Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

ENDANG SRIHANDAYANI, 2501906033 MAKNA SIMBOLIS BENTUK PENYAJIAN WAYANG WONG SAKRAL DI DUSUN TUTUP NGISOR DESA SUMBER KECAMATAN DUKUN KABUPATEN MAGELANG.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "ENDANG SRIHANDAYANI, 2501906033 MAKNA SIMBOLIS BENTUK PENYAJIAN WAYANG WONG SAKRAL DI DUSUN TUTUP NGISOR DESA SUMBER KECAMATAN DUKUN KABUPATEN MAGELANG."— Transcript presentasi:

1 ENDANG SRIHANDAYANI, 2501906033 MAKNA SIMBOLIS BENTUK PENYAJIAN WAYANG WONG SAKRAL DI DUSUN TUTUP NGISOR DESA SUMBER KECAMATAN DUKUN KABUPATEN MAGELANG

2 Identitas Mahasiswa - NAMA : ENDANG SRIHANDAYANI - NIM : 2501906033 - PRODI : Pendidikan Seni Drama, Tari, dan Musik - JURUSAN : Seni Drama, Tari, dan Musik - FAKULTAS : Bahasa dan Seni - EMAIL : Rendir_n pada domain yahoo.com - PEMBIMBING 1 : Dra. Malarsih,M,Sn - PEMBIMBING 2 : Prof.Dr.M. Jazuli,M.Hum - TGL UJIAN : 2007-06-26

3 Judul MAKNA SIMBOLIS BENTUK PENYAJIAN WAYANG WONG SAKRAL DI DUSUN TUTUP NGISOR DESA SUMBER KECAMATAN DUKUN KABUPATEN MAGELANG

4 Abstrak Wayang Wong Sakral di Dusun Tutup Ngisor, Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang sebagai sarana upacara tradisi bulan Sura yang keberadaannya tetep dilestarikan sampai sekarang. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana bentuk penyajian, fungsi dan makna simbolis bentuk penyajian Wayang Wong Sakral di Dusun Tutup Ngisor, Desa Sumber, Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui bagaimana bentuk penyajian, fungsi dan makna simbolis bentuk penyajian Wayang Wong Sakral di Dusun Tutup Ngisor, Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Manfaat yang dapat diperoleh adalah: 1) Bagi peneliti akan memberikan pemahaman yang lengkap terhadap kesenian Wayang Wong Sakral dalam upacara tradisi bulan Sura, 2) Bagi padepokan Cipta Budaya dapat memperkaya khasanah seni tari untuk meningkatkan kualitas, kuantitas dan kreatifitas dalam upaya melestarikan kesenian tersebut, 3) Bagi masyarakat Tutup Ngisor dapat memanfaatkan sebagai masukan dalam upaya pembentukan atas bentuk penyajian Wayang Wong Sakral dalam upacara tradisi bulan Sura, 4) Bagi Dinas Pendidikan dan Dinas Pariwisata dapat bermanfaat sebagai bahan pelengkap untuk data-data dari kesenian Wayang Wong Sakral sebagai dokumentasi kesenian, 5) Bagi pembaca dapat bermanfaat untuk menambah wawasan dan apresiasi terhadap kesenian Wayang Wong Sakral dalam upacara tradisi bulan Sura. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Data penelitian diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data kemudian dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan cara data yang sudah diperoleh dikumpulkan, diatur, diurutkan, dikelompokkan dan diolah untuk disajikan kedalam bentuk laporan penelitian. Pengecekan keabsahan data menggunakan triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyajian Wayang Wong Sakral merupakan salah satu sarana upacara tradisi bulan Sura yang sampai sekarang masih dilestarikan oleh warga Tutup Ngisor. Penyajian Wayang Wong Sakral dengan lakon “Lumbung Tugu Mas” atau “Sri Kembang”, merupakan acara inti dari rangkaian upacara tradisi bulan Sura yang mempunyai arti sangat penting bagi masyarakat Tutup Ngisor. Hal ini dikarenakan cerita tersebut ada petunjuk tentang bercocok tanam, dan yang paling penting adalah terhindarnya dari marabahaya, baik ancaman fisik maupun non fisik. Makna simbolis bentuk penyajian Wayang Wong Sakral terdapat pada para tokoh, yaitu tokoh Semar yang memimpin doa untuk memohon turunnya wahyu kesuburan. Tokoh Dewi Sri Kembang sebagai dewi kesuburan yang diharapkan dapat memberi daya tumbuh pada tanaman sehingga terhindar dari kegagalan panen. Begitu juga tokoh Dalang merupakan lambang hidup, yaitu yang menghidupi penyajian Wayang Wong Sakral tersebut. Terdapat juga makna simbolis perlengkapan upacara yang berupa sesaji atau sajen dan senjata-senjata dari para dewa yang diberikan kepada Prabu Yudistira sebagai tolak bala, sedangkan makna simbolis pelaksanaan upacara tradisi bulan Sura ada tiga yaitu awal, tengah dan akhir, merupakan lambang kehidupan manusia yang awalnya tidak ada, ada kembali tiada. Berdasarkan hasil penelitian disarankan: 1) Pemerintah Daerah dan Dinas Pariwisata Kabupaten Magelang perlu memberikan perhatian khusus untuk pelestarian budaya masyarakat Dusun Tutup Ngisor, 2) Dinas Pariwisata dapat mengagendakan pertunjukan Wayang Wong Sakral sebagai tujuan wisata, 3) Padepokan Cipta Budaya perlu pembinaan para pemain Wayang Wong Sakral dalam gerak tarinya serta perlu regenerasi pemain untuk kelestariannya.

