum Pidana Formil = HUKUM ACARA PIDANA. Hukum Pelaksanaan Pidana = HUKUM PENITENSIER.

6 HUKUM PIDANA (2) HUKUM PIDANA (MATERIIL) :
mengatur tiga persoalan (trias hukum pidana) : tindak pidana, sanksi pidana dan pertanggungjawaban pidana. HUKUM ACARA PIDANA : mengatur proses penyelesaian perkara tindak pidana (sistem peradilan pidana) yang meliputi tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan sidang pengadilan. HUKUM PENITENSIER : mengatur tata cara pelaksanaan (eksekusi) sanksi pidana.

7 ISTILAH DAN PENGERTIAN MALPRAKTIK (1)
Malpraktik = Malpraktek = Malapraktik = Malapraktek. Malpraktik bukan merupakan istilah yuridis, tetapi istilah sosiologis. Malpraktik = Mal dan Praktik. Mal (bahasa Yunani) : buruk. Praktik (KBBI) : menjalankan pekerjaan (misal dokter, pengacara). Malpraktik : menjalankan pekerjaan secara buruk. Malapraktik (KBBI) : praktik kedokteran yang salah, tidak tepat, menyalahi undang-undang atau kode etik.

8 ISTILAH DAN PENGERTIAN MALPRAKTIK (2)
J. Guwandi : Malpraktik merupakan istilah yang memiliki konotasi buruk, bersifat stigmatis, menyalahkan. Malpraktik adalah praktik buruk dari seseorang yang memegang suatu profesi dalam arti umum (seperti profesi medis, ahli hukum, akuntan). CATATAN : malpraktik dalam pelayanan kesehatan sering disebut dengan “malpraktik medik”.

9 PENGERTIAN MALPRAKTIK MEDIK (1)
Ari Yunanto & Helmi : Malpraktik medik adalah kesalahan baik disengaja maupun tidak disengaja (kelalaian) dalam menjalankan profesi medik yang tidak sesuai dengan Standar Profesi Medik dan Standar Prosedur Operasional dan berakibat buruk/fatal dan atau mengakibatkan kerugian lainnya pada pasien, yang mengharuskan dokter bertanggung jawab secara administrasi, perdata, dan atau pidana. Catatan : Pengertian Standar Profesi dan Standar Prosedur Operasional bisa dibaca pada Penjelasan Pasal 50 UU No. 29 Tahun 2004.

10 PENGERTIAN MALPRAKTIK MEDIK (2)
Adami Chazawi : Malpraktik medik terjadi jika dokter atau orang yang ada di bawah perintahnya dengan sengaja atau karena kelalaian melakukan perbuatan (aktif atau pasif) dalam praktik medik terhadap pasiennya dalam segala tingkatan yang melanggar standar profesi, standar prosedur, atau prinsip-prinsip kedokteran, atau dengan melanggar hukum tanpa wewenang, dengan menimbulkan akibat kerugian bagi tubuh, kesehatan fisik maupun mental, nyawa pasien, sehingga membentuk pertanggungjawaban hukum.

11 PENGERTIAN MALPRAKTIK MEDIK (3)
MALPRAKTIK MEDIK DAN KELALAIAN MEDIK : Malpraktik Medik (Medical Malpractice): perbuatannya bisa dilakukan dengan sengaja (kesengajaan) maupun tidak dengan sengaja (kelalaian). Kelalaian Medik (Medical Negligence) : perbuatannya dilakukan tidak dengan sengaja (kelalaian). KESIMPULAN : Malpraktik dalam pelayanan kesehatan bisa diberikan pengertian luas sebagai “medical malpractice” dan pengertian sempit sebagai “medical negligence”.

12 MALPRAKTIK MEDIK : PERSPEKTIF HUKUM PIDANA (1)
Malpraktik medik : PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI, HUKUM PERDATA, HUKUM PIDANA. Malpraktik medik : PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI :“pelanggaran disiplin”. Malpraktik medik : PERSPEKTIF HUKUM PERDATA : “timbulnya kerugian”. Malpraktik medik : PERSPEKTIF HUKUM PIDANA : “tindak pidana”. CATATAN : Bandingkan dengan Pasal 66 UU No. 29 Tahun

13 MALPRAKTIK MEDIK : PERSPEKTIF HUKUM PIDANA (2)
Malpraktik medik dalam perspektif hukum pidana : “tindak pidana”. Tindak pidana : “perbuatan” yang dilarang dan diancam dengan “sanksi pidana” di dalam peraturan perundang-undangan . Sanksi pidana : pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok : pidana mati, penjara, kurungan, denda, tutupan. Pidana tambahan : pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, pengumuman putusan pengadilan.

