Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

TERATOLOGI EKSPERIMENTAL

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "TERATOLOGI EKSPERIMENTAL"— Transcript presentasi:

1 TERATOLOGI EKSPERIMENTAL
Win Darmanto, Ph.D.

2 TERATOLOGI EKSPERIMENTAL adalah suatu metode penelitian atau mempelajari mempelajari sifat teratogen suatu zat dengan menggunakan hewan coba. Teratogen adalah suatu zat yang dapat menimbulkan kelainan pada janin apabila induk yang sedang hamil terdedah oleh zat tersebut.

3 Bebeparap hal yang harus diperhatikan dalam teratologi eksperimental adalah :
Zat yang akan diuji Hewan coba Penentuan waktu pemberian zat Penentuan besarnya konsentrasi atau dosis Penentuan jalur administrasi Manajemen hewan coba pasca perlakuan Pengamatan

4 Penentuan Zat Misal adanya phenomena pada masyarakat disekitar aliran sungai yang memanfaatkan air sungai tersebut untuk keperluan sehari-hari. Berdasarkan pengamatan dijumpai banyak anak mengalami kelainan anggota, dan banyak wanita yang mengalami keguguran. Selain itu juga diketahui dihulu sungai terdapat beberapa pabrik. Dengan pemikiran ilmiah kita dapat melakukan screening untuk menentukan zat apakah yang dpat menyebabkan terjadinya kelainan anggota pda anak-anak di desa tersebut.

5 Senyawa Teratogen bersifat :
Embriotoksik adalah zat yang bersifat toksik pada perkembangan embrio. Beberapa contoh yang bersifat embriotoksik adalah nikotin, 2-Methoxyethanol, MAA, Chromium Chloride. Antimitotic, umumnya digunakan sebagai pengobatan kanker, menghambat pembelahan sel-sel kanker. Sehingga dapat menyebabkan terjadinya hambatan pertumbuhan dan perkembangan.

6 Sitotoksik Zat yang dapat menyebabkan kematian sel, akan mampu menyebabkan terjadinya kelainan pada embrio.

7 Hewan coba Hewan coba umumnya dipilih yang mempunyai kekerabatan erat dengan primata, khusunya dengan manusia. Hal ini karena dapat menggambarkan perilaku yang sama apabila zat tersebut masuk ke dalam tubuh wanita hamil. Pertimbangan lain adalah masa kebuntingan. Sebaiknya memilih hewan coba yang masa kebuntingannya tidak panjang, sehingga hasil penelitian dapat dengan cepat diketahui.

8 Jenis hewan yang banyak digunakan adalah mencit (Mus musculus), Tikus (Ratus sp).
Untuk mendapatkan hewan coba yang baik dan memenuhi syarat untuk digunakan sebagai sampel percobaan, maka faktor pemeliharaan dan cara mengawinkan sangat penting untuk diperhatikan. Berikut ini adalah teknik pemeliharaan mencit sebagai hewan coba

9 Teknik pemeliharaan mencit
Mencit adalah salah satu hewan yang sering digunakan sebagai hewan coba pada penelitian reproduksi dan teratologi. Alasan pemilihan mencit adalah mudah di peroleh, harganya yang relatif murah, siklus reproduksinya singkat, masa reproduksi mencit cukup panjang berkisar antara 2 sampai 14 bulan. Diantara rentang waktu reproduksi mampu melahirkan rata-rata 10 kali dengan menghasilkan jumlah fetus 100 ekor. Pemeliharaan relatif mudah .

10 Memilih Mencit Mencit harus sehat, ditandai dengan bulu halus (tidak berdiri), gerakannya cukup lincah dan tidak menunjukkan cacat fisik. Untuk penelitian bidang reproduksi dan teratologi mencit harus siap untuk kawin. Umur berkisar delapan minggu dengan berat badan mencit berkisar antara gram.

11 Strain Mencit Strain mencit meliputi: (a) Swiss Webster, (b) A/Jak, (c) SLC/ICR, (d) ICR, (e) A, (f) Balb C, (g) Strain bebas patogen.

