Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

PENGASUHAN DAN PERKEMBANGAN REMAJA BERWAWASAN GENDER

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "PENGASUHAN DAN PERKEMBANGAN REMAJA BERWAWASAN GENDER"— Transcript presentasi:

1 PENGASUHAN DAN PERKEMBANGAN REMAJA BERWAWASAN GENDER
Dalam Buku: KENAKALAN PELAJAR Dipengaruhi oleh Sistem Sekolah dan Keluarga Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc.

2 TOPIK KULIAH Konsep Ekologi Keluarga menuju Ketahanan Keluarga.
Teori Perkembangan Remaja. Kondisi Pelajar yang Memasuki Masa Remaja. Pengaruh Lingkungan Makro terhadap kehidupan Keluarga. Pengasuhan Berwawasan Gender.

3 TOPIK 1. KONSEP EKOLOGI KELUARGA MENUJU KETAHANAN KELUARGA

4 Gambar 1. Model Ekologi Keluarga
(Model ekologi dari Bronfenbrenner, 1981) ANAK Keluarga Sekolah Klp Agama Tetangga SISTEM MIKRO SISTEM EKSO SISTEM MAKRO Budaya Teman Mass Media Pelayanan Hukum Sosial Keluarga Luas SISTEM MESO

5 KONSEP KETAHANAN KELUARGA
Ketahanan keluarga (Family Resilience) merupakan proses dinamis dalam keluarga untuk melakukan adaptasi positif terhadap bahaya dari luar dan dari dalam keluarga (McCubbin et al., 1988). Otto (Mc Cubbin, 1988) menyebutkan komponen ketahanan keluarga (family strengths) meliputi: Keutuhan keluarga, loyalitas dan kerjasama dalam keluarga. Ikatan emosi yang kuat. Saling menghormati antar anggota keluarga. Fleksibilitas dalam melaksanakan peran keluarga. Kemampuan pengasuhan dan perawatan dalam tumbuh kembang anak. Komunikasi yang efektif. Kemampuan mendengarkan dengan sensitif. Pemenuhan kebutuhan spiritual keluarga. Kemampuan memelihara hubungan dengan lingkungan luar keluarga. Kemampuan untuk meminta bantuan apabila dibutuhkan. Kemampuan untuk berkembang melalui pengalaman. Mencintai dan mengerti. Komitmen spiritual. Berpartisipasi aktif dalam masyarakat.

6 Ancaman/ Kerapuhan Vulnerability (UNDP, 2000)
Kerapuhan aspek ekonomi (Economic Vulnerability) yang merupakan tekanan makro termasuk tekanan ekonomi keluarga terhadap produksi, distribusi dan konsumsi ekonomi keluarga. Kerapuhan aspek lingkungan (Environmental Vulnerability) yang merupakan tekanan dari luar yang berasal dari sistem ekologi sumberdaya alam (natural eco-systems). Kerapuhan aspek sosial (Social Vulnerability) yang merupakan tekanan dari luar yang berhubungan dengan stabilitas sosial dan masalah sosial masyarakat. Contoh berbagai Ancaman (Vulnerability): Sulitnya mencari pekerjaan, karena tekanan pengangguran yang tinggi. Tingginya angka kemiskinan. Marginalisasi kehidupan kemanusiaan di perkotaan. Marjinalisasi ekonomi pedesaan. Rawan bencana alam (gempa, banjir, gunung berapi dll). Inflasi ekonomi yang tinggi. Tingginya biaya hidup pada berbagai aspek kehidupan termasuk biaya kesehatan. Keamanan pangan yang tidak terjamin.

7 TOPIK 2. TEORI PERKEMBANGAN REMAJA

8 TEORI PERKEMBANGAN REMAJA
Menurut ahli teori psikologi perkembangan, tahapan perkembangan remaja dibagi menjadi tiga tahapan dengan kisaran umur antara umur 10 sampai 21 tahun. Masa remaja menurut Hamburg dikatakan sebagai masa perubahan-perubahan besar dan drastis yang dialami oleh para remaja sehingga merasa kebingungan dalam pikirannya tentang perannya yang bukan lagi anak-anak namun belum menjadi orang dewasa. Pada masa transisi ini, remaja mulai mendapatkan kemudahan akses pada potensi ancaman seperti alkohol, narkoba, senjata tajam dan perilaku lain yang merusak (Belsky et al., 1984; Muuss, 1990). Masa remaja adalah masa transisi dengan mulai munculnya individualisme yaitu melibatkan identitas yang menyangkut diri sendiri (self) yang terpisah dari orangtua untuk mulai tergantung pada diri sendiri (independent self) (Booth, 1991; Myers, 1999) atau dikatakan sebagai suatu masa badai dan stress atau ”storm and stress” (Booth ,1991).

9 MOOD ANAK REMAJA SELALU BERUBAH
Gambar. Kondisi psiko-sosial remaja yang sering berubah (Labil).

10 Sigmund Freud’s Psikoseksual Stages
(1) Oral, (2) Anal, (3) Phallic, (4) Laten, dan (5) Genital. Masa remaja termasuk pada tahapan kelima yaitu tahapan genital yang berlangsung mulai masa puber yang ditandai dengan keinginan seksual yang mulai bangkit

11 PERKEMBANGAN SOSIAL PSIKOLOGI DARI FREUD
ID– SIFAT DASAR MANUSIA— KUDA BERHUBUNGAN DENGAN AFFEKTIF EGO- MENYERTAKAN RASIO— TALI BERHUBUNGAN DENGAN COGNITIVE SUPER EGO-MENYERTAKAN SPIRITUAL– SATRIA BERHUBUNGAN DENGAN MULTI INTELLIGENCE

12 Erikson’s the Psychosocial Stages
8 tahapan perkembangan manusia yang meliputi: (1)Tahapan trust versus mistrust pada periode infancy (setara dengan tahapan oral menurut teori Freud), (2) Tahapan autonomy versus shame, self-doubt pada periode awal anak-anak 2-3 tahun atau early childhood (setara dengan tahapan anal menurut teori Freud), (3) Tahapan initiatif versus imaginatif versus guilt pada periode anak-anak 3-6 tahun atau play age (setara dengan tahapan phallic menurut teori Freud), (4) Tahapan industry versus inferiority pada periode 6-9 tahun atau school age (setara dengan tahapan laten menurut teori Freud), (5) Tahapan identity versus identity confusion versus role diffusion pada periode tahun atau adolescence, (6) Tahapan intimacy versus isolation yang terjadi pada masa dewasa awal atau young adulthood, (7) Tahapan generativity versus stagnation pada periode dewasa pertengahan atau adulthood, dan (8) Tahapan ego integrity versus despair atau senescence pada periode dewasa akhir

