Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

“PERBAIKAN SISTEM TATA KELOLA IZIN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN”

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "“PERBAIKAN SISTEM TATA KELOLA IZIN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN”"— Transcript presentasi:

1 “PERBAIKAN SISTEM TATA KELOLA IZIN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN”
Disampaikan oleh : Dr. Ir. Bambang Soepijanto, MM Direktur Jenderal Planologi Kehutanan, pada Acara Dialog Mingguan Kementerian Kehutanan Jakarta, 24 Februari 2013

2 Dasar Hukum Penggunaan Kawasan Hutan
Pasal 38 UU No. 41/1999 jo UU No. 19/2004 tentang Kehutanan PP No. 24/2010 jo PP No.61/2012 tentang Penggunaan Kawasan Hutan PP 2/2008 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan di luar Kegiatan Kehutanan yang berlaku pada Departemen Kehutanan. Perpres No.28/2011 tentang Penggunaan Kawasan Hutan Lindung untuk Penambangan Bawah Tanah Permenhut No.P.18/Menhut-II/2011 jis No. P.38/Menhut-II/2012, No. P.14/Menhut-II/2013 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan

3 Agenda Penyempurnaan Sistem Tata Kelola
Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Perubahan Permenhut No.P.18/Menhut-II/2011 jis No. P.38/Menhut-II/2012, No.P.14/Menhut-II/2013 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. 2. Perubahan PP 2/2008 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan di luar Kegiatan Kehutanan yang berlaku pada Departemen Kehutanan.

4 PERUBAHAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN

5 Dasar Perubahan/Penyempurnaan
Renaksi Kemenhut tindak lanjut Kajian KPK atas Sistem Perencanaan dan Pengelolaan Kawasan Hutan pada bulan Juni- Desember 2010 (17 Renaksi tahun ). Nota Kesepakatan Rencana Aksi Bersama 12 Kementerian/ Lembaga tentang Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan, ditandatangani di Istana Negara pada tanggal 11 Maret 2013. Rekomendasi BPK RI tentang Penghitungan dan Tarif PNBP Rakor Menko Bidang Perekonomian tanggal 13 September dan 9 Oktober 2013 tentang Penyederhanaan Perizinan Pembahasan dengan BPKP Rakor dengan SKK Migas tangal 6-7 Desember 2013. Survei Integritas KPK Tahun 2013

6 Sistem Tata Kelola IPPKH
Terdapat tiga Komponen dalam Sistem Tata Kelola Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan, yaitu: Struktur; Substansi; dan Budaya/Kultur 2. Saat ini Kementerian Kehutanan telah dan sedang melakukan penyempurnaan terhadap 3 komponen Sistem Tata Kelola IPPKH.

7 Penyempurnaan Struktur
Dalam rangka meningkatkan pelayanan perizinan yang efektif, efisien, dan transparan kepada pelaku usaha guna mendukung kelancaran dan kecepatan, Kemehut sejak 3 Juni 2012 telah menerapkan Pelayanan Informasi Perizinan di Bidang Kehutanan secara Online (Permenhut No. P.13/Menhut-II/2012) Dalam Penyempurnaan Organisasi Kementerian Kehutanan ke depan, perlu dibentuk Satu Unit Khusus yang Menangani Pelayanan Perizinan (setingkat Eselon II)

8 Penyempurnaan Substansi
Mekanisme Penyelesaian Permohonan - penyelesaian materi/substansi teknis IPPKH sejak dari penelaahan sampai dengan dokumen siap ditandatangani Menhut menjadi tanggung jawab Ditjen Planologi Kehutanan. - Ditjen Planologi Kehutanan tetap berkoordinasi dengan Eselon I terkait, namun tidak perlu diatur secara khusus dalam suatu regeling. - Pengaturan tentang Penyelesaian kegiatan Eksisting (sumur migas, fasilitas umum) Dalam rangka penyederhanaan dan percepatan penerbitan IPPKH, terdapat pelimpahan wewenang kepada Dirjen Planologi Kehutanan untuk: Perpanjangan Persetujuan Prinsip Perpanjangan IPPKH Eksplorasi Revisi Baseline

9 Lanjutan … Penyederhanaan Persyaratan IPPKH, antara lain:
- Citra Satelit hanya untuk kegiatan Pertambangan Operasi Produksi - Inventarisasi tegakan menjadi kewajiban pemegang IPPKH bukan kewajiban pemegang persetujuan prinsip - Rencana penanaman DAS menjadi kewajiban dalam persetujuan prinsip (sebelumnya setelah IPPKH terbit) - Policy Advisor bukan syarat terbitnya IPPKH tetapi merupakan kewajiban pemegang IPPKH - Penggantian biaya invenstasi hanya untuk kegiatan Operasi Produksi - Penggantian Iuran Izin Pemanfaatan dihilangkan

