Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

KAJIAN HARMONISASI RUU TENTANG BUMN

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "KAJIAN HARMONISASI RUU TENTANG BUMN"— Transcript presentasi:

1 KAJIAN HARMONISASI RUU TENTANG BUMN
BADAN LEGISLASI DPR RI 2017

2 PENDAHULUAN Komisi VI DPR RI telah mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang BUMN kepada Badan Legislasi untuk dilakukan pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi. Penugasan tersebut didasarkan pada ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan juncto Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, juncto Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib DPR RI, juncto Peraturan DPR RI Nomor 2 Tahun 2012 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang. Berdasarkan penugasan tersebut, Badan Legislasi DPR RI selanjutnya menugaskan kepada tim pendukung Badan Legislasi DPR RI untuk melakukan kajian atas draft Rancangan Undang-Undang yang meliputi aspek teknis, aspek substantif dan asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

3 KAJIAN Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, RUU BUMN telah disertai dengan Naskah Akademik serta merupakan rancangan undang-undang yang terdaftar dalam Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2017 nomor urut 27. Secara umum rancangan undang-undang dan naskah akademik tersebut telah memenuhi ketentuan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Namun demikian, masih ada beberapa hal yang perlu disempurnakan agar rancangan undang-undang tersebut menjadi harmonis, bulat, dan mantap konsepsi RUU-nya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berkenaan dengan hal itu, antara lain didapati catatan sebagai berikut:

4 Aspek Teknis Pasal 2 tentang asas penyelenggaraan BUMN perlu ditulis dalam tabulasi dan diberikan penjelasan dalam pasal, sehingga dapat menjadi acuan dalam perumusan norma dalam RUU ini. Tujuan dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b setelah frasa “memaksimalkan nilai…” perlu ditambahkan frasa “tambah BUMN”. Pasal 3 ayat (1) huruf e perlu lebih dipertegas pemihakan terhadap ekonomi mikro dan koperasi. Pasal 3 ayat (2) sebaiknya dihapus karena sudah diakomodir substansinya dalam asas dan tujuan penyelenggaraan BUMN, atau diselaraskan normanya dalam Pasal selanjutnya yang mengatur bahwa “seluruh kegiatan badan usaha milik negara harus tunduk dan dijalankan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini”. Sehingga mengikat bahwa seluruh badan usaha yang dimiliki negara, semua dilaksanakan sesuai ketentuan UU tentang BUMN dan berada dalam koordinasi kementerian BUMN.

5 Aspek Teknis (2) Pasal 5 perlu penyeseuaian antara tujuan dengan asas.
Pasal 6 ayat (5) dan ayat (7), Pasal 17 huruf b, Pasal 23, Pasal 32, Pasal 43, Pasal 61, Pasal 74, Pasal 128 ayat (1), Pasal 129 ayat (1), Pasal 139 ayat (1), dan Pasal 142 perlu diperbaiki redaksinya. Pasal 6 ayat (6) perlu perbaikan rujukan. Pasal 9 ayat (2) sebaiknya dihapus karena redundant dengan Pasal 15 dan Pasal 16. Pasal 15 perlu perbaikan redaksi agar utuh dan tegas ketentuan tentang pendirian dan penyelenggaraan BUMN Persero. Pasal 16 ayat (2) perlu ditambahkan rujukan “sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”. Pasal 21 dan Pasal 36, perbaikan redaksi kata “dalam” diganti dengan kata “oleh”. Pasal 30 dan Pasal 67, penyebutan rencana induk dan roadmap BUMN disesuaikan dengan perbaikan rumusan norma dalam Pasal 4.

6 Aspek Teknis (3) Pasal 90 ayat (3) perlu dicarikan padanan kata “best practices” dalam bahasa Indonesia. Kata “restrukturisasi”, “privatisasi”, “penggabungan”, “peleburan”, “pengambilalihan”, dan “pemisahan” dalam Pasal 98, Pasal 99, Pasal 100, Pasal 101, Pasal 108, Pasal 109, Pasal 110, Pasal 111 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 112, Pasal 115 ayat (1), Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, dan Pasal 125 seharusnya diawali dengan huruf besar, karena sudah didefinisikan dalam Ketentuan Umum. Kata “Negara” dalam Pasal 113 ayat (2) seharusnya diawali dengan huruf kecil, karena tidak didefinisikan pada Ketentuan Umum. Frasa “Kas Negara” dalam Pasal 116, seharusnya diawali dengan huruf kecil, karena tidak didefinisikan pada Ketentuan Umum. Kata “sesama” sebelum kata “BUMN” dalam Pasal 101 ayat (1) huruf a sebaiknya dihapus.

