Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

RHEUMATOID ARTHRITIS Oki Tursinawati FA/07724

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "RHEUMATOID ARTHRITIS Oki Tursinawati FA/07724"— Transcript presentasi:

1 RHEUMATOID ARTHRITIS Oki Tursinawati FA/07724
Truli Dian Anggraini FA/07728 Dhien Setiani FA/07756 Putri Damai Lestari FA/07863 Septilina Melati Sirait FA/08880 Ratih Pratiwi Sari FA/08891

2 EPIDEMIOLOGI Di dunia : angka kejadian 0,3-5 persen semua etnis dan usia, cenderung meningkat : usia dewasa muda atau usia pertengahan dan usia produktif. Wanita 3-4 kali lebih berisiko terkena, serta lebih banyak terjadi di negara berkembang. Di Indonesia, diperkirakan: Kelompok dewasa > 18 tahun : 0,1-0,3 persen anak- Anak dan remaja < 18 tahun : 1 dari 100 ribu penduduk. Kini diperkirakan ada sekitar 360 ribu pasien rheumatoid arthritis dewasa di Indonesia. Kerusakan sendi sudah mulai terjadi pada enam bulan pertama setelah terserang penyakit ini, sedangkan kecacatan terjadi 2-3 tahun kemudian bila tidak diobati.

3 PATOFISIOLOGI DEFINISI
Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang menyebabkan peradangan pada sendi, bersifat menahun, sistemik, progresif, dan nyeri sendinya bersifat simetris. Etiologi Penyebab pasti rheumatoid arthritis (RA) tidak diketahui, diperkirakan disebabkan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor system reproduksi.

4 Klasifikasi Klasifikasi berdasarkan tingkat kerusakan pada sendi (Steinbroker) yaitu : Stadium I : hasil radiografi menunjukkan tidak adanya kerusakan pada sendi. Stadium II : terjadi osteoporosis dengan atau tanpa kerusakan tulang yang ringan disertai penyempitan pada ruang sendi. Stadium III: terjadi kerusakan pada kartilago dan tulang tertentu dengan penyempitan ruang sendi; sehingga terjadi perubahan bentuk sendi. Stadium IV: imobilisasi menyeluruh pada sendi karena menyatunya tulang-tulang

5 PATOGENESIS

6 KETERANGAN: Kasus rheumatoid arthritis sistem imun tidak mampu lagi membedakan komponen self dan non-self sehingga kemudian menyerang jaringan sinovial serta jaringan penyokong lain sehingga terjadi inflamasi berlebihan Inflamasi terjadi karena adanya paparan antigen yang akan memicu pembentukan antibodi oleh sel B. Rheumatoid factor (antibodi pasien terdiagnosa RA) mengaktiflkan komplemen kemudian memicu kemotaksis, fagositosis, dan pelepasan sitokin oleh sel mononuklear sehingga dapat mempresentasikan antigen kepada sel T CD4+. Kunci terjadinya inflamasi pada RA yaitu disebabkan pelepasan sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, dan IL-6.

7 Lanjutan... Aktivasi sel T CD4+ akan memicu sel-sel inflamasi datang ke area inflamasi: Makrofag  prostaglandin dan sitotoksin  memperparah inflamasi Histamine dan kinin  edema, eritema, nyeri, rasa panas. Aktivasi makrofag, limfosit dan fibroblas  angiogenesis  peningkatan vaskularisasi sinovial penderita RA. Inflamasi kronis  membran sinovial mengalami proliferasi berlebih  terbentuk pannus erosi tulang dan akhirnya kerusakan sendi. Peradangan akan menyebar ke tulang rawan kapsul fibroma ligament tendon penimbunan sel darah putih dan pembentukan jaringan parut  membran sinovium menjadi hiperatropi dan menebal aliran darah yang masuk ke dalam sendi terhambat terjadinya nekrosis (rusaknya jaringan sendi), nyeri hebat dan deformitas.