13 Piaget’s Cognitive Structural Stages
4 tahapan yang meliputi: (1) Tahapan sensorimotor pada masa infant (setara dengan tahapan oral dan anal menurut Freud dan tahapan trust vs mistrust dan autonomy vs shame, doubt menurut Erikson), (2) Tahapan preoperasional pada masa anak-anak awal (setara dengan tahapan phallic menurut Freud dan tahapan initiative vs guilt menurut Erikson), (3) Tahapan concrete operational pada masa anak-anak pertengahan dan akhir (setara dengan tahapan latency menurut Freud dan tahapan industry vs inferiority menurut Erikson), dan (4) Tahapan formal operational yang dimulai pada masa remaja (setara dengan tahapan genital menurut Freud dan tahapan identity versus identity confusion/diffusion menurut Erikson)

14 Perkembangan Mental/ Moral dari Jean Piaget (pertama kali)
(1) Tahapan pre-moral yang menyangkut tidak adanya rasa kewajiban untuk memerintah, (2) tahapan heteronomous yaitu yang benar adalah kepatuhan literal untuk memerintah dan ketaatan karena adanya kekuatan dan hukuman (untuk umur 4-8 tahun), dan (3) tahapan otonomi dengan tujuan dan konsekuensi untuk mengikuti aturan adalah dipertimbangkan berdasarkan reciprocity dan exchange (umur 8-12 tahun).

15 John Dewey Mengembangkan 3 Tahapan Perkembangan Moral (Berdasarkan studi Piaget)
(1) Tahapan perilaku pre-moral atau pre-conventional yang dimotivasi oleh impuls biologi dan sosial yang menghasilkan moral, (2) Tahapan perilaku conventional dimana individu menerima dengan sedikit kritik ulasan/ pertimbangan (reflection) tentang standar dari grupnya, dan (3) Tahapan perilaku otonomi dimana perilaku dituntun oleh pemikiran individu dan dinilai oleh dirinya sendiri apakah suatu tujuan dianggap baik dan tidak begitu saja menerima standar grupnya tanpa ulasan/ pertimbangan (reflection).

16 Kohlberg’s Stages of Moral Development
Tingkat ke-1: Pre-conventional Morality : Tanggapan anak terhadap peraturan budaya dan label baik dan buruk, namun menginterpretasikan label-label ini baik dalam artian secara fisik atau hedonistik sebagai konsekuensi dari tindakan (imbalan dan hukuman). Tahapan 1: Orientasi hukuman dan kepatuhan atau Punishment and obedience orientation yang menyangkut konsekuensi fisik dari aksi-aksi yang bersifat baik atau buruk, Tahapan 2: Orientasi Instrumental relatif atau Individualism, instrumental purpose, and exchange yang menyangkut adanya tindakan yang benar apabila meliputi tindakan yang secara instrumental memuaskan kebutuhan seseorang dan terkadang kebutuhan orang lainnya (elemen fairness, reciprocity, dan pembagian yang setara). Tingkat ke-2: Conventional Morality yang menyangkut pemeliharaan harapan dari keluarga, grup atau bangsa yang dipahami/dirasakan sebagai suatu yang berharga (sikapnya meliputi conformity, loyalty, maintaining, dan supporting). Tahapan 3: Orientasi hubungan interpersonal atau Mutual interdependent expectations, relationships, and interpersonal conformilty atau ‘good boy –nice girl’ yang menyangkut perilaku baik yaitu yang dapat menyenangkan dan menolong orang lain, Tahapan 4: Orientasi ‘Hukum dan keteraturan (social system and conscience the law and order) yang menyangkut orientasi terhadap otoritas, peraturan yang tegas dan pemeliharaan keteraturan sosial. Tingkat ke-3: Post-conventional Morality, otonomi dan prinsip yang menyangkut adanya usaha yang tegas dalam mendefinisikan nilai-nilai moral dan prinsip yang sudah divalidasi terlepas dari kewenangan grup. Tahapan 5: Orientasi sosial kontrak dan legalisasi atau social contract or utility and individual rights yang menyangkut adanya tindakan yang benar yang didefinisikan berdasarkan hak-hak individu dan standar secara umum, Tahapan 6: Orientasi etika-prinsip universal atau universal ethical principles yang menyangkut adanya hak-hak yang didefinisikan berdasarkan pilihan prinsip-prinsip etika yang mengedepankan logika komprehensif, universal dan konsisten.

17 Lickona’s Stages of Moral Development
Tahapan ke-0 : Egocentric Reasoning (pra-sekolah-4 tahun), Tahapan ke-1 : Unquestioning Obedience (Usia TK), Tahapan ke-2 : What’s In-It for Me Fairness (Usia SD), Tahapan ke-3 : Interpersonal Conformity (usia SD- Remaja Awal), Tahapan ke-4 : Responsibility to the System (Usia SMA atau Remaja Akhir), Tahapan ke-5 : Principle Conscience (Dewasa Awal).

18 Dexten Dunphy’s Stages of Group Development in Adolescence)
(1) Tahapan berkumpul awal (precrowd stage) pada masa remaja awal dengan hanya terbatas pada satu grup jenis kelamin, (2) tahapan mulai berkumpul dan mulai membentuk grup dengan hanya terbatas pada satu grup jenis kelamin, (3) tahapan transisi perkumpulan secara terstruktur dengan transisi dari perkumpulan satu jenis kelamin ke tahapan yang mulai melibatkan lawan jenis, (4) tahapan perkumpulan yang telah berkembang dengan sempurna dan ada kerjasama antar jenis kelamin, dan (5) tahapan disintegrasi perkumpulan pada masa remaja akhir dengan kondisi perkumpulan sudah mulai bubar dengan adanya individu yang mulai menggalang hubungan serius dengan pasangannya dan berakhir di pertunangan atau perkawinan.

19 Havighurst’s Developmental Tasks
(1) Pencapaian hubungan yang lebih matang dengan sesama teman dari kedua belah jenis kelamin, (2) pencapaian peranan sosial maskulin atau feminin, (3) pencapaian fisik tertentu dan menggunakan badan secara efektif, (4) pencapaian independen emosi dari orangtua dan orang dewasa lainnya, (5) pencapaian jaminan independen ekonomi, (6) penyeleksian dan persiapan pekerjaan, (7) persiapan pernikahan dan kehidupan berkeluarga, (8) pengembangan ketrampilan intelektual dan konsep-konsep penting untuk kompetensi sipil, (9) peminatan dan pencapaian dalam perilaku tanggungjawab sosial, dan (10) perolehan suatu set nilai dan sistem etika sebagai suatu pedoman berperilaku.

