Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag"— Transcript presentasi:

1 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
SUKU TENGGER Nama mahasiswa: Yudha Bakti Dosen : Siti Nadroh, M.Ag Catt: : sudah direvisi Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

2 KEPERCAYAAN SUKU TENGGER
Sejarah dan Asal-Usul Masyarakat Tengger Pandangan Hidup, Kepercayaan dan Ajaran Masyarakat Tengger Ritus dan Upacara Keagamaan dalam Masyarakat Tengger Tempat-Tempat Keramat Sistem Kebudayaan Sistim Kalender Suku Tengger Refrensi Buku Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

3 Sejarah dan Asal-Usul Masyarakat Tengger
Masyarakat Tengger yang di maksud di sini adalah masyarakat yang berada di wilayah pegunungan Tengger, yakni pegunungan yang berada di sebelah utara gunung Semeru dan masuk ke dalam daerah Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Malang dan Lumajang. Berbeda dengan penduduk Jawa Timur khususnya, dan ketiga Kabupaten yang disebut di atas, masyarakat Tengger atau lazim disebut “wong Tengger”, memiliki adat istiadat dan faham keagamaan/kepercayaan tersendiri. Sebagian dari masyarakat Tengger memeluk agama Islam dan sebagiannya lagi masih tetap menganut paham keagamaan lama yang disebut dengan agama Buddha Tengger. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

4 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
Menurut sebagian kepercayaan masyarakat Tengger, nama Tengger diambil dari nama dua orang suami istri yang merupakan cikal bakal penduduk Tengger menetap di suatu tempat antara gunung Bromo dan gununng Semeru, istri bangsawan itu melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik rupawan yang di beri nama Rara Anteng atau Nyai Dadap Putih. Tidak jauh dari tempat itu, tinggal seorang pendeta dengan istrinya, istri pendeta itu melahirkan seorang anak laki-laki yang bagus rupanya dan sehat badannya (seger), karena itu diberi nama Joko Seger. Pada perkembangan kemudian, Roro Anteng menjadi gadis rupawan dan Joko Seger menjadi pemuda tampan. Keduanya akhirnya mengikat perkawinan dan membuka kampung baru. Kampung itu diberi nama Tengger, dari nama Roro Anteng untuk awalan Teng, dan dari nama Joko Seger yang diambil untuk akhiran Ger. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

5 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
Sementara menurut salah seorang penduduk di sana, jislan dan Minin, asal-usul kata Tengger itu berawal dari dua orang suami istri yang kemudian menetap di lereng gunung Bromo. Suami istri itu bernama Kaki Umah dan Nini Umah, keduanya di percayai dari keturunan Raja Majapahit. Ia merupakan nenek moyang dari masyarakat Tengger. Tempat tinggal mereka diduga di desa Wonogiri, karena di desa ini telah ditemukan batu petilasan yang merupakan “Tengger” (tanda). Dari kata “Tengger” inilah penduduk atau masyarakat itu dinamakan “Tengger”. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

6 Pandangan Hidup, Kepercayaan dan Ajaran Masyarakat tengger
Sebagaimana dikemukakan di atas, mayarakat Tengger mempercayai roh-roh yang memiliki kekuatan dan karena itulah mereka membuat berbagai sesajian-sesajian, kepercayaan masyarakat Tengger itu diantaranya : Animisme Animisme (anima= nyawa, roh, badan halus) ialah suatu kepercayaan yang meyakini adanya kekuatan roh atau makhluk halus yang mengelilinginya, di rumah, di ladang, di desa, di air, dan sebagainya. Roh nenek moyang bagi masyarakat Tengger mempunyai kedudukan penting, roh nenek moyang dari anak cucu yang masih hidup. Jika perkembangan kemudian faham animisme ini meyakini adanya “dewa-dewa tertinggi”, maka hal ini merupakan perkembangan pemikiran tentang penciptaan dunia atau akan serta pemikiran tentang “terbit dunia” atau terbit alam”. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

