Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

SEKILA SEJARAH HUKUM ACARA PIDANA

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "SEKILA SEJARAH HUKUM ACARA PIDANA"— Transcript presentasi:

1 SEKILA SEJARAH HUKUM ACARA PIDANA
BAB I PENDAHULUAN SEKILA SEJARAH HUKUM ACARA PIDANA

2 I. Sejarah perkembangan Hukum Acara Pidana di Indonesia
1. sebelum masa kolonial (sebelum abad 16) Sebelum masuknya agama Islam Pada masa awal, penduduk nusantara tidak membedakan antara hukum acara pidana dan hukum acara perdata. Penduduk nusantara menggunakan hukum adat untuk menyelesaikan masalah pidana maupun perdata di kalangan mereka. Cara pembuktian yang digunakan sering kali menggunakan kekuatan kekuatan gaib.

3 Saat masuknya agama Islam
Setelah masuknya agama Islam, mulailah diberlakukannya hukum Islam untuk menyelesaikan masalah hukum di antara penduduk. Pada masa ini, mulai diadakan pembedaan antara masalah pidana dan masalah perdata. Cara penyelesaian sengketa selalu berpedoman kepada Al Quran, hadits dan hasil ijtihad.

4 2. pada masa kolonial (abad 16-17 Agustus 1945)
- Belanda Hukum yang berlaku di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh Belanda yang datang ke Indonesia di mana mulai diberlakukannya hukum tertulis di Indonesia. - Prancis Pada saat Belanda dijajah Perancis, diberlakukanlah hukum Perancis di Belanda yang berdampak pada keberlakuan hukum tersebut di Indonesia sebagai negara jajahan Belanda

5 - Belanda Setelah lepas dari jajahan Perancis, dikeluarkanlah firman raja untuk membentuk peraturan perundang-undangan baru yang diberlakukan di Indonesia dengan adanya asas konkordansi. Hukum acara pidana saat itu disebut hukum acara kriminil (HIR dan IR). Maka dibentuklah HIR yang diberlakukan di kota-kota besar dan IR di kota-kota lainnya). Ada pembedaan peradilan bagi kaum Eropa dan golongan Bumi Putera. - Jepang Tidak ada perubahan dalam peraturan perundang-undangan kecuali dalam hal dihapusnya peradilan bagi golongan Eropa.

6 3. pada masa kemerdekaan (17 Agustus 1945-sekarang)
- orde lama Pada masa ini, peraturan Belanda masih dipakai dengan berlakunya pasal II aturan peralihan UUD 1945. - orde baru Dalam sejarahnya HIR buatan Belanda tidak memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat Indonesia maka mulai diadakanlah perancangan Hukum Acara Pidana yang baru.

7 II. Sejarah pembentukan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Indonesia
Pada masa orde baru, terbukalah kesempatan untuk membuat peraturan perundang-undangan. Oleh sebab itu, dibentuklah di departemen kehakiman suatu panitia untuk menyusun RUU Hukum Acara Pidana. Ada 13 pokok masalah yang dituangkan dalam materi undang-undang. Dalam perancangannya, hukum acara pidana Indonesia didasarkan pada HIR.

8 Hal-hal signifikan yang perlu diperhatikan dalam RUU KUHAP tahap akhir, ialah:
- hilangnya kewenangan Kejaksaan (seperti yang tercantum dalam HIR) untuk menyidik. - diadakannya perubahan KUHAP dalam kurun waktu dua tahun setelah pengesahan KUHAP (pasal 284 ayat (2)).

9 RUU KUHAP disahkan oleh sidang paripurna DPR pada tanggal 23 September 1981, dan kemudian disahkan oleh presiden menjadi undang-undang pada tanggal 31 Desember 1981.

10 II. PENGERTIAN DAN ASAS-ASAS HAP
PENGERTIAN HAP HP dan HAP → dwi tunggal “pasangan yg tak terpisahkan “ HP MATERIIL : (KUHP) Perbuatan yg di larang Orang (pertanggungjwb pid) Pidana

11 Penjatuhan Pidana → pelaku “PROSES ADIL, JUJUR, TERBUKA”
DLM PERADILAN PIDANA PROSES tsb diatur dlm HP FORMIL “HUKUM ACARA PIDANA”: “Keseluruhan peraturan hukum yg mengatur bagaimana Negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya utk MEMIDANA dan MENJATUHKAN PIDANA” (Simons)

12 “KESELURUHAN PERATURAN HUKUM UNTUK MELAKSANAKAN HP MATERIIL”
HUKUM ACARA PIDANA: “KESELURUHAN PERATURAN HUKUM UNTUK MELAKSANAKAN HP MATERIIL”

13 B. FUNGSI DAN TUJUAN HAP FUNGSI → MELAKSANAKAN DAN MENEGAKAN HUKUM PIDANA * Untuk mencari dan menemukan fakta menurut kebenaran; * Mengadakan penuntutan hukum dgn tepat; * Menerapkan hukum dgn keputusan berdasarkan keadilan; * Melaksanakan keputusan secara adil

14 MENCARI dan MENEMUKAN KEBENARAN MATERIIL
TUJUAN → pedoman pelaksanaan KUHAP (Kepmen Keh RI No: M.01.PW Th tgl 4 Pebruari 1982) INTINYA: MENCARI dan MENEMUKAN KEBENARAN MATERIIL Maksudnya: “kebenaran yang sesuai dgn fakta-fakta atau kejadian-kejadian yang ada HUBUNGAN dgn TINDAK PIDANA”

15 TUJUAN HAP ada 3 HAL: (Pedoman KUHAP)
1. Mencari dan menemukan kebenaran materiil; 2. Melakukan penuntutan; 3. Melakukan pemeriksaan dan memberikan putusan pengadilan

16 ASAS KHUSUS : DLM PERSIDANGAN ASAS UMUM : SELURUH KEGIATAN PENGADILAN
C. ASAS-ASAS dlm HAP ASAS KHUSUS : DLM PERSIDANGAN ASAS UMUM : SELURUH KEGIATAN PENGADILAN

17 ASAS-ASAS UMUM ASAS KEBENARAN MATERIIL (MATERIALE WARHEID)
“Kebenaran sungguh-sungguh sesuai kenyataan” ASAS PERADILAN CEPAT, SEDERHANA, DAN BIAYA MURAH CEPAT → peradilan sesegera mungkin dlm waktu sesingkat-singkatnya SEDERHANA → PERADILAN YG SIMPEL, SINGKAT TIDAK BERBELIT-BELIT BIAYA MURAH → BIAYA PERADILAN DITEKAN SEDEMIKIAN RUPA TERJANGKAU OLEH PENCARI KEADILAN, MENGHINDARI PEMBOROSAN, TINDAKAN BERMEWAH-MEWAH UTK ORG YANG BERUANG SAJA