8 Gejala Klinis

9 Gejala-gejala sendi biasanya meliputi:
Gejala klinis utama adalah poliartritis kerusakan rawan sendi dan tulang sekitarnya. Kerusakan ini terutama mengenai sendi perifer tangan dan kaki yang umumnya bersifat simetris. Gejala-gejala umum :Sendi terjadi pembengkakan, warna kemerahan, terasa hangat, bila ditekan terasa lunak dan disertai rasa sakit. Datang sebelum gejala-gejala sendi sehingga kadang gejala awal seperti sedang terkena flu atau penyakit yang serupa seperti malaise. Gejala-gejala sendi biasanya meliputi:  Kekakuan: sendi tidak dapat digerakkan secara normal. Area gerak sendi mungkin berkurang. Gejala yang paling sering terlihat adalah kekakuan di pagi hari yang nantinya dapat berkembang menjadi semakin parah.  Peradangan (kemerahan, empuk, dan terasa) Pembengkakan di daerah di sekitar sendi Nodul Nyeri

10 DIAGNOSA RA Cairan sinovial atau tes antinuklear antibodi
Laju enap darah (LED) dan C-Reactive Protein (CRP) Tes RhF Tes antibodi anti-CCP Tes hitung darah lengkap X-ray ATAU MRI ATAU USG Densitometri Atau Scan Tulang Cairan sinovial atau tes antinuklear antibodi

11 Prognosis Diagnosis dan pengobatan yang terlambat dapat membahayakan pasien. Sekitar 40% pasien rheumatoid arthritis ini menjadi cacat setelah 10 tahun. Akan tetapi, hasilnya sangatlah bervariasi. Prognosis yang buruk  hasil tes yang menunjukkan adanya cedera tulang pada tes radiologi awal, adanya anemia persisten yang kronis, dan adanya antibodi anti-CCP (Temprano, 2011). Rheumatoid arthritis (RA) yang aktif terus-menerus selama lebih dari satu tahun deformitas sendi serta kecacatan. Morbiditas dan mortalitas karena masalah kardiovaskular meningkat pada penderita RA.

12 KOMPLIKASI Rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit sistemik, sehingga peradangannya dapat mempengaruhi organ-organ area tubuh lain Sindrom Sjogren (Kekeringan kelenjar mata dan mulut). Pleuritis peradangan (rheumatoid nodules) berkembang dalam paru-paru. Pericarditis Berkurangnya jumlah sel-sel darah merah (anemia) dan sel-sel darah putih. Sel-sel putih yang berkurang pembesaran limpa (sindrom Felty)  meningkatkan risiko infeksi-infeksi. Benjolan-benjolan keras di bawah kulit (rheumatoid nodules)  sekitar siku-siku dan jari-jari tangan  dapat terinfeksi. Peradangan pembuluh darah (vasculitis) kematian jaringan (Serius & jarang) Gastritis dan ulkus peptik  efek samping utama  obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) Komplikasi saraf  ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.

13 PENATALAKSANAAN TERAPI
Rheumatoid Arthritis

14 Tujuan terapi Organ  kembalikan fungsi seperti normal
Inflamasi aktif (lokal/sistemik)  hilangkan Jaringan  cegah rusak Sendi  cegah deformitas, jaga fungsi Organ  kembalikan fungsi seperti normal

15 Strategi terapi Sendi Kurangi inflamasi Cegah rusak & cacat Gejala
Hilangkan nyeri

16 Terapi non-farmakologi
Olahraga a. Latihan rentang gerak b. Latihan penguatan c. Latihan daya tahan Mengurangi sakit dan lelah Tingkatkan fleksibilitas & kekuatan gerak Jangkauan gerak naik Daya tahan meningkat Jaga BB dari sendi tubuh bawah AEROBIK AIR

17 Terapi non-farmakologi
Istirahat Sembuhkan stres sendi Cegah kerusakan sendi Imobilitas Turunkan rentang gerak Atrofi otot

18 Terapi non-farmakologi
Pengurangan BB Kurangi stres sendi Kurangi nyeri Cegah kondisi medis lain peny. Jantung diabetes Variasi makanan: Banyak buah dan sayur Protein tanpa lemak Susu rendah lemak Stop rokok

19 Terapi non-farmakologi
Pembedahan Artoplasti (penggantian total sendi) Perbaikan tendon Sinovektomi (penghapusan lapisan sendi) Arthrodesis (fusi sendi)