14 MALPRAKTIK MEDIK : PERSPEKTIF HUKUM PIDANA (3)
Malpraktik medik dalam perspektif hukum pidana berkaitan dengan “tindak pidana” dalam “peraturan perundang-undangan”. Peraturan perundang-undangan yang mengatur dan merumuskan “tindak pidana” serta bisa dikaitkan dengan malpraktik medik : 1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 2. UU No. 29 Tahun 2004 ( /2005). 3. UU No. 36 Tahun 2009 ( ). 4. UU No. 36 Tahun 2014 ( ).

15 MALPRAKTIK MEDIK DALAM KUHP (1)
Pasal 267 KUHP : Pemalsuan Surat Keterangan Dokter Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan, atau cacat (pidana penjara maksimal 4 tahun). Keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang ke dalam RS atau untuk menahannya di RS (pidana penjara maksimal 8 tahun 6 bulan). Orang yang dengan sengaja menggunakan surat keterangan palsu di atas (pidana penjara maksimal 4 tahun).

16 MALPRAKTIK MEDIK DALAM KUHP (2)
Pasal 322 KUHP : Rahasia Kedokteran Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu (pidana penjara maksimal 9 bulan atau denda maksimal Rp. 600,00). Perbuatan di atas hanya dapat dituntut atas pengaduan orang yang bersangkutan (korban pembukaan rahasia jabatan).

17 MALPRAKTIK MEDIK DALAM KUHP (3)
Pasal 344 KUHP : Euthanasia Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati (pidana penjara maksimal 12 tahun). Catatan : Euthanasia : eu (baik) dan thanatos (mati) : kematian yang baik. Euthanasia : aktif, pasif, auto-euthanasia

18 MALPRAKTIK MEDIK DALAM KUHP (4)
Pasal KUHP : Aborsi Pasal 346 KUHP : seorang perempuan yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu (pidana penjara maksimal 6 tahun). Pasal 347 KUHP : barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya (pidana penjara maksimal 12 tahun); jika mengakibatkan meninggalnya perempuan tersebut (pidana penjara maksimal 15 tahun).

19 MALPRAKTIK MEDIK DALAM KUHP (5)
Pasal KUHP : Aborsi Pasal 348 KUHP : barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya (pidana penjara maksimal 5 tahun 6 bulan); jika mengakibatkan meninggalnya perempuan tersebut (pidana penjara maksimal 7 tahun). Pasal 349 KUHP : dokter, bidan atau juru obat yang membantu melakukan dalam Pasal 346, atau melakukan atau membantu melakukan dalam Pasal 347, 348 (pidana ditambah 1/3 dan dapat dicabut hak menjalankan pekerjaan).

20 MALPRAKTIK MEDIK DALAM KUHP (6)
Pasal 359 KUHP : Kelalaian Menyebabkan Kematian Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mati (pidana penjara maksimal 5 tahun atau kurungan maksimal 1 tahun). CATATAN : pasal a quo yang sering digunakan untuk menjerat kasus “MEDICAL NEGLIGENCE”.

21 MALPRAKTIK MEDIK DALAM KUHP (7)
Pasal 360 KUHP : Kelalaian Menyebabkan Luka CATATAN : pasal di atas Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat (pidana penjara maksimal 5 tahun atau kurungan maksimal 1 tahun). Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan (pidana penjara maksimal 9 bulan atau kurungan maksimal 6 bulan atau denda maksimal Rp ,00). CATATAN : pasal a quo yang sering digunakan untuk menjerat kasus “MEDICAL NEGLIGENCE”.

22 MALPRAKTIK MEDIK DALAM KUHP (8)
Pasal 361 KUHP : Pemberatan Sanksi Pidana Perbuatan dalam Pasal 359, 360 yang dilakukan ketika menjalankan pekerjaan (pidana ditambah 1/3 dan dapat dicabut hak menjalankan pekerjaan, merampas barang yang digunakan untuk melakukan perbuatan, hakim dapat memerintahkan pengumuman putusannya).

23 MALPRAKTIK MEDIK DALAM UU NO. 29/2004 (1)
Pasal 75 : Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki STR (pidana penjara maksimal 3 tahun atau denda maksimal Rp. 100 juta). Setiap dokter atau dokter gigi WNA yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki STR sementara/bersyarat (pidana penjara maksimal 3 tahun atau denda maksimal Rp. 100 juta).

24 MALPRAKTIK MEDIK DALAM UU NO. 29/2004 (2)
Pasal 76 : setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki SIP (pidana penjara maksimal 3 tahun atau denda maksimal Rp. 100 juta). Pasal 77 : setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki STR dan/atau izin praktik (pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp. 150 juta).

