Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

AKUNTANSI KOMERSIAL VS AKUNTANSI PAJAK

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "AKUNTANSI KOMERSIAL VS AKUNTANSI PAJAK"— Transcript presentasi:

1 AKUNTANSI KOMERSIAL VS AKUNTANSI PAJAK

2 Pembukuan menurut UU Pajak
Dalam Pasal 28 ayat (7) UU KUP disebutkan: “Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. Dalam penjelasannya disebutkan: “…Dengan demikian, pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain.”

3 Prinsip pembukuan menurut Pasal 28 UU KUP:
Memperhatikan itikad baik dengan menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan.

4 PSAK 1 : PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN, (Revisi 2009) berlaku 1/1/2011 (adopsi Refisi IAS 1 -2009)
Akuntansi komersial: Dibandingkan PSAK yang lama perubahan utama dalam penyajian laporan keuangan adalah dihilangkannya pos “Ektra Ordinary Gain or Loss”. Pajak: Pos ektsra ordinary adalah penghasilan atau kerugian yang bersifat tidak teratur. Penghasilan dan kerugian tidak teratur tidak diperhitungkan dalam penghitungan cicilan PPh tahun depan (PPh Pasal 25). Perubahan pos ini tidak berpengaruh terhadap perhitungan pajak terutang tahun berjalan.

5 Ketentuan Pajak lainnya terhadap extra ordinary terkait dengan disposal asset sebagaimana pasal 11 ayat (8) UU PPh: “Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d atau penarikan harta karena sebab lainnya, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan harta tersebut.” pasal 11 ayat (8) UU PPh: “Apabila hasil penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya baru dapat   diketahui   dengan   pasti di  masa   kemudian,  maka   dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak jumlah sebesar kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dibukukan sebagai beban masa kemudian tersebut”.

6 Penyajian laporan arus kas diutamakan menggunakan metode langsung.
PSAK 2 : LAPORAN ARUS KAS, Revisi 2009 Berlaku 1/1/2011 (Adopsi IAS 7 – 2009) Akuntansi komersial: Penyajian laporan arus kas diutamakan menggunakan metode langsung. Perpajakan: Tidak ada kewajiban untuk menyusun Laporan arus kas. Hal ini bisa dilihat dalam Pasal 28, “Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.”

7 PSAK 14 : PERSEDIAAN, Revisi 2008 Berlaku 1/1/2009 (Adopsi IAS 2 – 2003)
Auntansi komersial: Penghitungan Besarnya Nilai Persediaan berdasarkan pada metode: Identifikasi Khusus (Untuk persediaan yang tidak dapat dipertukarkan; atau dihasilkan untuk proyek tertentu). FIFO atau Rata-rata tertimbang. Metode LIFO tidak diperkenankan lagi. Perpajakan: Sudah sejak lama perpajakan tidak memperbolehkan metode LIFO karena dengan metode LIFO kecenderungan laba menjadi lebih kecil.

8 PSAK 26 : Biaya Pinjaman Revisi 2008 Berlaku 1/1/2009 (Adopsi IAS 23 – 2008)
Akuntansi Komersial: Ada istilah “asset kualifikasian” yang dalam PSAK 26 baru didefinisikan sebagai yaitu asset yang membutuhkan waktu cukup lama agar siap digunakan atau dijual sesuai dengan maksudnya. Mengatur bagaimana pembebanan biaya pinjaman yang timbul sehubungan dengan asset kualifikasian tersebut, yang dalam PSAK 26 baru diatur bahwa: Biaya pinjaman yang dapat diatribusikan secara langsung dengan perolehan, konstruksi, atau pembuatan aset kualifikasian dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya perolehan aset tersebut. Biaya pinjaman lainnya diakui sebagai beban pada periode terjadinya. Beda PSAK lama dan baru: PSAK Yang lama: Biaya pinjaman cenderung “expense” kecuali ada keterkaitan erat. Sedangkan PSAK Baru : Biaya pinjaman cenderung dikapitalisasi kecuali tidak ada kaitan sama sekali.

9 Perpajakan: Diatur pengaturan mengenai perlakuan atas biaya bunga yang timbul dalam masa konstruksi dikapitalisasi kepada nilai asset. Istilah akuntansi adalah asset kualifikasian sedangkan perpajakan isitilahnya adalah pada asset yang pekerjaannya dilakukan secara konstruksi.

