Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

POLITIK PERTANIAN DALAM SISTEM EKONOMI ISLAM

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "POLITIK PERTANIAN DALAM SISTEM EKONOMI ISLAM"— Transcript presentasi:

1 POLITIK PERTANIAN DALAM SISTEM EKONOMI ISLAM
WIWIT RAHAYU, SP MP

2 PENGERTIAN Politik pertanian adalah pengaturan/penerapan berbagai kebijakan di bidang pertanian yang ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di bidang pertanian Bidang pertanian terkait dengan bidang/sumber ekonomi yang lain: industri, perdagangan, dan jasa Mencakup pengaturan di bidang produksi, pengolahan hasil, perdagangan pertanian

3 Kebijakan di bidang produksi
Peningkatan produksi untuk menjamin ketersediaan pangan Program Intensifikasi:penggunaan sarana produksi yang baik seperti bibit unggul, obat-obatan, teknologi, bantuan modal Ekstensifikasi:peningkatan produksi pertanian dengan perluasan lahan

4 Strategi peningkatan produksi pertanian diarahkan pada :
Meningkatkan produksi bahan makanan, karena bahan makanan merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Meningkatkan produksi bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat pakaian seperti kapas, wool, pohon rami dan sutra. Meningkatkan komoditi-komoditi yang memiliki potensi pasar luar negeri yang menguntungkan. 

5 Program ekstensifikasi
Program ekstensifikasi dilaksanakan melalui hukum-hukum yang terkait dengan pertanahan. Negara mendorong rakyat untuk menghidupkan tanah mati Negara memberikan tanah secara cuma-cuma kepada orang yang mampu dan mau bertani tetapi tidak memiliki lahan Negara memaksa orang yang memiliki lahan untuk mengolahnya kalau selama 3 tahun ditelantarkan maka akan diberikan kepada orang yang mau mengolahnya Larangan menyewakan lahan pertanian

6 Kebijakan Pertanahan Menurut Islam
Sistem ekonomi Islam mengakui tanah termasuk dalam kategori kepemilikan individu apabila tidak ada unsur-unsur yang menghalanginya seperti terdapat kandungan bahan tambang atau dikuasai oleh negara. Ketika kepemilikan ini dianggap sah secara syariah, maka pemilik tanah memiliki hak untuk mengelolanya maupun memindahtangankan secara waris, jual beli dan pembelian. Sistem ekonomi Islam juga telah menetapkan mekanisme lainnya dalam penguasaan tanah secara khusus yaitu menghidupkan tanah mati dan pemberian oleh negara.

7 Menghidupkan Tanah Mati
Menghidupkan tanah mati (ihya’ul mawat) artinya mengelola atau menjadikan tanah mati agar siap ditanami. Yang dimaksud tanah mati adalah tanah yang tidak tampak dimiliki oleh seseorang, dan tidak terdapat tanda-tanda apa pun, seperti pagar, tanaman, pengelolaan, ataupun yang lain. Hak kepemilikan ini ditetapkan berdasarkan beberapa hadits Rasulullah saw. “Siapa saja yang telah mengelola sebidang tanah, yang bukan menjadi hak orang lain, maka dialah yang lebih berhak.” (HR. Imam Bukhari dari Aisyah) “Siapa saja yang telah memagari sebidang tanah dengan pagar, maka tanah itu adalah miliknya.” (HR. Abu Daud) “Siapa saja yang telah menghidupkan sebidang tanah mati, maka tanah itu adalah hak miliknya.” (HR. Imam Bukhari)

8 Pemberian Negara Pemberian negara (iqtha’) adalah memberikan tanah yang sudah dikelola dan siap untuk langsung ditanami, atau tanah yang nampak sebelumnya telah dimiliki oleh seseorang. Dengan kata lain, mekanisme ini hanya berlaku pada tanah yang tidak mati. Pemberian tanah oleh negara juga disertai dengan penganugerahan hak kepemilikan secara utuh. Baidhuri melaporkan bahwa pemberian Rasulullah kepada Bilal ibn al-Harits oleh Rasulullah telah dijual oleh ahli warisnya kepada Umar.

9 Pengelolaan Lahan Pertanian
Keharusan mengelola lahan, tidak boleh menelantarkan Rasulullah saw. bersabda: “Siapa yang mempunyai sebidang tanah, hendaknya dia menanaminya, atau hendaknya diberikan kepada saudaranya. Apabila dia mengabaikannya, maka hendaknya tanahnya diambil” (HR. Imam Bukhari) “Umar mengatakan: ‘Siapa saja yang mengabaikan tanah selama tiga tahun, yang tidak dia kelola, lalu ada orang lain mengelolanya, maka tanah tersebut adalah miliknya.”