12 Pemeliharaan Rumah Hewan Yang perlu diperhatikan : Kelembapan, Suhu,
Periodisitas sinar (12 jam terang dan 12 jam gelap). Kondisi ini dapat dibalik berlawanan dengan kondisi alami. Ventilator (mampu mengatur kelembapan dan temp)

13 Bak tempat perawatan : harus diberi alas (sekam, serbuk gergaji kayu)
Alat minum: dari pipa kaca dan botol, sehinga tidak tercemar kotoran. Tutup kasa, sekaligus sebagai tempat makanan. Mencit jantan dan betina dipisahkan, agar tidak kawin. Mencit jantan, dapat dikumpulkan sesamanya apabila mulai dari saat menyusui, jika mulai dari dewasa akan berkelahi. Jumlah mencit per kandang disesuaikan dengan ukuran bak.

14 Makanan dan Minuman Pakan berupa pelet dan air minum diberikan secara ad libitum (berlimpah). Jenis pakan berupa Par G, pakan ayam 521 maupun buatan sendiri (protein, KH dan lemak seimbang). Pakan harus dikontrol tidak boleh kekurangan maupun terlalu lama, akan menyebabkan berjamur.

15 Penanganan Mencit Untuk memegang mencit sebaiknya tanpa menggunakan sarung tangan, mencit perlu dibelai terlebih dahulu. Untuk mengeluarkan dari kandang atau menangkap harus memegang ekornya. Memegang dengan penuh keyakinan dan tanpa keraguan akan menyebabkan mencit merasa bahwa tindakan tersebut bukanlah ancaman baginya, sehingga mencit tidak akan mengigit.

16 Memegang mencit dengan tangan kiri, sedemikian rupa sehingga mencit beada dalam genggaman dan tidak dapat bergerak. Untuk itu, maka mencit harus ditempatkan pada tempat yang cukup kasar/kasa untuk dapat berpegangan, sehingga kita dapat memegang bagian kulit tengkuknya, sementara tangan kanan tetap memegang ekor.

17 Mengawinkan Mencit Siklus estrus
Mencit betina bersedia dikawini hanya pada masa estrus. Di luar masa estrus mencit betina menolak. Oleh karena itu sangat perlu sekali untuk mengetahui tanda-tanda masa estrus.

18 Siklus estrus mencit meliputi empat fase yang terdiri:
Proestrus, Estrus, Metestrus, Diestrus. Keempat fase siklus estrus memerlukan waktu sekitar 4 sampai 5 hari.

19 Untuk mengetahui masa estrus mencit betina dapat dilakukan dengan pengamatan visual bentuk luar vagina /vulva atau mengamati hapusan vagina di bawah mikroskop. Masa estrus, maka vulva akan tampak kemerah-merahan dan sedikit terbuka, sedangkan dengan hapusan vagina akan tampak dominansi sel-sel yang mengalami kornifikasi.

20 Tahapan untuk membuat hapusan vagina adalah :
Dengan cotton bud basah usapkan pada bagian dalam dinding vagina Usapkan pada gelas obyek selanjutnya difiksasi dengan methanol Setelah kering angin warnai dengan methylen blue yang dilarutkan dengan methanol Selanjutnya cuci dengan air mengalir Keringanginkan kemudian amati di bawah mikroskop.

21 Untuk memperbesar keberhasilan perkawinan atau memperbanyak ovulasi dapat dilakukan induksi ovulasi (super ovulasi) pada mencit betina. Zat yang biasanya digunakan untuk menginduksi ovulasi: PMSG (Pregnant Mare Serum Gonadotropin) dan HCG (Human Chorionic Gonadotropin). Besarnya dosis yang diberikan adalah 0,5 IU dengan volume penyuntikan 0,5 ml setiap ekor.