20 Antirematik (modifikasi penyakit)
Terapi farmakologi 2 kelas obat Fast acting Simtomatik NSAID SAID Slow acting Antirematik (modifikasi penyakit) DMRADs Agen biologik

21 Terapi farmakologi DMARDs (disease-modifying, anti-rheumatic drugs)  dimulai selama 3 bulan pertama setelah diagnosis RA ditegakkan Mekanisme aksi??  tidak jelas  kemungkinan memodifikasi sistem imun dg beberapa cara Efek baru terlihat setelah pemakaian 6-8 bulan First choice  METOTREKSAT better outcome, low cost Other choice  LEFLUNOMID Kombinasi  lebih efektif

22 Terapi farmakologi Agen Biologik  mengeblok sistem kekebalan tubuh  TNF, IL-1 Anti TNF  etanercept, infliximab, adalimumab Antagonis reseptor IL-1  anakinra, abatacept, rituximab Kombinasi dg DMARDs  infliximab + metotreksat  cegah perkembangan antibodi

23 Terapi farmakologi

24 Sebaiknya tidak monoterapi
Terapi farmakologi Fast acting Kortikosteroid Kontrol gejala sebelum efek DMARDs muncul Sebaiknya tidak monoterapi Hindari penggunaan kronis NSAID Kurangi bengkak Kurangi nyeri

25 Terapi farmakologi

26 Monitoring terapi Perbaikan tanda klinis
berkurangnya pembengkakan sendi, berkurangnya panas pada sendi yang aktif, berkurangnya keempukan sendi saat dipalpasi 2. Pengurangan gejala berkurangnya nyeri sendi yang dirasakan, perbaikan dan kemampuan untuk beraktivitas sehari-hari.

27 Efek samping dan toksisitas obat
Monitoring terapi Efek samping dan toksisitas obat

28 KASUS Deskripsi Kasus SA seorang wanita berusia 60 tahun dibawa ke rumah sakit dengan keluhan rasa sakit dan nyeri di bagian punggung kebawah dan bagian lutut kirinya. Rasa sakit tersebut dirasakan sejak 2 hari yang lalu akibat terjatuh. Dia mempunyai riwayat penyakit osteoporosis sejak 2 tahun yang lalu, juga mempunyai riwayat PUD dan menopouse di usia 55 tahun. Riwayat keluarganya: ibunya menderita kanker payudara. Riwayat sosial : Sejak suami SA meninggal 6 bulan yang lalu membuat SA menjadi sangat stress dan dia menjadi mempunyai kebiasaan merokok serta minum kopi 2 gelas tiap pagi. Riwayat pengobatan : parasetamol 2x500 mg po QID jika perlu untuk nyeri sendinya. Simetidin 400 mg BID selama beberapa tahun, tablet Calsium carbonat chewable 500 mg BID, Prednison 10 mg BID sejak 9 bulan yang lalu. Hasil Pemeriksaan KU : muka pucat, terlihat capek HEENT : pucat pasi dan moon facies Tanda vital : BP 128/84 mmHg, HR 70, RR 20, T 37,3°C, BB 61 kg, TB 168 cm Rheumatoid factor titer = 1: 65 This slide shows the mean plasma concentration time course of indinavir in eight healthy volunteers with indinavir alone or after taking indinavir with St. John’s Wort.{Piscitelli} After administration of St. John’s wort, a 57% reduction was observed in the indinavir area under the plasma concentration-time curve (AUC), indicative of reduced exposure to indinavir. This study prompted a public health advisory released by the FDA on February 10,2000 ( about the risk of drug interactions between St. John’s wort and other medications. The potential for loss of therapeutic efficacy due to this interaction suggests the importance of taking a complete medication history. Piscitelli SC, Burstein AH, Chaitt D, Alfaro RM, Falloon J. Indinavir concentrations and St John's wort. Lancet 2000; 355(9203):