7 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
b. Konsep Tentang Tuhan Di dalam agam Buddha Tengger tidak ditemukan adanya suatu konsep tunggal tentang Tuhan dan dewa-dewa. Menurut agama Buddha Tengger untuk daerah sekitar ngadisari, pengertian tentang dewa Trimurti ialah Sang Hyang Betoro Guru, Sang Hyang Betoro Wisnu dan sang Hyang Betoro Siwo. Tetapi dari ketiga nama dewa tersebut terdapat dewa tertinggi yang dinamakan wiseso tau sang hyang Tunggal. Sedangkan sebutan lain yang diucapkan dalam semedi ialah Gusti Yang Maha Agung atau Hyang Widi. Di samping itu dikenal adanya banyak nama dewa yang lain seperti Betono Maho Dewo atau Betono Bromo, Sang Hyang Sambu, Betono Suryo dan Sang Hyang Moho Meru. Pengaruh agama Islam nampak pula pada konsep Tuhan Tengger, seperti terlihat pada mantra-mantra dengan diucapakannya lafadz-lafadz Allhu Akbar, dzatullah lllulah, Gantungulah, Nabi, Wali, Kiblat, Syahadat, Kalimah Loro, Gusti Kang Maho agung, dan sebagainya. Di dalam setiap pekerjaan upacara Basmallah sering pula diucapkannya. Lebih terlihat lagi di dalam pelaksanaan semedi. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

8 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
C. Sembahyang dan Semedi Di samping melaksanakan sesaji dan upacara selamatan, agama Buddha Tenggermengenal pula adanya tata cara sembahyang yang disebut Semedi. Praktek semedi bisa dilaksanakan di rumah, di sanggar pemujaan, di tempat-tempat sepi, seperti gunung, gua dan sebagainya. Berbeda dengan sesaji, pada semedi tidak ada ketentuan tentang hukum kewajiban yang mengandung sangsi. Karena itu pelaksanaan semedi tidak merupakan peribadatan yang bersifat massal, meskipun dilaksanakan bersama di sanggar pemujaan. Pelaksanaan semedi lebih menjurus ke arah mengheningkan cipta kepada Gusti Kang Maho Agung, dengan beberapa ketentuan dan bacaan do’a. Semedi dilakukan pada pagi hari dengan menghadap ke Timur dan sore hari dengan menghadap ke Barat. Sedangkan semedi bersama dilakukan di sanggar pemujaan pada bulan purnama tanggal 15 pada etiap satu bulan sekali. Sebelum melaksanakan semedi harus mandi keramas lebih sebagai cara untuk mensucikan diri, dengan air yang sudah di beri mantra. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

9 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
d. Konsep Alam Di sampinh alam yang terlihat secara nyata, mereka pun mempercayai alam lain dibalik kehidupan yang terlihat ini. Para dewata dalam pandangan mereka bertempat di Suralaya, suatu tempat tetinggi yang dianggap suci. Manusia yang baik, jika ia meninggal dunia rohnya akan masuk surga. Sebaliknya , manusia jahat akan masuk neraka. Gambaran mereka tentang surga seperti yang banyak diyakini pula oleh umat Islam di dalamnya terdapat 144 orang bidadari yang akan memperoleh kenikmatan yang abadi. Sedangkan gambaran neraka merupakan tempat penyucian roh yang penuh kekotoran dan digambarkan sebagai kawah condro di muko. Bagi roh yang telah disucikan, roh itu dapat melanjutkan perjalannya menuju surga. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

10 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
e. Tujuh Ajaran tentang Kehidupan Kehiduapan masyarakat Tengger dikenal sebagai masyarakat yang teratur dan serasi. Jarang sekali diantara mereka terjadi perselisihan, permusuhan dan perbuatan-perbuatan lain yang bersifat destruktif. Hal ini disebabkan ketaatan masyarakat terhadap ajaran agamanya, yang terkenal dengan tujuh ajaran kehidupan yang biasanya dibacakan pada hari raya Kesodo. “ Hyang pukulan maniro sak sapune dumerek ing sasi kasodo maningo ing temah” artinya, Yang Maha Kuasa pelindung seluruh makhluk mengetahui amal perbuatan manusia, memberikan berkahnya pada bulan kesodo. “ Milango ing sarining potro kanngo milar pajenengan ing mamah” artinya hendaklah manusia berbuat amal kebajikan, merubah perbuatan buruk menjadi baik, memperhatiakn gerak hati yang bersih. “ Kang adoh pinerekaken, kang parek tinariko nang aron-aron”. Artinya, orang yang jauh dari kebaikan supaya diperingatkan untuk berbuat baik dan diajak untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. “ Angrasuko ajang kang pinuju ing Sang Hyang Sukmo”. Artinya, kerjakanlan perbuatan yang supaya selamat jiwa dan raga dan mendapatkan ridho Tuhan. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