22 Kawin Mencit betina masa estrus disatukan dalam satu kandang dengan mencit jantan pada sore hari sekitar pukul 17.00, Karena ovulasi dirangsang oleh neuroendokrin akibat kegelapan. Keesokan harinya diamati adanya sumbat vagina, dianggap telah terjadi kopulasi, dan sebagai hari nol kebuntingan. Selanjutnya dipisahkan dengan pejantan.

23 Sebelum dikumpulkan dalam satu kandang mencit betina diberikan petanda khusus dengan bahan pewarna yang tidak hilang (asam pikrat dengan warna kuning). Atau dengan membuat lubang pada daun telinga. Data setiap individu disertakan pada setiap kandang dengan cara mencatatkan pada kartu yang digantungkan pada kandang.

24 Untuk memastikan terjadinya kebuntingan, mencit betina dilakukan penimbangan berat badan secara periodik pada umur kebuntingan 3, 6 dan 9 hari. Apabila terdapat penambahan berat badan yang sangat mencolok , maka dapat dipastikan bahwa mencit tersebut sedang bunting.

25 Mencit jantan yang digunakan untuk mengawinkan harus tetap berada pada kandang yang terpisah, karena mengumpulkan mencit jantan yang telah bertemu dengan mencit betina akan menyebabkan terjadinya perkelahian sampai mati antara mencit jantan yang satu dan yang lainnya.

26 Panjang umur kebuntingan mencit adalah 19 hari.
Untuk penelitian teratologi, induk mencit dibedah pada umur kebuntingan (UK) 18 hari (sehari sebelum melahirkan). Jumlah fetus normal berkisar ekor, sedangkan akibat induksi ovulasi bisa bertambah banyak.

27 Waktu Pemberian zat Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan terhadap pengujian zat teratogenik, perlu memperhatikan waktu pemberiannya. Ada dua jenis waktu pemberian yaitu: (a) pemberian zat sebelum implantasi, (b) pemberian zat teratogenik setelah implantasi.

28 Pemberian sebelum implantasi bertujuan untuk melihat pengaruh suatu zat terhadap perkembangan embrio preimplantasi. Zat yang bersifat sitostatik atau embriotoksik dapat menyebabkan kematian atau hambatan pada perkembangan embrio. Pemberian zat setelah implantasi bertujuan untuk melihat pengaruh zat pada perkembangan fetus, terutama pada masa organogenesis.

29 Untuk pemberian zat teratogenik setelah masa implantasi perlu memperhatikan masa kritis suatu organogenesis. Suatu zat yang bersifat teratogenik akan menyebabkan kelainan pada fetus apabila diberikan pada masa kritis.

30 Masa kritis adalah suatu waktu sepanjang masa kebuntingan induk yang dapat menyebabkan terjadi kelainan pada fetus yang dikandungnya apabila terdedah oleh zat teratogenik. Masa kritis induk biasanya berada pada masa organogenesis. Pada masa pembentukan organ ini terjadi aktifitas metabolisme berupa pembelahan maupun kematian sel sel dalam rangka pembentukan organ.

31 Proses pembelahan yang terhambat akan mengakibatkan terjadinya hambatan pada pembentukan organ.
Pemberian zat di luar masa organogenesis tidak menyebabkan terjadinya kelainan pada fetus, sekalipun zat yang diberikan bersifat teratogenik.

32 Pola Hipotesis Susseptibilitas Organ Embrionik Terhadap Bahan Teratogenik.
40 50 30 10 20 8 9 11 15 14 13 12 16 % Malformated / + Implantation Sites Eye Brain Palate Urogenital Heart and Axial Skeleton Aortic Arches Days of Gestation in the Rat

33 Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya kelainan pada fetus akibat zat teratogenik :
Suseptibilitas spesies Zat teratogen dapat menyebabkan kelainan pada spesies hewan tertentu, tetapi tidak munculnya kelainan pada spesies yang lain.

34 Perbedaan suseptibilitas ini memanifestaikan beberapa hal :
(1) Zat bersifat teratogen pada satu spesies tetapi pada hewan lain sedikit ataupun tidak sama sekali, (2) Zat teratogen dapat menyebabkan munculnya jenis kelainan yang sama tetapi dalam frekuensi yang berbeda (3) Zat teratogenik menyebabkan jenis kelainan yang berbeda antara satu spesies dengan spesies yang lain.