29 Pengembangan Kasus Selama 3 minggu terakhir ini pasien sering merasakan kaku dan nyeri pada persendian (kanan dan kirinya). Jika terasa nyeri SA minum parasetamol 2x500mg. Pada suatu hari SA harus memeriksakan ke dokter karena rasa sakit dan nyeri yang tidak tertahankan di bagian punggung ke bawah dan bagian lutut kirinya akibat terjatuh 2 hari yang lalu. Hasil pemeriksaan laboratorium lain : CRP = positif (normal : negatif) Hb = 10 g/dl (normal untuk wanita : g/dl) Hct = 29% (normal : 36-48%) LED = 30 mm/jam (normal : 20 mm/jam) MCV = 65 U3 (normal : U3) ANA = positf (normal : negatif) Anti CCP = positif (normal : negatif) Pemeriksaan DXA = T score -2,5 SD Kultur bakteri = negatif Sinar X = masih normal

30 ANALISIS SOAP Subjective
Keluhan utama pasien : rasa sakit dan nyeri di bagian punggung ke bawah dan bagian lutut kirinya. Riwayat penyakit :osteoporosis, rheumatoid arthritis, dan PUD. Riwayat sosial :mempunyai kebiasaan merokok serta minum kopi 2 gelas tiap pagi. Riwayat keluarga : ibunya menderita kanker payudara. Riwayat pengobatan : PUD dan osteoporosis. Tidak ada riwayat alergi pada pasien. Review of System : muka pucat, terlihat capek, HEENT pucat pasi dan moon facies. Riwayat pengobatan : parasetamol 2x500 mg PO QID jika perlu untuk nyeri sendinya, simetidin 400 mg BID selama beberapa tahun, tablet Calcium carbonat chewable 500 mg BID, Prednison 10 mg BID sejak 9 bulan yang lalu.

31 Objective BP = 128/84 mmHg (normal = 120/80 mmHg) HR = 70 x/menit (normal =80-100x/ menit) RR = 20x/menit (normal = 13-18x/menit) T = 37,3 ◦C (normal =36,5-37,5◦C) BB = 61 kg TB = 168 cm BMI = 21,61 (normal = 18,5- 24,9) Rheumatoid factor titer = 1: 65 Pemeriksaan DXA = T score -2,5 SD Kultur bakteri = negatif CRP = positif (normal : negatif) Hb = 10 g/dl (normal : g/dl) Hct = 29% (normal : 36-48%) LED = 30 mm/jam (normal : 20 mm/jam) MCV = 65 U3 (normal : U3) ANA = positif (normal : negatif) Anti CCP = positif (normal : negatif) Sinar X = masih normal

32 Assessment Pasien menderita rheumatoid arthritis yang masih ringan disertai osteoarthritis dan PUD. Plan Mengatasi gejala penyakit. Mengurangi progresivitas penyakit. Meningkatkan keadaan fisik dan psikis pasien. Mengurangi resiko morbiditas dan mortalitas

33 PENATALAKSANAAN TERAPI

34 Rheumatoid Arthritis Terapi Nonfarmakologis Istirahat cukup
Terapi fisik  ketrampilan dan latihan yang diperlukan untuk meningkatkan atau memelihara mobilitas. Aplikasi dingin/panas membantu menjaga dan mengembalikan rentang gerakan sendi dan mengurangi rasa sakit dan kejang otot. Handuk hangat, kantung panas (hot packs), atau mandi air hangat dapat mengurangi kekakuan dan rasa sakit. Edukasi pasien tentang penyakit serta keuntungan dan kerugian dari terapinya.

35 Terapi Farmakologis Rhematoid Arthritis
1. Sulfasalazine (Sulcolon®) Mekanisme aksi : merupakan prodrug yang dipecah oleh bakteri kolon menjadi sulfapyridine dan 5-aminosalicylic acid. Sulfapyridine dipercaya bertanggung jawab untuk agen antirematik, meskipun mekanisme aksinya belum diketahui. Dosis : Loading dose :500 mg 1x sehari selama 1 minggu pertama Dosis maintenance : 500 mg 2x sehari Durasi : 3 bulan Kontraindikasi : hipersensitif terhadap sulfonamida dan salisilat, kerusakan saluran urinari atau intestinal. Interaksi : - Efek samping :efek GI (anoreksia, nausea, muntah, diare), dermatologi (rash, urticaria). Analisis biaya : 500mg x 10 x 10 = Rp Alasan pemilihan : Sulfasalazin pilihan pertama pada RA yang progresif hebat, berhubung lebih jarang menimbulkan efek samping pada penggunaan jangka panjang. Sulfasalazin juga mempunyai indikasi untuk mengobati PUD.