10 Syariah telah menjadikan pemilikan tanah pertanian dengan cara dikelola. Semuanya ini adalah agar tanah tersebut selalu ditanami dan dikelola secara optimal. seorang pemilik tanah boleh menanami tanahnya dengan alatnya, benih, hewan dan pekerja-pekerjanya. Dia juga boleh mempekerjakan para pekerja untuk menanaminya. Apabila dia tidak mampu untuk mengusahakannya, maka dia akan dibantu oleh negara. apabila tanah tidak ditanami oleh pemiliknya, maka tanah tersebut akan diberikan kepada orang lain sebagai pemberian cuma-cuma, tanpa kompensasi apa pun, lalu dia menggarapnya. Apabila pemiliknya tidak menggarapnya dan tetap menguasainya, maka dibiarkan selama tiga tahun. Apabila tanah tersebut dibiarkan – tanpa dikelola - selama tiga tahun, maka negara akan mengambil tanah tersebut dari pemiliknya dan diberikan kepada yang lain.

11 2. Larangan menyewakan tanah
Di dalam Shahih Muslim disebutkan: “Rasulullah saw. melarang pengambilan sewa atau bagian atas tanah” Diriwayatkan, “Rasulullah saw. melarang menyewakan tanah. Kami bertanya: Wahai Rasulullah, kalau begitu kami akan menyewakannya dengan bibit. Beliau menjawab: ‘Jangan. ‘Bertanya (sahabat): ‘Kami akan menyewakannya dengan jerami. Beliau menjawab: “Jangan.” Bertanya (sahabat): ‘Kami akan menyewakannya dengan sesuatu yang ada di atas rabi. Beliau menjawab: “Jangan. Kamu tanami atau kamu berikan tanah itu kepada saudaramu.” (HR. Imam Nasa’i)

12 Dalam hadits shahih dinyatakan : “Bahwa beliau (Nabi) melarang pengambilan sewa dan bagian atas suatu tanah, serta menyewakan dengan sepertiga ataupun seperempat.” Imam Abu Daud meriwayatkan dari Rafi’ bin Khudaij, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja yang mempunyai tanah, hendaknya menanami tanahnya, atau hendaknya (diberikan agar) ditanami oleh saudaranya. Dan janganlah menyewakannya dengan sepertiga, seperempat, maupun dengan makanan yang sepadan.” Larangan penyewaan lahan pertanian secara ekonomi dapat dipahami sebagai upaya agar lahan pertanian dapat berfungsi secara optimal.

13 Kebijakan di Sektor Industri Pertanian
Negara hanya akan mendorong berkembangnya sektor riil saja Mengatur jenis komoditi dan sektor industri apa saja yang boleh atau tidak boleh dibuat Menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung tumbuhnya industri pertanian secara memadai (bahan baku, transportasi, teknologi, pasar) Menyediakan lembaga-lembaga pendukung lainnya (lembaga penyuluhan pertanian, lembaga keuangan)

14 Kebijakan di Sektor Perdagangan Hasil Pertanian
negara melakukan berbagai kebijakan yang dapat menjamin terciptanya mekanisme pasar secara transparan, tidak ada manipulasi, tidak ada intervensi yang dapat menyebabkan distorsi ekonomi serta tidak ada penimbunan yang dapat menyebabkan kesusahan bagi masyarakat

15 Kebijakan yang ditempuh:
Pertama : Negara menyediakan berbagai prasarana jalan, pasar dan sarana transportasi yang dapat mengangkut hasil pertanian dan hasil industri pertanian secara cepat dan dengan harga murah.  Kedua : Negara harus menjamin agar mekanisme harga komoditi pertanian dan harga komoditi hasil industri pertanian dapat berjalan secara transparan dan tanpa ada manipulasi.

16 Telah diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa :
“Rasulullah saw telah melarang melakukan penghadangan terhadap para pedagang” (HR. Bukhari-Muslim) Juga diriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda : “Janganlah kalian hadang kafilah-kafilah (orang-orang yang berkendaraan) dan janganlah orang yang hadir (orang di kota) menjualkan barang milik orang desa.” (HR Bukhari-Muslim) Larangan Rasulullah saw terhadap aktivitas ini, agar harga yang berlaku benar-benar transparan dan tidak ada yang memanfaatkan ketidaktahuan satu pihak –baik penjual maupun pembeli—. Dengan demikian harga yang berlaku adalah harga pasar yang sebenarnya.

