Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA"— Transcript presentasi:

1 LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
OTONOMI DAERAH DAN PEMBANGUNAN DAERAH DIKLAT PIM TINGKAT IV LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2012

2

3 Categories of decentralization: administrative, fiscal, political, and market:
Administrative decentralization refers to the transfer of policy-making, planning and management responsibilities from central to local levels. • Deconcentration • Delegation

4 Fiscal decentralization
refers broadly to efforts to change the distribution and sources of resources available to local governments. Such efforts can take many forms, including transfers between levels of government, authorization of local borrowing, cost recovery, and changes to revenue sources available to local governments through taxes, user fees and contributions. (mengacu secara luas terhadap upaya mengubah distribusi dan sumber sumber daya yang tersedia bagi pemerintah daerah. Upaya-upaya tersebut dapat mengambil banyak bentuk, termasuk transfer antar tingkat pemerintahan, otorisasi pinjaman lokal, cost recovery, dan perubahan sumber pendapatan yang tersedia bagi pemerintah daerah melalui pajak, retribusi dan kontribusi).

5 3. Political decentralization (or devolution)
refers to attempts to devolve powers to democratically elected local governments or, in much weaker forms, to attempts to make local governments more accountable to communities through the establishment of oversight boards or the introduction of new forms of citizen participation in development projects and policy-making. (mengacu pada upaya untuk menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah daerah yang dipilih secara demokratis atau, dalam bentuk yang lebih lemah, upaya untuk membuat pemerintah lokal lebih bertanggung jawab kepada masyarakat melalui pembentukan dewan pengawasan atau pengenalan bentuk-bentuk baru dari partisipasi warga dalam proyek-proyek pembangunan dan pembuatan kebijakan).

6 4. Finally, market decentralization
involves attempts to transfer substantive control over resource allocation to non-state actors. Privatization is the obvious example, and it can apply not only to State-Owned Enterprises (SOE) but to broad swathes of the economy. melibatkan upaya untuk mentransfer kontrol substantif atas alokasi sumber daya untuk aktor non-negara. Privatisasi adalah contoh nyata, dan dapat diterapkan tidak hanya untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tetapi untuk lembaga swasta

7 PENGERTIAN DESENTRALISASI
Menurut Parson, desentralisasi adalah sharing of the governmental power by a central ruling group with other groups, each having authority within a specific area of the state (pembagian kekuasaan antara Pusat dan kelompok2 lain yang masing-masing memiliki kewenangan dalam wilayah tertentu dalam suatu negara).

8 Rondinelli dan Cheema Desentralisasi adalah: the transfer of planning, decision making, or administrative authority from central government to its field organisation, local administrative units, semi autonomous and parastatal organisation, local government, or non-government organisation (tansfer perencanaan, pengambilan keputusan, atau kewenangan administratif dari pemerintah Pusat ke organisasi wilayah, unit administrasi lokal, organisasi semi otonomi,pemerintah daerah, atau organisasi non pemerintah)

9 PENGERTIAN DESENTRALISASI
Menurut Mawhood, desentralisasi sebagai devolution of power from central to local government. Otonomi daerah yang menurutnya sebagai a freedom which is assumed by a local government in both making and implementing its own decision (pemerintah daerah memiliki kebebasan dalam menetapkan dan mengimplementasikan kebijakan) Dalam konteks Indonesia sering digunakan pengertian hak, wewenang dan tanggungjawab suatu daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi sentralisasi kekuasaan di pusat dan munculnya kemandirian daerah.

10 OTONOMI DAERAH: Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan, kekuasaan atau hak untuk mengatur sendiri (the power or right of self-government). Otonomi Daerah adalah kewenangan, kekuasaan atau hak suatu daerah untuk mengatur kepentingannya sendiri. Pengertian Otonomi Daerah menurut UU. No. 32 Tahun 2004 adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan

11 Desentralisai, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom
PEMERINTAH PUSAT Desentralisasi Daerah Otonom Otonom Daerah Tujuan Pemberian Otda Pemerintahan Daerah

12 Desentralisai, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom
PEMERINTAH PUSAT Dekonsentrasi Field Administration

13 Desentralisasi dan Bentuk Negara
FEDERALISME KESATUAN Federalisme merupakan satu bentuk asosiasi politik dan organi- sasi yg menyatukan unit-unit politik yg terpisah ke dalam suatu sistem politik yg lebih komprehensif, dan mengijinkan masing2 unit politik tersebut untuk tetap memiliki atau menjaga integritas politiknya secara fundamental (Daniel J. Elazar) Mekanisme berbagi kekuasaan secara konstitusional. Dlm sistem yg federalistik, unit2 politik memiliki otonomi secara utuh, baik yg menyangkut wewenang eksekutif, legis- latif maupun kekuasaan yudikatif.

14 Federalisme Struktur Pemerintahan dlm Negara Federalis tidaklah bertingkat sebagaimana diamati dlm sejumlah negara kesatuan, karena hakekat otonomi daerah Negara Bagian dengan Pemerintah Daerah pada dasarnya sama. Gubernur Negara Bagian bukanlah atasan langsung dari Walikota di City, County, Township atau apapun namanya sebagaimana terlihat di AS.

15 Federal Government State State State Local Gov Local Gov Local Gov Local Government di AS namanya bermacam-macam: City, County, Municipality, Township, Burroughs dll.

16 Federalisme Di dlm federalisme, kedaulatan diperoleh dari unit2 politik yg terpisah dan kemudian sepakat membentuk sebuah pemerintahan bersama Sementara di dlm pemerintahan yg unitaristik kedaulatan langsung bersumber dari seluruh penduduk dalam negara tersebut.

