Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Strategi beracara di Mahkamah Konstitusi

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Strategi beracara di Mahkamah Konstitusi"— Transcript presentasi:

1 Strategi beracara di Mahkamah Konstitusi
OLEH : Dr. ABSAR KARTABRATA, SH.MHum Disampaikan pada acara Konsolidasi Nasional Persiapan Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota Dan Wakil Walikota Tahun 2015, Penyelanggara KPU RI, Bogor, 21 Nopember 2015.

2 PENEGAKAN HUKUM PEMILIHAN
BAB XX UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG PELANGGARAN KODE ETIK, PELANGGARAN ADMINISTRASI, PENYELESAIAN SENGKETA, TINDAK PIDANA PEMILIHAN, SENGKETA TATA USAHA NEGARA, DAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN

3 WEWENANG MEMERIKSA (Atributie van rechtmacht)
Pelanggaran Kode Etik – DKPP (Pasal 137 ayat (1)); Pelanggaran Administrasi – Bawaslu/Panwaslu (Pasal 139); Penyelesaian Sengketa (Pasal 143) Tindak Pidana Pemilihan - Pengadilan Negeri (Pasal 148) Sengketa Tata Usaha Negara – PTUN (Pasal 154)

4 KEWENGAN MAHKAMAH KONSTITUSI
Berdasarkan ketentuan Pasal 157 ayat (3) UU No. 8 Tahun 2015, dinyatakan : “Perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh Mahkamah sampai dibentuknya badan peradilan khusus “.

5 DASAR HUKUM Undang-Undang No. 8 Tahun Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang . Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) No. 1 Tahun 2015 Tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Perselisihan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

6 Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) No
Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) No. 2 Tahun 2015 Tentang Tahapan, Kegiatan, Dan Jadwal Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Pedoman Penyusunan Permohonan Pemohon, Jawaban Termohon, dan Keterangan Pihak Terkait

7 Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dengan Satu Pasangan Calon

8 SUBYEK SENGKETA PILKADA (Berdasarkan ketentuan Pasal 2 jo Pasal 3 PMK No 1 Tahun 2015 jo Pasal 5 PMK No. 4 Tahun 2015) I. PEMOHON : a. Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur; b. Pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati; dan c. Pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota. d. Pemantau Pemilihan dalam negeri yang terdaftar dan memperolah akreditasi dari KPU/KIP Propinsi untuk Pemilihan GUbernur dan Wakil Gubernur.; dan e.Pemantau Pemilihan dalam negeri yang terdaftar dan memperolah akreditasi dari KPU/KIP Kabupaten/Kota untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota. II. TERMOHON : KPU/KIP Propinsi atau KPU/KIP Kabupaten/Kota III. PIHAK TERKAIT

9 Putusan Mahkamah Konstitusi di dalam perkara Nomor 196-197-198/PHPU
Putusan Mahkamah Konstitusi di dalam perkara Nomor /PHPU.D-VIII/2010 tertanggal 25 November 2010 Bahwa dalam beberapa perkara Pemilukada yang pernah diperiksa oleh Mahkamah, terdapat pula beberapa kasus di mana Termohon dengan sengaja mengabaikan Putusan dari suatu lembaga peradilan meskipun masih ada kesempatan untuk melaksanakannya. Bahkan beberapa di antaranya sengaja diulur-ulur oleh Termohon dengan cara mengajukan banding terhadap kasus kasus tersebut pada ujung waktu pengajuan banding agar para bakal Calon Pasangan menjadi tidak memiliki kesempatan untuk mendaftar atau tidak diikutsertakan sebagai peserta Pemilukada. Hal yang demikian menurut Mahkamah merupakan tindakan yang menyalahi hukum dan konstitusionalisme serta berdampak buruk bagi tegaknya kehormatan badan peradilan, prinsip-prinsip nomokrasi (kedaulatan hukum), dan prinsip-prinsip demokrasi (kedaulatan rakyat). Hak konstitusional warga negara untuk dipilih yang telah dijamin tegas di dalam Pasal 27 dan Pasal 28D UUD 1945, seharusnya tidak dikesampingkan dengan memanipulasi keterbatasan waktu atau memanipulasi lingkup kewenangan aparat penyelenggara Pemilu atau Pemilukada. Jika hal ini terjadi maka akan berpotensi untuk melanggar rasa keadilan dan hak konstitusional para bakal Pasangan Calon;

10 TERMOHON KPU secara kelembagaan bersifat hierarkis (een en ondeelbaar) sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu yang menyatakan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota bersifat hierarkis. . Dalam ketentuan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 dinyatakan Penyelenggaraan Pemilihan menjadi tanggung jawab bersama KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota. Penyelenggaran Pemilihan Gubernur diselenggarakan oleh KPU Provinsi sedangkan Pemilihan Bupati/Walikota diselenggarakan oleh KPU Kabupaten/Kota.