18 ASAS PRADUGA TAK BERSALAH DAN PRADUGA BERSALAH
*Asas Praduga Tak Bersalah (Presumpton of Innocene): “asas yg menghendaki setiap org yg terlibat perkara pidana harus dianggap belum bersalah sebelum ada putusan pengadilan yg menyatakan kesalahan itu ” (lihat juga Pasal 8 UU No. 4/2004 tentang KK) BENTUK NYATA ASAS PRADUGA TIDAK BERSALAH: Terdakwa tdk diborgol di ruang sidang bantuan hukum dari penasehat hukum

19 ASAS PRADUGA BERSALAH (Presumption of Guilty):
“setiap org yg melakukan perbuatan pidana sdh dapat dianggap bersalah sekalipun belum ada putusan dari pengadilan yg menyatakan kesalahan itu”

20 Presumpton of Innocene Presumption of Guilty
* Segi positif Perlindungan HAM (tindakan Penegak Hk Didasarkan aturan Hk) * Segi negatif Sulit mengendalikan kej jika Sudah sampai pd tingkat jmlh yg banyak Segi positif Dapat mengendalikan kej sekalipun sdh sampai jmlh yg banyak * Segi negatif kadang2 melanggar HAM Kemungkinan terjadi kesalahan dlm pemeriksaan (terlebih jika aparat penegak hk blm profesional, tdk punya pengalaman banyak)

21 ASAS INQUISITOR dan ACCUSATOIR Asas Inquisitor:
“asas yg menjelaskan bahwa setiap pemeriksaan yg dilakukan harus dgn cara rahasia dan tertutup” Tersangka → objek pemeriksaan → tdk punya hak, Misal: * hubungi atau kontak dgn kel * didampingi oleh penasehak hk

22 Asas inquisitor berlaku: pada kepolisian dan kejaksaan tetapi sudah diperlunak oleh KUHAP.
BUKTI !!! Tersangka sbg objek pemeriksaan dan dilakukan secara tertutup tetapi sdh diberi hak utk didampingi oleh penasehat hukum dlm setiap tingkat pemeriksaan termasuk tingkat penyidikan. Hanya saja kehadiran penasehat hukum bersifat pasif artinya tidak boleh melakukan interpretasi terhadap pemeriksaan hanya meyaksikan dari jarak jauh tanpa berhak memberikan nasehat dan pembelaan.

23 * Asas Accusatoir: “asas yang menempatkan tersangka/terdakwa tidak lagi sebagai objek peemriksaan, melainkan sebagai subjek pemeriksaan”. CONTOH: Terdakwa bebas menyatakan pendapat dipersidangan, sepanjang untuk membela diri; Berhak diam tanpa menjawab pertanyaan-pertanyaan yg diajukan kepadanya; Terdakwa bebas mencabut pengakuan-pengakuan yg pernah ia kemukakan di luar sidang dan ini dapat dikabulkan sepanjang hal itu masih logis dan beralasan

24 ASAS-ASAS KHUSUS “asas-asas yg berlaku dan/atau berkenaan dengan dilakukannya persidangan di pengadilan”. SBB: Asas Legalitas dan Opportunitas Asas Legalitas Asas yg menghendaki bahwa PU wajib menuntut semua perkara yg terjadi tanpa memandang siapa dan bagaimana keadaan pelakunya ke muka sidang pengadilan. Asas Opportunitas Asas yg memberikan wewenang kpd penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut seseorang atau suatu badan yg telah melakukan TP demi kepentingan umum. (Pasal 35 sub c UU No. 16/2004 ttg Kejaksaaan RI). Kepentingan Umum....”kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masy luas (penjelasan Pasal 35 sub c)

25 “KONTROL SOSIAL MASYARAKAT”
2. Asas Persidangan terbuka untuk umum “setiap sidang yg dilaksanakan harus dapat disaksaikan oleh umum” BUKTI!!! Ucapan hakim membuka sidang: “SIDANG DIBUKA DAN TERBUKA UNTUK UMUM” KECUALI... PERKARA KESUSLILAAN DAN PERKARA PIDANA PELAKUNYA ANAK-ANAK!!! (Baca juga Pasal 153 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP!!! FUNGSI ... “KONTROL SOSIAL MASYARAKAT”

26 3. Asas Peradilan dilakukan oleh Hakim karena jabatannya
“Asas ini menghendai bahwa tidak ada suatu jabatan yang berhak melakukan peradilan atau pemeriksaan hingga mengambil putusan kecuali hanya diberikan kepada hakim” Asas Pemeriksaan Langsung “prinsip menghendaki agar pemeriksaan yg dilakukan harus menghadapkan terdakwa di depan persidangan termasuk menghadapkan seluruh saksi-saksi yg ditunjuk

27 Asas tsb disimpulkan dari Pasal 154 KUHAP Pasal 155 KUHP!!!
KECUALI!!! Perkara Pelangaran Lalu Lintas... Terdakwa TIDAK HARUS hadir di Persidangan PENYIMPANGAN Terhadap Asas Pemeriksaan dalam Pidana di Luar KUHP mis... TPE, TPK, Terorisme dll terdakwa dapat diadili tanpa kehadirannya setelah tiga kali berturut-turut dipanggil secara sah “PERADILAN IN ABSENTIA”

28 Asas Komunikasi dan Tanya Jawab Langsung
“Di peridangan hakim, terdakwa dan saksi adalah berhubungan melalui pertanyaan langsung. Lisan tanpa melalui perantara, tidak pula melalui surat menyurat” Pertanyaan Kepada terdakwa atau saksi diajukan melalui Hakim (hakim sebagai Moderator) Dasar Hukum Pasal 164 Ayat (2) KUHAP! “Penuntut umum atau penasehat hukum dengan perantaraan hakim ketua sidang diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi dan terdakwa.”

29

30 D. ILMU-ILMU BANTU HUKUM ACARA HUKUM PIDANA
Logika Psikologi Kriminalistik Kedokteran Kehakiman dan Psikiatri Kriminologi Penologi

31 E. ISTILAH-ISTILAH UMUM DLM HUKUM ACARA PIDANA
Diatur dalam  BAB I tentang Ketentuan Umum  Pasal 1 – 32 KUHAP.  Dapat dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu: 1.Penggolongan berupa Pelaku atau Predikat. 2. Penggolongan berupa Tindakan.

32 PENGGOLONGAN berupa PELAKU atau PREDIKAT:
Penyelidik (Pasal 1 butir 4) Penyelidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan. 2. Penyidik (Pasal 1 butir 1) Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

33 4. Jaksa (Pasal 1 butir 6 huruf a.)
3. Penyidik Pembantu (Pasal 1 butir 3) Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang. 4. Jaksa (Pasal 1 butir 6 huruf a.) Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang bertindak sebagai penuntut umum serta melakukan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

34 6. Hakim (Pasal 1 butir butir 8)
5. Penuntut Umum (Pasal 1 butir 6 huruf b.) Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. 6. Hakim (Pasal 1 butir butir 8) Hakim adalah pejabat peradilan negara yang di beri wewenang oleh undang-undang untuk mengadili.