17 Federalisme Alasan memilih federalisme:
menjaga atau memelihara negara agar tidak terpecah belah sebagai akibat diakomodasikannya kepentingan masyarakat lokal Kehadiran musuh bersama; Contoh: Kanada menjadi federalistik karena kekhawatiran kepada AS; Malaya, Sabah, Serawak karena RRC Motivasi penguatan ekonomo (AS)

18 Federalisme Prinsip-prinsip Federalisme: (Elazar)
1. Non-centralization (tidak ada dominasi oleh unit politik) 2. Demokrasi (semua negara federal demokratis), Akuntabilitas 3. Checks and balances - antar lembaga negara - warga dgn negara - Pusat/federal dgn daerah 4. Open Bargaining (perubdingan terbuka) Dlm prakteknya ternyata lobby juga terjadi, lihat AS disebut negara lobby (Charles O’Jones) 5. Konstitusionalisme 6. Fixed Unit (unit2 pemerintahan yg sudah tetap)

19 Unitary State: Pilihan Desentralisasi
John Stuart Mill (Representative Government): Dengan adanya pemerintahan daerah maka hal itu kan menye diakan kesempatan bagi warga masyarakat berpartisipasi politik……. Semakin besar jumlah penduduk serta makin luas wilayah yg dicakup oleh sebuah pemerintahan akan semakin membatasi peluang bagi masyarakat untuk ikut terlibat dalam pemerintahan (Robert Dahl/1981)

20 Unitary State ALASAN MEMILIH DESENTRALISASI
1. Efisiensi-Efektivitas penyelenggaraann pemerintahan; 2. Pendidikan Politik (lihat JS Mill) 3. Pemerintahan Daerah sebagai Persiapan untuk karir jabatan politik; 4. Stabilitas Politik Stabilitas politik nasional seharusnya berawal dari stabilitas politik lokal (Sharpe/1981) 5. Political Equality (kesetaraan politik) - Hambatan munculnya Local Boss

21 Perkembangan Otonomi Daerah
Di Indonesia Perjuangan Kemerdekaan ( ) Demokrasi UU. No. 1 Th. 1945 Otonomi Luas Daerah Otonom UU. No. 22 Th. 1948 Daerah otonom Biasa dan Daerah Istimewa Pasca Kemerdekaan ( UU. No. 1 Th. 1957 Daerah Swatantra dan daerah Istimewa (Daerah Tk. I, II, dan III) Demokrasi Terpimpin ( ) Otoritarian Penpres. No. 6 Th. 1959 UU. No. 18 Th. 1965 Otonomi Terbatas Daerah Tk. I (Prop dan Kotaraya), Daerah Tk. II (Kabupaten dan Kotamadya, Daerah Tk. III (Kecamatan dan Kotapraja)

22 Perkembangan Otonomi derah
Di Indonesia Orde Baru ( ) Otoritarian UU. No. 5 Th. 1974 Sentralisasi Daerah Tk. I dan Daerah Tk. II Pasca Orde Baru/Era Reformasi Demokrasi UU. No. 22 Th. 1999 Otonomi Luas Propinsi, Kabupaten/Kota 2004-sekarang UU. No. 32 Th. 2004

23 1. Kenapa Perlu Ada Pemerintah ?
TATARAN FILOSOFIS 1. Kenapa Perlu Ada Pemerintah ? Untuk menciptakan “Law and Order” (ketentraman dan ketertiban) Untuk menciptakan “welfare” (Kesejahteraan) 2. Kenapa Perlu Ada Pemerintah Daerah ? Wilayah negara terlalu luas Menciptakan kesejahteraan secara demokratis

24 (PEMERINTAH WILAYAH/FIELD ADMINISTRATION)
BAGAIMANA MENCIPTAKAN KESEJAHTERAAN OLEH PEMERINTAH DEKONSENTRASI (PEMERINTAH WILAYAH/FIELD ADMINISTRATION) FUNCTIONAL FIELD ADMINISTRATION; KANDEP/KANWIL INTEGRATED FIELD ADMINISTRATION; KEPALA WILAYAH PEMERINTAH PUSAT POWER SHARING OTONOMI TERBATAS (ULTRA VIRES) 2. OTONOMI LUAS (GENERAL COMPETENCE) DESENTRALISASI (PEMERINTAH DAERAH)

25 PEMENCARAN URUSAN PEMERINTAHAN
PEMERINTAH ADMINISTRATIF / WILAYAH DEKONSENTRASI KANWIL/KANDEP KEPALA WILAYAH DLL PEMERINTAH PUSAT DELEGASI PRIVATISASI SWASTA MURNI BOT BOO BOL DLL OTORITA BUMN NUSAKAMBANGAN DLL DESENTRALISASI DAERAH OTONOM PROPINSI KABUPATEN/ KOTA

26 ANATOMI URUSAN PEMERINTAHAN
CONCURRENT (Urusan bersama Pusat, Provinsi, dan Kab/Kota) ABSOLUT (Mutlak urusan Pusat) Hankam Moneter Yustisi Politik Luar Negeri Agama PILIHAN/OPTIONAL (Sektor Unggulan) WAJIB/OBLIGATORY (Pelayanan Dasar) Contoh: pertanian, industri, perdagangan, pariwisata, kelautan dsb Contoh: kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup, pekerjaan umum, dan perhubungan SPM (Standar Pelayanan Minimal)

27 PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN
Urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi wewenang Pemerintah: {Psl 10 (1) & (3)} Urusan pemerintahan selain Psl 10 (3) dapat dikelola bersama oleh Pemerintah (Pusat), Prov, Kab/Kota Dibagi dgn kriteria Psl 11 (1): Politik Luar Negeri; Pertahanan; Keamanan; Yustisi; Moneter & Fiskal Nasional; & Agama. Eksternalitas (scope dampak) Akuntabilitas (distance dampak) Efisiensi (rasio untung-rugi) Pem menyelenggarakan sendiri atau dpt melimpahkan sebagian urusannya kpd perngktnya atau kpd wakil Pem di daerah, atau menugskn kpd Pem-an Daerah/ Pemdes {Psl 10 (4)} Urusan Pemerintahan Daerah Urusan Pemerintah {Psl 10 (5)} Menyelenggarakan sendiri; Melimpahkan sebgn ursn kpd Gub selaku wkl Pem.; Menugaskan sebgn ursn kpda Pem-an Daerah/Pemdes. WAJIB Pelayanan Dasar {Psl 11 (3)} PILIHAN Sektor Unggulan {Psl 11 (3)} Standar Pelayanan Minimal {Psl 11 (4)} Diselenggarakan berdasarkan asas otonomi & tugas pembantuan {Psl 10 (2)}