20 TOPIK 3. KONDISI PELAJAR YANG MEMASUKI TAHAPAN REMAJA

21 GAMBAR 1. TITIK-TITIK RAWAN TAWURAN PELAJAR SMK-TI DI KOTA BOGOR

22 Tabel. Matriks Tawuran Antar Pelajar SMK-TI Di Kota Bogor (15 sekolah, 2003).
C D E F G H I J K L M N O P JML - 3 9 21 1 6 7 2 10 8 24 4 13 18 P2 TD YK MK YA

23 Karakteristik Contoh Uang saku contoh berkisar antara Rp ,- sampai Rp ,- /bln dengan rata-rata uang saku sebesar Rp ,41. 1/5 contoh SMK-TI dan 1/10 contoh SMU melaporkan keadaan ekonomi keluarganya yang sangat parah.

24 KENAKALAN UMUM Dua-pertiga contoh SMK-TI (L & P) dan setengah contoh SMU (P) melakukan jenis kenakalan umum: bolos, minggat, merokok, pesta sampai malam, menggoda cewek/cowok.

25 KENAKALAN KRIMINAL 1/8 contoh SMK-TI dan 1/9 contoh SMU mengkonsumsi narkoba, morphin, aibon. 1/9 contoh SMK-TI dan 1/20 contoh SMU minum minuman keras dan membawa senjata tajam ke sekolah. 1/5 contoh SMK-TI dan 2% contoh SMU merusak benda milik orang lain 1/2 contoh SMK-TI dan 2% contoh SMU berkelahi dan menyakiti fisik orang lain. 1/10 contoh SMK-TI dan 1/20 contoh SMU melakukan seks bebas.

26 SENJATA YANG DIPAKAI TAWURAN
Tanpa senjata/tangan hampa : 493 pelajar (54.60%), Batu : 440 pelajar (48.73%), Obeng : 14 pelajar (1.55%), Besi/penggaris besi : 104 pelajar (11.52%), Gesper dengan gir besi : 325 pelajar (35.99%), Balok kayu : 190 pelajar (21.04%), Pisau : 36 pelajar (3.99%), Golok : 98 pelajar (10.85%), Celurit : 103 pelajar (11.41%), Samurai : 114 pelajar (12.62%), Bom Molotov : 14 pelajar (1.55%),

27 SEPINTAS PEMANDANGAN TENTANG KEADAAN PELAJAR SLTA

28 ‘NONGKRONG’ DI WARUNG DAN MAL
WARUNG MENJADI TEMPAT PENYIMPANAN SENJATA TAJAM

29 MEROKOK DENGAN GAYA DAN BANGGA (SMOKING WITH STYLE AND PRIDE)

30 SENJATA TAJAM SEBAGAI PEMBUNUH TEMAN

31 PARANG DAN GOLOK SABUK SAMURAI GIR JARUM PENUSUK MAUT

32 MABUK DAN ‘TELER’ BAGIAN DARI PROSES BELAJAR

33 MAU SEKOLAH APA MAU PERANG?????

34 PARANG PERANG ‘CEWEK-CEWEK IDAMAN’

35 SANGAT BERTALENTA KREATIF DAN BERSENI

36 TERTANGKAP SATGAS DAN POLISI

37 SATGAS SMK-TI DI KOTA BOGOR SEBAGAI WUJUD KEPEDULIAN

38 KERJASAMA YANG BAIK ANTAR SATGAS

39 MONITORING PELAJAR

40 PENGAMBILAN DATA

41 PENGAMBILAN DATA DI SMK-TI PENGAMBILAN DATA DI SMU

42 MONITORING RESPONDEN YANG SEDANG DIHUKUM KARENA TERLAMBAT UPACARA

43 Terlambat Pergi ke Sekolah Nongkrong di Jalanan Menggoda Lawan Jenis
Berbohong Terlambat Pulang ke Rumah Menyelewengkan Uang SPP Merokok Pergi/ Main Keluyuran Pesta/ Kumpul Sampai Malam Narkoba Minum Minuman Keras FREE SEX Butuh Uang Karena Ketagihan Memalak Mencuri Barang Masuk Barisan Siswa (Basis) Membawa Senjata Tajam BERKELAHI DAN TAWURAN

44 Keadaan Psikologi Anak η4
-.08* -.03 -.26* Personalitas Anak η1 -.36* -.27* -.37* .00 .02 -.07 1.00 Pengasuhan Anak η2 .42* .45* .39* y1 .47* .46* .49* 1.00 Pendidikan Orgtua ξ1 .03 .02 -.07 .03 -.12* .02 y2 y3 Keadaan Psikologi Anak η4 Kenakalan Pelajar η5 1.00 .68* .61* .40* .53* .51* x2 x3 .71* .70* .56* .60* .62* .40* 1.00 -.16* -.12* -.20* 1.00 .03 .09* -.25* .07* .09* .07 -.28* -.14* .01 Tekanan Ekon. Kel. ξ2 y6 y7 y9 y8 .00 .01 .08* 1.00 -.09* -.13* -.04 .13* .12* -.01 Kualitas Hubungan dalam Keluarga η3 x4 1.00 .39* .42* .31* Hubungn dg Teman ξ3 y4 y5 efek X2 =411.45; ; p = 0.0 df = 59 GFI =0.91; 0.91 & 0.87 AGFI =0.87; 0.86 & 0.80 RMSE=0.094; 0.98; 0.089 n = 667; 550; 117 1.00 Gambar 3. Model Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kenakalan Pelajar n=667 x5 Baris Ke-1: Total Baris Ke-2: SMK-TI Baris ke-3: SMU

45 Masa transisi Sibuk mencari nafkah HUBUNGAN DIADIK Mencari identitas diri WARMTH & SUPPORT Merasa sudah dewasa namun belum percaya diri Sibuk mengurus rumah Sibuk memenuhi kebutuhan keluarga ORANGTUA Ayah Ibu PELAJAR REMAJA Merasa mulai mandiri namun masih butuh bimbingan Mendidik dan mengasuh anak HOSTILITY COERCION Sibuk sekolah & berteman KUALITAS HUBUNGAN Bahagia & Puas Melakukan kegiatan sosial dan keagamaan Mulai tertarik dunia luar OUTCOME PSIKO-SOSIAL ANAK EI ESTEEM STRES AGRESIF KENAKALAN Gambar . Kerangka Berpikir Faktor-faktor yang mempengaruhi Outcome Psiko-Sosial Pelajar Remaja

