Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Astrositoma Derajat Rendah

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Astrositoma Derajat Rendah"— Transcript presentasi:

1 Astrositoma Derajat Rendah

2 Introduksi Neoplasma astrositik meliputi sekelompok tumor sistem saraf pusat dari sel astrositik dengan derajat keganasan, lokasi dan derajat infiltrasi yang bervariasi. Astrositoma dapat dibagi kedalam tipe infiltratif (75%) dan tipe non-infiltratif (25%). Astrositoma non infiltratif meliputi astrositoma pilositik, astrositoma pilomiksoid, xanthoastrositoma pleomorfik, subependymal giant cell astrocytomas, desmosplastic cerebral astocytoma of infancy

3 Introduksi Perbedaan astrositoma derajat rendah dari derajat tinggi terletak pada sisi histopatologik, meliputi: selularitas nukleus atipik aktivitas mitotik nekrosis dan proliferasi endothelial vaskuler. Adanya aktivitas mitotik, nekrosis atau proliferasi vaskuler dapat menempatkan sebuah tumor pada kategori derajat tinggi. Bab ini mengulas karakteristik representasi visual pada tipe individual astrositoma derajat rendah.

4 Pencitraan fisiologik/ Physiologic Imaging
Modalitas pencitraan untuk membedakan glioma non invasif derajat rendah atau tinggi: Proton hydrogen magnetic resonance spectroscopy (MRS), Positron emmision tomography (PET) imaging, pemetaan cerebral blood volume (CBV) dan single-photon emission computed tomography (SPECT).

5 Pencitraan fisiologik/ Physiologic Imaging
MRS dapat digunakan untuk mengukur berbagai metabolit dalam sebuah sampel jaringan tumor. Metabolit ini meliputi N-acetylasprtate (NAA), sebuah pembentuk neuronal Kolin, komponen membran sel Laktat, sebuah marker untuk glikolisis dan nekrosis, Kreatin, sebuah marker untuk metabolisme energi dan Myo-inositol, sebuah metabolit yang utama ditemukan dalam astrosit. Sering ditemukan pada glioma derajat rendah. Saat ini hydrogen MRS dari tumor otak telah dipelajari selama beberapa dekade. Secara umum tumor otak primer menunujukan penurunan jumlah NAA dan meningkatkan jumlah kolin dibandingkan dengan jaringan otak normal.

6 Pencitraan fisiologik/ Physiologic Imaging
Peningkatan jumlah kolin menunjukan area peningkatan selularitas tumor dan aktivitas proloferasi Penurunan NAA dapat menunjukan penurunan densitas neural dalam glioma. Peningkatan jumlah laktat terjadi dalam derajat tumor yang lebih tinggi Namun, laktat tidak dapat digunakan sebagai indikator kuat dalam kasus keganasan.

7 Pencitraan fisiologik/ Physiologic Imaging
Reagen kontras telah digunakan untuk mengidentifikasi tumor otak. Studi histologi menunjukan bahwa astrositoma dapat menginfiltrasi melewati batas pertumbuhan. Perluasan dan langkah pertumbuhan dapat bervariasi tergantung pada tipe agen kontras yang digunakan penggunaan kortikosteroid dosis reagen kontras yang digunakan dan kekuatan medan. Penggunaan agen kontras gadopentate lebih baik secara kualitatif dan kuantitatif dibandingkan gadolinium dimeglumi.

8 Pencitraan fisiologik/ Physiologic Imaging
Studi pencitraan dinamik MR dilakukan untuk mengidentifikasi dinamik vaskular tumor dengan menggunakan teknik: T1-weighted, T2-weighted, dan T2*-weighted. Kebocoran kontras melewati dinding vaskular dipengerahui oleh: permeabilitas vaskular, ikatan kontras dengan dinding vaskular, hematokrit dan konsentrasi reagen kontras Informasi ini kemudian bisa digunakan untuk mempelajari volume darah cerebral, aliran darah (blood flow), permeabilitas sawar darah otak, dan pertukaran kinetik air neoplasma

9 Pencitraan fisiologik/ Physiologic Imaging
Permeabilitas pembuluh darah jaringan vaskular astrositoma dapat menyebabkan munculnya VEGF dan angiogenesis. Metode peningkatan kontras dinamik menggunakan teknik T1 dan T2* telah digunakan untuk menilai permeabilitas vaskular dalam sebuah jaringan tumor Penggunaan kortikosteroid diketahui dapat mempengaruhi edema peritumoral, aliran darah dalam jaringan edema dan peningkatan kontras Namun, penggunaan deksametason dalam aliran darah dalam rangka meningkatkan pertumbuhan jaringan tumor mungkin tidak signifikan.

