Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

BAB III : AKHLAK PADA DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "BAB III : AKHLAK PADA DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN"— Transcript presentasi:

1 BAB III : AKHLAK PADA DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN
Standar kompetensi Membiasakan prilaku terpuji Kompetensi dasar Menjelasakan pengertian pentingnya akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu. Mengidentifikasi bentuk akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu. Menunjukan nilai-nilai positif dari akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu dalam fenomena kehidupan. Membiasakan akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu.

2 Indikator Menjelaskan pengertian akhlak berpakaian dan berhias. Menjelaskan pengertian akhlak berjalan dan menempuh perjalanan. Menjelaskan pengertian akhlak beramu dan menerima tamu. Menjelaskan pentingnya akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu. Menyebutkan contoh akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu. Menyebutkan nilai-nilai positif dari akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu dalam fenomena kehidupan. Menjelaskan cara membiasakan akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu dalam kehidupan sehari-hari.

3   A. Pengertian Akhlak Dalam kamu Bahasa Indonesia, kata "akhlak" diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan. Kata "akhlak" terambil dari bahasa arab "akhlaaq" yang biasa diartikan tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan agama. Namun kata seperti itu tidak ditemukan didalam Al-Qur'an. yang ditemukan hanyalah bentuk tunggal kata tersebut "khuluq" yang tercantum didalam Al-Qur'an surah Al-Qalam ayat 4. Menurut Imam Al-Ghazali ( H/ M), akhlak ialah karakter yang menetap kuat didalam jiwa. Ia merupakan sumber tindakan yang muncul secara alamiah tanpa pemikiran dan perenungan. Jika tindakan yang muncul itu indah dan baik, ia disebut akhlak yang indah (khuluq hasan). Sebaliknya, jika yang muncul itu tindakan yang tercela dan hina, ia disebut akhlak buru (khuluq sayyi'). Kunci akhlak yang baik ialah keserasian, keseimbangan dan kesejajaran empat daya didalam jiwa, yaitu daya pengetahuan (quwwah al-'ilm), daya amarah (quwwah al-ghadhab), daya syahwat atau hasrat (quwwah al-syahwah), dan daya keseimbangan (quwwah al-'adl) dalam tiga daya tersebut. Jika keseimbangan pada daya-daya itu terjaga dengan baik didalam diri, seseorang layak disebut empunya keutamaan (dzu fadhilah).

4 secara umum, akhlak diklasifikasikan kedalam tiga bentuk, yaitu :
A. Akhlak terhadap Allah Titik tolak akhlak kepada Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Pengakuan dan kesadaran ini mengantarkan manusia untuk tunduk dan patuh kepada semua perintahnya dan menjauhi semua larangan-Nya, sehingga seluruh hidup-Nya akan dipersembahkan kepada Allah dalam berbagai bentuk ibadah dan pengabdian kepada-Nya. Beberapa contoh akhlak mulia kepada Allah, antara lain : Bersyukur (as-syukr), yaitu sikap yang selalu ingin menanfaatkan dengan sebaik-baiknya nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepadanya, lalu berusaha meningkatkan pendekatan diri kepada Sang Pemberi nikmat, yaitu Allah swt. Bersabar (as-shabr), yaitu suatu sikap yang mampu bertahan pada kesulitan yang dihadapi. Sabar disini mesti diawali dengan ikhtiar, lalu diakhiri dengan ridha dan ikhlas. Bertobat (at-taubah), yaitu suatu sikap menyesali perbuatan buruk yang pernah dilakukan dan berusaha menjauhinya, serta melakukan perbuatan baik.

5 Beberapa akhlak buruk kepada Allah yang harus dihindari, antara lain :
Takabbur (al-kibr), yaitu sikap menyombongkan diri sehingga tidak mau mengakui kekuasaan Allah di alam ini, termasuk mengingkari nikmat Allah yang ada padanya. Musyrik (al-isyrak), yaitu sikap mempersekutukan Allah dengan makhluk-Nya, dengan cara menganggap bahwa ada suatu makhluk yang menyamai kekuasaan-Nya. Murtad (ar-riddah), yaitu sikap meninggalakan atau keluar dari Islam untuk menjadi kafir. Munafiq (an-nifaq), yaitu sikap menampilkan dirinya yang bertentangan dengan kemauan hatinya dalam kehidupan beragama. Riya' (ar-riya'), yaitu sikap selalu menunjuk-nunjukan perbuatan baik yang dilakukannya. Ia berbuat bukan karena Allah, melainkan ingin dipuji oleh sesama manusia. Perbuatan ini kebalikan dari sifat ikhlas.