36 Celecoxib (Celebrex®)
Mekanisme aksi :menghambat enzim siklooksigenase yang bertanggung jawab mengubah asam arakidonat menjadi prostagandin. Dosis : 200 mg Frekuensi : 1x jika terasa nyeri. Durasi : sampai rasa nyeri sudah teratasi. Kontraindikasi : reaksi alergi terhadap sulfonamid, aspirin, dan NSAID lain; asma, urtikaria. Interaksi : - Efek samping : nyeri abdomen, diare, dispepsia, kembung,mual. Analisis biaya : Rp ,-/kapsul Alasan pemilihan : Obat golongan NSAID tetap diberikan sebagai kombinasi dengan Sulfasalazin untuk pengobatan RA, karena Sulfasalazin tidak bekerja sebagai analgetis. Celecoxib merupakan NSAID yang sifatnya selektif, sehingga relatif aman untuk pasien PUD. Prednison dihentikan dengan cara tappering off secara perlahan-lahan. Hal ini disebabkan karena disamping pasien sudah menunjukkan adverse effect akibat penggunaan prednison (moon facies), penggunaan prednison juga merupakan faktor resiko terjadinya osteoporosis.

37 Osteoporosis Terapi Nonfarmakologis Menu asupan kalsium dan vitamin D yang mencukupi. Membatasi konsumsi kopi, alkohol, natrium, cola, dan minuman lain yang mengandung karbonat. Berhenti merokok. Aerobik latihan beban dan olahraga dapat mencegah hilangnya masa tulang dan mengurangi jatuh dan fraktur.

38 Terapi Farmakologis Osteoporosis
Ca dan vitamin D (Licokalk Plus®) Mekanisme aksi : Kalsium digunakan untuk mengatasi defisiensi kalsium tulang dengan mengganti kalsium tulang yang hilang. Vitamin D merupakan vitamin yang larut lemak yang diperoleh dari sumber alami (minyak hati ikan) atau dari konversi provitamin (7-dehidrokolesterol dan ergosterol). Kalsitriol dipercaya merupakan bentuk vitamin D3 yang paling aktif dalam menstimulasi transport kalsium usus dan fosfat. Dosis : dua kaplet (per kaplet mengandung Ca lactate 300 mg vit D 160 iu). Frekuensi : 3x sehari Durasi : seumur hidup

39 Kontraindikasi : Kalsium : hiperkalsemia dan fibrilasi ventrikuler Vitamin D : hiperkalsemia, bukti adanya toksisitas vitamin D, sindrom malabsorpsi, hipervitaminosis D, sensitivitas abnormal terhadap efek vitamin D, penurunan fungsi ginjal. Interaksi : - Efek samping : Kalsium : gangguan gastrointestinal ringan, bradikardia, aritmia. Vitamin D : rasa lelah, sakit kepala, mual, muntah, mulut kering, konstipasi, rasa logam. Analisis biaya : Rp. 150,04/kaplet Alasan pemilihan : pemberian kalsium dan vitamin D secara bersamaan diperlukan untuk mendapatkan respon klinis terhadap terapi. Denganadanya bentuk aktif vitamin D (kalsitriol), dapat menstimulasi transport kalsium.

40 PEPTIC ULCER DISEASE (PUD)
Terapi Nonfarmakologis Mengurangi stress, merokok, dan penggunaan NSAID. Menghindari makanan dan minuman yang dapat menyebabkan dispepsia atau penyakit tukak (makanan pedas, kafein, dan alkohol). Terapi Farmakologis Pada kasus ini terapi farmakologis untuk PUD tidak perlu diberikan. PUD bisa disebabkan oleh 2 hal, yaitu karena bakteri (H.pylori) dan akibat penggunaan obat NSAID. Dalam kasus ini hasil kultur bakteri menunjukkan hasil negatif, oleh karena itu PUD yang dialami pasien terjadi akibat pasien mengkonsumsi Parasetamol dan juga dipacu oleh kebiasaan minum 2 gelas kopi tiap pagi. Solusi untuk PUD akibat penggunaan NSAID adalah dengan menghentikan konsumsi NSAID tersebut. Namun apabila penggunaan NSAID masih diperlukan (dalam kasus ini NSAID masih diperlukan untuk kombinasi terapi RA) maka dipilihkan NSAID yang sifatnya selektif seperti Celecoxib. Maka diharapkan dengan penggantian NSAID yang sifatnya selektif serta dengan mengurangi konsumsi kopi, PUD yang dialami pasien bisa tertangani.