10 Pencitraan fisiologik/ Physiologic Imaging
Teknik diffusion-weight imaging (DWI) telah diperbolehkan untuk digunakan dalam mengidentifikasi sifat tumor. DWI isotropik mengidentifikasi difusi dalam 3 arah. Diffusion tensor imaging dapat menampilkan dan mengukur hubungan antara tumor intraaksial dan hubungan jalur serat white matter. Metode ini memungkinkan formasi pasca proses diffusion tractography, dimana hal ini dapat menunjukkan pola infiltrasi tumor white matter. Telah diperkirakan bahwa pengidentifikasian pola ini mungkin dapat digunakan untuk membedakan tipe tumor.

11 Pencitraan fisiologik/ Physiologic Imaging
Glioma derajat tinggi memiliki hubungan dengan penurunan nilai apparent diffusion coefficient (ADC). Namun hal ini tidak selalu dapat menunjukkan hasil yang reliabel dan konsisten. Fractional anisotropy (FA) adalah pengukuran difusi air yang memihak pada satu arah. Nilai FA berbeda tergantung pada lokasinya. Nilai FA menunjukkan perbedaan dalam sinyal peritumoral abnormal yang berhubungan dengan tumor infiltratif. Pemeriksaan FA pada bagian sentral tumor jika dibandingkan dengan bagian perifer tumor lebih mengarah pada tumor derajat rendah dibandingkan derajat tinggi.

12 Pencitraan fisiologik/ Physiologic Imaging
Pencitraan PET dapat digunakan untuk memisahkan tumor derajat rendah dan derajat tinggi dengan membedakan tumor yang hipometabolik dan hipermetabolik. Penggunaanya meliputi pengukuran aliran darah, volume darah, penggunaan oksigen, uptake glukosa menggunakan 18F-fluoro-deoxyglucose (FBG), transport glukosa, uptake asam amino menggunakan 11C-methylmethionine, sisntesis protein, kekuatan sawar darah otak, pH otak, metabolisme membran dan sintesis asam nukleat. Pencitraan PET dengan FBG dapat menunjukan prediksi dari progresi tumor Pencitraan PET dengan VEGF telah menjadi agen yang menjanjikan dalam mendemonstrasikan angiogenesis

13 Pencitraan fisiologik/ Physiologic Imaging
Pencitraan SPECT pada tumor otak sebagian besar telah dipelajari dengan thallium-201 (201-TI) dan techmetium-99m hexamethyl propyleneamine oxine (99mTc-HMPAO). Thallium bersifat seperti kalium Pencitraan dari 201-thallium dapat bertindak sebagai marker yang berfungsi sebagai pompa natrium-kalium. Thallium juga dapat bertindak sbagai sebuah pengukur dari aktivitas metabolik. Penggunaan uptake rasio 201-thallium digunakan untuk memprediksi tumor derajat rendah dan nekrosis tumor dari rekurensi tumor.

14 Astrositoma infiltratif difus berdiferensiasi baik.
merupakan klasifikasi WHO astrositoma derajat II dan merupakan 25% dari keseluruhan glioma. Rata-rata terjadi pada usia 34 tahun. Laki-laki > Perempuan. Kurang lebih 10% terjadi dibawah usia 20 tahun dan 30% diatas usia 45 tahun. Tipe astrositoma yang paling sering terjadi adalah astrositoma fibril. Tumor ini berpotensi untuk menjadi ganas.

15 Astrositoma infiltratif difus berdiferensiasi baik.
Perkembangan menjadi derajat yang lebih tinggi dapat dihasilkan dari beberapa jalur. Marker MIB-1 dan marker over ekspresi p53 bermanfaat dalam perkembangan. Tumor ini lebih sering berkembang dari otak supratentorial dan batang otak. Lokasi supratentorial adalah lokasi yang paling sering terjadipada semua umur Lobus frontal > lobus temporal. Batang otak adalah tempat kedua yang paling sering. Lebih sering pada anak. Lokasi serebelum sangat langka. Lokasi batang otak sering dihubungkan dengan prognosis yang lebih jelek.