5 Kata Kunci

6 Referensi Amir, Hasim. 1994. Nilai-nilai Estetis Dalam Wayang. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Arikunto, Suharsimi. 1988. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bina Aksara. Bastomi, Suwaji. 1986. Kebudayaan Apresiasi Pendidikan Seni. Semarang: IKIP Pres. Hadi, Sumandiyo. 2005. Sosiologi Tari. Yogyakarta: Pustaka. Harpawati, Tatik. 2004. “Sumantri Ngenger Sebuah Analisis Strukturtural Levis Straus.” Dalam Harmonia, Vol. 5 No. 1 2004. Sendratasik FBS UNNES. Hersapandi. 1999. Wayang Wong Sriwedari, dan Seni Istana Menjadi Seni Komersia. Surakarta: Yayasan Untuk Indonesia. Herusatoto, Budiono. 1984. Simbolisme dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Hanindita. Jazuli, M. 1994. Telaah Teoritis Tari. Semarang: IKIP Semarang Pres. Keraf, Gorys. 1989. Komposisi Sebuah Kemahiran Bahasa. P. Nusa Indah. Koentjoroningrat. 1992. Kebudayaan Mentalitas Dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Lestari, Wahyu. 2006. “Ruwatan (Merti Desa) Masyarakat Gunungkidul Pasca Gempa Bumi Tektonik di Daerah Istimewa Yogyakarta.” Dalam Harmonia. Vol 7 No 3 2006. Sendratasik FBS UNNES. Lindsay, Jennifer. 1991. Klasik Kitch Kontemporer, Tentang Seni Pertunjukan Jawa. Translated by Nin Bakdi Sumanto. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Maharkesti, R.A. 1989. Adat Istiadat Siraman Istana Yogyakarta. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Sejarah dan Nilai Tradisional. Moleong, J. Lexy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya Offset. Muhadjir, Noeng. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin. Muliono, et al. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Poerwadarminta, W. J. S. 1976. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Sangarimbun dan Effendi. 1995. Metodologi Penelitian Survai (Revised Ed.). Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia. Santoso, P. Wahyu. Melawan Arus (Tari) Dengan Pucang Kanginan. Suara Merdeka, 10 Desember. Hlm. 22. Semarang. Sedyawati, Edi. 1984. Tari: Tinjauan dari Berbagai Segi. Jakarta: Pustaka Jaya. ____________. 1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan. Soedarsono, R.M. 1972. Jawa dan Bali Dua Pusat Perkembangan Drama Tari Tradisional di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. ______________. 1984. Wayang Wong Drama Tari Ritual Kenegaraan di Kraton Yogyakarta. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Soekatno. 1992. Wayang Kulit Purwa, Klasifikasi Jenis dan Sejarah. Semarang: Aneka Ilmu. Suharto, Ben. 1990. “Joget dan Jagat”. Makalah untuk staf pengajar ISI. Yogyakarta: ISI Yogyakarta. Syarif, Mustika. 1991. Tari Tradisional Indonesia. Jakarta: Depdikbud.

7 Terima Kasih http://unnes.ac.id


Download ppt "ENDANG SRIHANDAYANI, 2501906033 MAKNA SIMBOLIS BENTUK PENYAJIAN WAYANG WONG SAKRAL DI DUSUN TUTUP NGISOR DESA SUMBER KECAMATAN DUKUN KABUPATEN MAGELANG."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google