10 PSAK 48 : Penurunan Nilai Aset, Revisi 2009 Berlaku 1/1/2011 (Adopsi IAS 36 – 2009)
Akuntansi Komersial: Jika terdapat indikasi penurunan nilai, ukur jumlah yang dapat diperoleh kembali (terpulihkan) dan mengakui rugi penurunan nilai. Semua aktiva baik berwujud maupun tidak berwujud dilakukan pengujian penurunan nilai pada setiap tanggal neraca. Pengaturan PSAK 48 berlaku untuk seluruh aset kecuali aktiva berupa: Persediaan Aset timbul dari kontrak konstruksi Aset pajak tangguhan Aset dari imbalan kerja Aset keuangan Properti investasi yang diukur pada nilai wajar Aset dimiliki untuk dijual Catatatan: Aktiva tetap dan Property investasi jika metode pengakuannya menggunakan metode revaluasi maka pada tanggal neraca otomastis sudah menggambarkan nilai realisasinya.

11 Perpajakan: Rugi penurunan nilai selama belum direalisasikan tidak diakui secara fiskal, sehingga Wajib Pajak harus mengkoreksi fiskal atas kerugian yang timbul dari penurunan nilai tersebut. Jika penurunan nilai dilakukan terhadap aktiva yang disusutkan, maka biaya penyusutan masih menggunakan dasar yang lama sebelum penurunan. Tentu hal ini akan menimbulkan koreksi fiskal biaya penyusutan.

12 PSAK 19 : Aset Tak Berwujud , Revisi 2009 Berlaku 1/1/2011 (Adopsi IAS 38 – 2008)
Akuntansi Komersial: Poin pengaturan terutama atas ATB yang diperoleh melalui pengembangan sendiri, dimana biaya pengeluaran dibedakan atas pengeluaran periode Riset dan periode Pengembangan. Biaya Riset : Belum pasti masa manfaat masa depan  perlakuan: dibebankan pada tahun berjalan Biaya Pengembangan : perlakuannya dikapitalisasi Pembebanan atas Aset Tak Berwujud (termasuk biaya pengembangan yang dikapitalisasi) terbagi menjadi: Masa manfaat terbatas : pembebanan dengan amortisasi Masa manfaat tidak terbatas (missal goodwill) : tidak diamortisasi tetapi dilakukan impairment test.

13 Perapajakan: Biaya Riset dan Pengembangan yang diakui pajak adalah R&D yang dilakukan di Indonesia. Tatacara pembebanannya diatur dalam SE-22/PJ.31/1990, yaitu dibedakan dalam 3 (tiga) kategori: a. Biaya-biaya yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan harus disusutkan/diamortisasi, misalnya gedung untuk penelitian dan pengembangan, perlengkapan dan alat-alat laboratorium litbang dan sebagainya, maka biaya tersebut harus disusutkan/diamortisasi sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b jo pasal 11 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984. b. Biaya-biaya yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan merupakan biaya usaha sehari-hari, yang nyata-nyata dikeluarkan dalam rangka litbang, seperti biaya pegawai untuk litbang, pembelian bahan-bahan penelitian dan sebagainya, dibebankan sebagai biaya usaha sehari-hari dalam tahun pajak di mana pengeluaran tersebut nyata-nyata dilakukan, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang PPh 1984. c. Biaya-biaya litbang selain biaya-biaya sebagaimana disebutkan dalam butir 1 dan 2 di atas, misalnya biaya konsultan yang memborong pekerjaan litbang tersebut yang jumlahnya cukup material, perlakuan perpajakannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Apabila perusahaan menganggap bahwa biaya tersebut cukup material jumlahnya sehingga akan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan harga pokok barang yang dihasilkan sehingga melemahkan daya saing, maka pembebanan biaya ini oleh perusahaan akan dilakukan dengan cara amortisasi. Dalam hal demikian maka secara fiskal pembebanan biaya tersebut juga dilakukan dengan cara amortisasi.

14 Biaya pendirian dan biaya perluasan modal boleh dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi (Pasal 11A ayat (3)). Pengeluaran sebelum operasi komersial yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun diamortisasi. Tarif amortisasi sesuai dengan masa manfaat yang sebenarnya. Jika masa manfaat sebenarnya tidak tercantum sesuai dengan Psl 11A UU PPh menggunakan masa manfaat terdekat (PSAK 19 yang lama: Paling lama 20 tahun). Hak penambangan migas diamortisasi dengan metode satuan produksi. Hak penambangan selain migas, HPH, dan Hak pengusahaan sumber alam lain diamortisasi dengan metode satuan produksi paling tinggi 20%. Goodwill dilakukan amortisasi.