46 Gambar . Validitas Konstruk Outcome Psiko-Sosial Anak (n=550)
1.0* 1.0* EI η1 Agresif η4 y1 y5 .60* - .69* .51* .49* y2 .81* OUTCOME PSIKO-SOSIAL ANAK ξ1 Esteem η2 y3 y6 .47* .81* -.64* - .83* Kenakalan η5 y4 Stres η3 1.0* y7 .86* PS 21= .49* X2 = p = 0.0 df = 12 GFI = 0.94 AGFI = 0.86 RMSE=0.13 Gambar . Validitas Konstruk Outcome Psiko-Sosial Anak (n=550)

47 Hubungan Diadik Keluarga η1 .36* Outcome Psikologi Anak η3 - .41* .65* .67* .45* -.10 .80* .75* .67* Outcome Nakal η5 .74* y1 y2 y4 y5 y6 .81* -. 35* .87* .44* .58* .55* .80* .17* .36* y8 y9 .46* Kualitas Hub Dlm Keluarga η2 Outcome Agresifitas Pelajar η4 .01 .34* .25* 1.00 1.00 y7 X2 = p = .0 df = 21 GFI = 0.93 AGFI = 0.85 RMSE= 0,12 n = 550 y1= Hangat y2= Kasar y3= Kual. Hub. Dlm Kelg y4= EI y5= Esteem y6= Stres y7= Agresif y8= Kenakalan Umum y9= Kenakalan Kriminal y3 .00 .00 Gambar Model Pengaruh Faktor Keluarga dan Psiko-Sosial Terhadap Kenakalan Pelajar (n=550)

48 RATA-RATA NILAI SEKOLAH
LINGKUNGAN KELUARGA LINGKUNGAN SEKOLAH Perasaan ke sekolah Hubungan dengan Guru Permasalahan Sekolah KOMUNIKASI ORANGTUA-ANAK PELAJAR REMAJA Pola Sikap Frekuensi LINGKUNGAN TEMAN Hubungan Keterikatan PERILAKU SOSIAL Agresifitas Kenakalan RATA-RATA NILAI SEKOLAH Gambar . Kerangka Berpikir Keterkaitan Perilaku Sosial dan Prestasi Belajar

49 -0.13* Agresifitas Pelajar η4 Komunikasi η1 -0.13* 0.26* 1.00 -.0.22* 1.00 y1 NILAI PELAJARAN η6 0.00 y5 0.02 Hub dgn Teman η2 -0.22* 0.38* 0.14* .28* 1.00 .97* y2 y3 0.58* y8 y8 -.30* Hub dengan Sekolah η3 Kenakalan Pelajar η5 -0.01 X2 = p = .00 df = 17 GFI = .86 AGFI = 0.71 RMSE= 0,18 .91* .78* 1.00 y6 y7 y4 Gambar . Model Pengaruh Komunikasi, Lingkungan Teman dan Sekolah terhadap Kenakalan Pelajar dan Nilai Pelajaran (n=550)

50 Y (KRIMINAL) YT= 0.309 X1 YT= 0.286 X1 X (IKAT TMN)
Komunikasi orangtua dan anak KURANG (298) BAIK (252) YT= X1 Y2 Komunikasi orangtua dan anak BAIK Y1 X1 X (IKAT TMN) Gambar Persamaan Regresi Linear Sederhana Pengaruh Keterikatan Contoh dengan Teman terhadap Perilaku Kenakalan Kriminal pada Kelompok Komunikasi Orangtua & Anak yang Baik dan yang Kurang Baik

51 Kenakalan merupakan perilaku penyimpangan atau deviance yang melibatkan kekerasan dan pelanggaran norma. Pendekatan Teori Struktural-Fungsional berhasil membuktikan adanya peran orangtua dan keluarga sebagai institusi awal dan paling kuat dalam membimbing, mensosialisasikan dan mendidik anak nya agar berperilaku baik sehingga mewujudkan keadaan psiko-sosial yang baik dan melindungi anak dari perilaku menyimpang. Pengasuhan yang dilakukan oleh orangtua, terutama oleh ibu mempunyai peran untuk melindungi anak dari perilaku kenakalan.

52 Keadaan sosial ekonomi keluarga berpengaruh secara tidak langsung pada perilaku kenakalan dan agresifitas anak. Kelompok teman juga berpengaruh langsung terhadap perilaku kenakalan remaja. Ditemukan adanya kompetisi pengaruh antara orangtua dan teman.

53 KARAKTERISTIK REMAJA YANG CENDERUNG BERPERILAKU NAKAL
BERKEPRIBADIAN TERLALU KASAR DAN KERAS; BERPERILAKU TERLALU AGRESIF KURANG DAPAT MENGENALI DIRI; KURANG DAPAT MENGENDALIKAN EMOSI DAN AMARAH DAN KEINGINAN EGONYA; MERASA STRES; SECARA UMUM BELUM PUNYA KECERDASAN EMOSI YANG BAIK KURANG PERCAYA DIRI; KURANG MENGHARGAI DIRI; MERASA RENDAH DIRI; MERASA STRES; DAN BELUM PUNYA MASA RENCANA MASA DEPAN YANG PASTI DAN TERJAMIN DENGAN BAIK SEKOLAH DI SMK-TI; TERUTAMA SWASTA; TINGGAL DI KAB. BOGOR; BERGABUNG DENGAN BARISAN SISWA DAN SANGAT SOLIDER DENGAN TEMAN

54 KARAKTERISTIK KELUARGA YANG CENDERUNG PUNYA REMAJA NAKAL
KELUARGA GOLONGAN EKONOMI MENENGAH KE BAWAH YANG MENGALAMI TEKANAN EKONOMI DAN TINGGAL DI KABUPATEN BOGOR ORANGTUA MENGASUH ANAK REMAJANYA DENGAN KERAS DAN KASAR; TIDAK MENGHARGAI DAN MENDUKUNG REMAJANYA HUBUNGAN DALAM KELUARGA YANG TIDAK HARMONIS; KURANG KOMUNIKASI DAN KEBERSAMAANSEHINGGA TIDAK PUAS DAN BAHAGIA KELUARGA YANG ORANGTUANYA KURANG BERKOMUNIKASI DENGAN SEKOLAH DAN YANG KURANG MEMONITOR ANAK REMAJANYA BAIK DI SEKOLAH MAUPUN DI LINGKUNGAN RUMAH; ORANGTUA TIDAK MEMONITOR SIAPA TEMAN-TEMAN ANAK REMAJANYA