35 Perbedaan suseptibilitas spesies terhadap bahan teratogenik ini disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan misalnya nutrisi, temperatur dan musim. Susceptibilitas karena tahap perkembangan Perbedaan susceptibilitas karena perbedaan masa kritis perkembangan. Antara satu spesies dengan spesies yang lain mempunyai perbedaan masa organo genesis, sehingga pemberian suatu zat teratogenik pada suatu spesies dapat menyebabkan terjadinya kelainan, sedang pada spesies lain tidak karena bukan pada masa organogenesis.

36 Perbedaan dosis Dosis zat yang bersifat teratogenik juga berbeda antara satu spesies dengan spesies yang lain. Masing-masing spesies memilki kekhasan dalam tingkat dosis zat. Rentang dosis teratogenik suatu zat pada suatu spesies sangat berbeda-beda. Oleh karena itu perlu percobaan pendahuluan penentukan LD50 .

37 Dosis (Konsentrasi) Zat
Besarnya dosis sangat menentukan terjadinya kelainan. Dosis adalah kadar zat yang diberikan dalam satuan berat badan. Konsentrasi adalah kadar zat yang terlarut pada suatu larutan yang diberikan pada hewan coba. Untuk menentukan dosis yang diberikan perlu diperhitungkan besarnya LD50.

38 Besarnya LD50 suatu zat berbeda antara satu spesies dengan spesies yang lain, sebagai akibat perbedaan faktor genetis organisme tersebut. Cara penghitungan LD50 dapat menggunakan Analisis Probit maupun dengan menggunakan regresi linier. Besaran dosis dipakai apabila diberikan pada hewan coba akan menyebabkan toksisitas namun tidak menimbulkan kematian.

39 Besaran dosis tersebut adalah MTD (maximum Tolerable Dosage).
Besarnya dosis teratogenik adalah sedikit dibawah MTD. Jalur Administrasi Adalah jalur pemberian zat pada hewan coba.

40 Faktor yang menyebabkan perbedaan respon hewan coba terhadap jalur pemberian ini adalah karena perbedaan sifat fisika kimia zat tersebut. Pertimbangan lain adalah karena menghindari faktor barier membran di dalam tubuh. Jalur yang biasa digunakan untuk memberikan zat adalah sebagai berikut : Jalur perkutan : masuk ke dalam kulit zat .

41 Contoh zat yang mudah masuk melalui kulit adalah fenol dan derivat fenol, hormon estrogen, progesteron, testosteron dan desoksikortikosteron, vitamin D dan vitamin K, berbagai basa organik seperti strikhinina dan nikotina. Faktor-faktor yang berperan pada efektifitas jalur perkutan adalah polaritas zat, pH, tingkat ionisasi, berat molekul dan keterlarutan zat dalam air dan lemak.

42 Jalur inhalasi Sangat efektif masuk ke dalam tubuh, karena setiap organisme melakukan inspirasi. Syarat mutlak adalah zat harus dalam bentuk gas. Jalur oral Paling lazim untuk masuknya zat. Zat teratogenik harus diserap oleh permukaan mukosa saluran cerna.

43 Adua cara yaitu melalui pipa lambung (gavage/dipaksa) atau melalui pencampuran bahan makanan.
Faktor yang berpengaruh pada jalur ini adalah pH. Kadar pH lambung. Toksisitas suatu zat akan berubah bila diberikan secara oral. Hal ini disebabkan terjadinya pencampuran zat dengan bahan makanan.

44 Jalur Parenteral Jalur parenteral adalah pemasukan zat ke dalam tubuh dengan spuit melalui jarum yang berlubang pada tempat tertentu pada bagian tubuh hewan. Jalur parenteral ini meliputi : Penyuntikan ke dalam kulit (intradermal) , Penyuntikan di bawah kulit (sub kutan), Di dalam otot (intramuskular), Ke dalam darah vena (intravena), ke dalam cairan spinal (intratekal), ke dalam darah arteri (intraarterial), ke dalam tumor atau kedalam cairan dada (intrapleural), ke dalam cairan abdomen (intraperitoneal).