10 Penyempurnaan Budaya /Perilaku
Deklarasi Pelayanan Satu Pintu Pemberian IPPKH (11 September 2013) Membuat Kode Etik PNS Lingkup Ditjen Planologi Kehutanan Pembentukan Dewan Kehormatan Kode Etik dan Mekanisme Penanganan Pelanggaran Kode Etik PNS Lingkup Ditjen Planologi Kehutanan Membuat Juklak Pelaporan Gratifikasi Bagi Pegawai lingkup Ditjen Planologi Kehutanan Dalam rangka menumbuhkan kesadaran dalam pencegahan dan pemberantasan Korupsi, seluruh Pegawai Ditjen Planologi Kehutanan setiap hari Rabu menggunakan Baju Seragam Berwarna Hitam bertuliskan STOP SUAP-KORUPSI dan Pin bertuliskan ANTI KORUPSI. Membentuk Unit Penanganan Dumas

11 Perubahan PP No. 2 Tahun 2008

12 Dasar Revisi PP No. 2/2008 Rekomendasi BPK RI: kriteria L3 seharusnya mempunyai faktor pengali tertinggi, karena L3 mempunyai dampak kerusakan lingkungan terparah dari semua kriteria area penggunaan kawasan hutan . Tarif PNBP sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini akibat adanya peningkatan nilai-nilai yang terkandung dalam kawasan hutan, adanya nilai inflasi dan kenaikan dampak kerusakan lingkungan, Nilai Intrinsik SDH yang hilang akibat dari penggunaan kawasan hutan adalah ± Rp 85 Juta/Ha/Tahun (Prof. Soeparmoko, 2005); Kenaikan tarif PNBP-PKH mempertimbangkan aspek penting yang terkait : Aspek Keadilan : Seluruh areal IPPKH dikenakan PNBP-PKH yang semula terdapat areal yang tidak dikenai PNBP-PKH dan tidak bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk jangka waktu izin di bidangnya dan Tarif PNBP-PKH yang lama tidak sebanding dengan nilai intrinsik SDH yang hilang. Aspek manfaat : Peningkatan penerimaan PNBP-PKH dapat dipergunakan untuk meningkatkan pengembangan program-program pemberdayaan masyarakat sekitar tambang. Saat ini RPP Perubahan PP 2/2008 dalam tahap finalisasi, permohonan paraf Persetujuan dari Menteri terkait sebelum disampaikan ke Presiden. 12

13 PERUBAHAN RUMUS PENGHITUNGAN PNBP
Semula : PNBP-PKH = (L1 x 1 x tarif)+ (L2 x 4 x tarif) + (L3 x 2 x tarif) Rp/ha/tahun Keterangan : L1 belum memasukkan areal penyangga L3 faktor pengalinya hanya 2 x tarif (Menjadi Temuan BPK RI) Menjadi : a. PNBP-PKH = (L1 x 1 x tarif)+ (L2 x 4 x tarif) Rp/Ha/Tahun b. Dalam hal dari hasil verifikasi terdapat areal L3, maka : PNBP PKH = (L1x1xtarif)+ (L2x4xtarif) + (L3 x 7 x tarif) Rp/ha/tahun Keterangan: L1 memasukkan areal penyangga L3 faktor pengalinya menjadi 7 x tarif Dengan revisi definisi: L1= area pengggunaan kawasan hutan untuk bukaan tambang aktif, sarana prasarana penunjang yang bersifat permanen dan area pengembangan dan atau/area penyangga untuk pengamanan kegiatan (ha) L2 = area penggunaan kawasan hutan yang bersifat temporer yang secara teknis dapat dilakukan reklamasi (ha) L3 = area penggunaan kawasan hutan yang mengalami kerusakan permanen yang pada bagian tertentu setelah dilakukan reklamasi tetapi tidak dapat dilakukan secara optimal (ha) 13

14 Perubahan Tarif PNBP PKH
No JENIS PNBP SATUAN TARIF LAMA (Rp) TARIF BARU Kenaikan (%) 1. Penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan dan sarana prasarana penunjangnya: Hutan Lindung Hutan Produksi Ha/Thn ,- ,- ,- ,- 33,33% 45,83% 2. Penggunaan kawasan hutan untuk area pengembangan dan atau/area penyangga untuk keamanan kegiatan pertambangan: Sebelumnya tidak dikenakan Tarif ,- ,- - 3. Penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan antara lain untuk migas, panas bumi, jaringan telekomunikasi, repiter telekomunikasi, stasiun pemancar radio, stasiun relai televisi, ketenagalistrikan, instalasi teknologi energi terbarukan, instalasi air, jalan tol, atau pertanian tertentu yang bersifat komersil, beserta sarana prasarana penunjangnya dan area pengembangan dan atau/ area penyangga untuk keamanan kegiatan: ,- ,- ,- 14