16 Astrositoma infiltratif difus berdiferensiasi baik.
Pada pencitraan, tumor ini menunjukan sifat homogen. Hal tersebut dapat menyulitkan pendeteksian dalam CT MRI lebih sensitif dari pada CT dalam mendetiksi tumor-tumor ini. Namun, CT menunjukan kalsifikasi tumor teridentifikasi dalam 20% kasus dimana tidak satupun teridentifikasi pada MRI. Astrositoma difus berdiferensiasi baik dapat menyebar ke grey matter dan dapat memperlihatkan fokal kista.

17 Astrositoma infiltratif difus berdiferensiasi baik.
Pencitraan telah menunjukan potensi dalam memperkirakan perkembangan dari astrosima derajat II WHO ke derajat yang lebih tinggi. Volume tumor yang lebih besar dan keterlibatan lebih dari 1 lobus menunjukan hubungan dengan hasil yang lebih buruk dan transformasi menjadi derajat yang lebih tinggi Ketidakkonsistensian antara histopatologi dan kelemahan dinamik kontras pada MRI mungkin dapat mengakibatkan misdiagnosis atau sampling error pada biopsi. Perubahan mendadak dalam peningkatan kontras dapat menjadi sebuah indikasi dari perubahan pada derajat yang lebih tinggi atau nekrosis radiasi.

18 Astrositoma infiltratif difus berdiferensiasi baik.
Gambar Tranformasi anaplasrik astrositoma derajat rendah. Seorang pasien laki-laki usia 61 tahun dengan afasia diketahui memiliki astrositoma derajat II WHO yang melibatkan temporal kiri dan lobus parietal. Lesi tidak meningkat pada gadolinum MRI. (A) namun menunjugkan abnormalitas sinyal yang ektensif selama FLAIR MRI. (B) Tumor tidak terlihat begitu mencolok pada peningkatan kontras CT kepala. (C) pasien telah melalui radiasi dan kemoterapi. Setahun kemudian erdapat perbedaan pencitraan karakteristik tumor. Tumor meningkat (D), namun perluasan sinyal abnormal pda FLAIR MRI tidak berubah secara signifikan. (E)Terdapat beberapa hipodensitas tercata pada CT pada dinding tumor. (F) Tiga bulan kemudian tumor menunjukan progresi signifikan pada CT dan (G) pasien tidak lama kemudian mengalami kematian.

19 Astrositoma infiltratif difus berdiferensiasi baik.
Gambar Astrositoma difus berdiferensiasi baik pada batang otak. Seorang pasien laki-laki 43 tahun dengan keluhan kesulitan menelan, lemah dan tremor ditemukan memiliki astositoma derajat II WHO yang melibatkan pedunkel cerebellar tengah kanandan medula oblongata. Tumor tidak meningkat pada pemberian gadolinum. (A) dan tergambar lebih baik pada MRI T2-weighted (B) anak panah.

20 Astrositoma infiltratif difus berdiferensiasi baik.
Gambar Astrositoma derajat rendah eksofitik dekat dengan foramen Monro. Seorang laki-laki 35 tahun dengan keluhan nyeri kepala dan mual ditemukan memiliki masa pada MRI (anak panah A) terkait dengan ventrikulomegali. Tumor tersebut tidak berkembang (A) dan kemungkinan muncul dari regio pada foramen Monro. Tumor tersebut memiliki perkembangan den heterogenitas yang kurang yang menunjukan perbedaan pada tumor serupa yang biasanydidapat pada lokasi yang sama seperti subependymal giant cell astrocytoma dan neurotoma sentral. Subependimoma, walaupun tumor tersebut tidak berkembang dan memiliki tampilan yang serupa, namun tidak biasa didapatkan pada keompok usia ini. Studi perfusi echo planar T2 dengan pemetaan aliran darah dan area yang berkepentingan (D) tergambar pada gelombang aktivitas waktu (E) yang mengindikasikan mikrovaskularitas rendah pada neoplasma derajat rendah. Bipsi menunjukan astrositoma difus derajat II WHO pada MRI.

21 Astrositomas difus non infiltratif.
Tumor-tumor ini relatif lebih jinak dibandingkan dengan astrositoma difus. Secara umum astrositoma difus non infiltratif memiliki prognosis yang lebih baik. Berikut beberapa tipe tumor: Astrositoma pilositik Astrositoma Pilomiksoid. Xanthoastrositoma Plemorfik. Subependymal Giant Cell Astrocytoma

22 Astrositoma pilositik
Astrositoma pilositik biasanya muncul pada dekade kedua kehidupan. Biasanya muncul dari hipotalamus, nervus optikus, kiasma optikum, batang otak, serebelum, atau yang lebih jarang pada hemisfer serebral. Nama pilositik (secara langsung diterjemahkan sebagai sel rambut) diperoleh dari tampilan rambut panjang pada tumor astrosit. Proliferasi mikrovaskular adalah hal yang sering terjadi pada astrositoma pilositik dan peningkatan kontras dapat terlihat pada pencitraan cross-sectional. Ciri khas histopatologis lain adalah serat Rosenthal, badan granular eosinofil dan sel ganglion. Keberadaan badan granular eosinofil pada tumor ini dipertimbangkan sebagai marker penting pada neoplasma derajat rendah seperti tumor ini.