7 Aspek Teknis (4) Pasal 137 ayat (2) dan Pasal 138 ayat (4) tanda baca ”/” sebaiknya diganti dengan kata “atau”. Pasal 140 Frasa “Satuan Pengawas” dan “Direktur Utama” seharusnya tidak diawali dengan huruf kapital karena tidak didefinisikan pada ketentuan umum. Pasal 143 ayat (1) sebelum kata “Komisaris” seharusnya diawali dengan kata “Dewan”. Pasal 127 ayat (3) sebaiknya dihapus, karena pada ayat (2) sudah dijelaskan bahwa serikat pekerja BUMN harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 150 sebaiknya dipindah ke Bab mengenai Ketentuan Peralihan. Pasal 153, kata “ditetapkan” seharusnya diganti dengan kata “diundangkan”. Perlu dilakukan perbaikan rumusan pada bagian pengesahan peraturan perundang-undangan.

8 Aspek Substantif Perbaikan konsideran menimbang huruf a hingga huruf e, terkait landasan filosofis, sosiologis dan yuridis dengan mendasarkan amanat Pasal 33 UUD Tahun 1945, dengan penekanan arah kebijakan memajukan kesejahteraan umum, perekonomian nasional, dan optimalisasi BUMN dalam suatu kesatuan regulasi yang terencana, terpadu dan berkelanjutan. Konsideran mengingat tidak perlu mencantumkan Pasal 20A UUD Tahun 1945 sebab tidak terkait langsung dengan kewenangan pembentukan RUU. Cukup Pasal 20, 21, dan 33 UUD Tahun 1945 serta ditambahkan Pasal 23 dan 23C terkait APBN dan keuangan Negara, yang memiliki irisan kuat dalam pendirian ataupun penambahan modal BUMN. Sementara UU 17/2003 dan UU 1/2004 karena tidak memerintahkan pembentukan UU ini maka sebaiknya sesuai ketentuan UU 12/2011 tidak perlu dicantumkan.

9 Aspek Substantif (2) Pasal 1 angka 2, definisi Persero sebaiknya tetap mengacu pada UU 19 Tahun 2003 tentang BUMN (UU 19/2003), sebab lebih jelas mengatur adanya pembatasan minimal penyertaan modal dan orientasinya bisnis, terlebih dalam Pasal-Pasal di dalam RUU ini belum mengatur ketentuan tersebut. Terkait ketidakjelasan status persero dan anak perusahaan persero yang penyertaan modalnya kurang dari 51% apabila mengacu pada UU 19/2003 maka perlu norma yang menegaskan penyertaan modal pemerintah di persero dan terhadap anak perusahaan yang menggunakan dana BUMN, termasuk sejauhmana kewenangan pemerintah dalam pengelolaan persero dan anak perusahaannya. Pasal 4 perlu diperjelas apakah rencana strategis atau rencana induk BUMN? Apakah roadmap atau cetak biru BUMN merupakan bagian perencanaan yang terpisah atau bagian dari rencana strategis/rencana induk BUMN? Perlu diatur mengenai keberlakuan Rencana Strategis/Rencana Induk dan Roadmap BUMN berapa tahun masing-masing? Apa saja pokok-pokok atau cakupan materi muatan yang diatur di dalamnya? Kemudian ditambahkan norma yang menegaskan bahwa pemerintah dan pemangku kepentingan BUMN wajib menjalankan kewenangan sesuai Rencana Strategis/Rencana Induk dan Roadmap BUMN. Perlu diatur agar penyusunan rencana strategis/rencana induk dan roadmap BUMN aspiratif, dan partisipatoris maka penyusunannya melibatkan asosiasi BUMN dan para pemangku kepentingan BUMN.

10 Aspek substantif (3) Pasal 5 ayat (2) perlu penormaan yang lebih utuh, yakni penyertaan, penambahan ataupun perubahan modal BUMN harus mendapat persetujuan DPR. Sumber Penyertaan Modal Negara dalam Pasal 6 ayat (2) huruf e. sumber lainnya, perlu diberikan penjelasan, sehingga terukur dan tidak menimbulkan dampak hukum atau kerugian keuangan negara di kemudian hari. Pada Pasal 8 perlu dijelaskan bagaimana pengaturan badan usaha negara yang didirikan di luar persero dan perum, semisal badan usaha khusus migas? Sebaiknya tetap dibuatkan cantolan aturan yang memposisikan bahwa semua badan usaha negara harus sesuai dengan ketentuan UU ini dan berada dalam koordinasi kementerian BUMN dengan Menteri Keuangan dan Menteri teknis.