35 7. Penasehat Hukum (Pasal 1 butir 13)
Penasehat hukum adalah orang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasarkan undang-undang untuk memberikan bantuan hukum. 8. Tersangka (Pasal 1 butir 14) Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

36 10. Terpidana (Pasal 1 butir 32)
9. Terdakwa (Pasal 1 butir 15) Terdakwa adalah seorang tersangka yang ditutuntut, diperiksa, dan diadili disidang peradilan. 10. Terpidana (Pasal 1 butir 32) Terpidana adalah orang yang dipidana berdasar keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

37 12. Keterangan Saksi (Pasal 1 butir 27)
Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. 12. Keterangan Saksi (Pasal 1 butir 27) Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebutkan alasan dari pengetahuannya itu.

38 14. Keterangan Anak (Pasal 1 butir 29)
13. Keterangan Ahli (Pasal 1 butir 28) Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. 14. Keterangan Anak (Pasal 1 butir 29) Keterangan anak adalah keterangan yang diberikan oleh seorang anak tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara guna kepentingan pemeriksaan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. 15. Keluarga (Pasal 1 butir 30) Keluarga adalah mereka yang mempunyai hubungan darah sampai derajat tertentu atau hubungan perkawinan dengan mereka yang terlibat dalam suatu proses pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

39 PENGGOLONGAN berupa TINDAKAN sebagai berikut:

40 BAB VI SURAT DAKWAAN A. SYARAT SURAT DAKWAAN 1. Syarat Formal:
a. Menyebutkan identitas Terdakwa. b. Diberi tanggal. c. Ditandatangani Penuntut Umum.

41 2. Syarat Materiil: a. Memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap tentang tindak pidana yang didakwakan. b. Menyebutkan waktu terjadinya tindak pidana. c. Menyebutkan tempat terjadinya tindak pidana.

42 BENTUK DAKWAAN 1. Dakwaan Tunggal
Dakwaan ini dibuat untuk menuntut satu orang atau lebih yang dituduh melakukan suatu perbuatan pidana saja, misalnya, terdakwa hanya melakukan perbuatan pidana pencurian (biasa) Pasal 362 KUHP.

43 2. Dakwaan Alternatif Dakwaan ini dibuat untuk menuntut perkara pidana yang terdapat keragu-raguan mengenai jenis perbuatan pidana mana yang paling tepat sehingga diserahkan kpd pengadilan untuk memilih secara tepat berdasarkan hasil pembuktian sidang agar mendapat putusan satu jenis perbuatan pidana saja dari beberapa jenis yang dituduhkan.

44 Contoh Kasus: Ada keragu-raguan untuk menuntut dengan dakwaan “kejahatan pencurian” atau “kejahatan penggelapan”, dengan menunjukkan kata “atau” diantara perbuatan-perbuatan yang dituduhkan dari dua pokok perbuatan.

45 3. Dakwaan Kumulasi / Kumulatif
Dakwaan ini dibuat untuk menuntut seorang terdakwa atau lebih yang melakukan lebih dari satu perbuatan pidana, misalnya disamping melakukan perbuatan pencurian, dia juga membawa senjata api tanpa ijin yang berwajib, artinya terdakwa (terdakwa) didakwa melakukan dua macam perbuatan pidana sekaligus, yaitu pencurian dan membawa senjata api tanpa ijin yang berwajib. Biasanya dakwaan ini ditandai dengan memberikan nomor urut dari dakwaan, misalnya, dakwaan ke satu, ke dua dan seterusnya.

46 4. Dakwaan Subsider ­Dakwaan ini disusun untuk menuntut perkara pidana lebih dari satu dakwaan yang disusun dengan mempertimbangkan bobot pidana, pidana yang berat ditempatkan pada deretan pertama yang disebut dengan dakwaan primer, kemudian disusul dengan dakwaan dengan bobot pidana yang lebih ringan sebagai dakwaan subsider. Mungkin masih ada lagi bobot pidana lagi yang lebih ringan diurutkan lagi dengan urutan ketiga dengan dakwaan lebih subsider.

47 CONTOH: Dakwaan subsider dalam hal kejahatan yang serupa, misalnya, untuk “pembunuhan berencana yang bobot pidananya tertinggi ditempatkan lebih dahulu sebagai dakwaan primer, kemudian untuk “pembunuhan dengan senjata” yang bobot pidananya lebih rendah ditempatkan pada bagian berikutnya sebagai dakwaan subsider, seterusnya untuk “penganiayaan yang berakibat mati” bobotnya lebih rendah lagi, ditempatkan sebagai dakwaan lebih subsider.

48 Penempatan dakwaan primer, subsider, dan lebih subsider dimaksudkan agar hakim terlebih dahulu membuktikan dakwaan primer dan jika dakwaan ini dinyatakan terbukti, dakwaan lainnya tidak perlu dibuktikan, kecuali jika dakwaan primer tidak terbukti, baru membuktikan dakwaan lainnya.

49 5. Dakwaan Kombinasi / Gabungan
Dalam perkembangannya, ternyata bentuk-bentuk dakwaan tersebut di atas tidak secara konsekuen diikuti, artinya didalam menyusun dakwaan tidak selamanya menggunakan bentuk dakwaan yang ada tersebut. Ternyata, jaksa penuntut umum sering pula melakukan kombinasi diantara bentuk-bentuk dakwaan itu. Sebagai contoh, jaksa penuntut umum ketika menyusun dakwaan menggabungkan antara dakwaan subsider dan dakwaan kumulatif. Bentuk dakwaan demikian belum dikenal dalam teori sehingga belum ada namanya, tetapi dalam praktik sudah dapat dilaksanakan.

50 C. PELIMPAHAN PERKARA KE PENGADILAN
1. Pelimpahan Perkara, meliputi: a. Surat Pelimpahan perkara itu sendiri b. Berkas Perkara c. Surat Dakwaan 2. Turunan surat pelimpahan perkara dan surat dakwaan disampaikan kpd Terdakwa/Penasehat Hukum dan Penyidik bersamaan dengan pelimpahan perkara. Dengan pelimpahan perkara; tanggungjawab Tersangka dan barang bukti beralih dari Penuntut Umum kpd Hakim. 4. Tujuan pelimpahan perkara agar hakim menetapkan hari sidang.