11 PERAN KPU RI Berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, KPU mempunyai tugas dan wewenang : (a) menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilihan setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah; (b) mengkoordinasi dan memantau tahapan Pemilihan; (c) melakukan evaluasi penyelenggaraan Pemilihan;

12 (d) menerima laporan hasil Pemilihan dari KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota; (e) memfasilitasi pelaksanaan tugas KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam melanjutkan tahapan pelaksanaan Pemilihan jika Provinsi, Kabupaten, dan Kota tidak dapat melanjutkan tahapan Pemilihan secara berjenjang; dan (f) melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.

13 Berdasarkan ketentuan Pasal 10A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, KPU memegang tanggung jawab akhir atas penyelenggaraan Pemilihan oleh KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, dan petugas pemutakhiran data Pemilih.

14 OBYEK SENGKETA Keputusan TERMOHON tentang Penetapan Hasil Penghitungan suara hasil Pemilihan yang mempengaruhi : a.Terpilihnya PEMOHON sebagai pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur b.Terpilihnya PEMOHON sebagai pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati; dan c.Terpilihnya PEMOHON sebagai Walikota dan Wakil Walikota;

15 PERBEDAAN JUMLAH SUARA (Berdasarkan Pasal 158 ayat (1) dan ayat (2) UU No 1 Tahun 2015 Jo PMK No 1 Tahun 2015) UNTUK PEMILIHAN GUBERNUR Perbedaan suara paling banyak : 2% dari Penetapan hasil penghitungan suara oleh KPU Propinsi, bilamama jumlah penduduk sebanyak jiwa; 1.5% dari Penetapan hasil penghitungan suara oleh KPU Propinsi, bilamana jumlah penduduk jiwa; 1% dari Penetapan hasil penghitungan suara oleh KPU Propinsi, bilamana jumlah penduduk jiwa; dan 0,5% dari Penetapan hasil penghitungan suara oleh KPU Propinsi, bilamana jumlah penduduk lebih dari jiwa.

16 PERBEDAAN JUMLAH SUARA UNTUK KABUPATEN/KOTA
Perbedaan suara paling banyak : 2% dari Penetapan hasil penghitungan suara oleh KPU, bilamana jumlah penduduk sebanyak jiwa; 1.5% dari Penetapan hasil penghitungan suara oleh KPU, bilamana jumlah penduduk jiwa; 1% dari Penetapan hasil penghitungan suara oleh KPU, bilamana jumlah penduduk jiwa; dan 0,5% dari Penetapan hasil penghitungan suara oleh KPU, bilamana jumlah penduduk lebih dari jiwa.

17 Putusan Mahkamah Konstitusi di dalam perkara Nomor 41/PHPU
Putusan Mahkamah Konstitusi di dalam perkara Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 tertanggal 2 Desember 2008 “Menimbang bahwa opsi untuk mendiskualifikasi perolehan suara Pasangan Calon KARSA di daerah kabupaten-kabupaten yang terkena dampak pelanggaran struktural sebagaimana diuraikan di atas, baik dengan maupun tanpa memperhitungkannya pada perolehan suara Pasangan KAJI untuk kemudian melakukan penghitungan perolehan suara berdasarkan kondisi pemungutan suara yang telah terjadi demikian, dapat dipandang mencederai hak-hak demokrasi pemilih Pasangan Calon KARSA yang beritikad baik, karena menjadi tidak diperhitungkan dalam proses demokrasi secara sewajarnya. Di lain pihak, Mahkamah memandang tidak tepat jika hanya menghitung ulang hasil yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi Jawa Timur, karena prosesnya diwarnai dengan pelanggaran-pelanggaran yang cukup serius, sehingga yang diperlukan adalah dilakukannya pemungutan suara ulang. Hal ini disebabkan karena pelanggaran yang dapat dibuktikan di persidangan sifatnya sudah sistematis, terstruktur, dan masif yang pada umumnya dilakukan menjelang, selama, dan sesudah pencoblosan. Artinya, pelanggaran-pelanggaran tersebut bukan hanya terjadi selama pencoblosan, sehingga permasalahan yang terjadi harus dirunut dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum pencoblosan”.

18 DASAR HUKUM PENYUSUNAN JAWABAN
Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Pedoman Penyusunan Permohonan Pemohon, Jawaban Termohon, dan Keterangan Pihak Terkait

19 Pasal 2 PMK No. 3/2015 Permohonan Pemohon, Jawaban Termohon dan Keterangan Pihak Terkait dalam Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan disusun berdasarkan sistematika sebagaimana diatur dalam Peraturan inI

20 PERMOHONAN PEMOHON KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI (Pasal 157 ayat (3) UU No. 8 Tahun 2015); KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON (Pasal 2 PMK No 1 Tahun 2015) TENGGANG WAKTU PENGAJUAN PERMOHONAN ( Pasal 157 ayat (5) UU No. 8/2005 juncto Pasal 5 ayat (1) PMK No. 1/2015, yaitu 3 X 24 jam sejak Termohon mengumumkan Penetapan Suara Hasil Pemilihan)

21 POKOK PERMOHONAN a. Berdasarkan Pasal 158 UU No. 8/2015 juncto Pasal 6 PMK No. 1/2015, berisikan : 1). Jumlah Penduduk di Propinsi/Kab/Kota Tempat Pemohon Pasangan Calon; 2). Maksimal Prosentase Perbedaan Perolehan Suara Antara Pemohon Dengan Pasangan Calon Peraih Suara Terbanyak Berdasarkan Penetapan Hasil Penghitungan Suara Oleh Termohon. b. Kesalahan hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon dan hasil penghitungan suara yang benar menurut Pemohon.