25 MALPRAKTIK MEDIK DALAM UU NO. 29/2004 (3)
Pasal 78 : setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki STR dan/atau izin praktik (pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp. 150 juta). Pasal 79 : setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak memasang papan nama, atau tidak membuat rekam medis, atau tidak memenuhi kewajiban dalam Pasal 51 huruf a,b,c,d atau e (pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda maksimal Rp. 50 juta).

26 MAPRAKTIK MEDIK DALAM UU NO. 29/2004 (4)
Pasal 80 : Setiap orang yang dengan sengaja mempekerjakan dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 (pidana penjara maksimal 10 tahun atau denda maksimal Rp. 300 juta). Pelaku perbuatan korporasi dipidana denda maksimal Rp. 300 juta ditambah dengan 1/3 atau pencabutan izin.

27 MALPRAKTIK MEDIK DALAM UU NO. 36/2009 (1)
Pasal 190 : Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat (pidana penjara maksimal 2 tahun “dan” denda maksimal Rp. 200 juta). Perbuatan mengakibatkan kecacatan/kematian (pidana penjara maksimal 10 tahun “dan” denda maksimal Rp. 1 miliar).

28 MALPRAKTIK MEDIK DALAM UU NO. 36/2009 (2)
Pasal 191 : setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi sehingga mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat atau kematian (pidana penjara maksimal 1 tahun “dan” denda maksimal Rp juta). Pasal 192 : setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apapun (pidana penjara maksimal 10 tahun “dan” denda maksimal Rp. 1 miliar).

29 MALPRAKTIK MEDIK DALAM UU NO. 36/2009 (3)
Pasal 193 : setiap orang yang dengan sengaja melakukan bedah plastik dan rekonstruksi untuk tujuan mengubah identitas seseorang (pidana penjara maksimal 10 tahun “dan” denda maksimal Rp. 1 miliar). Pasal 194 : setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan Pasal 75 ayat 2 (pidana penjara maksimal 10 tahun “dan” denda maksimal Rp. 1 miliar). Pasal 195 : setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan darah dengan dalih apapun (pidana penjara maksimal 5 tahun “dan” denda maksimal Rp. 500 juta).

30 MALPRAKTIK MEDIK DALAM UU NO. 36/2009 (4)
Pasal 196 : setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan dan mutu (pidana penjara maksimal 10 tahun “dan” denda maksimal Rp. 1 miliar). Pasal 197 : setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar (pidana penjara maksimal 15 tahun “dan” denda maksimal Rp. 1,5 miliar). Pasal 198 : setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian (pidana denda maksimal Rp. 100 juta).

31 MALPRAKTIK MEDIK DALAM UU NO. 36/2014 (1)
Pasal-pasal dalam UU No. 36/2014 yang memuat tindak pidana yaitu : Pasal Pasal 83 : Setiap orang yang bukan Tenaga Kesehatan melakukan praktik seolah-olah sebagai Tenaga Kesehatan yang telah memiliki izin dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. CATATAN : Bandingkan Pasal 88 UU No. 36/2014 dengan Pasal 77 UU No. 29/2004. Apakah Pasal 83 UU No. 36/2014 bisa menjadi ketentuan “lex specialis” dari Pasal 77 dan Pasal 78 UU No. 29/2004 ?

32 MALPRAKTIK MEDIK DALAM UU NO. 36/2014 (2)
Pasal 84 ayat (1) : Setiap Tenaga Kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan Penerima Pelayanan Kesehatan luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun. Pasal 84 ayat (2) : Jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian, setiap Tenaga Kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. CATATAN : pasal di atas bisa menjadi ketentuan khusus (lex specialis) dari Pasal KUHP.

33 MALPRAKTIK MEDIK DALAM UU NO. 36/2014 (3)
Pasal 85 ayat (1) : Setiap Tenaga Kesehatan yang dengan sengaja menjalankan praktik tanpa memiliki STR dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100 juta. Pasal 84 ayat (2) : Setiap Tenaga Kesehatan warga negara asing yang dengan sengaja memberikan pelayanan kesehatan tanpa memiliki STR Sementara dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100 juta. CATATAN : pasal di atas bisa menjadi ketentuan khusus (lex specialis) dari Pasal 75 UU No. 29/2004.

34 MALPRAKTIK MEDIK DALAM UU NO. 36/2014 (4)
Pasal 86 ayat (1) : Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik tanpa memiliki izin (SIP) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100 juta. Pasal 86 ayat (2) : Setiap Tenaga Kesehatan warga negara asing yang dengan sengaja memberikan pelayanan kesehatan tanpa memiliki SIP dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100 juta. CATATAN : pasal di atas bisa menjadi ketentuan khusus (lex specialis) dari Pasal 76 UU No. 29/2004.