51 CONTOH SURAT DAKWAAN SURAT DAKWAAN NO………………….. I. TERDAKWA
Nama Lengkap : Tempat lahir : Jenis Kelamin : Kebangsaan : Tempat Tinggal : Agama : Pekerjaan : Pendidikan :

52 II. PENAHANAN Terdakwa ditahan berdasarkan ketentuan Pasal 20 undang-undang nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Terdakwa ditahan oleh penyidik dengan penahanan di rumah tahanan sejak tanggal 1 April 2009 sampai dengan 12 Mei 2009 Terdakwa ditahan oleh kejaksaan dengan penahanan di rumah tahanan sejak tanggal 22 April 2009 sampai dengan 12 Mei 2009.

53 DAKWAAN 1. Primer ………………………………………………………………… 2. Subsider 3. Lebih Subsider ………………………………………………………………………….

54 VII PRA PERADILAN, GANTI KERUGIAN dan REHABILITASI
PRA PERADILAN (Pasal 77 KUHAP) Istilah Praperadilan Istilah praperadilan  merupakan lembaga baru dalam hukum acara Indonesia. Arti harfiah  Pra = sebelum ; peradilan = peradilan Artinya : sebelum pemeriksaan di ruang sidang

55 Menurut Oemar Seno Aadji, sebagaimana dikutip oleh Andi Hamzah mengatakan:
“Lembaga Rechter Commissaris muncul sebagai perwujudan keaktifan hakim, yang mempunyai kewenangan untuk menangani upaya paksa (dwang middelen), penahanan, penyitaan, penggeledahan badan, rumah, dan pemeriksaan surat-surat.”

56 Pengertian Wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang : Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan. Permintaan ganti rugi kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

57 Kelemahan pra pengadilan menurut KUHAP :
Tidak mengatur ketentuan seperti di Belanda dan Perancis, yaitu : “Hakim pra peradilan dapat melakukan pemeriksaan pendahuluan atau memimpinnya” Menurut KUHAP  Hakim pra peradilan tidak melakukan pemeriksaan pendahuluan, penggeledahan, penyitaan dan seterusnya yang bersifat pemeriksaan pendahuluan, ia tidak pula menentukan apakah suatu perkara cukup alasan ataukah tidak untuk diteruskan ke pemeriksaan sidang pengadilan. Siapa yang menentukan? Eksekutif  Penyidik dan PU.

58 Tujuan Penciptaan Lembaga Praperadilan dalam KUHAP:
Perlindungan hak-hak asasi manusia, terutama mereka yang terlibat didalam perkara pidana, khususnya pada tahap penyidikan dan penuntutan. Alat kontrol terhadap penyidik atau penuntut umum terhadap penyalahgunaan wewenang olehnya.

59 Pendalaman Lebih Lanjut tentang Wewenang Praperadilan :
1. Memeriksa dan memutuskan sah atau tidaknya penangkapan dan atau penahanan Seharusnya kalimat diatas, dalam kata terakhir ditambahkan kata-kata, “dan atau tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan, mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan’.

60 Agar sinkron dengan Pasal 95 KUHAP:
Tersangka, terdakwa, atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili, atau dikenankan tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan kepengadilan negeri, diputus disidang praperadian sebagaimana dimaksud dalam pasal 77. Dan seterusnya………

61 Dalam penjelasan mengenai ketentuan yang diatur dalam Pasal 95 KUHAP dikatakan bahwa:
“Yang dimaksud dengan kerugian karena dikenakan tindakan lain ialah kerugian yang ditimbulkan oleh pemasukan rumah, penggeledahan, dan penyitaan yang tidak sah menurut hukum, termasuk penahanan tanpa alasan ialah penahanan yang lebih lama daripada pidana yang dijatuhkan.”

62 2. Memeriksa sah dan tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan
Yang berhak meminta pihak lain yang berkepentingan (Tersangka/terdakwa atau Korban), Penyidik, dan PU Penyidik mengeluarkan SP3 → dapat dimuntahkan Praperadilan atas SP3 tersebut → Oleh siapa?

63 3. Memeriksa tuntutan ganti kerugian dan rehabilitasi
Kewenangan praperadilan memeriksa tuntutan ganti kerugian terbatas pada kerugian yang diminta oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan yang perkaranya tidak diajukan kepengadilan negeri → Lihat ketentuan Pasal 95 diatas. Rehabilitasi → sama dengan diatas

64 Permintaan rehabilitasi diajukan selambat-lambatnya dalam waktu empat belas hari setelah putusan mengenai sah tidaknya penangkapan atau penahanan diberitahukan kepada pemohon. Tujuan rehabilitasi → memulihkan kembali nama baik, kedudukan, dan mertabat seseorang yang telah menjalani suatu tindakan berupa penangkapan, penahanan, dan penuntutan yang tidak berdasarkan atau tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum oleh pengadilan.

65 Yang Berwenang Mengajukan Praperadilan
Diatur dalam pasal 79 dan Pasal 80 KUHAP Pasal 79: Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarganya atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.

66 Pasal 80 : Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.

67 Dapat disimpulkan yang berhak mengajukan praperadilan :
Tersangka, keluarga atau kuasa hukumnya Penyidik atau penuntut umum Pihak ketiga yang berkepentingan → pada umumnya → korban tindak pidana

68 Acara/Prosedur Praperadilan
 Umum → Pasal 77 – Pasal 101 KUHAP  Khusus → Pasal 28 KUHAP

69 Berdasarkan Pasal 82 secara ringkas acara praperadilan diuraikan sebagai berikut : Prosedur pra peradilan : Permohonan ketua PN, disertai alasan, Panitera, KPK tunjuk Hakim tunggal, 3 hari setelah diterima permohonan, tetapkan hari sidang. Lihat Pasal 82 ayat 1b KUHAP Panggil pemohon (Tersangka), Termohon (Pejabat Penegak Hukum), Pembuktian, ajukan surat-surat formalitas yang jadi dasar Kap/Han, Hen dik/tut → dalam praktik ada perluasan ruang lingkup praperadilan! Kasus ijazah palsu anggota DPRD Way Kanan, Bedu Amang, Ginanjar Kartasasmita, dll, keabsahan surat yang dibuat Penyidik, berlaku surut?