55 KARAKTERISTIK SEKOLAH YANG CENDERUNG PUNYA PELAJAR NAKAL
SEKOLAH SMK-TI, TERUTAMA SWASTA DIBANDINGKAN DENGAN SMU JUMLAH SISWA YANG BESAR DGN RASIO GURU: SISWA YG RENDAH GURU YG KURANG MEMBINA DAN MENGAWASI SISWANYA; KURANG HOME VISITS FASILITAS TIDAK MEMADAI, TERUTAMA SARANA DAN PRASARANA OLAH RAGA

56 TOPIK 4. PENGARUH LINGKUNGAN MAKRO TERHADAP KEHIDUPAN KELUARGA

57 PENGARUH GLOBALISASI PADA KEHIDUPAN KELUARGA DAN PERLINDUNGAN ANAK
Perubahan global, trends industrialisasi dan swastanisasi telah menyebabkan transformasi pada institusi sosial, komunitas dan nilai-nilai sosial yang menjadi identitas bangsa. Perubahan-perubahan sosio-budaya, ekonomi bahkan politik yang begitu cepat pada era globalisasi ini telah memberi tekanan baik ekonomi, sosial maupun psikologis pada individu dan institusi keluarga. Proses globalisasi tersebut secara garis besar telah menimbulkan dampak positif maupun negatif bagi kehidupan keluarga. Khusus untuk dampak negatif yang nampak di permukaan yaitu semakin seriusnya permasalahan sosial seperti meningkatnya masalah gangguan mental, kenakalan remaja, perlakuan salah terhadap anak (child abused), anak-anak jalanan (street childrens), orang dewasa jalanan (street adult), penyalahgunaan NAPZA, seks bebas, pelacuran dan penyakit HIV/AIDS. Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana meminimalisasi dampak negatif dari globalisasi terhadap kehidupan keluarga? Bagaimana cara orangtua melindungi anak-anaknya agar dapat ‘memfilter’ dampak negatif dari globalisasi tersebut?.

58 Era millenium yang sedang berlangsung saat ini telah membawa perubahan secara global di seluruh dunia, yang ditandai dengan meningkatkan perubahan gaya hidup masyarakat sebagai akibat dari adanya perkembangan teknologi informatika dan transportasi. Perkembangan teknologi dan perubahan sosial budaya masyarakat berdampak pada pergeseran nilai-nilai keluarga konvensional (keluarga tradisional) ke arah keluarga kontemporer (keluarga modern dan post-modern). Nilai-nilai keluarga konvensional yang sebelumnya sangat patuh kepada aturan norma masyarakat sudah mulai bergeser kepada nilai-nilai keluarga yang mengedepankan individualisme, materialisme, dan keterbukaan yang tanpa batas. Pada keluarga konvensional, terdapat batas (boundary) yang jelas dalam memberikan aturan/ panduan bagi setiap individu untuk berperilaku sehari-hari. Namun demikian, dengan keterbukaan informasi dan kebebasan individu dalam berekspresi, panduan konvensional yang semula menjadi panutan masyarakat sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan, sehingga batasan (boundary) menjadi kabur dan subyektif.

59 Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Mendapat nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan. Beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekpresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usia dalam bimbingan orangtua. Mengetahui, dibesarkan dan diasuh oleh orangtuanya sendiri, kecuali bila pemisahan itu demi kepentingan terbaik anak. Diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain, bila orangtuanya tidak dapat menjamin tumbuh. Memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial. Memperoleh pendidikan dan pengajaran untuk pengembangan pribadi dan kecerdasannya. Memperoleh pendidikan luar biasa atau pendidikan khusus bagi anak cacat dan anak yang memiliki keunggulan. Beristirahat, memanfaatkan waktu luang bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi dan berkreasi. Memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial. Tidak boleh mendapat perlakuan diskriminasi, misalnya perlakuan yang membeda-bedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental. Tidak boleh mendapat perlakuan ekploitasi, misalnya tindakan atau perbuatan memperalat, memanfaatkan, atau memeras anak untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga, atau golongan. Tidak boleh mendapat perlakuan penelantaran, misalnya tindakan atau perbuatan mengabaikan dengan sengaja kewajiban untuk memelihara, merawat, atau mengurus anak sebagaimana mestinya.

60 TUNTUTAN PENGASUHAN BERWAWASAN GENDER
Berkaitan dengan perubahan global di atas, maka tuntutan praktek pengasuhan anak responsif gender merupakan suatu solusi yang tepat pada saat ini dalam mengantisipasi perubahan lingkungan baik ekso maupun makro dari berbagai aspek sosial, ekonomi, budaya, teknologi dan perubahan alam berdasarkan kemampuan potensi individu, kebutuhan khusus yang berkaitan dengan aspek biologis, dan kebutuhan umum yang berkaitan dengan aspek psiko-sosialnya.

61 Berkaitan dengan pengasuhan anak di era millenium ini, maka dibutuhkan gaya pengasuhan “paradigma baru” yang cocok dan sesuai dengan tuntutan perubahan jaman. Lebih jauh lagi, pengasuhan anak yang responsif gender sangat diperlukan, khususnya pada tahapan remaja yang sedang mencari identitas diri agar terhindar dari pengaruh negatif dari lingkungan. Dalam rangka mempersiapkan anak mencapai kemandirian dengan sumberdaya manusia yang berkualitas di kemudian hari, maka diperlukan gaya pengasuhan yang tepat dan benar agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat, berkewajiban menjadi wadah utama dan pertama bagi setiap anak untuk mendapatkan pendidikan, pengasuhan, pemeliharaan, dan perlindungan. Fungsi pengasuhan dan pendidikan anak yang ideal harus dilakukan oleh orangtuanya sendiri, baik ayah maupun ibu secara setara dan berkesinambungan. Anak membutuhkan suatu panutan (a role model) yang seimbang antara gaya pengasuhan yang dilakukan oleh ayahnya, dan gaya pengasuhan yang dilakukan oleh ibunya. Ayah mempunyai tanggung jawab yang sama dengan ibu dalam pengasuhan anak agar dapat mencapai perkembangan fisik, komunikasi, kognisi dan sosial secara optimal.