15 PSAK 16 : ASET TETAP, Revisi 2007 Berlaku 1/1/2008 (Adopsi IAS 16 – 2003)
Akuntansi Komersial: Poin perubahan utama : Boleh memilih model revaluasi atau model cost. Perhitungan Penyusutan: Pada setiap tanggal neraca entitas melakukan penelahaan ulang terhadap Nilai residu, usia manfaat, dan metode penyusutan. Jika terjadi pertukaran asset maka tidak lagi membedakan asset sejenis atau tidak sejenis. PSAK LAMA - pertukaran: Laba atau rugi muncul atas transaksi pertukaran aktiva yang tidak sejenis. Misalkan komputer dengan nilai buku 100 ditukar dengan mesin FC yang harga pasarnya 120 dengan tambahan kas 10. Maka akan timbul keuntungan 10. Pertukaran aktiva sejenis tidak mengakui ada laba. Tapi jika rugi diakui. Komputer NB 100 ditukar dengan computer baru seharga 120 dengan tambahan kas 10. Dalam hal ini aktiva sejenis tidak diakui keuntungan, tetapi mengurangi perolehan computer baru. Jika tambahan kas yang diminta adalah 30, maka computer baru dicatat sebesar harga pasar wajarnya sehingga diakui kerugian 10.

16 PSAK BARU- pertukaran:
Tidak membedakan aktiva sejenis atau tidak sejenis. Pertukaran menggunakan harga pasar wajar jika ada subtansi komersial. Dengan menggunakan harga pasar maka dapat menimbulkan keuntungan atau kerugian. Misal aktiva A dengan Nilai Buku 100 dan Harga pasar 110 ditukar dengan Aktiva B seharga Rp 150 dengan menambah kas 40. Jika Aktiva B ada memiliki subtansi komersial maka aktiva B dicatat sebesar harga pasarnya 150. Jika aktiva B tidak memiliki subtansi komersial maka aktiva B dicatat sebesar cost (pengorbanan) yaitu 140.

17 Komersial Pajak Unsur Biaya Perolehan Aset Tetap adalah:
harga beli + (bea impor + pajak pembelian yang tidak boleh dikreditkan) – (diskon pembelian + potongan lainnya); biaya yang dapat diatribusikan secara langsung (untuk membawa aset ke lokasi dan kondisi yang diinginkan sesuai peruntukkannya), termasuk kapitalisasi biaya pinjaman jika memenuhi syarat; estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi aset. Tidak mengatur secara khusus, sehingga secara umum ikut PSAK. Namun, pajak menganut azas realisasi dan tidak mengenal konservatif, sehingga estimasi biaya pembongkaran yang dikapitalisasi ke dalam nilai asset tidak diperkenankan. Di samping itu ada beberapa aturan pelaksanaan yang memberikan penegasan mengenai biaya perolehan aktiva: SE-01/PJ.42/2002 : BPHTB atas bangunan dikapitalisasi ke harga bangunan sedangkan BPHTB atas tanah dikapitalisasi masuk nilai tanah. Sedangkan PBB dibebankan di tahun berjalan. SE-22/PJ.42/1999: Biaya bunga yang muncul dalam masa konstruksi harus dikapitalisasi.

18 Komersial Pajak Pajak menganut cost basis.
Pengukuran Setelah Pengakuan Awal Dapat memilih menggunakan metode Biaya atau menggunakan metode Revaluasi. Jika memilih metode Revaluasi, maka: Revaluasi dilakukan secara teratur Revaluasi dilakukan atas seluruh asset dalam kelompok yang sama Peningkatan nilai tercatat dikredit pada : ekuitas pada bagian surplus revaluasi; Pendapatan komprehensif lain sepanjang jumlah penurunan nilai aset akibat revaluasi yang pernah diakui sebelumnya dalam pendapatan komprehensif. (L/R) Penurunan diakui dalam laporan laba rugi. Namun, penurunan nilai akibat revaluasi tersebut langsung didebit ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi selama penurunan tersebut tidak melebihi saldo kredit surplus revaluasi untuk aset tersebut. Pajak menganut cost basis. Revaluasi diperbolehkan dengan ijin DJP dengan syarat: Tidak ada utang pajak 5 tahun sekali Dilakukan atas seluruh aktiva tetap yang berada di Indonesia (bisa termasuk tanah atau tanpa tanah). Bayar PPh Final 10%.

19 Komersial Pajak Pertukaran Aktiva
Penggunaan harga pasar memperhatikan ada tidaknya subtansi komersial Menggunakan harga pasar wajar dengan tidak melihat ada tidaknya subtansi komersial.