6 Bertawakal (at-tawakkul), yaitu menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah berbuat semaksimal mungkin, untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkan. Ikhlas (al-ikhlash), yaitu sikap menjauhkan diri dari riya' (pamer kepada orang lain) ketika mengerjakan amal baik. Mengharap (ar-raja'), yaitu sikap jiwa yang sedang menunggu atau mengharapkan sesuatu yang disenangi dari Allah, setelah melakukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya sesuatu yang diharapkan. Bersikap takut (al-khauf), yaitu suatu sikap yang sedang menunggu sesuatu yang tidak disenangi dari Allah.

7 2. Akhlak kepada orang lain Titik tolak akhlak terhadap orang lain adalah kesadaran bahwa manusia hidup didalam sebuah masyarakat yang terdiri atas berbagai macam suku bangsa yang berbeda-beda bahasa dan budayanya, termasuk karakter dan sifat-sifatnya. Kesadaran ini akan membentuk sikap toleransi dan akhlak mulia dalam rangka menciptakan kondisi masyarakat yang rukun dan damai. Steven R. Covey pakar etika karakter yang penulis The 7 Habits of High-Effective People, menilai bahwa mewujudkan etika karakter yang positif terhadap orang lain merupakan salah satu kecerdasan manusia.

8 Beberapa contoh akhlak mulia terhadap orang lain, yaitu :
Belas kasihan atau kasih sayang (asy-syafaqah), yaitu sikap jiwa yang selalu ingin berbuat baik dan menyantuni orang lain. Rasa persaudaraan (al-ikha'), yaitu sikap jiwa yang selalu ingin berhubungan atau mengikat tali persaudaraan. Memberi nasihat (an-nashihah), yaitu suatu upaya untuk memberikan petunjuk yang baik kepada orang lain dengan menggunakan perkataan, baik ketika orang yang dinasihati telah melakukan hal yang buruk maupun belum melakukannya. Memberi pertolongan (an-nashr), yaitu suatu upaya untuk membantu orang lain agar tidak mengalami suatu kesulitan. Menahan amarah (kazhmul-ghaiz), yaitu upaya menahan emosi agar tidak dikuasai oleh perasaan marah terhadap orang lain. Sopan santun (al-hilm), yaitu sikap jiwa yang lemah lembut terhadap orang lain, sehingga perkataan dan perbuatannya selalu mengandung kesopanan yang mulia. Suka memaafkan (al-'afw), yaitu sikap dan perilaku seseorang yang suka memaafkan kesalahan orang lain yang pernah dilakukan terhadapnya.

9 Beberapa contoh akhlak buruk kepada orang lain, yaitu :
Mudah marah (al-ghadhab), yaitu kondisi emosi seseorang yang tidak dapat ditahan oleh kesadarannya sehingga menonjolkan sikap dan perilaku yang tidak menyenangkan orang lain. Iri hati atau dengki (al-hasad/al-hiqd), yaitu sikap kejiwaan seseorang yang selalu menginginkan agar kenikmatan dan kebahagiaan hidup orang lain bisa hilang sama sekali. Mengumpat (al-ghibah), yaitu suatu perilaku yang suka membicarakan keburukan seseorang pada orang lain. Mengadu domba (an-namimah), yaitu suatu perilaku yang suka memindahkan perkataan seseorang kepada orang lain, dengan maksud agar hubungan sosial keduanya rusak. Bersifat congkak (al-'ujb), yaitu suatu sikap dan perilaku yang menampilkan kesombongan, baik dilihat dari tingkah lakunya maupun perkataanya. Sikap kikir (al-bukhl), yaitu suatu sikap yang tidak mau memberikan nilai materi dan jasa kepada orang lain. Berbuat aniaya (az-zhulm), yaitu suatu perbuatan yang merugikan orang lain, baik kerugian materi maupun non materi.