62 Perkembangan ekonomi dan teknologi membawa pengaruh pada pergeseran nilai-nilai individu maupun keluarga baik yang berkaitan dengan prinsip-prinsip hidup, nilai-nilai keluarga, dan nilai-nilai kebersamaan. Perkembangan tersebut juga berpengaruh pada pandangan terhadap nilai-nilai gender yang berakibat pada semakin meningkatnya kontribusi perempuan pada aktivitas sektor publik. Pergeseran nilai-nilai individu tercermin dari kesadaran bahwa peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan adalah sama (equal) meskipun secara biologis mempunyai perbedaan. Pergeseran nilai-nilai individu juga tercermin dari persamaan tingkatan nilai antara anak laki-laki dan anak perempuan. Artinya nilai anak laki-laki tidak lebih tinggi dari anak perempuan, dan sebaliknya. Pergeseran nilai-nilai atau norma masyarakat tercermin dari adanya kemitraan laki-laki dan perempuan dalam pembangunan, dan bahwa perempuan (istri) tidak satu-satunya aktor yang bertanggung jawab pada pekerjaan domestik (pengasuhan anak misalnya), namun sudah menjadi tanggung jawab bersama dengan laki-laki (suami). Pergeseran nilai keluarga tercermin dari meningkatnya kemitraan gender (gender relations/ parternship) dalam menjalankan fungsi ekonomi keluarga yang ditunjukkan dengan saling dukungan dalam generating income keluarga.

63 TOPIK 5. PENGASUHAN RESPONSIF GENDER

64 PENGERTIAN PENGASUHAN
Rohner (1986) dalam bukunya the Warmth Dimension menyebutkan pola pengasuhan yang terdiri atas: Kehangatan kasih sayang orang tua (parental acceptance) yang meliputi 2 ekspresi yaitu secara fisik (seperti memeluk, mencium, membelai, dan tersenyum) dan secara verbal (memuji, mengatakan hal-hal yang menyenangkan), Penolakan orang tua (parental rejection) yang meliputi sikap: (a) Kekerasan dan agresi (hostility dan agression) dengan ciri memukul, menendang, mendorong, mengutuk, meremehkan dan memberi kata-kata kasar, (b) Sikap peduli dan melalaikan (indifference dan neglect) dengan ciri ketidakmampuan orang tua secara fisik dan psikologis dalam memenuhi kebutuhan anaknya, dan mengabaikannya, dan (c) Penolakan (unindifference rejection) dengan ciri tidak dicintai, tidak diinginkan dan penolakan orang tua tanpa adanya indikator yang jelas secara verbal maupun fisik.

65 BAUMRIND (dalam Hetherington & Parke, 1989)
3 gaya pengasuhan yaitu meliputi gaya pengasuhan demokratis, permisif dan otoriter. 1. GAYA PENGASUHAN DEMOKRATIS Perilaku orang tua adalah penekanan aturan cukup tegas, tidak menyerah pada coercion, menunjukkan rasa tidak senang dalam menghadapi perilaku anak yang tidak baik, menunjukkan rasa senang dan mendukung bila anak melakukan sesuatu yang baik, peraturan dikomunikasikan dengan jelas, hangat, responsif terhadap kebutuhan anak, dan mengharapkan kematangan anak dan perilaku mandiri pada anak sesuai dengan usia anak. Perilaku anak adalah mandiri, memiliki kontrol diri dan percaya diri yang kuat, berhubungan baik dengan teman sebaya, mampu mengatasi stres, berminat pada suatu atau situasi baru, bersifat kooperatif dengan orang-orang dewasa, penurut/patuh, punya tujuan dan berorientasi pada prestasi.

66 GAYA PENGASUHAN PERMISIF
Perilaku orang tua adalah tidak memaksakan peraturan, tidak mengkomunikasikan dengan jelas peraturan, menyerah pada paksaan/rengekan/tangisan anak, penerapan disiplin tidak konsisten, tidak menuntut anak untuk mandiri, menerima tingkah laku anak yang buruk, dan relatif memberikan kehangatan Perilaku anak adalah impulsive-agresif, tidak patuh pada orang tua, kurang mandiri, kurang berorientasi pada prestasi, kurang mampu mengontrol diri, bersifat berkuasa, kurang mempunyai tujuan, dan kurang melibatkan diri dalam mengikuti pelajaran.

67 3. GAYA PENGASUHAN OTORITER
Perilaku orang tua adalah cenderung menekankan peraturan dengan kaku, menghukum perilaku anak yang buruk, tidak mengkomunikasikan peraturan dengan jelas pada anak, tidak mendengarkan atau acuh pada pendapat atau keinginan anak, terus menerus menekankan peraturan dengan paksaan,dan kurang memberikan kehangatan. Perilaku anak adalah penakut, pencemas, menarik diri, mudah terpengaruh mood, menjengkelkan, licik, kurang adapif, mudah curiga pada orang lain, mudah mengalami stres, dan kurang mempunyai tujuan.

68 Labelling Theory (1) Merton (Macionis, 1995) menyebutkan adanya labelling theory yang memberikan cap/ label pada laki-laki dan perempuan yang berbeda. Laki-laki lebih dilabelkan bahwa pekerjaan yang sukses dari pemikiran laki-laki adalah yang berkaitan dengan penguasaan material, sedangkan perempuan dikatakan sukses apabila mempunyai hubungan dalam perkawinan dan status sebagai ibu yang baik. Dalam hal ini norma masyarakat terkesan lebih tegas dan ketat mengontrol perilaku normatif terhadap perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Berkaitan dengan labeling theory, masyarakat menilai perilaku perempuan dan laki-laki dengan standar yang berbeda melalui proses pelabelan yang bias gender. Hal ini dikarenakan masyarakat menempatkan laki-laki pada posisi yang lebih tinggi kekuasaannya dibandingkan dengan perempuan (Macionis, 1995).

69 Labelling Theory (2) Jessie Bernard (Macionis 1995) menyatakan orangtua memakaikan baju pink dan memelihara rambut panjang pada anak perempuannya, dan baju biru dan rambut pendek pada anak laki-laki sesuai dengan definisi feminin menurut budayanya. Witkin-Lanoil (Macionis, 1995) menyatakan bahwa riset pada pengasuhan menunjukkan orangtua mempunyai ekspektasi anak laki-lakinya agar kuat dan agresif dalam mencapai cita-cita, sedangkan anak perempuan lebih sensitif dan sopan/ hormat (Macionis, 1995). Perlakuan orangtua dalam pengasuhan juga berbeda berdasarkan gender karena secara fisik dan genetik berbeda (Macionis, 1995; Newman & Grauerholz, 2002), disamping berbeda berdasarkan faktor-faktor sosial dan pengalaman keluarga. Pada anak perempuannya diperlakukan dengan lembut, sering dipeluk dan di jaga, sedang pada anak laki-laki diperlakukan lebih agresif, lebih diayun-ayun ke udara dan diayun-ayun di kaki. Pengasuhan anak dibedakan menurut jenis kelamin, anak laki-laki diarahkan dengan perlakukan banyak kegiatan yang mengarah pada independensi, sedangkan anak perempuan diarahkan pada kegiatan yang pasif namun menuju pembentukan emosi.

