Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

KESIMPULAN Tiadanya koherensi-konsistensi kebijakan, dan tidak adanya leading sector agency implementasi kebijakan saling berseberangan menimbulkan pemaknaan.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "KESIMPULAN Tiadanya koherensi-konsistensi kebijakan, dan tidak adanya leading sector agency implementasi kebijakan saling berseberangan menimbulkan pemaknaan."— Transcript presentasi:

1 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KAJIAN RESOLUSI PERMASALAHAN PAPUA DARI ASPEK POLITIK DAN PEMERINTAHAN

2 KESIMPULAN Tiadanya koherensi-konsistensi kebijakan, dan tidak adanya leading sector agency implementasi kebijakan saling berseberangan menimbulkan pemaknaan yang beragam di masyarakat. Perbedaan legal spirit antara UU No. 45 Tahun 1999 dan UU No. 21 Tahun 2001 UU No. 45 Tahun 1999 merupakan derivasi ketentuan UU No. 22 Tahun 1999 yang meletakkan otonomi pada kabupaten/kota, UU No. 21 Tahun 2001 meletakkan otonomi pada Propinsi. Lemahnya instrumentasi kebijakan pemerintah pusat di daerah.

3 Terjadinya kesenjangan antara kebijakan dan realitas sosial, sehingga regulasi yang dibuat oleh negara senantiasa berbelok atau dibelokkan ke persoalan-persoalan yang terkait dengan aspek etnis dan perebutan sumberdaya. Lemahnya diplomasi Pemerintah RI dibandngkan dengan elemen-elemen masyarakat Papua yang menghendaki kemerdekaan. Lemahnya fasilitasi negara dalam mendorong komunikasi antara elemen-elemen yang saling berseberangan dalam masyarakat. Negara di tingkat lokal menjadi arena perebutan sumber daya dan birokrasi antar kelompok kepentingan

4 Lemahnya pelayanan publik di tingkat lokal, menyebabkan kepercayaan masyarakat pada negara sangat lemah, sehingga guncangan sekecil apapun bisa melenyapkan trust. Dengan tidak dilaksanakannya kebijakan peraturan perUU-an secara konsekuen mengakibatkan munculnya faktor criminogeen, dan faktor victimogeen. Tidak dilibatkannya gereja dan adat, menyebabkan terbelokkannya pemaknaan setiap kebijakan negara. Negara cenderung menganggap adat dan gereja sebagai saingan untuk diletakkan di bawah kontrol aparaturnya,

5 REKOMENDASI Perlu peningkatan koherensi dan konsistensi kebijakan pada tingkat nasional, dan sebuah leading sector agency yang kuat dan otoritatif pada tingkat nasional. Leading sektor bisa bersifat umum, dan untuk itu DDN bisa melaksanakan fungsi ini. Namun bisa juga bersifat khusus, misalnya dalam bentuk Dewan Nasional atau semacamnya. Segera dikeluarkan PP untuk merealisasikan pembentukan MRP, dengan klausula: Melaksanakan pemekaran (bdsrk UU 21/2001 & UU 45/1999) pada 3 th pertama Disusun Perdasus ttg alokasi penggunaan dana otsus Disusun Perdasus ttg hubungan kewenangan antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/ kota Dalam waktu 3 th dilaksanakan evaluasi. Perlu dibentuk Tim Asistensi dan Monitoring yg mrpk representasi Pem Pus & Pemda

6 Perlu komunikasi dengan tokoh kunci masyarakat Papua secara intens, agar regulasi yang dibuat oleh negara tidak dibelokan ke arah pertentangan horisontal dan perebutan sumberdaya ekonomi. Perlu dilakukan upaya diplomasi yang lebih intensif ttg persoalan Papua di lembaga2 internasional. perlu dibentuk Task Force yang berfungsi memperkuat kemampuan memfasilitasi komunikasi antar elemen yang berseberangan dalam masyarakat. Perlu memperbaiki mekanisme aliran keuangan dari Pusat ke Papua. Guna mendapatkan penyelesaian komprehensif thd persoalan pertanahan, perlu dilakukan penelitian dan inventarisasi mengenai hak ulayat yang masih hidup di dalam masyarakat.

7 Perlu dilakukan upaya perbaikan pelayanan publik sebagai tujuan besar yang menjadi basis berpikir setiap kebijakan dan aparat pemerintah baik pada level nasional maupun lokal. Negara perlu memperhatikan makna strategis gereja dan masyarakat adat dalam setiap persoalan Papua.

8 Let's do it


Download ppt "KESIMPULAN Tiadanya koherensi-konsistensi kebijakan, dan tidak adanya leading sector agency implementasi kebijakan saling berseberangan menimbulkan pemaknaan."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google