23 Astrositoma pilositik
Tumor-tumor ini menunjukkan kelemahan hasil prediktif abnormalitas genetik yang konsisten. Tumor ini terjadi ketidaknormalan pada kromosom 17 di regio yang sama seperti gen neurofibromatosis tipe 1 (NF1). Astrositoma pilositik dapat menyebar secara lokal tetapi biasanya ditemukan menyebar melalui CSF. Transformasi keganasan telah dilaporkan pada astrositoma pilositik.

24 Astrositoma Pilositik
Gambar Astrositoma pilositik dengan generasi kistik. Seorang anak laki laki 9 tahun dengan keluhan nyeri kepala karena neoplasma cerebral kiri. MRI T1 godolinium yang ditingkatkan menunjukan fokus yang meningkat dalam tumor sama seperti sinyal abnormal T2 dalam tumor yang berkembang (A,B). tTumor tidak begitu tampak pada CT (C, anak panah). Satu tahun kemudian tumor berkembang menjadi sebuah komponen kistik dengan peningkatan cincin dalam pencitraan T1 godolunium yang ditingkatkan (D), dan juga intensitas cairan cerebrospinal pada T2 (E) tetapi bukan pada pencitraan densitas proton (F).

25 Astrositoma Pilositik
Gambar 36.5 Astrositoma pilositik cerebellum. Seorang wanita 36 tahun datang dengan keluhan sakit kepala T1 (A), T1 post godolinium (B) dan FLAIR (C) Gambaran MR menunjukan astrositoma pilositik. Sebuah tampilan seperti komponen kista teridentifikasi dengan tanda panah.

26 Astrositoma Pilositik
Gambar Astrositoma pilositik pada korpus kalosum. CT axial (A), T1 sagital (B), T2 axial (C) dan T1 axial post gadolinium (D) gambaran MR pada astrositoma pilositik berpusat pada korpus kalosum. Tampak fokus kalsifikasiyang sering muncul pada tipe ini (tanda panah). Astositoma pilositik berbeda dari tumor lain yang melibatkan korpus kalosum karena tumor tumor terbut biasanya tidak terkait dengan edema vasogenik.

27 Astrositoma Pilositik
Gambar Astrositoma pilositik yang melibatkan hipotelamus dan nervus optikus. T1 parasagital (A), T1 midline sagital post gadolinium (B) gambaran T1 axial post gadolinium yang melewati orbit (C) dan gambaran T2 axial yang melewati rego suprasellar (D) menunjukan astrositoma pilositik yang mempunyai kompoen kistik (panah putih) dan juga isointens terhadap grey matter pada T1 dan sedikit relatif hiperintens terhadap gray matter pada gambaran T2-weighted. Tampak hubungan tumor pada arteri-arteri cerebral anterior (kepala panah putih) arteri karotis interna distal (kepala panah hitam) dan diikuti infundibulum pada pituitari seiring dengan berkembanganya tumor pada nervus optikus ( panah putih besar).

28 Astrositoma Pilositik
Gambar Astrostoma pilositik yang melibatkan lobus temporal. Astrositoma pilositik dapat muncul dari otak supratentorial seperti yang tergambar pada gambaran MRI T1 post gadolinium ini, kista ini (A, kepala panah) dan peningkatan nodul mural (panah) yang muncul pada lokasi ini dapat juga terlihat pada ganglioglioma dan xanthoastrositoma pleomorfik.