70 Namun demikian, Diamond (Macionis, 1995; Newman & Grauerholz, 2002) menjelaskan adanya dinamika labelling seiring dengan perkembangan anak, misalnya sifat maskulin yang tumbuh pada perempuan tercermin dari keinginan untuk mendominasi diantara teman-temannya seperti halnya sifat maskulin yang ada di pihak laki-laki. Margaret Mead (Macionis, 1995) dalam studinya pada tiga masyarakat Papua New Guinea menemukan bahwa perilaku dan sikap laki-laki dan perempuan adalah tidak berbeda alias sama, artinya baik laki-laki maupun perempuan mempunyai sifat feminin maupun maskulin . Dengan demikian disimpulkan bahwa gender adalah kreasi dari masyarakat, dan label feminin yang didefinisikan oleh satu budaya adalah berbeda dengan budaya yang lainnya. Dinyatakan bahwa sosialisasi androgini dilakukan untuk menurunkan perbedaan perilaku gender menuju terciptanya perilaku dan sifat-sifat laki-laki dan perempuan secara bersama-sama.

71 Mothering diasosiasikan sebagai nurturing atau pengasuhan/ pemeliharaan anak.
Ibu lebih banyak berinvestasi menyangkut kehidupan sehari-hari anaknya dibandingkan dengan ayah. Ibu juga lebih banyak melakukan kegiatan emosional dan khawatir tentang kesejahteraan anak-anaknya. Sebagai akibatnya, perempuan lebih banyak berkorban perhatian dan identitasnya di luar keluarga, seperti karir dan pendidikannya, dibandingkan dengan laki-laki demi untuk mengabdikan waktu dan tenaganya dalam membesarkan anak. Sedangkan fathering diasosiasikan sebagai kegiatan fisik dari prokreasi yang tidak ada hubungannya dengan perilaku pengasuhan. Thomson dan Walker menyatakan bahwa para ahli lebih melihat kontribusi ayah pada pengasuhan dianggap sebagai ‘membantu’ saja (Booth, 1991; Newman & Grauerholz, 2002 Barry (Newman & Grauerholz, 2002) menulis buku “Fathers are volunteer providers; Mothers are the staffs” artinya bahwa ibu memang diharapkan menjadi penjaga di rumah sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan domestik, sedangkan peran ayah mengerjakan pekerjaan rumah adalah sukarela karena ayah jarang berada di rumah.

72 PENGASUHAN YANG RESPONSIF GENDER
Perlakuan sosialisasi dan pendidikan orangtua terhadap anak yang memberikan perhatian kepada anak laki-laki maupun perempuan berdasarkan kebutuhan khusus/ spesifik (berkaitan dengan aspek biologis/ reproduksi) dan kebutuhan umum yang berkaitan dengan kebutuhan psiko-sosial dengan menjunjung asas keadilan dan kesetaraan gender dalam memperoleh akses, manfaat, partisipasi, kontrol terhadap semua sumberdaya keluarga untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang sehat jasmani dan rohani. Kebutuhan umum gender salah satunya berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan gizi individu baik laki-laki maupun perempuan yang erat kaitannya dengan pentingnya kualitas hidup perempuan dalam menjaga fungsi reproduksi dan pengasuhan anak.

73 PENGASUHAN RESPONSIF GENDER
AYAH IBU KOMUNIKASI INTERAKSI BONDING SOSIALISASI PENGASUHAN RESPONSIF GENDER SADAR GENDER ANAK Gambar Bonding segitiga antara ayah, ibu dan anak yang responsif gender (Ilustrasi Puspitawati 2006)

74 PENGASUHAN YANG RESPONSIF GENDER
Pengasuhan responsif gender yang dilakukan oleh orangtua terhadap anaknya tidak terlepas dengan pembagian tugas (job distribution) antara ayah dan ibu. Peran gender dalam keluarga juga berkaitan dengan harapan terhadap peran dan tugas yang disepakati antara ayah dan ibu. Day et al. (1995) menyatakan bahwa harapan dan tugas seorang ayah adalah untuk memiliki fisik yang kuat, mampu mencari nafkah, dan mampu melakukan pekerjaan rumah yang berhubungan dengan kekuatan fisik. Sedangkan harapan dan tugas seorang ibu adalah dapat menyiapkan anak-anak secara fisik dan emosional serta sebagai pendidik anak-anak dari usia dini agar dapat berintegrasi dengan baik di masyarakat. Dengan demikian terjadi “gap” yang besar dari harapan peran gender dalam keluarga antara ayah dan ibu. “Gap” tersebut kemudian berdampak pada perilaku orangtua dalam melakukan pengasuhan pada anaknya juga terbias oleh gender. Banyak orangtua yang takut memberikan kepercayaan pada remaja untuk mengambil keputusan, terutama seorang ayah yang mempunyai remaja putri yang tidak begitu ikhlas untuk mempercayai begitu saja dalam melakukan sesuatu karena takut anak perempuannya terluka atau terancam bahaya (Harris, 1991).

75 Pengasuhan Anak Laki-laki dan Perempuan Responsif Gender
Ayah dan Ibu perhatikan personalitas anak yang masing-masing adalah unik (perpaduan antara introvert /feminin dan extrovert/ maskuline). Selalu mencari pendekatan pengasuhan yang demokrasi dan tepat diterapkan pada anak perempuan dan laki-laki yang berkaitan dengan sifat individual yang unik dengan memperhatikan kebutuhan khusus (berkaitan dengan aspek biologis) dan umum (berkaitan dengan aspek aspek psiko-sosial) dari setiap anak. Ayah dan ibu melakukan pendekatan kepada setiap anak dengan bijaksana, partisipatif dan hangat serta penuh pengertian. Ayah dan Ibu berfungsi untuk menumbuhkan motivasi belajar, menyalurkan hobi dan memilih program studi yang cocok dengan kompetensi dan minatnya. Ayah dan Ibu dengan kemitraan yang setara memberikan sosialisasi kepada anak perempuan tentang sifat laki-laki dan cara menghormati dan menghargai laki-laki; begitu pula sebaliknya, memberi sosialisasi kepada anak laki-laki tentang sifat perempuan dan cara menghormati dan menghargai perempuan.