10 3. Akhlak terhadap diri sendiri Selain berakhlak kepada Allah dan berakhlak kepada orang lahn, manusia mesti berakhlak terhadap diri sendiri. Akhlak terhadap diri sendiri dapat diartikan sebagai sikap menghormati, menghargai, menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya adalah ciptaan dan amanah Allah yang harus dipertanggungjawabkan dengan sebaiknya. Menurut Iman Al-Ghazali, akhlak ialah karakter yang menetap kuat didalam jiwa. Selain berakhlak kepada Allah dan kepada orang lain, manusia mesti berakhlak terhadap diri sendiri, yaitu menghormati, menghargai, menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya.

11 B. Akhlak Berpakaian 1. Pengertian dan pentingnya akhlak berpakaian Pakaian ialah barang yang dipakai atau dikenakan tubuh, seprti baju dan celana, untuk menutupi aurat dan atau anggota tubuh lainnya dari berbagai macam perubahan cuaca. Akhlak berpakaian adalah sikap berpakaian yang pantas dan sopan dalam setiap situasi dan keadaan. Fungsi pakaian adalah pelengkap kebutuhan fisik, rohani dan status sosial atau harga diri. Al-Qur’an menyebutkan tiga ungkapan yang menunjuk arti pakaian, yaitu : libas, tsiyab dan sarabil. Kata libas ditemukan sebanyak sepuluh kali, tsiyab ditemukan sebanyak delapan kali, sedangkan sarabil ditemukan sebanyak tiga kalidalam dua ayat. Libas pada mulanya berarti penutup apa saja yang harus ditutup. Tetapi maknanya tidak terbatas pada “penutup aurat”. sebab cincin yang menutup sebagian jari juga disebut libas.

12 Ketika berada di Surga, Adam dan Hawa telah menganakan pakaian, tetapi karena godaan setan, mereka melepaskannya. Al-Qur’an surah Al-A’raf ayat 20 menjelaskan peristiwa pelepasan pakaian Adam dan Hawa tersebut : “Setelah itu maka Syaitan membisikkan (hasutan) kepada mereka berdua supaya (dapatlah) ia menampakkan kepada mereka akan aurat mereka yang (sekian lama) tertutup dari (pandangan) mereka, sambil ia berkata: "Tidaklah Tuhan kamu melarang kamu daripada (menghampiri) pokok ini, melainkan (kerana Ia tidak suka) kamu berdua menjadi malaikat atau menjadi dari orang-orang yang kekal (selama-lamanya di dalam Syurga)". (QS. Al-A’raf 7:20).

13 Adapun pentingnya akhlak berpakaian dan bewrhias telah disinggung dalam Al-Qur’an dalam beberapa ayat dan tema berikut : “Wahai anak-anak Adam! Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kamu (bahan-bahan untuk) pakaian menutup aurat kamu, dan pakaian perhiasan; dan pakaian yang berupa taqwa itulah yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah dari tanda-tanda (limpah kurnia) Allah (dan rahmatNya kepada hamba-hambaNya) supaya mereka mengenangnya (dan bersyukur)”. (QS. Al-A’raf 7:26).

14 2. Bentuk-bentuk akhlak berpakaian
Emha Ainun Nadjib pernah mengilustrasikan pentingnya akhlak berpakaian dengan kata-kata sarat makna : “jika kamu ingin mengetahui hakikat pakaian bagi manusia dan hakikat rasa malu, pergilah kamu kepasar dan lepaslah pakaianmu! Niscaya kamu akan tahu betapa pentingnyaia bagimu. Niscaya kamu akan tahu bahwa hanya orang gila yang telanjang di pasar!”. Bentuk-bentuk pakaian yang memiliki nilai-nilai akhlak, antara lain : Kemeja gamis Baju koko atau baju takwa Sarung, sorban dan peci Setelan kemeja, celana da dasi.

15 Adapun bentuk-bentuk akhlak berpakaian, antara lain :
Mengenakan pakaian yang bagus, bersih dan indah. Mengenakan pakaian yang menutupi aurat, yaitu longgar tidak membentuk lekuk tubuh dan tebal tidak memperlihatkan apa yang ada dibaliknya. Pakaian laki-laki tidak boleh menyerupai pakaian perempuan atau sebaliknya. Berpakaian tidak boleh dengan tujuan untuk meraih ketenaran. Mengenakan pakaian yang tidak ada gambar salibnya atau pencitraan negatif. Laki-laki tidak boleh memakai emas dan kain sutera kecuali dalam keadaan terpaksa. Pakaian laki-laki tidak boleh panjang melebihi kedua mata kaki. Pakaian perempuan harus menutup seluruh badannya, termasuk kedua kakinya. Haram bagi perempuan memasang tato, emnipiskan bulu alis, memotong gigi supaya cantik dan menyambung rambut (bersanggul). 3. Nilai-nilai positif akhlak berpakaian Pakaian adalah lambang keperibadian orang yang memakainya. Warna pakaian, longgar dan ketatnya pakaian, serta corak-corak yang menghiasai pakaian dapat menjadi simbol yang menerjemahkan keinginan dan pilihan pemakainya. Disinilah terdapat niali-nilai dalam pakaian dan akhlak dalam berpakaian.