70  Tak kenal ne bis in idem tahap sidik, tuntut Pasal 82 ayat 1e KUHAP
Waktu maks 7 hari putus, atau belum 7 hari sudah mulai periksa pokok perkara→ praperadilan gugur.  Tak kenal ne bis in idem tahap sidik, tuntut Pasal 82 ayat 1e KUHAP

71 Putusan praperadilan : Pasal 82 ayat (2) dan (3) :
a. Jelas dasar dan alasan putusan b. Putusan : Kap/Han tidak sah → segera bebaskan tersangka; henti sidik/tut tidak sah  wajib lanjutkan sidik/tuntut c. Kap/Han tidak sah, sebut jumlah ganti rugi, rehabilitasi, benda disita tak masuk BB, kembalikan kepemilik

72 Upaya Hukum Putusan Pra Peradilan (Pasal 83 KUHAP):
Tidak sah Kap/Han → PN final Tidak sah henti sidik/tuntut → boleh Banding. Final

73 B. GANTI KERUGIAN Pengertian Ganti Kerugian
Pertama kali diperkenalkan dalam → Pasal 19 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1980. Kedua peraturan diatas tidak ada peraturan lebih lanjut untuk melaksanakannya → akhirnya tuntutatn ganti rugi belum dapat dilaksanakan. KUHAP Pasal 95 – Pasal 101 KUHAP tentang ganti kerugian dan rehabilitasi.

74 Pengertian Ganti Kerugian → diatur dalam Pasal 1 Butir 22 jo
Pengertian Ganti Kerugian → diatur dalam Pasal 1 Butir 22 jo. Pasal 25 ayat (1) KUHAP: “Ganti kerugian adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditahan, ditangkap, dituntut, ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orannya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini “.

75 Pasal 95 KUHAP : Tersangka, terdakwa, atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili, atau dikenakan tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan kepengadilan negeri, diputus disidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77.

76 Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan ole Tersangka, Terdakwa, Terpidana, atau ahli warisnya kepada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan Untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian tersebut pada nyata (1) ketua pengadilan sejauh mungkin menunjuk Hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang bersangkutan. Pemeriksaan terhadap ganti kerugian sebagaimana tersebut pada ayat (4) mengikuti acara praperadilan

77 Dengan memperhatikan isi Pasal 95 diatas, maka dapat dirinci macam-macam ganti kerugian itu, yakni sebagai berikut : a. Ganti kerugian karena penangkapan dan atau penahanan yang tidak sah (ilegal – arrest) atau tidak sesuai denga undang-undang yang berlaku

78 Bentuk ganti kerugian ini didasarkan pada Pasal 95 KUHAP, yaitu :
b. Ganti kerugian karena tindakan-tindakan lain tanpa alasan undang-undang Bentuk ganti kerugian ini didasarkan pada Pasal 95 KUHAP, yaitu : “Kerugian yang ditimbulkan akibat dilakukannya tindakan-tindakan upaya paksa, seperti pemasukan rumah, penggeledahan, penyitaan barang bukti, surat-surat yang dilakukan melawan hukum dan menimbulkan kerugian materi”.

79 c. Ganti kerugian karena dihentikannya penyidikan atau penuntutan.
d. Ganti kerugian karena dituntut dan diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang.  Karena kekeliruan mengenai orangnya atau penerapan hukum yang tidak tepat.

80 CONTOH KASUS : Kasus Sengkon dan Karta adalah sebuah contoh peradilan yang memperlihatkan adanya kekeliruan mengenai orangnya. Ketika itu Sengkon dan Karta diajukan kepengadilan dengan dakwaan kejahatan perampokan yang disertai pembunuhan. Setelah kedua terdakwa menjalani hukuman kurang lebih dua tahun, barulah tertangkap dan diadili pelaku tindak pidana yang sebenarnya. Dalam kasus ini, penuntut umum dan pengadilan telah menuntut dan menghukum orang yang bukan pelaku tindak pidana (Kemat dan David – Jombang)

81 Sementara kekeliruan penerapan hukum dapat dicontohkan jika apa yang didakwakan kepada terdakwa tidak sesuai dengan tindakan yang dilakukan, atau jika tindak pidana yang sebenarnya dilakukan oleh terdakwa.

82 C. PENGGABUNGAN GUGATAN GANTI KERUGIAN
Selain Ganti kerugian diatas, ada pula Ganti Kerugian bagi Korban akibat perbuatan tindak pidana yang bukan penguasa (victim of crime atau beledigde partij). Menurut sistematika KUHAP, kerugian dalam bentuk ini tidak dimasukkan kedalam Bab XII, tetapi dimasukkan kedalam Bab XIII tentang Penggabungan Gugatan Ganti Kerugian, yaitu alam pasal 98 – Pasal 101 KUHAP.

83 Bentuk kerugian yang dimaksud di sini adalah sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 98 ayat (1), yakni ;
“Jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam suatu pemeriksaan perkara pidana oleh pengadilan negeri menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka ketua sidang atas permintaan orang itu dapat menetapkan untuk menggabungkan perkara gugatan ganti kerugian kepada perkara pidana itu.”

84 Dalam penjelasan Pasal 98 KUHAP ini disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “kerugian bagi orang lain” adalah kerugian pihak korban. Adapun Pasal 101 KUHAP tidak menentukan lain sebagaimana diketahui gugatan perdata itu luas ruang lingkupnya sehingga semua pihak yang merasa dirugikan oleh pelaku delik itu dapat mengajukan gugatan. Kemungkinan gugatan pihak ketiga atau korban delik yang dapat digabungkan dengan perkara pidana merupakan inovasi pula dalam KUHAP.

85 Permintaan ganti kerugian jenis ini dijelaskan dalam Pasal 98 ayat (2) KUHAP, yaitu :
“Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diajukan selambat-lambatnya sebelum penuntut umum mengajukan tuntutan pidana. Dalam penuntut umum tidak hadir, permintaan diajukan selambat-lambatnya sebelum hakim menjatuhkan putusannya.”

86 Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa tidak hadir penuntut umum ialah dalam perkara cepat. Biasanya terjadi gugatan ganti kerugian dalam perkara cepat ialah dalam pelanggaran lalu lintas jalan. Dalam praktik sekarang berkembang semacam penyelesaian ganti kerugian pelanggaran lalu lintas di tempat kejadian secara damai atau perkaranya dilanjutkan ke pengadilan.

87 VIII PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
Acara Pemeriksaan Biasa Tahap pemanggilan. Tahap pembukaan dan pemeriksaan identitas terdakwa. Tahap pembacaan surat dakwaan. Tahap eksepsi. Tahap pembuktian. Tahap requisitor/tuntutan pidana. Tahap pleidoi/pembelaan. Tahap replik dan duplik, dan Tahap putusan hakim.

88 Acara Pemeriksaan Singkat
penuntut umum tidak perlu membuat surat dakwaan secara tertulis, dakwaan cukup disampaikan secara lisan kepada terdakwa di muka persidangan penuntut umum menghadapkan terdakwa beserta saksi, ahli, juru bahasa, dan barang bukti yang diperlukan ke muka sidang Setelah terdakwa diperiksa identitasnya, kemudian penuntut umum memberitahukan dengan lisan dari catatannya kepada terdakwa tentang tindak pidana yang didakwakan kepadanya dengan menerangkan waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana dilakukan.