20 Komersial Pajak Penyusutan
Pendekatan kompenen : Komponen bernilai material dicatat terpisah. Alat test aktiva adalah aktiva 3M. Selain aktiva 3M penyusutannya tidak diakui secara fiskal. Beban penyusutan yang diakui hanya aktiva yang berhubungan dengan 3M. Harta di daerah terpencil seperti mess karyawan, fasilitas kesehatan, fasilitas olah raga (kecuali golf, boating, dan pacuan kuda), fasilitas pendidikan dapat disusutkan secara fiskal. Tanah, termasuk HGB, HGU, Hak Pakai pertama kali tidak dapat disusutkan. Biaya perpanjangan HGB, HGU, dan Hak Pakai diamortisasi selama jangka waktu hak-hak tersebut.

21 Pajak Leasehold improvement tidak diatur secara tegas.
Penyusutan dengan garis lurus atau saldo menurun dengan usia manfaat harta sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan. Penyusutan dilakukan secara individual. NSB pada akhir masa dibebankan sekaligus. Alat-alat kecil (small tools) yang sama dan sejenis dapat disusutkan dalam satu golongan. Penyusutan dimulai pada bulan pengeluaran. Penyusutan atas harta dalam pengerjaan dimulai pada bulan selesainya pekerjaan. Namun dengan izin DJP dapat dimulai pada bulan aktiva digunakan atau mulai menghasilkan. Penyusutan atas kendaran dinas dan handphone hanya diakui sebesar 50%.

22 Contoh – Cost Method : Beda Periode penyusutan
1/1/2009 Dibeli kendaraan seharga Rp 100 juta. Secara komersial disusutkan 10 tahun dan secara fiskal 8 tahun. Posisi 31/12/2009 - jurnal penyusutan - Pajak tangguhan - Rekonsiliasi Fiskal Posisi 31/12/2010

23 Contoh – Cost Method : Beda Periode penyusutan dan Terjadi perubahan usia manfaat
1/1/2009 Dibeli kendaraan seharga Rp 100 juta. Secara komersial disusutkan 10 tahun dan secara fiskal 8 tahun. Posisi 31/12/2009, di estimasi usia manfaat hanya tinggal 5 tahun: - jurnal penyusutan - Pajak tangguhan - Rekonsiliasi Fiskal Posisi 31/12/2010

24 Contoh – Cost Method : Beda Periode penyusutan dan Terjadi perubahan usia manfaat dan Penurunan Nilai - Impairment 1/1/2009 Dibeli kendaraan seharga Rp 100 juta. Secara komersial disusutkan 10 tahun dan secara fiskal 8 tahun. Posisi 31/12/2009, di estimasi usia manfaat hanya tinggal 5 tahun dan nilainya diperkirakan hanya 50 juta. - jurnal penyusutan - Pajak tangguhan - Rekonsiliasi Fiskal Posisi 31/12/2010

25 Revaluation method – usia komersial sama dengan fiskal
1/1/2009 Dibeli kendaraan seharga Rp 100 juta. Secara komersial disusutkan 8 tahun dan secara fiskal 8 tahun. Posisi 31/12/2009, Harga Pasar 110 juta. Komersial Revaluasi namun fiskal tidak. - jurnal penyusutan, - jurnal revaluasi, - Pajak tangguhan - Rekonsiliasi Fiskal Posisi 31/12/2010. Harga Pasar 90 juta. Komersial Revaluasi namun fiskal tidak. Posisi 31/12/2011. Harga Pasar 50 juta. Komersial Revaluasi namun fiskal tidak.

26 Revaluation method – usia komersial tidak sama dengan fiskal
1/1/2009 Dibeli kendaraan seharga Rp 100 juta. Secara komersial disusutkan 10 tahun dan secara fiskal 8 tahun. Posisi 31/12/2009, Harga Pasar 110 juta. Komersial Revaluasi namun fiskal tidak. - jurnal penyusutan, - jurnal revaluasi, - Pajak tangguhan - Rekonsiliasi Fiskal Posisi 31/12/2010. Harga Pasar 90 juta. Komersial Revaluasi namun fiskal tidak. Posisi 31/12/2011. Harga Pasar 50 juta. Komersial Revaluasi namun fiskal tidak.

27 PSAK 13 : PROPERTY INVESTASI, Revisi 2007 Berlaku 1/1/2008 (Adopsi IAS 40 – 2003)
Akuntansi Komersial: Properti investasi (investment property) adalah properti (tanah atau bangunan atau bagian dari suatu bangunan atau kedua-duanya) yang dikuasai (oleh pemilik atau lessee/penyewa melalui sewa pembiayaan) untuk menghasilkan rental atau untuk kenaikan nilai atau kedua-duanya, dan tidak untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan administratif; atau dijual dalam kegiatan sehari-hari. Property di atas dibedakan dari aktiva tetap biasa dan digolongkan sebagai property investasi. Perbedaan utama dengan aktiva tetap biasa dalam perlakuan akuntansinya adalah dalam hal pengukurannya menggunakan metode Revaluasi, yaitu: Aktiva tetap biasa : Selisih revaluasi dilaporkan sebagai unsur ekuitas. Sedangkan Property investasi selisih revaluasinya dilaporkan ke Rugi Laba.