45 Manajemen pasca Perlakuan
Pengelolaan hewan coba setelah masa perlakuan merupakan faktor penting, karena dapat mempengaruhi hasil pengamatan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan: Petanda (labeling) Untuk mengenali individu baik kontrol maupun perlakuan. Penanda dengan asam pikrat atau dengan melubang daun telinga

46 Pemantauan Perkembangan kebuntingan harus dipantau melalui berat badan. Kebuntingan akan menunjukkan penambahan berat badan yang berarti. Bila tidak menunjukkan pertambahan berat badan, dicurigai terjadi kematian intrauterus setelah diberikan obat.

47 Umur kebuntingan Umur kebuntingan hewan diperlukan untuk mengetahui saat pembedahan. Induk mencit yang diberikan perlakuan dengan zat teratogenik tidak dibiarkan melahirkan sendiri. Karena terdapat kecenderungan pada induk mencit untuk memangsa fetus yang lahir cacat. Apabila hal ini terjadi maka kita akan kehilangan data.

48 Pengamatan Pada mencit pembedahan dilakukan pada umur kebuntingan 18 hari. Pengamatan pada penelitian preimplantasi dilakukan dengan melakukan flushing uterus UK 3 hari. Mencit yang telah dibedah kemudian diambil uterusnya dan dilakukan penggelontoran pada uterusnya dengan menggunakan garam fisiologis (NaCl 0,9 %).

49 Tujuan flushing adalah untuk mendapatkan embrio preimplantasi yang berada di dalam uterus.
Sedang embrio tahap satu sel, diflushing pada bagian tuba fallopi. Sedangkan embrio pasca implantasi diperoleh dengan jalan mengeluarkannya dari uterus.

50 Berikut ini adalah tahap-tahap pengamatan yang harus dilalui :
Mematikan mencit: Ada beberapa macam cara : anestesi dengan eter dislokasi servik

51 Pembedahan. Hal-hal yang diamati Ovarium:
Dilakukan penghitungan jumlah korpus luteum. Jumlah korpus luteum menggambarkan jumlah ovum yang diovulasikan. Dengan mengetahui jumlah sel telur yang diovulasikan kita dapat mengetahui jumlah embrio preimplantasi yang hilang.

52 Yang diamati : Jumlah corpus luteum Jumlah implantasi Jumlah bagian yang mengalami resorpsi Lokasi dalam uterus Jumlah dan posisi fetus yang hidup maupun yang mati Jenis kelamin fetus Berat dan kondisi fetus Kondisi umum dari viscera induk yang lain

53

54

55 Persen kehilangan Pra implantasi dihitung dengan rumus
Jumlah korpus luteum – jumlah implantasi X 100 % Jumlah korpus luteum Jumlah implantasi dapat digunakan untuk menghitung daya fertilitas mencit. Jumlah implantasi X 100%

56 Perhitungan korpus luteum dilakukan dengan cara :
ovarium merendam dalam garam fisiologis kemudian dihitung dengan menggunakan mikroskop bedah, pada selang waktu maksimum 2 jam setelah pembedahan Pada pengamatan korpus luteum berbentuk tonjolan yang berwarna kemerah-merahan. Jumlah implantasi diamati dengan jalan menghitung jumlah plasenta dan sisa resorpsi.