35 PENEGAKAN HUKUM PIDANA MALPRAKTIK MEDIK (1)
Proses penegakan hukum pidana malpraktik dalam pelayanan kesehatan menggunakan UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Mekanisme : 1. Penyelidikan 2. Penyidikan. 3. Penuntutan. 4. Pemeriksaan Sidang Pengadilan. 5. Pelaksanaan Putusan.

36 PENEGAKAN HUKUM PIDANA MALPRAKTIK MEDIK (2)
Penyelidikan : tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Penyidikan : tindakan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti guna membuat terang tindak pidana yang terjadi dan menemukan tersangka pelakunya.

37 PENEGAKAN HUKUM PIDANA MALPRAKTIK MEDIK (3)
Ketentuan Khusus UU No. 36 Tahun 2009 : Penyidikan tindak pidana di bidang kesehatan tidak hanya menjadi kewenangan “Kepolisian”, melainkan merupakan kewenangan “Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)” di lingkungan Kementerian Kesehatan. Penyidikan yang dilakukan oleh PPNS tetap berada di bawah koordinasi dan pengawasan dari Kepolisian.

38 PENEGAKAN HUKUM PIDANA MALPRAKTIK MEDIK (4)
Penuntutan : tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan agar diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. Pemeriksaan Sidang Pengadilan : tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana di sidang pengadilan. Pelaksanaan Putusan : tindakan jaksa untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

39 PENEGAKAN HUKUM PIDANA MALPRAKTIK MEDIK (5)
Pasal tindak pidana yang biasanya digunakan oleh aparat penegak hukum untuk menjerat malpraktik dalam pelayanan kesehatan (kelalaian medik), yaitu Pasal 359 KUHP dan Pasal 360 KUHP. Pasal 359 KUHP dan Pasal 360 KUHP adalah “delik culpa”, dengan adanya elemen “karena kealpaannya” dan “delik materiil” yang menghendaki akibat berupa matinya orang lain atau menyebabkan orang lain luka-luka berat. CATATAN : seharusnya Pasal 359 dan 360 KUHP tidak diterapkan lagi dengan adanya Pasal 84 UU No. 36/2014.

40 PENEGAKAN HUKUM PIDANA MALPRAKTIK MEDIK (6)
Persoalan fundamental dalam delik culpa adalah masalah pembuktian atau penentuan “kealpaan” dan “hubungan kausal kealpaan dengan akibat” yang dilarang undang-undang. Penentuan ada tidaknya kealpaan dilakukan secara “normatif”. Penentuan hubungan kausalitas kealpaan dan akibat dilakukan dengan menggunakan “doktrin kausalitas”.

41 PENEGAKAN HUKUM PIDANA MALPRAKTIK MEDIK (7)
Pembuktian malpraktik dalam pelayanan kesehatan (kelalaian medik) sesungguhnya tidak mudah bagi hakim yang tidak menguasai profesi di bidang pelayanan kesehatan. Namun demikian, pelaku malpraktik dalam pelayanan kesehatan (kelalaian medik) tetap bisa dibuktikan kesalahan/kealpaannya. Pembuktian malpraktik dalam pelayanan kesehatan (kelalaian medik) bisa menggunakan : Doktrin 4D (Duty, Deriliction of Duty, Damage, Direct Causation) dan Doktrin Res Ipsa Loquitur.

42 REFERENSI (1) Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan (M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir). Hukum Medik (J. Guwandi). Malpraktik Kedokteran : Tinjauan Norma dan Doktrin Hukum (Adami Chazawi). Sumpah Hippocrates : Aspek Hukum Malpraktik Dokter (Munir Fuady). Hukum Pidana Malpraktik Medik (Ari Yunanto dan Helmi). Tuntutan Pidana dan Perdata Malpraktik (Mudakir Iskandarsyah).

43 REFERENSI (2) Batas Pertanggungjawaban Hukum Malpraktik Dokter (Hendroyono Soewono). Hukum Malpraktik Kedokteran (Rinanto Suryadhimirtha). Asas-asas Hukum Pidana (Moeljatno). Asas-Asas Hukum Pidana (Bambang Poernomo). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. UU No. 29 Tahun 2004. UU No. 36 Tahun 2009. UU No. 36 Tahun 2014.

44 SEKIAN DAN TERIMA KASIH


Download ppt "KRIMINALISASI DALAM PELAYANAN KESEHATAN : PERSPEKTIF HUKUM PIDANA"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google