16 Nilai-nilai positif dalam pakaian, antara lain :
Pakaian dapat melindungi manusia dari sinar matahari yang terik dan dari cuaca yang amat dingin. Pakaian dapt menutupi aurat. Pakaian yang rapi, sopan, dan pantas mencitrakan kepribadian yang positif dari pemakainya. Nilai-nilai positif dalam akhlak berpakaian atau penampilan, antara lain : Penampilan yang menarik. Penampilan bernuansa agamis ala ustad atau santri. Penampilan bernuansa resmi ala pegawai kantor. Penampilan diluar rumah dengan menutup aurat. Penampilan sopan dirumah dengan tetap menutup aurat.

17 4. Membiasakan akhlak berpakaian
Untuk membiasakan sikap berpakaian agar menjadi karakter atau akhlak berpakaian yang islami, seseorang perlu melakukan hal-hal sebagai berikut : Memahami bahwa akhlak berpakaian adalah citra kesucian diri yang akan menempatkan manusia pada kedudukan dan martabat yang tinggi. Membiasakan berpakaian sesuai dengan situasi dan kondisi. Menghindarkan diri dari berpakaian yang tidak pantas dan tidak sesuai dengan situasi dan keadaan. Mengenakan pakaian yang pantas dan sopan sesuai dengan ajaran agama. Berusaha melakukan pembiasaan akhlak berpakaian dengan penuh kesadaran sehingga tidak ada perasaan terpaksa atau bosan dalam mengenakan pakaian yang sesuai dengan ajaran agama. Mengindahkan ajaran Islam tentang berpakaian yang sesuai dengan jenis kelamin pemakainya. Mengindahkan ajaran Islam tentang larangan mengenakan pakaian yang bergambar salib dan larangan mengenakan sutera dan emas bagi laki-laki.

18 C. Akhlak Berhias 1. Pengertian dan pentingnya akhlak berhias Islam memandang penting akhlak berhias dalam tat pergaulan sosial dan dalam kehidupan berumah tangga. Nabi saw pernah berpesan kepada sahabatnya yang berpakaian lusuh dan kotor, “apabila Allah mengaruniakan kepadamu harta, maka tampakanlah bekas nikmat dan kemurahan-Nya itu pada dirimu (denagn pakaianmu).” (HR. Abu Dawud).

19 2. Bentuk-bentuk akhlak berhias
Bentuk-bentuk akhlak berhias antara lain : Membersihakn badan atau mandi. Membersihakn mulut dengan bersiwak dan berkumur. Mencuci tangan dengan menyela-nyela jari jemari. Mencukur dan merapikan rambut kepala dengan menyisirnya dan merapikannya, mencabut bulu ketiak atau mencukurnya dan mencukur rambut kemaluan. Merapikan kumis dengan mencukurnya. Merawat jenggot supaya tumbuh dengan rapi, dan memotongnya bila sudah terlalu panjang dan tidak menarik. Membersihkan dan memotong kuku. Membersihkan kemaluan dan jalan belakang setelah buang hajat. Berkhitan. Berpakaian yang bersih, rapi, indah, dan sopan, baik didalam rumah maupun ketika diluar rumah. Berdandan yang rapi dan menarik ketika akan menghadiri sebuah acara sosial atau acara keluarga.

20 Semua bentuk akhlak berhias bertujuan untuk menampilkan keindahan, kebersihan dan kesucian diri manusia, dan Islam sangat menganjurkan akhlak-akhlak tersebut dikaitkan dengan niat beribadah kepada Allah yang Maha indah dan Mencintai keindahan. 3. Nilai-nilai positif akhlak berhias Nilai-nilai positif yang terkandung didalam akhlak berhias ialah : Kebersihan diri. Keindahan. Kesopanan. Kebaikan diri. Kemuliaan diri. Kepribadian. Penghargaan diri.