28 DISTRIBUSI URUSAN PEMERINTAHAN ANTAR TINGKAT PEMERINTAHAN
Kriteria Distribusi Urusan Pmerintahan Antar Tingkat Pemerintahan : Externalitas (Spill-over) Siapa kena dampak, mereka yang berwenang mengurus Akuntabilitas Yang berwenang mengurus adalah tingkatan pemerintahan yang paling dekat dengan dampak tersebut (sesuai prinsip demokrasi) Efisiensi Otonomi Daerah harus mampu menciptakan pelayanan publik yang efisien dan mencegah High Cost Economy Efisiensi dicapai melalui skala ekonomis (economic of scale) pelayanan publik Skala ekonomis dapat dicapai melalui cakupan pelayanan (catchment area) yang optimal

29 TATARAN NORMATIF:(UUD NEGARA RI 1945)
Alinea IV Pembukaan UUD Negara RI 1945 “Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa…. dst Kesimpulan : Pemerintah RI dibentuk untuk melindungi (Law and Order) dan mensejahterakan rakyat (Welfare)

30 2. Pasal 18 UUD Negara RI Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah- daerah Provinsi dan Daerah Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten dan Kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan Undang-undang. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki DPRD yang anggota-anggotanya dipilih melalui Pemilihan Umum. Gubernur, Bupati, Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya.

31 URGENSI KEBERADAAN PEMERINTAH DAERAH
Keberadaan Pemda untuk melindungi dan mensejahterakan masyarakat secara demokratis Kesejahteraan diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index), dengan indikator utamanya (i) penghasilan; (ii) kesehatan; dan (iii) pendidikan. Untuk meningkatkan pencapaian HDI dilakukan melalui pelayanan publik yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Kebutuhan masyarakat terdiri dari : (i) Kebutuhan Pokok (Basic Needs); dan Kebutuhan Pengembangan Sektor Unggulan (Core Competences). Sektor unggulan dapat diidentifikasi dari sintesis PDRB, mata pencaharian, dan pemanfaatan lahan.

32 2. Pasal 18A UUD Negara RI Hubungan wewenang antara Pemerintah dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Kesimpulan: Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota berkewajiban dan mempunyai kewenangan untuk menciptakan ketentraman dan ketertiban serta kesejahteraan masyarakat Dalam rangka menciptakan ketentraman dan ketertiban serta kesejahteraan masyarakat wajib bersinergi.

33 5. Misi utama Pemda adalah :
Menyediakan pelayanan dasar (Basic Services) dan mengembangkan sektor unggulan (Core Competences) dengan cara-cara yang demokratis 6. Outputs / end products Pemda adalah : Public Goods; barang-barang kebutuhan masyarakat, seperti : jalan, pasar, sekolah, RS, dsb. Public Regulations; pengaturan-pengaturan masyarakat, seperti KTP, KK, IMB, HO, Akte Kelahiran, dsb. Kesimpulan : Pemda harus mempunyai kewenangan-kewenangan yang memungkinkan mereka dapat menghasilkan public goods dan public regulations yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat (kebutuhan dasar dan pengembangan sektor unggulan)

34 Otonomi Daerah Pasca Regim Orde Baru Krisis Identitas
Leonard Binder Krisis Identitas Krisis Legitimasi Krisis Partisipasi Munculnya Kebijakan Otda seiring dgn munculnya berbagai krisis politik Krisis Penetrasi Krisis Distribusi

35 Desentralisasi Demokratisasi Otonomi Daerah Politik Administrasi
Manajemen Pemda Hub Pusat dan daerah Efektivitas Pembangunan Konflik urusan pemerintahan Kebijakan Publik Kinerja daerah Pilkada Pemekaran Daerah Aksi Massa/partisipasi politik Konflik kepentingan Otonomi Daerah Demokratisasi

36 Dinamika Pemberlakuan
UU. 22 Thn.1999 Kewenangan Isu Putra Daerah Hubungan Kab/Kota dgn Provinsi Legislative Heavy Akuntabilitas Hubungan Eks – Leg Kelembagaan Pemekaran daerah

37 Pemberlakukan UU. No. 32 Thn. 2004
” Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah”. ”... diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia…”

38 IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH
MASALAH-MASALAH IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH Konflik Kewenangan Pemekaran Daerah Desentralisasi Demokratisasi Pilkada Langsung Konflik Elit/Massa Konflik Sumber Daya

39 Kinerja Pembangunan Daerah

40 MAKSUD PEMBANGUNAN DAERAH
Kesatuan dari semua kegiatan pembangunan baik yang dibiayai pemerintah pusat, daerah, swasta, maupun swadaya masyarakat. Garis besar prinsip penyelenggaraan pembangunan daerah Kabupaten/Kota, maupun daerah Propinsi. Tetap berada dalam kerangka negara Kesatuan Republik Indonesia dan menggalang persatuan dan kesatuan bangsa & negara. Demokrasi di semua segi kehidupan bernegara. Pemerataan dan keadilan dan dapat dirasakan manfaatnya. Pemanfaatan semua potensi yang ada sesuai dengan keragaman daerah. Sesuai dengan kewenangan yang diberikan Pusat, baik secara desentralisasi, dekonsentrasi, maupun dalam rangka perbantuan.

41 Pembangunan Daerah secara umum meliputi:
Peningkatan keadaan ekonomi untuk mandiri. Peniongkatan keadaan sosial daerah untuk kesejahteraan secara adil dan merata. Pengembangan setiap ragam budaya untuk kelestarian. Pemeliharaan keamanan masyarakat dalam mendukung pelaksanaan kegiatan EKOSOSBUD dan kualitas lingkungan. Membantu pemerintah pusat dalam mempertahankan dan memlihara persatuan dan kesatuan bangsa.

42 Pelaku Pembangunan Daerah Pemerintah Daerah. Badan Hukum Swasta.
Pemerintah Propinsi. Pemerintah Pusat dengan dana sendiri atau dana lain. Organisasi Internasional dan negara lain.