17 Ketiga : Pemerintah harus membuat kebijakan yang dapat menjamin terciptanya harga yang wajar berdasarkan mekanisme pasar yang berlaku.Mekanisme pasar yang berjalan normal, perekonomian akan berjalan dengan sebaik-baiknya. secara preventif negara menjaga agar mekanisme pasar dapat berjalan. Negara juga akan mengawasi mekanisme penawaran dan permintaan untuk mencapai tingkat harga yang didasari rasa keridlaan. Islam melarang negara mempergunakan otoritasnya untuk menetapkan harga baik harga maksimum maupun harga dasar. Terdapat riwayat tentang hal ini.

18 “Suatu ketika orang-orang berseru kepada Rasulullah saw
“Suatu ketika orang-orang berseru kepada Rasulullah saw. menyangkut penetapan harga, “Wahai Rasulullah saw. harga-harga naik, tentukanlah harga untuk kami.” Rasulullah lalu menjawab : “Allahlah yang sesungguhnya Penentu harga, Penahan, Pembentang dan Pemberi rizki. Aku berharap agar bertemu kepada Allah tidak ada seorangpun yang meminta kepadaku tentang adanya kezaliman dalam urusan darah dan harta.” (HR. Ashabus Sunan). Negara boleh melakukan operasi pasar agar pasar berjalan normal

19 Keempat : Pemerintah harus dapat mencegah terjadinya berbagai penipuan yang sering terjadi dalam perdagangan baik penipuan yang dilakukan oleh penjual maupun yang dilakukan oleh pembeli. Penipuan dilakukan oleh penjual dengan jalan mereka menyembunyikan cacat barang dagangan dari pembeli. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda : “Tidak halal bagi seseorang yang menjual sesuatu, melainkan hendaklah dia menerangkan (cacat) yang ada pada barang tersebut.” (HR. Ahmad) Sedangkan penipuan yang dilakukan oleh pembeli adalah dengan jalan memanipulasi alat pembayarannya (baik berupa uang maupun barang).

20 Kelima : Pemerintah harus mencegah berbagai tindakan penimbunan produk-produk pertanian dan kebutuhan pokok lainnya. Penimbun adalah orang yang mengumpulkan barang-barang dengan menunggu waktu naiknya harga barang-barang tersebut, sehingga dia bisa menjualnya dengan harga yang tinggi, sementara masyarakat mengalami kesulitan untuk menjangkau harganya.  Dalam hal ini rasulullah saw bersabda : “Tidak akan menimbun (barang) kecuali orang yang berdosa” (HR. Muslim) “Sejelek-jelek manusia adalah orang yang suka menimbun, jika mendengar harga murah dia merasa kecewa, dan jika mendengar harga naik dia merasa gembira.” (HR. Ibnu Majah dan Hakim)

21 Keenam : Pemerintah harus dapat mencegah perselisihan yang terjadi akibat tindakan-tindakan spekulasi dalam perdagangan. Banyak sekali jenis-jenis spekulasi yang mengandung kesamaran yang dilarang oleh Islam, sebagaimana dinyatakan dalam berbagai hadits. Anas meriwayatkan bahwa, “Rasulullah saw. telah melarang muhaqalah, mukhadarah, mulamasah, munabazah dan muzabanah. (HR. Bukhari)

22 Sistem muhaqalah merupakan panjualan komoditas pertanian yang belum dipanen untuk memperoleh hasil panen yang kering. Penjualan secara munabazah berarti seseorang menawarkan barang yang dia miliki kepada orang lain dan penjualan tersebut dianggap sah meskipun orang tersebut tidak memegang atau melihat barang tersebut. Hal ini berarti penjual langsung melemparkan barang kepada pembeli tanpa memberi kesempatan kepada pembeli untuk memeriksa barang dan harganya.

23 Penjualan secara mulamasah artinya seseorang menjual sebuah barang dengan boleh memegang tapi tanpa perlu membuka atau memeriksanya. kedua bentuk perdagangan seperti ini dilarang oleh Rasulullah saw. karena keduanya tidak memberi kesempatan pembeli memeriksa atau melihat barang yang dibelinya dan dapat dengan mudah ditipu atau dikelabui. Dalam bentuk penjualan muzabanah, buah-buahan ketika masih di atas pohon sudah ditaksir dan dijual sebagai alat penukar untuk memperoleh kurma dan anggur kering. Secara sederhana dapat dikatakan sebagai menjual buah-buahan segar untuk memperoleh buah-buahan kering.


Download ppt "POLITIK PERTANIAN DALAM SISTEM EKONOMI ISLAM"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google