89 Pemberitahuan ini dicatat dalam berita acara sidang dan merupakan pengganti surat dakwaan.
Pemeriksaan dengan cara singkat ini, dibatasi dalam jangka waktu sesingkat-singkatnya Namun, dalam hal hakim memandang perlu dapat meminta kepada penuntut umum untuk melakukan pemeriksaan tambahan. Oleh karena itu, dalam jangka waktu empat belas hari penuntut umum harus sudah menyelesaikan pemeriksaan tambahan tersebut.

90 Apabila pemeriksaan tambahan itu belum juga dapat diselesaikan, hakim memerintahkan perkara itu diajukan ke sidang pengadilan dengan acara biasa. Putusan itu cukup dibuat dan disampaikan di muka sidang yang dihadiri oleh terdakwa dan penuntut umum.

91 Hakim memberikan surat yang memuat putusan tersebut
Hakim memberikan surat yang memuat putusan tersebut. Isi surat tersebut ditulis dalam berita acara dan mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti putusan pengadilan dalam acara biasa.

92 Acara Pemeriksaan Cepat
Pemeriksaan cepat dibagi dua menurut KUHAP : Acara pemeriksaan tindak pidana ringan, dan Acara pemeriksaan perkara lalu lintas.

93 Yang pertama termasuk delik yang diancam pidana perkara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 7.500,00 dan penghinaan ringan. Yang kedua termasuk perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan.

94 Pada pemeriksaan dengan acara cepat yang menyangkut tindak pidana ringan, penyidik atas kuasa penuntut umum, dalam waktu tiga hari sejak berita acara pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan terdakwa beserta barang bukti dan kalau ada saksi juga dihadapkan. Pada pemeriksaan ini dilakukan oleh hakim tunggal dan saksi tidak mengucapkan sumpah atau janji, kecuali hakim menganggap perlu. Berita acara pemeriksaan sidang tidak dibuat kecuali jika dalam pemeriksaan tersebut ternyata ada hal yang tidak sesuai dengan berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik.

95 Pada pemeriksaan dengan secara cepat, yang menyangkut pelanggaran lalu lintas dilakukan tanpa adanya berita acara, baik oleh penyidik maupun dalam persidangan. Pemeriksaan dapat dilakukan sekalipun terdakwa hanya diwakili oleh orang lain, bahkan pemeriksaan dapat juga dilakukan sekalipun terdakwa hanya diwakili oleh orang lain, bahkan pemeriksaan dapat juga dilakukan sekalipun terdakwa atau wakilnya tidak hadir.

96 Dalam hal putusan dijatuhkan perampasan kemerdekaan, terdakwa dapat mengajukan perlawanan dalam tujuh hari sesudah putusan diberitahukan secara sah kepadanya. Jika putusan pengadilan tetap sama setelah perlawanan diajukan, terdakwa dapat mengajukan banding

97 Hakim dalam proses pemeriksaan dengan acara cepat tidak membuat keputusan tersendiri, tetapi hanya dicatat dalam daftar perkara dan selanjutnya oleh panitera dicatat dalam buku register. Buku register ini ditandatangani oleh hakim dan panitera.

98 TAHAP-TAHAP PEMERIKSAAN BIASA
Tahap Pemanggilan Pasal 152 ayat (2) KUHAP “Pemanggilan terdakwa dan saksi dilakukan dengan surat pemanggilan oleh penuntut umum secara sah dan harus telah diterima oleh tersangka dalam jangka waktu sekurang-kurangnya tiga hari sebelum sidang dimulai.”

99 Pasal 146 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP menentukan bahwa :
“Surat panggilan kepada terdakwa memuat tanggal, hari, serta jam sidang, dan untuk perkara apa mereka dipanggil.”

100 Pasal 145 KUHAP surat panggilan tersebut hanya dapat dipandang sebagai suatu sarana pemberitahuan yang sah apabila :

101 Surat panggilan tersebut disampaikan kepada terdakwa di alamat tempat tinggalnya tidak diketahui disampaikan di tempat kediaman terakhir. Apabila terdakwa tidak ada di tempat tinggalnya atau di tempat kediaman terakhir, surat panggilan disampaikan melalui kepala desa yang berdaerah hukum di tempat tinggal terdakwa atau tempat kediaman terakhir. Dalam hal terdakwa ada dalam tahanan, surat panggilan disampaikan kepadanya melalui pejabat rumah tahanan negara. Penerimaan surat panggilan oleh terdakwa sendiri atau oleh orang lain atau melalui orang lain, dilakukan dengan tanda penerimaan. Apabila tempat tinggal ataupun tempat kediaman terakhir tidak diketahui, surat panggilan ditempatkan pada tempat pengumuman di gedung pengadilan yang berwenang mengadili perkaranya.

102 Tahap pembukaan sidang dan pemeriksaan identitas terdakwa.
Diawali dengan ucapan: “persidangan ini dibuka dan terbuka untuk umum.” Kecuali dalam perkara pidana yang menyangkut kesusilaan atau terdakwanya masih anak-anak, maka persidangan demikian dinyatakan sebagai sidang tertutup.

103 Tahap pembacaan surat dakwaan
Surat dakwaan mengandung dua aspek yang kadang-kadang tidak begitu jelas terpisah. Kedua aspek tersebut terdiri atas aspek apa yang terjadi secara nyata dan aspek normatif atau aspek yuridis. Aspek pertama ialah kejadian nyata yang bersifat historis berupa perbuatan-perbuatan terdakwa dan keadaan-keadaan yang menyertainya. Perbuatan-perbuatan tersebut harus dapat diterjemahkan ke dalam bahasa hukum sehingga merupakan aspek kedua, yaitu aspek normatif atau yuridis.

104 Tahap eksepsi Terdakwa dan penasihat hukumnya diberi hak dan kesempatan untuk mengajukan eksepsi Eksepsi yang diajukan dapat menyangkut: Surat dakwaan, baik menyangkut kelengkapan syarat formil maupun syarat materiil. Kompetensi atau kewenangan mengadili.

105 Contoh eksepsi EKSEPSI (NOTA KEBERATAN)
Atas Surat Dakwaan Penuntut Umum No. PDM.../PNTK/2009 Dalam Perkara Pidana No. …/Pid.B/2009/PNTK DI BUAT OLEH MAHASISWA

106 Tahap Pembuktian Pada tahap pembuktian, semua pihak berusaha untuk mengungkapkan serta memeriksa alat-alat bukti yang diajukan di sidang pengadilan berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat-surat, dan keterangan terdakwa. Selain pemeriksaan terhadap alat-alat bukti, dalam pembuktian ini juga diperiksa barang-barang bukti yang diajukan di depan sidang.