43 PEMBANGUNAN WILAYAH

44 EKONOMI, SOSIAL, LINGKUNGAN
PERSPEKTIF SPASIAL EKONOMI, SOSIAL, LINGKUNGAN Ada anggapan bahwa selama ini konsepsi pembangunan sesungguhnya tidak pernah dan tidak perlu dihubungkan dengan aspek2 spasial. Umumnya Pembangunan dirumuskan melalui kebijakan Ekonomi yang didukung aspek sosial, dan lingkungan Serta mekanisme politik (singapura, Hongkong, Australia dll)

45 Kelestarian Natural Capital Politik
Ekonomi Kemakmuran Mekanisme Pasar Sosial Social Capital Partisipasi Lingkungan Kelestarian Natural Capital Politik Pengambilan Keputusan yang bersih dari Moral Hazard Vested Interest Rent Seeking Hasil Inter-region Inter-Generation Apakah kenyataannya demikian??

46 Mekanisme Pasar banyak kelemahannya,
maka perlu ada revisi. Penerapan Mekanisme pasar harus ditempatkan padaposisi semestinya yg mampu mengalokasikan sumber-daya secara efisien untuk kemakmuran dan Kesejahteraan masyarakat Penguatan Konsep Sustainable Development: Aspek lingkungan (natural capital) Aspek social (social capital) Aspek ekonomi (man-made capital)

47 Pembangunan Wilayah (spasial) menjadi relevan:
Pembangunan Wilayah berkeinginan memberikan perlindungan sosial dan ekonomi bagi keadaan2 sebagai akibat kemiskinan dan kesenjangan; Perlindungan bagi yang lemah, agar adil (sosial, ek, pol, dan lingkungan); PW menyediakan media bagi beroperasinya mekanisme pasar secara efisien dan memperbaiki kualitas aliran beragam sumberdaya secara lestari (sustainable) PW sebagai konsep maupun metodologinya menyediakan perangkat2 bagi perencanaan wilayah PW merupakan upaya pembangunan sistem kelembagaan sbg kerangka menyeluruh perbaikan dan penyempurnaan pembangunan.

48 Pembangunan Wilayah merupakan landasan penting bagi daya saing;
Peningkatan daya saing wilayah (daerah) menurut Bappenas (2005): - produktivitas - efisiensi industri - kualitas hidup - iklim investasi, dan - kapasitas kompetisi Daya saing ditunjukan dengan kekuatan internal wilayah, yakni inovasi yang dilandasi iptek, dan kemampuan kewirausahaan (Drabenstott , 2006)

49 ISU PEMBANGUNAN WILAYAH
Pembangunan Wilayah sesungguhnya merupakan proses yang dinamis, rumit dan berdimensi banyak; Sekalipun seluruh stakeholders sudah dilibatkan belum tentu hasilnya memuaskan; Akabn lahir hasil2 yang tidak diinginkan (eksternalitas): unemployment, subsidi salah sasaran, kemiskinan dsb. Mekanisme: Pemerintah Pasar Altruisme Anarkhis Rakyat akan memilih jalannya masing2

50 ISU PW Zero Sum Game: Pembangunan sektoral, temporal, spasial (pembangunan perkotaan), akan lebih memperhatikan sektor manufaktur dan jasa Kota vs hinterland Sektor2 lain terabaikan Besaran manfaat pembangunan wilayah akan sama dengan kerugiannya (ZSG) Subsidi Berlebihan Tidak merata, tdk adil, salah sasaran Bea dan Nilai Subsidi (subsidy cost and Value Ada permintaan pembayar pajak yang sulit dipenuhi, karena rumitnya perhitungan dan pelaksanaannya, Munculnya calo membuat pelaku bisnis tidak bisa menikmati subsidi

51 ISU PW Pembangunan SDM (Human Capital)
Pembukaan cabang2 baru di luar wilayah, menekan upah, penggunaan teknologi capiyal intensive pada gilirannya akan merugikan perekonomian wilayah dan kesejahteraan masyarakat; Efektivitas Program Subsidi - selektif (discretionary program) - umum (entitlement program) Efektivitas Birokrasi

52 ALIRAN KOMODITI DAN SUMBERDAYA (EKONOMI WILAYAH)

53 Awalnya, ekonomi meyakini bahwa sumberdaya mengalir secara bebas antar wilayah hanya dalam batas negara; Berikutnya, hanya produk saja yang dapat mengalir antar negara, tetapi faktor produksi tidak; Wilayah negara sebagai bagian dari wilayah global, menjadi kabur domain ekonomi wilayah

54 Teori Heckser Ohlin A A B B (real income)
Aliran komoditi disebabkan adanya perbedaan rasio harga (relative price) antara dua negara yang memperoduksi dua komoditi yang sama A A B B (real income)

55 Model Migrasi: (Blair, 1991)
Model Equilibrium Migrasi terjadi karena faktor2 alami tanpa disertai perubahan demografi yang mencolok; misalnya melanjutkan sekolah, lulus cari kerja, pindah tugas dll Dalam model ini ada tendensi non-wage factor yang mempengaruhi keputusan seseorang pindah; artinya tempat baru memberikan future opportunities lebih dari ukuran benefit-cost dalam pengertian sempit. Model disequilibrium, migrasi berjalan sebagai akibat disparitas dalm pertunbuhan ekonomi dan kesempatan kerja sehingga disertai perubahan demografi yang mencolok; Mekanisme push and pull terjadi

56 Model Migrasi: Haris Todaro:
Migrasi terjadi karena adanya perbedaan tingkah upah; Semakin tinggi upah di kota dinaikan berarti semakin besar expected wage dan semakin timpang dibandingkan nominal wage di pedesaan. Alasan ini semakin mendorong migrasi dan unemployment ke kota; - Migrasi - Tidak ada keseragaman upah akibat: lag antara suply tenaga kerja dengan permintaan aktivitas ekonomi; - tingkat upah dan pengangguran akan mungkin naik seiring dengan bertambahnya ukuran wilayah; - sulit menekan tingkat pengangguran seiring dengan tingginya tingkat upah.

57 Model Migrasi: Model Gravitas:
Yang paling menentukan bukan faktor jumlah populasi, tingkat upah, tetapi lebih karena faktor jarak Terkait dengan semakin mudahnya transportasi, model ini menjadi kurang relevan. Model Beaten-Path Effect (Pengaruh Dorong Gelombang): Menjelaskan kelemahan model gravitasi; Pengaruh Beaten-Path merujuk kepada kecenderungan individu2 dari wilayah tertentu menuju wilayah yang sama. Mulai seorang pionir kemudian diikuti sudara, tetangga, teman, family dsb……..