15 Perkembangan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk Mineral dan Batubara (s/d Januari 2014)

16 IZIN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN UNTUK SURVEY/ EKSPLORASI MINERAL DAN BATUBARA
NO PULAU Batubara Galian C Logam Mulia Mineral Logam Lain TOTAL Unit Luas (ha) 1 SUMATERA 11 29.477,71 - 5 37.725,74 2 6.949,00 18 74.152,45 JAWA 767,76 3 7.755,80 8.523,56 KALIMANTAN 63 ,16 770,00 29.720,86 2.190,33 72 ,35 4 NUSA TENGGARA 7 ,00 SULAWESI 47.274,65 39.857,00 14 87.131,65 6 MALUKU 20.873,08 36 ,39 40 ,47 PAPUA 28.420,00 6.060,00 34.480,00 77 ,87 1537,76 31 ,13 49 ,72 160 ,48

17 IZIN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN UNTUK OPERASI PRODUKSI MINERAL DAN BATUBARA
NO PULAU Batubara Galian C Logam Mulia Mineral Logam Lain TOTAL Unit Luas (ha) 1 SUMATERA 32 18.229,91 16 3.511,04 2 995,07 6 1.200,69 56 23.936,7 JAWA - 20 2.209,56 5 34,88 4,00 26 2.248,4 3 KALIMANTAN 175 ,99 3.834,84 4 16.348,28 17 11.404,57 199 ,7 NUSA TENGGARA 34,42 6.417,30 6.451,7 SULAWESI 263,22 3.162,36 27 23.793,09 38 27.218,7 MALUKU 1.699,05 24 14.184,95 15.884,0 207 ,91 46 9.853,08 28.656,94 75 50.587,30 348 ,2

18 Hilirisasi Sektor Pertambangan melalui pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri.

19 Hilirisasi Sektor Pertambangan
Hilirisasi sektor pertambangan mineral melalui pengembangan industri pengolahan dan pemurnian (smelter) merupakan amanat Pasal 170 UU No. 4/2009 tanggal 12 Januari tentang Mineral dan Batubara, bahwa paling lambat mulai 12 Januari Pemegang IUP OP dan Kontrak Karya wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri. Melalui pengembangan industri smelter akan: - menambah penguasaan teknologi; - menciptakan lapangan kerja baru; - meningkatkan nilai tambah dari bahan tambang; - meningkatan pendapatan negara.

20 Lanjutan ... 3. Sebagai peraturan pelaksanaan dari UU 4/2009, pada tanggal 11 Januari telah diundangkan PP No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas PP No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, dimana dalam Pasal 112 C diatur bahwa: a. Pemegang Kontrak Karya wajib melakukan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri b. Pemegang IUP OP wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri. 4. Secara teknis pelaksanaan kewajiban membangun smelter, diatur dalam Permen ESDM No.1/2014, tanggal 11 Januari 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri

21 Permen ESDM No 1/2014 Permen ESDM No. 1/2014, intinya mengatur:
- batasan waktu pelaksanaan penjualan hasil pengolahan mineral logam ke luar negeri dalam jumlah tertentu; dan - batasan minimum pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri. Komoditas mineral utama seperti nikel, bauksit, timah, emas, perak, dan kromium didorong untuk dilakukan pemurnian karena sudah dilakukan pemurnian jauh sebelum UU 4/2009 diterbitkan, untuk mendorong industri berbasis mineral dalam negeri dan tidak ada produk intermediate (produk antara). Hasil pengolahan dalam bentuk konsentrat tembaga, pasir besi, bijih besi, seng, timbal, dan mangan diperbolehkan dijual ke luar negeri sampai fasilitas pemurnian selesai paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Permen ESDM 1/2014 diundangkan. Sejak 12 Januari 2014 pemegang IUP Operasi Produksi dan pemegang kontrak karya dilarang melakukan penjualan bijih (raw material/ore) ke luar negeri.

22 Banyak pohon, banyak rejeki
TERIMA KASIH Banyak pohon, banyak rejeki


Download ppt "“PERBAIKAN SISTEM TATA KELOLA IZIN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN”"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google