107 Tahap Requisitoir (Tuntutan Pidana)
Setelah pemeriksaan terhadap saksi , terdakwa dan barang barang bukti selesai, maka kepada jaksa penuntut umum diperintahkan untuk mengajukan requisitoir, yakni suatu kesimpulan jaksa penuntut umum dari hasil pemeriksaan di persidangan yang disertai dengan permohonan/permintaan kepada hakim untuk menjatuhkan putusannya.

108 Tahap Pleidoi terdakwa dan penasihat hukum
Pleidoi diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukum untuk menanggapi requisitore jaksa penuntut umum. Pleidoi biasanya hanya diajukan oleh penasihat hukum atas nama kliennya. Namun, tidak jarang pula selain penasihat hukum, disampaikan terdakwa sendiri

109 Tahap Replik dan Duplik
Tahap ini dimana kesempatan diberikan kepada jaksa penuntut umum untuk mengajukan anggapannya atas pleidoi penasihat hukum atau terdakwa. Tanggapan penuntut umum ini disebut dengan istilah replik. Dengan disampaikannya replik penuntut umum, hakim harus memberikan kesempatan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya untuk memberikan jawaban atas tanggapan replik jaksa penuntut umum ini disebut dengan “duplik”

110 Tahap Putusan Tahap ini merupakan tahap terakhir dari keseluruhan rangkaian proses didalam persidangan. Putusan hakim ini harus disampaikan atau dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum yang dihadiri oleh: jaksa penuntut umum, penasihat hukum dan terdakwa sendiri.

111 IX PEMBUKTIAN DAN PUTUSAN PENGADILAN
Pengertian Pembuktian Pembuktian dalam hukun acara pidana dapat diartikan sebaga suatu upaya mendapatkan keterangan-keterangan melalui alat-alat bukti dan barang bukti guna meperoleh suatu keyakinan atas benar tidaknya perbuatan pidana yang didakwakan serta dapat mengetahui ada tidaknya kesalahan pada diri terdakwa.

112 Sistem atau Teori Pembuktian
Positief Wettelijk Bewijstheorie atau Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Secara Positif menggunakan alat-alat bukti yang sebelumnya telah ditentukan dalam undang-undang

113 keuntungan teori ini : Mempercepat penyelesaian perkara Dalam perkara yang ringan dapat memudahkan Hakim mengambil keputusan karena resiko kekeliruan kemungkinan kecil sekali Hakim dapat bertindak objektif dalam menjatuhkan putusan

114 2. Conviction intime atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Melulu Teori pembuktian ini lebih memberikan kebebasan kepada Hakim untuk menjatuhkan suatu putusan. Tidak ada alat bukti yang dikenal selain alat bukti berupa keyakinan Hakim.

115 Kelemahan teori tersebut :
Keyakinan Hakim pada teori ini adalah menentukan dan mengabaikan hal-hal lainnya jika sekiranya tidak sesuai akan bertentangan dengan keyakina Hakim tersebut Tidak membuka kesempatan atau paling tidak menyulitkan bagi Terdakwa untuk mengajukan pembelaan dengan menyodorkan bukti-bukti lainnya sebagai pendukung pembelaannya itu. Tidak mengakui dan tidak menerima alat bukti-alat bukti lainnya menjadikan putusan Hakim tidak populer dan bahkan menjadi aneh dimata masyarakat.

116 3. Convition Rasionnee atau Teori Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim atas Alasan yang Logis
Dalam sistem ini hakim tidak lagi memiliki kebebasan untuk menentukan keyakinannya, keyakinannya harus diikuti dengan alasan-alasan yang mendasari keyakinan itu. Dan alasan-alasan itu pun harus “Reasonable”, yakni, berdasarkan alasan yang dapat diterima oleh akal pikiran.

117 Perbedaan: Jika dalam sistem conviction intime keyakinan hakim bebas tidak dibatasi oleh alasan-alasan apa pun Dalam pembuktian conviction rasionnee kebebasan itu tidak ada, tetapi terikat oleh alasan-alasan yang dapat diterima oleh akal sehat

118 4. Negatief Wettelijk Bewisjtheorie atau Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-undang Secara Negatif
Merupakan pembuktian, yang selain menggunakan alaat-alat bukti dicantumkan didalam undang-undang, juga menggunakan keyakinan hakim

119 keyakinan hakim terbatas pada alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang.
Dengan menggunakan alat-alat bukti yang tercantum dalam undang-undang dan keyakinan hakim maka teori pembuktian ini sering juga disebut pembuktian berganda (dubble en grondlag)

120 Inti ajaran pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif adalah:
bahwa hakim didalam menentukan terbukti tidaknya perbuatan atau ada tidaknya kesalahan terdakwa harus berdasarkan alat-alat bukti yang tercantum didalam undang-undang dan terhadap alat-alat bukti tersebut hakim mempunyai keyakinan terhadapnya.

121 KUHAP Menganut Teori yang mana?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut lihat Pasal 183 KUHAP: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

122 Keterangan tentang Sistem Negatif Wettelijk Bewijstheorie yang dianut KUHAP:
Disebut wettelijk atau menurut undang-undang karena untuk pembuktian ndang-undanglah yang menentukan tentang jenis dan banyaknya alat bukti yang harus ada. Disebut negatief karena adanya jenis-jenis dan banyaknya alat-alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang itu belum dapat membuat hakim harus menjatuhkan putusan pidana bagi seorang terdakwa apabila jenis-jenis dan banyaknya alat-alat bukti itu belum dapat menimbulkan keyakinan pada dirinya bahwa suatu tindak pidana itu benar-benar telah terjadi dan bahwa terdakwa telah bersalah melakukan tindak pidana tersebut (P.A.F. Laminating, ).

123 Alat bukti yang sah diatur dalam Pasal 184 KUHAP sebagai berikut :
ALAT-ALAT BUKTI Alat bukti yang sah diatur dalam Pasal 184 KUHAP sebagai berikut : 1. Alat bukti yang sah adalah : Keterangan saksi; Keterangan ahli; Surat; Petunjuk; Keterangan Terdakwa 2. Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

124 a. Keterangan Saksi Menurut Pasal 1 butir 27 KUHAP, keterangan saksi adalah: salah satu bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari hasil mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar, lihat, dan alami sendiri dengan menyerahkan menyebut alasan dari pengetahuan itu.

125 ADA PERUBAHAN SAKSI TERMASUK JUGA:
“ORANG YANG DAPAT MEMBERIKAN KETERANGAN DALAM RANGKA PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PERADILAN SUATU TINDAK PIDANA YG TIDAK SELALU IA DENGAR SENDIRI, IA LIHAT SENDIRI DAN IA ALAMI SENDIRI”

126 b. keterangan ahli Menurut pasal 1 butir 28 KUHAP, yang dimaksud dengan keterangan ahli adalah : “Keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus hal yang diperlukan untuk membuat tentang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.”