58 Model Migrasi: Model Beaten-Path Effect (Pengaruh Dorong Gelombang):
Pendatang baru biasanya mengandalkan pendahulunya untuk memberikan pekerjaan, tumpangan hidup dan bantuan lainnya……. Migrasi menjadi efisien sehingga dorongan alirannya semakin bergelombang membawa tambahan migran baru; Terjadi aliran bolak-balik (dua arah), aliran orang dan uang.

59

60

61 Kinerja daerah ? Otonomi diberikan kepada daerah
Tujuan penyelenggaraaan otonomi daerah : meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah (pasal 2 ayat 3 UU No.32 Tahun 2004) Sejauh mana pemerintah daerah, sektor swasta, dan masyarakat dapat mewujudkan tujuan dari penyelenggaraan otonomi daerah yang dimiliki (sejauh mana kesejahteraan masyarakat, pelayanan publik di daerah, daya saing daerah)

62 Pilar Local Governance
Pemerintah Daerah : Regional policy Masyarakat : Budaya, pola pikir, Kemampuan, partisipasi, dll Swasta : Perilaku, aktivitas pelaku ekonomi,dll

63 Kesejahteraan masyarakat
Pergeseran dari compensatory welfare menuju pada empowering welfare. Desentralisasi di Indonesia lebih mengarah pada konsep empowering welfare (kesejahteraan melalui pemberdayaan) Tidak hanya menitikberatkan pada dimensi pemuasan material tetapi juga memperhatikan bidang2 yang esensial bagi pengembangan harkat dan martabat manusia sehingga masyarakat memiliki pilihan-pilihan lebih baik / peluang yang sama untuk memperbaiki kualitas hidupnya Memperhatikan pemerataan dan keberlanjutan

64 Indikator Kesejahteraan Masyarakat
1 Persentase Penduduk miskin 2 IPM 3 IKM 4 Angka Pengangguran Terbuka 5 Persentase rumah Tangga dengan Akses pada air bersih 6 Persentase rumah Tangga dengan akses sanitasi 7 Persentase Rumah tengga dengan akses Listrik 8 Persentase rumah tangga dengan luas lantai rumah terluas tanah

65 Pelayanan Publik Pelayanan kepada dan pemberdayaan masyarakat adalah
instrumental/intermediate goal yang menjadi sarana dan kondisi utama bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat Pelayanan umum diartikan sebagai suatu proses kegiatan penyediaan pelayanan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang pelaksanaannya dapat dilakukan oleh pemerintah sendiri dan/atau pihak swasta serta masyarakat. Pada level makro berkaitan dengan perbaikan kualitas hidup dan pemenuhan hak hak pengguna layanan sebagai warga negara berhadapan dengan negara. Kewenangan yang dimiliki daerah untuk menyelenggarakan pelayanan umum sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi daerah ditujukan mendekatkan pelayanan tersebut pada masyarakat. Pengukuran mengacu pada pelayanan minimal menurut konsep social reproduction : berkaitan dengan pelayanan dasar yang dibutuhkan bagi daya hidup masyarakat.

66 Indikator Pelayanan Publik
1 Angka Kematian Bayi 2 Jumlah Puskesmas per Jumlah Kecamatan 3 Rasio Jumlah Dokter per penduduk 4 Rasio Jumlah penduduk per jumlah rumah sakit 5 Persentase persalinan pertama dengan pertolongan tenaga medis 6 Angka Partisipasi Sekolah SD 7 Angka Partisipasi Sekolah SLTP 8 Angka Putus Sekolah th 9 Angka Putus Sekolah 16 – 18 th 10 Rasio jumlah Murid Per jumlah Sekolah Dasar 11 Rasio Jumlah Guru Per jumlah Sekolah Dasar 12 Rasio Jumlah Murid Per jumlah Guru SD 13 Rasio jumlah Murid Per jumlah SLTP 14 Rasio Jumlah Guru Per jumlah SLTP 15 Rasio Jumlah Murid Per jumlah Guru SLTP 16 Rasio jumlah Murid Per jumlah SMU 17 Rasio Jumlah Guru Per jumlah SMU 18 Rasio Jumlah Murid Per jumlah Guru SMU 19 Persentase jalan dalam kondisi tidak rusak (jalan dalam kondisi baik dan sedang) 20 Rasio panjang jalan per luas wilayah

67 Indikator Daya Saing Daerah
Kombinasi antara perekonomian, kualitas kelembagaan publik, sumber daya manusia, infrastruktur (teknologi) (penjelasan pasal 2 ayat 3 UU No.32 Tahun 2004) Diarahkan pada peningkatan daya saing nasional. Daerah bersaing menawarkan lingkungan yang paling produktif bagi kegiatan usaha Pengukuran didasarkan pada produktivitas yang ditentukan oleh nilai barang dan jasa serta efisiensi produksinya Meningkatnya perekonomian daerah adalah hasil dari daya saing daerah. Sedangkan outcomes dari daya saing daerah adalah meningkatnya standar hidup atau kesejahteraan masyarakat Indikator Daya Saing Daerah PDRB perkapita Pertumbuhan ekonomi daerah

68 Metode Pengkuran dan Evaluasi
Dari berbagai indikator dengan satuan yang berbeda-beda tersebut, dapat diperoleh nilai/skor dengan satuan terstandardisasi yang berkisar antara 0 -1. Formula : pij = (xij – ximin) / (ximax – ximin) Dengan : pij = nilai kinerja untuk indikator ke-i yang dicapai oleh daerah ke-j, dengan j = 1…k xij = angka dari indikator ke- i yang dicapai daerah ke-j dengan i = 1…n ximin = nilai acuan yang merupakan angka minimum dari indikator ke- i . ximax= nilai acuan yang merupakan angka minimum dari indikator ke-i . Dari bebagai indikator tersebut disusun Indeks kinerja daerah (LPI) LPI j = (P1j + P2j + ……… + Pij) / n n= jumlah indikator k = jumlah daerah

69 Analisis: Tingkat capaian kinerja setiap indikator Perbandingan kinerja antar kab/kota dalam satu provinsi Perbandingan kinerja antar provinsi Memperbandingkan dengan berbagai standar kinerja yg ada Keterkaitan satu indikator dengan lainnya.