21 Agar akhlak berhias menjadi karakter yang positif, seseorang harus malakukan hal-hal berikut :
Membiasakan diri untuk membersihkan badan paling sedikit dua kali sehari. Membiasakan diri untuk berwudhu dan bersiwak ketika akan shalat dan membaca Al-Qur’an. Merapikan diri dalam setiap keadaan dna kondisi, seperti menyisir rambut dan memakai minyak wangi. Berdandan yang rapi dan indah, khususnya ketika akan shalat, dan ketika akan melakukan kegiatan-kegiatan yang positif didalam atau diluar rumah. Merapikan atau mencukur rambut kepala, kumis, jenggot dan rambut yang tumbuh dibagian kemaluan, serta memotong kuku sebagaimana disunahkan. Membiasakan diri untuk berpakaian yang rapi dan sopan, serta berpenampilan indah dan menarik sesuai dengan kebutuhan dan tidak boleh berlebih-lebihan. Memuliakan diri dengan penampilan rapi dan menarik sehingga mengesankan kepribadian yang mulia dan terhormat.

22 D. Akhlak Perjalanan Pengertian akhlak perjalanan
Akhlak perjalanan adalah sebuah aturan nilai dan kode etik yang mesti diikuti oleh setiap insan yang menggunakan jalan, termasuk sikap-sikap yang harus ditunjukan ketika berjalan dan melakukan perjalanan. Akhlak ini sangat ditekankan didalam Islam karena dapat memberikan kesan yang positif dalam kepribadian. Adanya banyak tipe, sikap, karakter, watak dan temperamen orang menjadi alasan mengapa Islam membimbing dan menunjukkan akhlak yang positif didalam perjalanan atau berjalan.

23 2. Bentuk – bentuk akhlak perjalanan
Bentuk – bentuk akhlak perjalanan dan etika berjalan antara lain : Berjalan dengan tegap sambil menatap kedepan, serta tidak menengok kekanan dan kekiri. Berjalan dengan langkah yang menunjukan sikap kesederhanaan serta melunakan suara sehingga tidak mengganggu ketenangan orang lain. Berjalan dengan langkah yang menunjukan sikap rendah hati. Berjalan dengan langkah yang tidak menunjukan kesombongan. Berbicara dengan baik kepada teman seperjalanan. Mengulurkan bantuan kepada orang yang mengharapkannya serta menunjukan sikap saling tolong menolong dalam perjalanan. Menolong orang yang lemah, seperti memberikan tempat duduk untuk orang tua yang sudah renta atau perempuan hamil. Menunjukan arah jalan kepada orang yang tersesat didalam perjalanannya atau orang yang sedang kebingungan mencari suatu alamat. Mengembalikan hak - hak jalan bagi penggunanya dan mencegah gangguan dari orang jahat yang tidak memfungsikan jalan sebagai mana mestinya.

24 3. Nilai – nilai akhlak perjalanan
Persaudaraan Islam. Kesederhanaan. Kemuliaan diri. Kerendahan hati. Tolong-menolong diantara sesama. Kesopan santunan sikap dan pembicaraan. Tidak mengganggu kenyamanan orang lain dengan perkataan yang keras atau kasar. Amar makruf dan nahi mungkar (mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran). Mencegah hal – hal yang membahayakan keselamatan diri dan orang lain.

25 4. Membiasakan akhlak perjalanan
Membiasakan akhlak perjalanan berarti menanamkan dan menjaga nilai-nilai yang terkandung didalam akhlak perjalanan agar menjadi sebuah kebiasaan karakter yang positif, antara lain : Selalu menyadari bahwa dalam perjalanan terkandung nilai-nilai akhlak yang mulia, antara lain : kesederhanaan, kerendahan hati dan kemuliaan diri. Memahami bahwa dalam perjalanan selallu menyertakan pihak lain dan memerlukan bantuan orang lain. Mengingatkan diri sendiri dan orang lain tentang pentingnya akhlak perjalanan dan etika dalam berjalan. Berusaha mencitrakan nilai-nilai akhlak perjalanan kedalam berbagai bentuk sikap yang menunjukan keindahan tolong menolong dan persaudaraan. Mencegah hal-hal negatif yang membahayakan orang lain didalam perjalanan serta hal-hal yang mengganggu orang lain seperti bersuara keras dan kasar. Menunjukan sikap santun dalam bebicara dan bertutur kepada orang lain, serta melayani pembicaraan orang yang kurang beretika dengan penuh pengertian.