29 Astrositoma Pilomiksoid.
Astrositoma pilomiksoid (pilomyxoid astrocytoma/PMA) merupakan astrositoma derajat rendah yang sebelumnya dimasukkan kedalam satu kelompok astrositoma pilositik. Kelompok astrositoma ini memiliki pola histologik angiosentrik pilomiksoid monofasik, kekurangan serat Rosenthal yang mengkarakteristikan astrositoma pilositik dan memiliki badan granular eosinofiik yang langka. Asrositoma pilomiksoid memiliki kebiasan dalam fase muda namun mudah dikenali pada fase dewasa. Tumor ini lebih cenderung terjadi pada regio hipotalamus/kiasmatik (Gambar 36.10) dan sangat sering menjadi tumor solid

30 Astrositoma Pilomiksoid
Gambar Gambaran astrositoma pilositik atipikal T1 sagital (A), T2 axial (B), FLAIR axial (C) dan T1 axial post-gadolinium (D) pada astrositoma pilositik yang terlihat agresif pada histopatologi termasuk peningkatan aktivitas proliferasi. Rentang tumor antara korpus kalosum (kepala panah hitam) dan thalamus (panah hitam). Tampak invasi yang terletak didekat centrum semiovale (panah putih) menunjukan sebuah tumor yang agresif.

31 Astrositoma Pilomiksoid
Gambar Astrositoma pilomikoid. Gambaran T2 axial (A) dan T1 koronal post-gadolinium (B) pada otak seorang laki-laki berusia 36 tahun denga lesi kistik hipotalamus tampak komponen kistik (panah) dan infiltasi area otak terdekat (B).

32 Xanthoastrositoma Plemorfik.
Xanthoastrositoma Plemorfik (pleomorphic xanthoastrocytomas/PXAs) merupakan tumor yang muncul dengan tampilan histologi bervariasi. Tumor ini secara umum digolongkan kedalam neoplasma derajat II WHO, namun telah diketahui dapat menjadi ganas. PXAs melibatkan leptomeningens. Lokasi perifer menunjukan bahwa sel-sel tersebut muncul dari astrosit subpial. Tumor ini jarang diketahui dapat berubah menjadi glioma ganglion. Jika hanya jumlah kecil tumor yang diperiksa oleh patologis untuk dianalisa, PXA mungkin sulit dibedakan dengan glioblastoma. Hasil MRI dan CT mungkin dapat membantu dalam menginterpretasikan tumor tersebut.

33 Xanthoastrositoma Plemorfik.
PXAs juga sering didapatkan dalam 2 dekade pertama kehidupan. PXAs lebih sering didapatkan pada pada hemisfer cerebri dengan tempat predileksi lobus temporal. Pada pencitraan, PXA memiliki sebuah kista dan keberadaan nodul mural, dan sangat sulit dibedakan dengan ganglioglioma (Gambar 36.11). Hasil pencitraan derajat rendah seperti kurangnya adema perituoral dan skalop calvaria sering didapatkan pada tumor ini. Pada CT, tumor ini memiliki tampilan kistik pada setengah kasus dan jarang mengandung kalsifikasi. Angiografi menunjukan bahwa tumor ini memiliki sifat hipervaskular dan menerima suplai dari arteri meningeal.

34 Xanthoastrositoma Plemorfik.
Membedakan PXA derajat tinggi dan rendah belum dapat dilakukan. Karena lokasinya terletak perifer, hal ini menyebabkan kesulitan untuk membedakannya dengan meningioma pada pencitraan. Dibutuhkan pertimbangan diagnosis lainnya dalam mengidentifikasi sebuah tumor dengan karakteristik PXA yaitu astrositoma pilositik, ganglioglioma dan oligodendroglioma.

35 Xanthoastrositoma Pleomorfik
Gambar Xanthoastrositoma pleomorfik. Seorang pria berumur 25 tahun datang dengan kejang. CT axial (A), FLAIR MRI axial (B), Mri T2 axial (C) dan MRI T1 axial post gadolinium (D) pada sebuah xanthoastrositoma pleomorfik derajat rendah (PXA) terletak pada korteks lobus perietal kanan. Tampak Area hiperdens pada CT (panah). Perbedaan tampilan pada tipe tumor ini meliputi tumor berbatas tegas formasi kista (kepala panah), lokasi kostikal dan peningkatan kontras. Akan sulit untuk membedakan umor ini dari tumor kortikal lain seperti metastasis atau ganglioglioma. Karena hubungan yang sering dengan ujung duramater tumor tersebut akan tampak serupa dengan meningoma kistik.