57 Jumlah fetus hidup Fetus hidup ditandai dengan adanya gerakan fetus apabila dilakukan stimulasi berupa sentuhan. Persentase fetus hidup : Jumlah fetus hidup X 100% Jumlah implantasi

58 Persen kematian pascaimplantasi :
Jumlah implantasi – jumlah fetus hidup X 100% Jumlah implantasi Jumlah fetus mati Jumlah fetus mati X 100%

59 Embrio resorbsi Embrio resorbsi adalah embrio mati yang telah diresorbsi kembali. Biasanya berupa sisa implantasi (implantation site) dengan warna kehitaman. Persentase resorbsi dengan menggunakan rumus : Jumlah embrio resorbsi X 100% Jumlah implantasi

60 Rata-rata berat badan fetus.
Jumlah berat badan fetus hidup per induk Jumlah fetus hidup Pengamatan kelainan Pengamatan kelainan meliputi : pengamatan pada kelainan eksternal dan pengamatan pada kelainan internal.

61 Kelainan eksternal dilakukan dengan cara mengamati keadaan morfologi fetus dengan mikroskop bedah.
Sedangkan pengamatan internal dilakukan setalah fetus difiksasi dengan larutan formalin atau Bouin’s.

62 Kelainan eksternal Kelainan ekternal adalah kelainan morfologi fetus yang dapat diamati dari luar. Urutan pengamatan adalah sebagai berikut : Kepala meliputi; Otak, letak mata dan telinga serta langit-langit bagian atas, dengan kaca pembesar atau dengan metode Razor blade section Badan dan alat gerak: Gastroschisis, haemorage, spina bifida dll. Jumlah organ ekstremitas, letak dan jumlah jarinya.

63 Ekor Diamati panjang dan bentuk ekor Organ genetalia.
Untuk membedakan jenis kelamin fetus dilakukan dengan cara mengamati jarak antara genital tuberkel dan anus. Jantan Jarak genital tuberkel dan anus fetus jantan relatif lebih jauh dibandingkan fetus betina.

64 Fungsi pengamatan jenis kelamin fetus adalah untuk mengetahui ratio sex hewan coba dengan menggunakan rumus : Jumlah fetus jantan Jumlah fetus betina

65 Kelainan internal Fetus difiksasi di dalam larutan Bouin’s, minimal 3 hari. Kelainan internal yang diamati biasanya meliputi : Kelainan pada derah kepala, kelainan jantung, ginjal, situs viscerum (posisi visceral).

66 Kelainan Urogenital Kelainan urogenital dilakukan dengan pemotongan dengan metode Free Hand Razor Blade Technique pada daerah abdomen. Pada saat perkembanan embrio ginjal mengalami migrasi dari daerah pelvis menuju ke daerah abdomen. Secara normal ginjal sebelah kiri sedikit lebih tinggi dibandingkan ginjal sebelah kanan.

67 Jenis-jenis kelainan yang dapat terjadi pada sistem urogenital adalah:
Aplasia renalis Tidak terbentuk ginjal Ginjal ektopik, terletak ditempat yang tidak seharusnya. Normal ginjal terletak di dalam rongga abdomen. Ginjal Ektopik terdapat dalam rongga pelvis, sebagai akibat selamamigrasi terhambat oleh arteria illiaca.

68 Ginjal berupa ginjal tapal kuda
Ginjal berupa ginjal tapal kuda. Kelainan ini terjadi karena fusi ginjal pada daerah arteri mesenterika. Dilatasi ureter Hyperplasia ginjal Hypoplasia ginjal

69

70 Metode ini terdiri atas 3 bagian:
Koleksi Observasi Interpretasi dari data toksikologi perkembangan Spesies yang digunakan oleh lab mereka: Tikus Sprague-Dawley Mencit CD-1 Kelinci putih New Zealand

71 Alasan: Tingkat fertilitas tinggi Tingkat kecacatan spontan rendah Ukuran tubuh sesuai Genetik stabil Banyak anak Periode kebuntingan pendek Masa kawin singkat Mudah didapat (dapat dibeli bebas)

72 Terlihatnya Sumbat vagina (vaginal plug) sebagai UK (Umur Kebuntingan)=0
Tikus dibedah pada UK 21 Mencit dibedah pada UK 18 Kelinci dibedah pada UK 29