41 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi 1. Penggunaan obat :
Sulfasalazine (Sulcolon®) diminum sesudah makan untuk meminimalkan gejala GI yang mungkin timbul. Celecoxib (Celebrex®) dapat diminum sebelum atau sesudah makan. Ca dan vitamin D (Licokalk Plus®) diminum setelah makan. Parasetamol dihentikan karena sudah diganti dengan celecoxib (Celebrex®). Calsium carbonat chewable dihentikan karena sudah diganti dengan Licokalk Plus®. Prednison dihentikan secara perlahan-lahan (tapering dose). Obat disimpan pada tempat yang kering, terhindar dari kontak sinar matahari langsung, dan pada suhu ruangan.

42 2. Diet : Menu yang seimbang dengan asupan kalsium dan vitamin D yang mencukupi, seperti susu, kedelai, bayam, brokoli, tuna. Membatasi konsumsi minuman yang dapat menurunkan densitas tulang, seperti kopi, alkohol, natrium, cola, dan minuman lain yang mengandung karbonat. Menghindari makanan dan minuman yang dapat menyebabkan dispepsia atau yang dapat menyebabkan penyakit tukak (makanan pedas, kafein, dan alkohol). Meningkatkan asupan cairan dengan memperbanyak minum air putih. 3. Istirahat yang cukup. 4. Aerobik dan olahraga dapat mencegah hilangnya masa tulang dan mengurangi jatuh dan fraktur. 5. Mengurangi stress, merokok, dan penggunaan NSAID. 6. Dianjurkan kepada pasien dan keluarga pasien untuk selalu berhati-hati dan jangan sampai terjatuh. 7. Diminta untuk selalu menjaga berat badan. 8. Edukasi pasien tentang penyakit dan pengobatan untuk meningkatkan compliance pasien.

43 Kesimpulan 1. Rheumatoid arthritis 2. Osteoporosis 3. PUD
Pada kasus, pasien mengalami rheumatoid arthritis, osteoporosis, dan PUD serta mempunyai riwayat keluarga bahwa ibunya menderita kanker payudara. Terapi yang direkomendasikan pada pasien meliputi : 1. Rheumatoid arthritis Nonfarmakologis : istirahat, terapi fisik, aplikasi dingin/panas, edukasi pasien. Farmakologis : Sulcolon®, Celebrex® 2. Osteoporosis Nonfarmakologis : diet, berhenti merokok, olahraga. Farmakologis : Licokalk Plus® 3. PUD Nonfarmakologis : mengurangi stress, merokok, dan penghentian NSAID, dan diet.

44 Penegakan diagnosis Terapi utama  DMARDs  menunda keparahan, mempercepat revisi, agar kembali normal Efek samping  bone marrow suppression Hb rendah  perlu terapi Sulfasalazin  minum setelah makan, banyak minum air putih, karena dapat membentuk kristaluria Efek samping  urin oranye, hindari penggunaan soft lens Metotreksat  penggunaan setiap minggu. Efek samping  penurunan asam folat Monitoring hati  penting

45 NSAID untuk perbaiki simtom
Simetidin + prednison  meningkatkan kerja prednison  moon face Simetidin diganti ranitidin Setres  cari lagi Manajemen stres  psikolog/psikiater Edukasi pasien tentang penyakit dan perkembangan penyakit, tujuan pengobatan (jangka panjang), latihan gerak, kombinasi kompres panas dingin, fisioterapi, diet Anemianya diterapi!!! Pilihan terakhir  bedah Kasus  cari obat yg available di Indonesia. Pertimbangan harga, efek samping Metotreksat lebih sering digunakan

46


Download ppt "RHEUMATOID ARTHRITIS Oki Tursinawati FA/07724"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google