127 Syarat sahnya keterangan ahli, yaitu :
1. Keterangan diberikan kepada ahli 2. Memiliki keahlian khusus dalam bidang tertentu 3. Menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya 4. Diberikan dibawah sumpah

128 Para prinsipnya alat bukti keterangan ahli tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang mengikat dan menentukan. Dengan demikian, nilai kekuatan pembuktian keterangan ahli sama dengan nilai kekuatan yang melekat pada alat bukti keterangan saksi, yaitu mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas atau vrjis bewijskracht. Maksudnya, hakim bebas menilainya, tidak terikat kepadanya.

129 Perbedaan antara keterangan saksi dan keterangan ahli dilihat dari berbagai segi, yakni :
Dari segi subjeknya Untuk keterangan saksi, setiap orang dapat memberi keterangan sebagai saksi, tidak terbatas pada siapapun, yang penting ia mengetahui, melihat, dan mengalami sendiri tentang suatu kejahatan yang diperiksa. Sedangkan keterangan ahli, tidak semua orang bisa memberikan keterangan, hanya orang-orang tertentu yang dapat memberikan keterangan, yakni mereka yang mempunyai keahlian sehubungan dengan masalah yang dihadapi.

130 Dari segi isi keterangan
Untuk keterangan saksi, yang disampaikan adalah peristiwa atau kejadian yang berhubungan langsung dengan kejahatan yang terjadi, sedangkan keterangan ahli tidak selamanya keterangan itu berhubungan dengan kejahatan yang terjadi, tetapi hanya merupakan pendapat dari seorang ahli tentang suatu masalah yang ditanyakan.

131 Dari segi dasar keterangan
Untuk keterangan saksi, keterangan didasarkan atas apa yang ia lihat, dengar dan alami sendiri. Sedangkan keterangan ahli dasarnya adalah pengetahuan atau keahlian yang dimiliki.

132 Untuk keterangan saksi, sumpahnya berbunyi:
Dari segi sumpah Untuk keterangan saksi, sumpahnya berbunyi: “saya bersumpah bahwa akan memberi keterangan yang sebenarnya tidak lain dari yang sebenarnya”, sedangkan sumpah untuk keterangan ahli adalah “saya bersumpah akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya tidak lain daripada yang sebaik-baiknya.”

133 Alat Bukti Surat Menurut pasal 187 KUHAP, surat yang dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah adalah yang dibuat atas sumpah jabatan atau yang dikuatkan dengan sumpah.

134 Alat Bukti Petunjuk Alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk diatur pada pasal 188 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Pasal tersebut memberikan pengertian alat bukti petunjuk, yaitu perbuatan, kejadian, atau keadaan yang mempunyai persesuaian antara yang satu dan yang lain atau dengan tindak pidana itu sendiri yang menunjukkan adanya suatu tindak pidana dan seorang pelakunya.

135 Alat Bukti Keterangan Terdakwa
Yang dimaksud dengan keterangan terdakwa dapat dilihat dalam pasal 189 KUHAP, sebagai berikut : 1. Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. 2. Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya. 3. Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri. 4. Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.

136 PUTUSAN HAKIM DALAM ACARA PIDANA
Adapun macam putusan pengadilan dapat diketahui berdasarkan Pasal 1 butir 11 KUHAP. Pasal ini menyebutkan bahwa : “Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang hukum acara pidana.”

137 Berdasarkan Pasal 191 KUHAP, putusan pengadilan dapat digolongkan ke dalam tiga macam, yaitu :
Putusan bebas dari segala tuntutan hukum. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum; dan Putusan yang mengandung pemindanaan.

138 Putusan bebas dari segala tuntutan hukum
Putusan bebas ini dijelaskan pula dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP, yaitu : “Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.”

139 Dakwaan tidak terbukti berarti bahwa apa yang diisyaratkan oleh Pasal 183 KUHAP tidak terpenuhi, yaitu karena : Minimum bukti, yaitu sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah tidak terpenuhi, misalnya hanya ada satu saksi, tanpa diteguhkan dengan bukti lain. Meskipun terdapat dua alat bukti yang sah, hakim tidak mempunyai keyakinan atas kesalahan terdakwa. Misalnya, terdapat dua keterangan saksi, tetapi hakim tidak yakin akan kesalahan terdakwa. Jika salah satu atau lebih unsur tidak terbukti.

140 Putusan lepas dari segala tuntutan hukum
Jenis putusan ini dasar hukumnya dapat ditemukan dalam Pasal 191 ayat (2) KUHAP yang menyebutkan : “Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan.”

141 Pelepasan dari segala tuntutan hukum dijatuhkan apabila terdapat hal-hal yang menghapuskan pidana, baik yang menyangkut perbuatan sendiri maupun diri pelaku, misalnya : Perbuatan yang didakwakan terbukti, tetapi perbuatan bukan merupakan tindak pidana. Perbuatan terbukti sebagai tindak pidana, tetapi ada alasan penghapusan pidana, seperti : Pasal 44 KUHP, yaitu orang yang sakit jiwa atau cacat jiwanya. Pasal 48 KUHP, tentang keadaan memaksa (over macht). Pasal 49 KUHP, tentang membela diri (noodweer). Pasal 50 KUHP, yakni melakukan perbuatan untuk menjalankan peraturan undang-undang. Pasal 51 KUHP melakukan perintah yang diberikan oleh atasan yang sah.

142 Putusan yang mengandung pemidanaan
Dasar putusan ini adalah Pasal 193 ayat (3) KUHAP yang berbunyi: “Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana”

143 Selain putusan-putusan pemidanaan, bebas, dan dilepaskan masih terdapat jenis-jenis lain, yaitu :
1. Putusan yang bersifat penetapan untuk tidak menjatuhkan pidana, tetapi berupa tindakan hakim, misalnya, memasukkan ke rumah sakit jiwa, menyerahkan kepada lembaga pendidikan khusus anak nakal, dan lain-lain. 2. Putusan yang bersifat penetapan berupa tidak berwenang untuk mengadili perkara terdakwa, misalnya, terdakwa menjadi kewenangan untuk diadili oleh Mahkamah Militer. 3. Putusan yang bersifat penetapan berupa pernyataan surat-surat tuduhan batal karena tidak mengandung isi yang diharuskan oleh syarat formal undang-undang, misalnya, surat tuduhan tidak terang mengenai waktu dan tempat perbuatan dilakukan. 3. Putusan yang bersifat penetapan menolak atau tidak menerima tuntutan yang diajukan oleh penuntut umum (niet ontvankelijk verklaring), misalnya, perkara jelas delik aduan tidak disertai surat pengaduan atau tidak diadukan oleh si korban/keluarganya.

144

145

146

147

148

149

150

151

152

153

154

155

156


Download ppt "SEKILA SEJARAH HUKUM ACARA PIDANA"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google