36 Xanthoastrositoma Pleomorfik
Gambar Xanthoastrositoma pleomorfik. Peta MRI T1 sagital (A), T1 post gadolinium (B) dan voluma darah cerebral relatif axial (rCBV) (C) pada xanthoastrosima pleomorfik klasifikasi WHO derajat III berpusat pada gyrus frontal kanan inferior. Amati lokasi kortikal adanya gambaran komponen kista (kepala panah) dan peningkatan komponen sama seperti sinyal isointense relatif terhadap gray matter pada T1, semua gambaran pada PXA. Karena tumor berbatas tegas dan tidak berhubungan dengan edema vasogenik, tumor ini tidak dapat dibedakan dari xanthoastrositoma pleomorfik derajat renah dengan menggunakan MRI konvensional. Walaupun volume darah cerebral yang lebih banyak pada tumor (panah) menunjukan astrositoma pada derajat yang lebih tinggi, pada PXA hal tersebut bisa jadi hanya sebuah indikasi adanya peningkatan vaskularisasi yang idak berhubungan dengan derajat keganasan.

37 Subependymal Giant Cell Astrocytoma
Subependymal Giant Cell Astrocytoma (SGA) merupakan tumor primer derajat rendah yang ditetapkan WHO dalam klasifikasi I. Sama seperti namanya, tumor ini terdiri dari astrosit ganglioid yang terletak pada dinding lateral ventrikel. Lokasi tumor yang dekat dengan foramen Monro dapat memicu terjadinya hidrosefalus. Secara umum, hasil histopatologik yang lebih agresif seperti mitosis dan plomorfisme sel pada neoplasma ini belum dikaitkan dengan tingkat keselamatan seperti pada tumor lainnya.

38 Subependymal Giant Cell Astrocytoma
SGA didapatkan pada 6-16% pasien dengan sklerosis tuberous. Sebagai tambahan dalam mengindentifikasi tumor ini dalam lokasi tipikal dekat dengan foramen Monro, penemuan stigmata terkait sklerosis toberous pada pasien yang sama dapat menegakkan diagnosis SGA. Peningkatan kontras sangat umum terjadi pada tumor ini aik pada CT dan MRI. Stigmata sklerosis toberous yang berhubungan meliputi adanya batang kortikal (Cortical tube) dan nodul subependimal. Secara umum, batang kortikal lebih mudah muncul pada MRI, sedangkan nodul subpendimal terkalsifikasi lebih mudah dibaca dengan CT (Gambar 36.13).

39 Subependymal Giant Cell Astrocytoma
Pasien dengan asimptomatik subependymal giant cell astrocytoma ,yang telah terbukti dengan biopsi, yang tidak menjalani pembedahan berkala harus dilakukan pencitraan secara berkala. Jika tumor tumbuh atau terdapat pola peningkatan, hal ini dapat menunjukan indikasi untuk meningkatkan pengawasan dan pembedahan kembali untuk menghilangkan tumor. Diagnosis banding tumor ini secara pencitraan meliputi tumor intraventrikuler seperti neurositoma sentral, metastasis, oligodendroglioma, astrositoma pilositik dan meningioma. SGA dapat dibedakan dari tumor-tumor tersebut dengan melalui pencitraan.

40 Subependymal giant cell astrocytoma
Gambar Subependymal giant cell astrocytoma. Ct axial (A), MRI T1 axial (b), MRI T2 axial (C) dan MRI T1 axial post gadolinium (B) pada sebuah subependymal giant cell astrocytoma (SGA) tampak berada di foramen Monro kanan (kepala panah) pada seorang pasien dengan sklerosis tuberous. Amati nodul subependimal tersebut (padanh putih) yang lebih tampak pemeriksaan Ct daripada Mri. Amati hubungan pada tumor di vena cerebral interna (panah hitam) yang mengharuskan dilakukannya operasi. Tumor tampak hiperdense pada CT tampak heterogen pada T2 dan MRI T1 dan meningkatkan kontas pada MRI. Penampakan tersebut walaupun khas pada SGA namun juga ditemukan pada tumoe ventrikuler lateral. Diagnosis dibuat berdasarkan stigmata pada tuberous sklerosis seperti pada nodul subeendimal.

41 Subependymal giant cell astrocytoma
Gambar Batang kortikal dengan subependymal giant cell astrocytoma. FLAIR (A), Axial post gadolinium (B) dan MRI T1 sagital (C) pada seorang pasien dengan penurunan fungsi kognitif disertai kejang dan adenomata sebaseum. Diantara rentetan gambar FLAIR MRI tampak batang kortikal (tanda panah). CT kurang sensitif dalam mendeteksi batang kortikal, sebuah lesi berkembang yang berukuran 5 mm pada foramen Monro (panah) merupakan gambaran dari subependymal giant cell astrocytoma. Peninjauan MRI ang agrasif dan pengangkatan dengan pembedahan serring disarankan.

42 Terima kasih


Download ppt "Astrositoma Derajat Rendah"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google