73 Persiapan dan Perkawinan
Tikus jantan dan betina dewasa Umur minggu Tikus dikarantina 2 minggu: Tikus♂dikandangkan pd baja dg kisi kawat Tikus ♀dikandangkan pd kotak polikarbonat bening dg alas Nutrisi : ad libitum Suhu: 72º+ 4 F, kelembaban relatif %, 12 jam terang, 12 gelap

74 ♀ ditato bagian ekor 1 s/d 3 ekor tikus ♀ dimasukkan ke kandang tikus ♂ di awal sore Setiap pagi dilakukan service pan* untuk mengetahui copulatory plug Dilakukan pengolesan vagina (vaginal lavage)* utk mengetahui intravagina copulatory plug

75 Service pan menarik ekor ke atas, menekan lubang kopulasi
Vaginal lavag (pengolesan vagina): Beberapa tetes lar. saline dimasukkan ke dlm pipet Ujung pipet dimasukkan 1-2 mm ke dalam vagina tikus Lar.saline mengalir ke dalam vagina secara perlahan Lar.saline ditarik kembali ke pipet Di smearkan pada mikroslide, diperiksa di bawah mikroskop( X), tidak diwarnai) utk melihat sperma

76 Betina dikatakan kawin jika:
Jika ditemukan sperma pada pegolesan vagina Ditemukannya vaginal plug Jika terjadi perkawinan: Betina dipisahkan dr jantan Berat badan ditimbang dan dicatat Dikembalikan ke kandang polikarbonat asalnya Masa kawin dicatat (biasanya 85-90% ♀ yang dikawinkan akan bunting)

77 Metode Penelitian 6 kelompok perlakuan + kontrol Kelompok perlakuan:
1 : tidak ada efek 2 : tidak ada efek atau efek minimal 3 : efek minimal 4 : efek moderat 5 : toksisitas pasti 6 : toksisitas pasti Dasar pemilihan dosis: Data minimal toksisitas pada mamalia dewasa Dosis tinggi dipilih utk menghasilkan toksisitas yang jelas.

78 Metode: Hewan pengerat dibunuh pd UK 21 dg asphiksiasi CO2 Diletakkan di papan Plexiglas & dijepit dg spring clip Pembedahan dilakukan pada dinding abdominal utk expose abdominal viscera Maternal viscera diamati secara makroskopis Ovarium diambil & diamati diamati corpus luteumnya

79

80 Perlakuan pada Uterus Uterus yg telah diisolasi dibedah dg gunting sepanjang sisi berlawanan dg sisi implantasi Mengekspose bagian uterus& kantung amnion Diamati & dihitung jml&posisi implantasi, fetus yg hidup maupun yg mati dihitung * Umbilical cord dipotong Fetus dipindahkan & ditempatkan dlm nampan, dilihat jenis kelaminnya dg melihat genital pailla, di timbang dan dicatat beratnya

81 Kematian embrio: 1. Kematian di awal post implantasi:
Bagian yang mengalami resorpsi mirip gumpalan darah coklat gelap & tidak tampak adanya jar. Embrionik 2. Kematian di akhir post implantasi: Bagian resorpsi dg jaringan plasenta & embrionik yang tampak 3. Fetus mati: Fetus yang tidak merespon

82 Pengukuran terakhir: uji eksternal fetus untuk abnormal morfologi
Dengan menggunakan mikroskop dissecting 1. Bibir & palatum diteliti apakah ada celah dg membuka mulut scr perlahan dg catut 2. Kepala, diamati pada a. lateral profil, apakah terdapat bentuk cranium berbelah

83 b. Tampak depan, diuji bentuk dan ukuran: mata(tertutup), telinga, hidung, rahang & moncong.
3. . Limb, diteliti bentuk, ukuran, posisi, jml jari serta dalamnya celah jari.

84 Malformasi Eksternal :
Cranioorachischisis Gastrochisis Umbilical hernia Toracopagus twins Spina bifida Polydactily Ectodactily Syndactily

85

86

87

88

89

90

91

92

93

94

95

96

97

98

99

100

101


Download ppt "TERATOLOGI EKSPERIMENTAL"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google