11 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
5. “ Jiwo raga sinusupan babahan werno songo”. Artinya, hendaklah jiwa raga terjaga segala sesuatu yang memasuki lobang sembilan pada manusia. “ Ngelingono jiwo premono hanimboho banyu karahayuan”. Artinya, hendaklah manusia mempunyai hati yang bersih (welas asih) dan berbuat kasih sayang terhadap semua makhluk. “ Deniru neediyo nyondro nitis sepisan kerto rahayu palinggihane titi yang lurah, lurah kyahi dukun sagungu anak putu andoyo puluh”. Artinya, bila petunjuk-petunjuk tersebut dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dengan jiwa mantap oleh seluruh lapisan masyarakat, maka manusia setelah mati akan mendapatkan ketentraman dan kebahagian jiwa yang disebut sebagai mati yang sempurna. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

12 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
Tujuh Petunjuk tentang Kasih Sayang ( Tuntutan Welas Asih pepitu) 1 “ Tansah welas asih dumanteng jiwo rogo pribadi”. Artinya, setiap orang selalu ingat menjaga dirinya, memelihara panca inderanya dari pada perbuatan yang tercela. “ Tansah welas asih datang Hyang Maha Agung”. Artinya, supaya setiap orang selalu berbakti dan mengagungkan Tuhan yang Maha Kuasa. “ Tansah welas asih dumateng Ibu Pertiwi”. Artinya, setiap orang harus menjaga dan berbakti kepada bumi tumpah darahnya. “ Tansah welas asih dumateng Bapo biyung”. Artinya, setiap orang harus berbakti kepada orang tuanya. “ Tansah welas asih dateng sesamining janmo manuso ing saklumahing bumi sak kurebing langit”. Artinya, supaya setiap orang harus selalu kasih sayang terhadap sesama manusia dipermukaan bumi ini. “ Tansah welas asih dumateng sato kawan”. Artinya, setiap orang harus selalu sayang terhadap makhluk binatang. “ Tansah welas asih dateng tuwuh tandur polowijo karang kirno kanan kiri”. Artinya, setiap orang harus selalu memelihara dengan baik semua tanaman-tanaman, pohon-pohonan, perladangan dan sebagainya. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

13 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
Peran Dukun dalam Masyarakat Tengger Dukun memiliki peran yang sangat penting bagi masayarakat Tengger, karena seluruh upacara keagamaan, adat dan pencaharian waktu baik atau hari baik tidak dapat dilepaskan dari peranan dukun. Sebagai pemimpin agama, dukun mendapat tempat yang baik di hati rakyat. Pada prinsipnya, siapapu dapat menjadi dukun, asal orang tersebut lulus ujian menjadi dukun yang diadakan tiap tahundi Peton pada peringatan hari Kesodo. Untuk melaksakan tugasnya, dukun dibantu oleh pembantunya yang terdiri dari : Wong Sepuh. Jabatan Wong Sepuh ditetapkan oleh petinggi berdasarkan kecakapannya dalam melaksanakan tugas. Wong Sepuh yang membantu menyediakan persyaratan sajian dan saksi. Dandan. Yakni seorang wanita pembantu dukun yang bertugas memeriksa syarat sesaji dan selamatan yang akan dilaksanakan. Legen. Yakni pembantu dukun yang merupakan pesuruh untuk mempersiapkan alat-alat upacara dan pembakaran dupa. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

14 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
Peralatan Dukun Perlatan dukun dalam melaksanakan upacara atau selamatan terdiri dari : Pasren. Yakni tempat air suci atau “tirta pawitra” berbentuk timba terdiri dari kuningan atau perunggu. Prapen. Yakni tempat api (perapian) untuk membakar kemenyan atau dupa pada waktu membacakan mantra. Slempang. Yakni kain pembalut pinggang yang panjangnya 3 meter yang dihias dengan benang emas, dan pada ujungnya diikatkan uang kepeng, sehingga pada waktu dukun menyentakkan kakinya pada waktu membacakan mantra akan terdengar suaranya yang gemerincing. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