28 Aktiva Tetap Biasa Properti investasi Akuntansi: Pajak: Akuntansi:
Selisih Revaluasi dilaporkan ke ekuitas Pajak: Revaluasi jika diijinkan DJP dikenakan PPh final dan dilaporkan ke ekuitas. Jika tidak diijinkan DJP maka kenaikannya tidak diakui. Karena komersial masuk ke ekuitas maka tidak berpengaruh terhadap koreksi fiskal dalam menghitung Laba Fiskal. Akuntansi: Selisih Revaluasi dilaporkan ke R/L Pajak: Revaluasi jika diijinkan DJP dikenakan PPh final dan selisih revaluasi dilaporkan ke ekuitas. Hal ini berbeda dengan komersial karena ketentuan mengenai revaluasi scr perpajakan masih mendasarkan pada PSAK lama. Karena masuk ke L/R, sedangkan pajak sdh dikenakan PPh final maka keuntungan dalam L/R dikoreksi fiskal. Sedangkan apabila rugi juga dikoreksi fiskal karena pajak tidak mengenal rugi revaluasi. Jika tidak diijinkan DJP maka penurunan atau kenaikannya tidak diakui. Karena komersial masuk ke R/L maka harus dikoreksi fiskal.

29 PSAK 22 : Kombinasi Bisnis , Revisi 2010 Berlaku 1/1/2011 (Adopsi IFRS 3 – 2008)
Akuntansi Komersial: Dalam PSAK ini diatur mengenai bagaimana mencatat asset dan liabilitas serta goodwill oleh pihak pengakuisisi. Dalam ketentuan PSAK sebelumnya metode pencatatan dapat dilakukan dengan dua metode “pooling of interest” dan “purchase method”. Sedangkan dalam PSAK yang akan berlaku 1/1/2011 menggunakan metode “acquisition method” Dalam metode ini dilakukan tahapan: Identifikasi siapakah pihak pengakuisisi atau yang mendapat pengendalian. Jika tidak diketahui dengan tegas: dapat dilihat pada kondisi; - pihak yang mengaalihkan kas. -pihak yang menerbitkan ekuitas, -pihak yang ukurannya relative signifikan, -pihak yang berinisiatif. Menentukan tanggal terjadinya akuisisi. Pengakuan dan pengukuran asset dan liabilitas yang diambil alih. -pihak pengakuisi mengakui sebesar “nilai wajar”. Penghitungan nilai goodwill.

30 Perpajakan: Menurut Pasal 4 ayat (1) UU PPh, bahwa termasuk dalam pengertian penghasilan adalah “keuntungan dari penjualan atau pengalihan harta yang timbul dari penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha.” Pajak lebih melihat pada pihak yang mengalihkan asetnya untuk mengukur ada tidaknya penghasilan untuk dikenakan pajak, yaitu selisih lebih antara harga pasar aktiva dengan nilai bukunya. Dalam hal ini pajak sama dengan PSAK, jika PSAK menggunakan istilah harga wajar pajak menggunakan istilah harga pasar. Namun demikian, pajak masih memnungkinkan untuk menggunakan nilai buku sehingga tidak ada keuntungan dari pihak yang mengalihkan asset, dengan syarat mengajukan permohonan kepada DJP untuk dapat menggunakan nilai buku.

31 PSAK 7 : Pengungkapan pihak-pihak bereasi, Revisi 2010 Berlaku 1/1/2011 (Adopsi IAS 24 – 2009)
Akuntansi komersial: Hubungan istimewa timbul karena pengendalian atau pengaruh signifikan. Transparansi transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan mengungkapkannya dalam keuangan.

32 Perpajakan: DJP mempunyai kewenangan berdasarkan Pasal 18 ayat (3) UU PPh untuk mengkoreksi harga jika harga transaksi tidak wajar. Untuk menguji kewajaran nilai transaksi DJP meminta pengungkapan yang lebih detail lagi dalam SPT termasuk bagaimana menentukan harga serta dukungan dokumen Transfer Pricing yang ada. DJP memungkinkan entitas (wajib pajak) untuk membuat Advance Pricing Aggreement antara wajib pajak dengan DJP.


Download ppt "AKUNTANSI KOMERSIAL VS AKUNTANSI PAJAK"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google