26 E. Akhlak Bertamu dan Menerima Tamu
Pengertian Akhlak Bertamu dan Menerima Tamu Dalam Islam, tamu adalah orang yang mesti dihargai dan dihormati. Sebaliknya, Islam juga memandang bahwa empunya rumah adalah orang yang berhak terhadap rumahnya, yang memiliki privasi dan kepentingan pribadi yang tidak ingin dilihat oleh orang lain. Tamu harus dihormati dan dihargai, tetapi tuan rumah juga berhak mendapatkan ketenangan hidup dirumahnya sendiri.

27 2. Bentuk – bentuk akhlak Bertamu dan Menerima Tamu
Bentuk – bentuk atau contoh akhlak bertamu ialah : Meminta izin kepada tuan rumah dengan mengucapkan salam. Meminta izin dengan salam maksimal tiga kali. Mengetuk pintu dan tidak berdiri didepan pintu masuk, tetapi disisi kanan atau kirinya. Jika ditanya oleh tuan rumah, jawablah dengan menyebut nama. Tidak boleh mengintai kedalam bilik. Bila tuan rumah menyuruh pulang, maka sang tamu harus menurutinya. Tamu boleh berkunjung atau menginap diempunya rumah selama tiga hari. Menghindari fitnah dalam kasus tamu yang berbeda jenis. Tidak mengambil makanan yang jauh dari jangkauan tangan.

28 Adapun bentuk – bentuk akhlak menerima tamu ialah :
Menjawab salam dengan ramah. Menanyakan nam tamu dan keperluannya. Menyambut tamu dengan gembira. Menjamu tamu sesuai kemampuan. Boleh saling berpelukan dan berjabat tangan. Tidak memasukan tamu lain jenis. Demikianlah contoh – contoh akhlak dalam bertamu dan menjamu tamu. Semuanya bila diperaktikkan dengan benar akan memantapkan seseorang dalam keimanannya kepada Allah dan hari akhir.

29 3. Nilai – nilai Akhlak Bertamu dan Menrima Tamu
Nilai – nilai akhlak bertamu ialah : Kesopanan. Silaturahmi. Tolong-menolong. Penghormatan kepada orang lain. Penghargaan terhadap privasi tuan rumah.

30 Membiasakan Akhlak Bertamu dan Menerima Tamu
Untuk membiasakan akhlak bertamu dan menerima tamu yang positif, seseorang sebaiknya melakukan hal – hal berikut : Selalu menyadari bahwa tamu adalah orang yang berhak mendapat perlakuan yang ramah, sedangkan tuan rumah adalah orang yang mesti menjamu tamunya dengan kebaikan dan kemurahan. Memahami nilai – nilai yang terkandung didalam akhlak bertamu dan menerima tamu. Mengingatkan diri sendiri dan orang lain tentang pentingnya akhlak bertamu dan memerima tamu dalam kehidupan sosial yang rukun dan tolong menolong. Berusaha mencitrakan nilai – nilai akhlak bertamu dan menerima tamu kedalam berbagai bentuk sikap yang menunjukan keindahan tolong mnolong, penghargaan diri, dan menghormati orang lain. Menunjukan sikap santun dalam bicara kapada tuan rumah dan penghargaan terhadap privasi tuan rumah bila ia menjadi tamu.

31 “Semoga bermanfaat” Disusun oleh : Annisa Lestari Annisa Siti Nurjanah Fanny Agustin s Yuni Purnamasari Kelas : XI IPS 4 Akhlak Bertamu dan menerima tamu : perilaku terpuji ketika bertamu dan menerima tamu. Akhlak ini merupakan kebutuhan sosial yang sangat baik untuk mempererat hubungan kemasyarakatan. Akhlak perjalanan : perilaku terpuji ketika berjalan atau melakukan perjalanan. Akhlak ini akan memberikan kesan postitif terhadap kepribadian . Akhlak berhias : berhias / berdandan sesuai dengan tuntutan syariat, yaitu dalam batas kewajaran, kesopanan dan tidak berlebihan. Akhlak berpakaian : sikap berpakaian yang pantas dan sopan sesuai dengan situasi dan kondisi. Fungsi utama pakaian adalah menutup aurat. Akhlak : perangai atau karakter yang menetap kuat didalam jiwa. RANGKUMAN


Download ppt "BAB III : AKHLAK PADA DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google