22 PETITUM Menyatakan permohonan Pemohon dikabulkan
b. Membatalkan Keputusan KPU/KIP provinsi/Kabupaten/Kota tentang penetapan perolehan suara hasil pemilihan Calon Gubernur dan Wakil Gubemur/Calon Bupati dan Wakil Bupati/ Calon Walikota dan Wakil Walikota; c. Menetapkan perolehan suara hasi/Pemilihan Calon Gubemur dan Wakil Gubenur/ Calon Bupati dan Wakil Bupati/ Walikota dan Wakil walikota yang benar menurut Pemohon

23 J A W A B A N A. MENGENAI POKOK PERKARA B.MENGENAI BUKAN POKOK PERKARA (EKSEPSI) 1. Kompetensi (BAB XX UU No 1 Tahun 2015); 2. Bukan Kompetensi; 2.1. Daluarsa (verjaring) 2.2. Obscuur libel

24 ALAT BUKTI Surat atau tulisan (Pasal 31 PMK No 1 Tahun 2015);
Keterangan para Pihak (Pasal 32 PMK No 1 Tahun 2015); Keterangan Saksi (Pasal 33 PMK No 1 Tahun 2015); Keterangan ahli (Pasal 34 PMK No 1 Tahun 2015); Alat bukti lain (Pasal 35 PMK No 1 Tahun 2015); dan /atau Petunjuk (Pasal 36 PMK No 1 Tahun 2015)

25 ALAT BUKTI SURAT Keputusan Termohon tentang Penetapan pasangan calon peserta Pemilihan beserta lampirannya. Keputusan Termohon tentang daftar pemilih tetap Pemilihan Berita acara dan salinan pengumuman hasil pemungutan dan penghitungan suara dari TPS

26 Berita acara penyampaian hasil penghitungan perolehan suara dari KPPS kepada PPS.
Berita acara penyampaian hasil penghitungan suara dari PPS kepada PPK. Berita acara dan salinan rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kecamatan dari PPK.

27 Berita acara penyampaian rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kecamatan kepada KPU/KIP Kabupaten/Kota Berita acara dan salinan rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota dari KPU/KIP Kabupaten/Kota Berita acara penyampaian rekapitulasi hasil penghitungan suara dari KPU/KIP Kabupaten/Kota kepada KPU/KIP propinsi Berita acara dan salinan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari KPU/KIP propinsi

28 Berita acara dan salinan keputusan hasil penghitungan suara dari kepada KPU/KIP propinsi atau KPU/KIP Kabupaten/Kota. Salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Surat terdaftar dan/atau sertifikasi akreditasi dari KPU/KIP Propinsi atau KPU/KIP Kabupaten/Kota bagi pemantau pemilihan; dan/atau Dokumen tertulis lainnya.

29 KETERANGAN PIHAK LAIN Berdasarkan Pasal 38 PMK No 1 Tahun 2015, dinyatakan : Dalam Pemeriksaan Persidangan, Mahkamah Dapat Memanggil Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) dan/atau jajarannya secara berjenjang, Dewan Kehormatan Penyelenggaran Pemilihan Umum (DKPP) dan/atau jajarannya, dan/atau pihak-pihak yang yang dipandang perlu, baik atas inisiatif Mahkamah maupun atas permintaan para Pihak untuk didengar keterangannya sebagai pemberi keterangan terkait dengan Permohonan yang sedang diperiksa.

30 LANGKAH PERSIAPAN Penunjukkan Tim Khusus pada setiap tingkatan yang bertugas untuk menyiapkan data-data pelaksanaan semua proses tahapan pemilihan dan hasil pemilihan, penyusunan basis data (kronologis). Pembagian tugas Tim Khusus berdasarkan wilayah daerah pemilihan untuk memudahkan supervisi dan koordinasi.

31 Laporan pelaksanaan semua tahapan kegiatan pemilihan secara berkala, disertai dengan salinan dokumen pendukungnya. Identifikasi potensi dan permasalahan yang muncul pada setiap tahapan pemilihan, disertai dengan salinan dokumen pendukungnya. Termasuk laporan yang masuk ke Panwas/Bawaslu, rekomendasi dan pelaksanaan atas rekomendasinya. Begitu juga laporan yang masuk ke DKPP, pemeriksaan dan putusannya, serta pelaksaan putusan DKPP.

32 Identifikasi saksi-saksi/penyelenggara pemilu mulai dari tingkat KPPS, PPS, PPK dan KPU/KIP Kabupaten yang berpotensi memberikan keterangan sebagai saksi di Mahkamah Konstitusi. Penyusunan surat pernyataan dari penyelenggara pemilu calon saksi, bermaterai cukup, yang berisi penjelasan tentang kronologi permasalahan yang terjadi di daerah kerjanya.

33 TERIMA KASIH


Download ppt "Strategi beracara di Mahkamah Konstitusi"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google