76 Pengasuhan Anak Laki-laki dan Perempuan Responsif Gender
Ayah mensosialisasikan apa yang diharapkan laki-laki terhadap perempuan, dan Ibu mensosialisasi bagaimana seorang perempuan memberi arahan dan nasehat pada laki-laki. Orangtua memberi contoh bagaimana kemitraan laki-laki dan perempuan di dalam keluarga dan masyarakat. Ayah dan ibu memberi kesempatan kepada anak perempuan yang cakap untuk sekolah di luar kota dan ke perguruan tinggi dengan program studi tehnik dan ilmu eksakta. Ayah dan ibu memberi cara kemandirian yang cocok untuk perempuan, seperti memahami listrik, kompor gas, kendaraan, dan sense of dangerous, dan laki-laki seperti memasak, mencuci, menyeterika, dan membersihkan tempat tidur. Ayah dan ibu memberi contoh cara melindungi diri dari berbagai bahaya dari lingkungan.

77 Ayah dan ibu menciptakan rasa aman, rasa nyaman, dan rasa cinta, serta rasa damai pada anak-anak mulai dari usia dini. Ayah dan ibu mengajari anak untuk melindungi diri seperti: ‘Don’t talk to stranger, and don’t receive anything from stranger’ Jangan biarkan siapapun menjamah ‘Tiga daerah pribadi’ (three private areas) Jangan takut bilang “TIDAK MAU’ (don’t be afraid to say ‘NO’). Melatih mandiri sejak kecil terutama berkaitan dengan meningkatkan sensitifitas pemenuhan perlindungan diri (fisik maupun psikhologis). Mengajari anak cara memilih teman yang baik. Peningkatan penerapan nilai-nilai lama yang berlandaskan agama dan budaya setempat seperti: Nilai berbagi, nilai kebersamaan, nilai bermasyarakat, nilai beramal Hindari nilai yang mengarah pada keegoan, konsumtif, materialistik, kompetisi tidak sehat, dan ‘serba gengsi’ Peningkatan keeratan hubungan antara anggota keluarga (intra household bonding) dan antara keluarga besar (inter household bonding), dan antar tetangga dan masyarakat (community bonding).

78 ANALISIS GENDER DALAM SISTEM KELUARGA
Tabel Analisis gender terhadap pola asuh contoh pada masa Anak-Anak (n = 667). NO POLA ASUH JUMLAH PERTANYAAN RATAAN UJI BEDA T LAKI-LAKI PEREMPUAN (p) 1 Pola Asuh Sosial* 5 11.36 12.00 Berbeda** 2 Pola Asuh Afeksi* 7 17.48 18.08 3 Pola Asuh Disiplin* 8 19.03 20.61 4 Pola Asuh Interaksi* 10 22.50 23.80 Total * 30 70.37 74.50 * Berbeda nyata pada p < 0.05. ** Berbeda nyata antara kelompok contoh laki-laki dan perempuan.

79 ORANGTUA MELAKUKAN PENGASUHAN RESPONSIF GENDER AGAR ......
Anak perempuan berprestasi maksimal dan kelak akan menjadi pekerja yang handal dan berkarakter, berperan sebagai istri dan ibu yang bijak, dan menghormati suami serta sesama. Anak laki-laki berprestasi maksimal dan kelak akan menjadi pekerja yang handal dan berkarakter, berperan sebagai suami dan ayah yang bijak, dan menghormati istri serta sesama. ORANGTUA JUGA INGIN…..….. Menjadikan anak baik laki-laki maupun perempuan untuk saling menyayangi, saling bekerjasama, saling berbagi peran, saling melindungi sesuai dengan kodrat dan sifatnya masing-masing.

80 Fasilitas Sekolah Kurang Memadai Komite Sekolah Kurang Optimal
Guru BP Tidak Memadai Tidak Punya Dana/ Fasilitas yang Memadai Rasio Guru & Murid Rendah Rasio Kelas & Murid Rendah Tidak ada 'Home Visit' pada Siswa Bermasalah Kurangnya Koordinasi Sekolah & Orangtua Kegiatan BP kurang intensif, hanya parsial dan tidak teratur Guru Cepat Lelah Kelas Ribut Proses KBM terganggu Fasilitas Olah Raga Kurang Memadai Pengasuhan Anak Cenderung Kasar dan Keras, tidak Demokratis Komunikasi dan Interaksi Keluarga Kurang Harmonis Bonding antar Keluarga Kurang Dekat Fungsi keluarga Kurang Optimal Siswa Tidak Tersalurkan Energinya Siswa Tidak dapat Olah Raga dengan Bebas dan Murah Pelajaran Ekstra Kurikuler Tidak Memadai karena Mahal Siswa Stres Siswa Tidak Menghargai Diri Siswa Berperilaku Agresif Sosial Ekonomi Keluarga Kurang Baik Tekanan Ekonomi Keluarga Tinggi Bantuan dan Dukungan antar Keluarga Besar Kurang Perilaku Kenakalan Umum - membolos/ terlambat - nongkrong di jalan - menganggu teman/ orang lewat - menyelewengkan uang SPP - merokok PERILAKU KENAKALAN KRIMINAL PELAJAR NILAI PELAJARAN RENDAH Gambar 5.6d. Rangkaian hasil pendekatan ekologi keluarga yang telah dibuktikan berkaitan dengan faktor-faktor yang menyebabkan kenakalan pelajar.

81 CURRICULUM VITAE PENYAJI
Nama : Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc. Pendidikan S1 Agribisnis, Fak Pertanian, IPB S2 Family & Consumer Sciences, Iowa State Univ., USA S2 Family Sociology, Iowa State Univ., USA S3 Gizi Masyarakat & Sumberdaya Keluarga, IPB Pekerjaan Dosen S1 di Dept. IKK-FEMA IPB Dosen S2 dan S3 di Dept. IKK-FEMA IPB Peneliti Pada PSW-PSP3 LPPM-IPB Jabatan Lain Anggota Tim Pakar Gender Nasional - Kelompok Kerja Gender-Depdiknas Pusat Alamat Dept. IKK-FEMA-IPB Jl. Puspa- Kampus IPB Darmaga Telpkantor: (0251) / ; Fax: (0251) HP : R: (0251) 81 81

82 TERIMA KASIH


Download ppt "PENGASUHAN DAN PERKEMBANGAN REMAJA BERWAWASAN GENDER"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google