70 Pengukuran dilakukan di:
18 Provinsi 261 kab/kota Data Campuran Kuantitatif Kualitatif

71 Sumatera Barat Banten Jambi Bali Bengkulu NTB Lampung NTT
LOKUS Sumatera Barat Jambi Bengkulu Lampung Sumatera Selatan Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Banten Bali NTB NTT Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Maluku Utara

72 Hasil Pengukuran Kinerja
No Indikator Nilai Acuan Maksimum Minimum Daya Saing Daerah 1 Pertumbuhan Ekonomi Daerah Nilai tertinggi dari seluruh kabupaten/kota yang diteliti Nilai terendah dari seluruh kabupaten/kota yang diteliti 2 PDRB Perkapita Hasil Pengukuran Kinerja

73

74

75

76

77

78

79 Hasil Pengukuran Kinerja Kabupaten/Kota
(Contoh : Di Provinsi Jawa Tengah)

80

81 Temuan…… Tingkat kinerja daerah sampai dengan tahun 2004 belum memperlihatkan hasil yang optimal. Hal ini dapat terlihat dari rendahnya nilai rata-rata kinerja secara umum dari Kabupaten/Kota yang diteliti di kedelapan belas Propinsi yang hanya mencatat nilai 0.58 (dari skala 0-1). Ditambah lagi masih terdapat sekitar 50 persen dari seluruh Kabupaten/Kota yang diteliti yang nilai kinerjanya berada di bawah rat-rata. Masalah kesenjangan masih signifikan antar daerah khususnya pada daerah berkarakteristik kabupaten. Masalah kesejahteraan masyarakat, pelayanan, dan daya saing saling mempengaruhi dan tidak dapat dipisahkan. Terdapat kecenderungan bahwa daerah-daerah yang memperlihatkan kinerja yang lebih baik dalam parameter pelayanan umum juga menunjukkan kinerja kesejahteraan masyarakat yang relatif lebih baik.

82 Temuan… Di bidang kesejahteraan masyarakat masih banyak daerah yang kinerjanya belum optimal. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata kinerja Kabupaten/Kota yang masih berada pada nilai Permasalahan kemiskinan terjadi di setiap daerah dengan tingkat yang berbeda-beda. Di bidang pelayanan publik, dengan indikator kinerja yang masih berada pada level peyananan dasar, kinerja yang ditunjukkan juga belum optimal. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata nilai kinerja Kabupaten/Kota yang diteliti yang mencapai nilai dari skala 0 sampai 1. Dengan kata lain, dalam kondisi pelayanan minimal pun masih banyak daerah yang belum mampu mewujudkan kondisi tersebut.

83 Temuan…… Untuk peningkatan daya saing daerah menunjukkan hasil yang beragam. Namun kecenderungan yang tampak dari kedelapan belas provinsi yang diukur belum memperlihatkan hasil yang menggembirakan. Dari hasil pengukuran kinerja diperoleh nilai rata-rata dari Kabupaten/Kota yang diteliti sebesar Lebih dari 50 persen daerah berada di bawah rata-rata

84

85 Peringkat Kinerja Daerah berdasarkan LPPD Tahun 2007
Provinsi: Jawa Tengah (1), Sumatera Utara (2) dan Sulawesi Selatan (3) Kabupaten: (1) Sragen, (2) Purbalingga, (3) Deli Serdang, (4) Boyolali, (5) Wonosobo, (6) Banyumas, (7) Sukoharjo, (8) Klaten, (9) Jembrana, dan (10) Bengkalis. Kota: (1) Pekanbaru (2), Magelang, (3) Tebing Tinggi, (4) Para-pare, (5) Surakarta, (6) Semarang, (7) Salatiga, (8) Blitar, (9) Banjarmasin, dan (10) Tegal.

86 Peringkat Kinerja Daerah berdasarkan LPPD Tahun 2009
Provinsi: Sulawesi Utara (1), Sulawesi Selatan (2) dan (3) Jawa Tengah. Kabupaten: (1) Jombang, (2) Bojonegoro, (3) Sragen. Kota: (1) Surakarta, (2) Semarang, (3) Banjar- Jawa Barat,

87 Masalah-Masalah EKPPD
Data: Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) sbg sumber informasi EKPPD seringkali data yang tersedia tidak menunjukkan kinerja sesungguhnya (bahkan ada dokumen LPPD yang sama dengan tahun sebelumnya, Provinsi Jateng, Media Indonesia, April 2011). Metode evaluasi: Desk evaluation dan kunjungan lapangan. Bagaimana memasukkan hasil kunjungan lapangan terhadap hasil evaluasi? Apa hal ini tidak subyektif?

88 Masalah (lanjutan) Masalah metode evaluasi: tidak adanya kluster daerah, sehingga tidak adil bagi daerah-daerah yang minim sumber daya/resources. Follow up: tidak ada kejelasan tindak lanjut bagi daerah yang berada pada peringkat rendah.

89 Pemekaran Daerah

90 Perkembangan Daerah Otonom Hasil Pemekaran (DOHP) Setelah Berlakunya UU Nomor 22 Tahun Tentang Pemerintahan Daerah No. Tahun Prop Kab Kota ∑ Prov/Kab/ Kota DOHP Sebelum 1999 26 234 59 319 1. 1999 2 34 9 45 2. 2000 3 - 3. 2001 12 4. 2002 1 33 4 38 5. 2003 47 49 6. 2004 7. 2005 8. 2006 9. 2007 21 25 10. 2008 27 30 11. 2009 7 164 205 Total Pemda ( ) 398 93 524 Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan - KemenKeu

91 Implikasi Pemekaran terhadap
Keuangan Negara Terhadap DAU Berpengaruh terhadap fungsi pemerataan DAU dengan menurunnya alokasi riil DAU bagi daerah lain yang tersebar secara proporsional kepada seluruh daerah di Indonesia karena bertambahnya jumlah daerah; Terhadap DAK Meningkatnya beban APBN melalui alokasi DAK bidang prasarana pemerintahan guna mendukung kelancaran penyelenggaraan pemerintahan daerah pemekaran; Terhadap Alokasi Dana Vertikal Ke Daerah Bertambahnya alokasi dana vertikal ke daerah untuk mendanai urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah, seperti Kantor Kepolisian, Kantor Komando Angkatan Bersenjata, Kantor Agama, Pengadilan, Kejaksaan, Kantor-kantor Kemenkeu, Kantor Pertanahan Negara, Kantor Badan Pusat Statistik, dll.