11 Aspek substantif (4) Pasal 22, Pasal 37, Pasal 60, dan Pasal 73 sebaiknya diperbaiki rumusan pasalnya. Setiap pasal menjadi satu kesatuan dalam satu rumusan, kecuali jika ayat (2) pada pasal tersebut merupakan syarat khusus. Serta perlu ditambahkan syarat sehat jasmani dan rohani, perbaikan rumusan ayat (1) huruf b diperlukan karena terdiri atas 2 substansi berbeda (integritas dan kompetensi) dengan penekanan limitasi kemampuan dalam mengelola persero paling sedikit 10 tahun, serta penegasan syarat yang sebelumnya ada pada ayat (2) huruf a dan huruf b. Sebab jika dimungkinkan pengecualian setelah 5 tahun, maka bertentangan dengan syarat integritas yang baik pada ayat (1) huruf b. Ketentuan Pasal 27 agar tidak menimbulkan ketidakpastian dan kekosongan hukum dalam proses pemberhentian jabatan direksi. Bagaimana ketentuan mengenai kewenangan RUPS dalam memberhentikan Direksi Persero tersebut? Perlukah dalam pemberhentian direksi ada persetujuan dari DPR sebagaimana disebut dalam Pasal 24 untuk mengangkat direktur utama? Perlukah diatur batasan minimal direksi dapat diberhentikan, sehingga tidak baru sebulan menjabat sudah langsung diberhentikan, padahal yang bersangkutan tidak melanggar persyaratan yang ada?

12 Aspek substantif (5) Ketentuan Pasal 65 agar tidak menimbulkan ketidakpastian dan kekosongan hukum dalam proses pemberhentian jabatan direksi. Bagaimana ketentuan mengenai kewenangan RUPS dalam memberhentikan Direksi Perum tersebut? Perlukah dalam pemberhentian direksi ada persetujuan dari DPR sebagaimana disebut dalam Pasal 62 untuk mengangkat direktur utama? Perlukah diatur batasan minimal direksi dapat diberhentikan? Ketentuan Pasal 78 agar tidak menimbulkan ketidakpastian dan kekosongan hukum dalam proses pemberhentian jabatan Dewan Pengawas. Bagaimana ketentuan mengenai kewenangan RUPS dalam memberhentikan Dewan Pengawas tersebut? Perlukah dalam pemberhentian direksi ada persetujuan dari DPR sebagaimana disebut dalam Pasal 75 untuk mengangkat Dewan Pengawas? Perlukah diatur batasan minimal Dewan Pengawas dapat diberhentikan? Apakah konsep “Penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan pemisahan sesama BUMN” sebagai bentuk perlakuan dari restrukturisasi BUMN memiliki konsep yang sama dengan norma pada Bagian Keempat tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Pemisahan BUMN (Pasal 118 sampai dengan Pasal 125)? Karena di Bagian Keempat tersebut juga mengatur tentang penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan pemisahan BUMN.

13 Aspek substantif (6) Pasal 106, sebaiknya privatisasi juga dilarang untuk BUMN yang bergerak di sektor telekomunikasi, mengingat peran strategis dr BUMN di sektor telekomunikasi. Substansi Pasal 130 dijadikan satu dengan Pasal 126, karena saling berkaitan satu sama lain tentang pembubaran Perum. Perlu dijelaskan apa yang dimaksud dengan frasa “Dalam keadaan tertentu” dalam Pasal 135 ayat (1). Perlu dijelaskan apa yang dimaksud dengan frasa “komite lain” dalam Pasal 143 ayat (3). Rumusan Pasal 148 ayat (5) tentang delegasi kewenangan sebaiknya dihapus dan dijadikan satu dengan ayat (7).

14 Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
RUU ini secara garis besar telah memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Namun berdasarkan kajian tersebut di atas RUU ini masih perlu penyempurnaan khususnya dari asas kejelasan rumusan dan asas dapat dilaksanakan. Hal ini agar sesuai dengan Pasal 5 huruf a Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan juncto Pasal 23 huruf a Peraturan DPR RI tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang.

15 PENUTUP Demikian kajian tim ahli Badan Legislasi atas Rancangan Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Negara dalam rangka pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi. Tentunya kajian ini masih memerlukan tanggapan, dan/atau saran penyempurnaan dari Pimpinan dan anggota Badan Legislasi.

16 SEKIAN DAN TERIMA KASIH


Download ppt "KAJIAN HARMONISASI RUU TENTANG BUMN"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google