92 Pengaruh Pemekaran terhadap DAU Kab. / Kota
(dalam milliar) Tahun DAU Kab/Kota (90% DAU Nasional) Kenaikan DAU (%) Jml Kab/Kota Penerima DAU Kenaikan Jumlah Daerah Penerima Rata-Rata Penerimaan DAU Kenaikan (Penurunan) Rata-2 DAU (%) 2001 54,311.22 - 336 161.64 2002 62,243.46 14.61 348 12 178.86 17.22 2003 69,280.11 11.31 370 22 187.24 8.38 2004 73,917.81 6.69 410 40 180.29 (6.96) 2005 79,888.86 8.08 434 24 184.08 3.79 2006 131,086.71 64.09 302.04 117.97 2007 148,308.66 13.14 341.73 39.68 2008 161,556.43 8.93 451 17 358.22 16.49 2009 167,772.69 3.85 477 26 351.71 (6.50) 2010 173,241.31 3.26 363.19 11.46 2011 ,54 17,17 491 14 413,40 50,21 Dari Tabel di atas terlihat bahwa pada tahun 2004, meskipun DAU Total naik cukup signifikan (6,7%), namun karena jumlah daerah yg mekar dan menerima DAU secara mandiri meningkat dalam jumlah banyak (40 Daerah), maka rata-rata DAU per Kab/Kota turun Demikian juga tahun 2009, dampak krisis financial menyebabkan kemampuan APBN untuk menaikkan total DAU tidak terlalu besar, namun jumlah daerah naik cukup besar sehinggaDAU rata-rata turun Sebaliknya, pada tahun 2006, DAU naik sangat signifikan dan tidak ada pemekaran, sehingga rata-rata DAU naik sangat tajam 92

93 GROWTH TOTAL DAU VS GROWTH RATA-RATA PENERIMAAN DAU PER DAERAH
Dari Grafik di atas terlihat bahwa rata-rata penerimaan DAU mengalami peningkatan yang cukup tajam sejak tahun 2001 hingga 2011 (naik 155% dalam 10 tahun  dari Rp161,6 miliar menjadi Rp413,4 miliar) Namun demikian, Total DAU nasional mengalami kenaikan yang jauh lebih besar dalam 10 tahun terakhir (naik 275%  dari Rp60,3 T menjadi Rp225,5 T) Growth peningkatan Total Alokasi DAU jauh lebih tinggi dibandingkan Growth peningkatan penerimaan rata-2 DAU per daerah.  Peningkatan jumlah daerah melebihi kecepatan peningkatan kemampuan APBN untuk mendanainya melalui DAU

94 Jml Kab/Kota Penerima DAU Rata-Rata Penerimaan DAU (harga konstan)
Pengaruh Pemekaran terhadap Rata-rata Penerimaan DAU Kab/Kota dg Harga Konstan Th 2000 (dalam milliar) Tahun DAU Nasional DAU Harga Konstan 2000 Jml Kab/Kota Penerima DAU Rata-Rata Penerimaan DAU (harga konstan) 2001 60,345.80 59,738.46 336 177.79 2002 69,159.40 61,844.01 348 177.71 2003 76,977.90 60,291.44 370 162.95 2004 82,130.90 59,075.96 410 144.09 2005 88,765.40 56,891.00 434 131.09 2006 145,651.90 73,808.75 170.07 2007 164,787.40 81,700.65 188.25 2008 179,507.15 75,444.46 451 167.28 Tabel diatas menunjukkan pengaruh pemekaran terhadap rata-rata penerimaan DAU dalam angka riil (menggunakan harga konstan tahun 2000) Dengan menggunakan harga konstan, ternyata terjadi penurunan penerimaan DAU secara riil, dimana pada tahun 2001 rata-rata per daerah menerima Rp177,8 miliar dan pada tahun 2008 turun menjadi Rp167,3 miliar DAU per Daerah akan meningkat secara riil apabila 1) Total DAU naik secara signifikan; dan 2) jumlah daerah tidak bertambah

95 Peningkatan Penerimaan DAU Kab/Kota
Perbandingan Daerah yg Mekar dan Tidak Mekar Daerah 2001 2011 Peningkatan DAU dlm 10 Tahun Total DAU Kab/Kota (miliar Rp) Jml Kab/Kota Bengkulu 527,15 4 3.044,16 10 477% Kalteng 881,09 6 5.536,94 14 528% Jateng 7.216,48 35 20.286,07 181% Yogyakarta 857,32 5 2.710,42 216% Terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara Daerah yang mekar dengan yang tidak mekar Bengkulu dan Kalteng adalah contoh daerah yang mekar cukup banyak dari th 2001 hingga 2011 (keduanya mekar hingga jumlah Kab/Kota lebih dari 2 kali lipat Jateng dan Jogjakarta adalah contonh daerah yang tidak melakukan pemekaran sama sekali Bengkulu dan Kalteng jumlah DAU-nya (total Kab/Kota – tidak termasuk Propinsi) naik sekitar 500% dalam 10 tahun terakhir Jateng dan Jogjakarta jumlah DAU-nya DAU-nya (total Kab/Kota – tidak termasuk Propinsi) hanya naik sekitar 200%

96 Dalam Kaitannya dg Perkembangan Jumlah Daerah
Penerimaan DAK : Dalam Kaitannya dg Perkembangan Jumlah Daerah RATA-2 DAK PER DAERAH (miliar Rp) Tahun Jumlah Penerima DAK Total DAK (Juta Rp) 2003 354 2,269,000 2004 2,838,500 2005 379 4,014,000 2006 435 11,569,800 2007 434 17,094,100 2008 451 21,202,141 2009 477 24,819,589 2010 491 21,133,382 2011 25,232,800 Berbeda dengan DAU, tren penerimaan DAK meningkat sangat tajam apabila dibandingkan antara tahun 2003 dg Tahun 2011, sehingga rata-rata penerimaan DAK juga naik sangat tajam Namun demikian, dalam 4 tahun terakhir, pada saat total alokasi DAK relatif tidak banyak berubah di kisaran Rp 20 T s/d Rp 25 T, maka dg meningkatnya jumlah daerah penerima DAK rata-2 penerimaan DAK stagnan di kisaran Rp 50 miliar, bahkan sempat turun pada tahun 2010

97 Grafik pengaruh pemekaran terhadap belanja pegawai pada instansi vertikal pemerintah pusat
Alokasi belanja pegawai pada instansi vertikal pada daerah otonom baru mengalami kenaikan setiap tahunnya, terakhir pada tahun 2010, yang mencapai Rp5,1 triliun.

98 Jumlah Pegawai dan Belanja Pegawai 2011
319 Daerah Lama 205 Daerah Baru Jumlah Pegawai Rasio B. Pegawai thd Total Belanja 48,3% 31,8% Rasio B. Brg Jasa thd Total Belanja 19,8% 20,6% Rasio B. Modal thd Total Belanja 19,9% 30,5% Tabel diatas menunjukkan perbandingan jumlah pegawai dan porsi belanja dari 319 daerah lama versus 205 daerah hasil pemekaran pada anggaran tahun 2011 Terlihat bahwa jumlah pegawai 205 Daerah baru relatif lebih sedikit. Porsi belanja operasional (pegawai + barang jasa) relatif lebih kecil pada daerah baru dan belanja modalnya lebih besar  hal ini terjadi, antara lain, karena daerah baru masih berkonsentrasi untuk membangun prasarana awal pemerintahan

99 Belanja Pegawai Total Belanja Rp. 27,324 (triliun)
% Belanja Pegawai terhadap Total Belanja 37,3% 45,6% % Belanja Brg Jasa terhadap Total Belanja 7,5% 19,9% Besaran belanja pegawai di Tahun 1998/1999 pada saat jumlah Daerah sebanyak 319 daerah adalah sebesar Rp10,2 T atau 37% dari total belanja Pada tahun 2011, pada saat jumlah Daerah mencapai 524 daerah, maka total belanja pegawai mencapai Rp228 T atau 46% dari total belanja Apabila digabung dengan belanja barang jasa, maka terlihat bahwa porsi belanja operasional meningkat sangat tajam (dari 44,8% di tahuan 1998/1999 menjadi 65,5% di tahun 2011)

100 PRINSIP ”Money Follow Function”
Pembiayaan Daerah Persiapan dari Perspektif Keuangan Negara PRINSIP ”Money Follow Function” Pendanaan atas fungsi-fungsi pemerintahan dilakukan berdasarkan pembagian urusan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pusat Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari didanai dari A P B N A P B D Termasuk kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan

101 PRINSIP PENGATURAN WEWENANG DAN PENUGASAN WEWENANG PEMERINTAH PUSAT
Kewenangan Pusat DILAKSANAKAN INSTANSI PUSAT ATAU INSTANSI VERTIKAL DI DAERAH Desentralisasi DISERAHKAN KEPADA DAERAH UU 32 Th 2004 WEWENANG PEMERINTAH PUSAT Dekonsentrasi DILIMPAHKAN KEPADA GUBERNUR SELAKU WAKIL PEMERINTAH PUSAT Tugas Pembantuan DITUGASKAN KEPADA DAERAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA

102 Konsekuensi Penerapan Grand Design Penataan Daerah Bagi Keuangan Negara
Dengan jumlah absolut daerah yang terkontrol, maka beban tambahan keuangan negara dapat lebih diprediksi Pengaruh “pemekaran” terhadap pembagian kue nasional dapat diperkirakan dalam jangka menengah sehingga dapat didesain kebijakan keuangan yg mampu meminimalisir dampak ke daerah lain Adanya kemungkinan “merger” daerah akan menimbulkan efisiensi pengelolaan keuangan negara maupun daerah

103 TERCIPTANYA KEPEMERINTA- OLEH PARTISIPASI MASYARA-
PERUBAHAN SENTRALISASI KE DESENTRALISASI REFORMASI BIROKRASI DAERAH GOOD LOCAL GOVERNANCE OTONOMI DAERAH PENATAAN KELEMBAGAAN PENATAAN SDM PENATAAN TATA LAKSANA PENINGKATAN AKUNTA- BILITAS TERCIPTANYA KEPEMERINTA- HAN DI DAERAH YG BAIK, DI PRAKARSAI BIROKRASI YANG HANDAL SERTA DIDUKUNG OLEH PARTISIPASI MASYARA- KAT DAN SWASTA PEMBERDAYAAN DAERAH DEMOKRATISASI PENDEKATAN PELAYANAN C:yulian3\reformaasi kelembagaan.ppt

104 Dr. Adi Suryanto Kepala Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah
LAN-RI, Jalan Veteran 10 Jakarta Indonesia Telepon: ; (021) ext: 167 Fax: (021) Rumah: Grand Wisata CC.08/03 Lemonade Garden, Bekasi adisuryanto69.blogspot.com ADI SURYANTO dilahirkan pada tanggal 8 Desember 1969 , di Kebumen, Jawa Tengah, Indonesia. Posisi yang diemban saat ini adalah sebagai Kepala Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah-LAN. Di samping itu saat ini Adi Suryanto masih aktif sebagai dosen di program Magister STIA-LAN. Gelar Doktor di bidang ilmu politik diperoleh pada tahun 2008 dari Universitas Indonesia. Adapun gelar Master di bidang Administrasi dan Kebijakan Publik diraihnya pada tahun 2000 di Universitas Indonesia. Sarjana S1 di bidang Ilmu Pemerintahan ditamatkan di Universitas Diponegoro pada tahun 1993. Pengalaman professional dalam berbagai aspek penyelenggaraan Negara dan kebijakan mulai dari bidang pendidikan dan pelatihan aparatur, fasilitasi, kajian dan pengembangan, perkonsultansian, studi kebijakan, perencanaan pemerintahan, manajemen kinerja, dan sebagainya. Pengalaman Organisasi sebagai aktivis kampus. Pernah aktif di HMI Cabang Semarang, Ketua Umum Senat Mahasiswa UNDIP , Ketua Umum Merpati Putih Kolat UNDIP, Ketua BPM FISIP UNDIP

105 Terima Kasih Q & A


Download ppt "LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google