15 Ritus dan Upacara Keagamaan dalam Masyarakat Tengger
a) Hari Raya Karo Hari Raya Karo adalah hari raya pemeluk agama Buddha Tengger yang dirayakan bersama-sama secara besar-besaran dan diadakan pada pertengahan bulan Karo (bulan kedua) setiap tahun. Upacara dilaksanakan selam 7 hari, selama itu mereka saling kunjung mengunjungi untuk mempererat tali persaudaraan yang disebutnya dengan istilah sambung batin. Asal mula diadakannya perayaan karo menurut cerita masyarakat Tengger adalah untuk memperingati meninggalnya dua orang abdi yang setia dalam melaksanakan tugasnya, yaitu seseorang yang bernama setio Abdi dari Aji Saka, dan seseorang lagi bernama Satuhu Abdi dari Kanjeng Nabi Muhammad. Tujuan upacara Karo ialah memohon selamat untuk penghormatan kepada bapak dan ibu, karena dengan peranan keduanyalah Tuhan telah menyebarkan bibit manusia. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

16 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
PROSESINYA : 1. TARI SODORAN (Pembuka ) diawali oleh penari Sodor dari sesepuh dinamakan Mblara’i ( mengawali ) dilakukan pada pukul pagi. 2. Kirab Manten Sodor ( Penari Sodor ). 3. Sebelum tari Sodor dilakukan terlebih dahulu Mekakat kemudian pembacaan Kerti Joyo ( Pembacaan mantra Karo & memberi sesajen ) 4. Tari Sodor dilakukan oleh Manten Sodor (putra – putri) berjumlah 12 orang. Tempat : untuk Tengger Sabrang Kulon ditempatkan di Desa Tosari ). Setelah selesai Prosesi masyarakat Tengger melakukan acara : 5. SANTI ( melakukan kirim do’a kepada para Sidi Derma, selametan Banyu dan Gaga / Tegal / Ladang ) 6. DEDEREK ( Saling mengunjungi kerumah rumah ). 7. NYADRAN / NELASIH ( nyekar ke makam ) 8. BAWAHAN ( Penutupan dilakukan oleh masing – masing Desa ). Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

17 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
Ubo Rampe ( sarana dan prasarana ) Upacara Santi : 1. Kain Putih ( Majangan ) 2. Leme’e Godhong Gedang ( dasarannya daun pisang ) 3. Tumpeng Lenggah 24 buah ( tumpeng duduk 24 buah kecil-kecil) 4. Pras Among Sanding / Tumpeng Tampah ( Tumpeng besar lengkap Isinya Nasi yang dibentuk menyerupai gunung,dikelilingi oleh sayuran , Ayam Panggang utuh , jajan pasar ditempatkan diTampah ). 5. Galang Rowaan 6. Jenang Protoh 7. Jenang Petak 8. Gedang Ayu, Suruh Ayu, Jambe ayu 9. Satak Selawe 10. Takir Janur 24 buah 11. Indung sak Piring 12. Kembang Boreh 13. Rakan Tawang / Rakan Genep 14. Agem 24 buah 15. Petra lanang / Wadon 16. Beras Kuning Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

18 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
b) Hari Raya Kesodo Yang dimaksud dengan hari raya Kesodo ialah hari raya yang diadakan oleh masyarakat Tengger pada bulan ke-12 (saddo) pada pertengahan bulan. Upacara Kesodo menempati tempat yang khusus dihati masyarakat Tengger. Mereka percaya, jika mereka tidak turut merayakannya kehidupannya tidak akan tentram. Sebaliknya, jika melaksanakan upacara tersebut, maka hidupnya akan selamat dan dimurahkan rejeki, karena itu, jauh-jauh hari sebelumnya mereka telah mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan. Sebelum upacara ini diadakan pada malam hari, sore harinya di Balai desa Ngadisari diadakan resepsi secara resmi, dimana petinggi Ngadisari bertindak sebagai tuan rumah. Di tempat itu diadakan keramaian dan hiburan (tari-tarian, film, pameran, dan sebagainya). Puluhan warung, restoran, toko darurat dibuka. Ribuan manusia berdatangan untuk upacara dan pariwisata. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

19 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
c) UPACARA PUJAN KAPAT Upacara : Selamatan Bumi , Air , Kayu dan segala macam tanaman beserta Hasil Buminya. Tempat : Rumah Sanggar Mantra : Pujan Sharon. Masyarakat suku Tengger membawa hasil bumi mereka ke Rumah Sanggarnya di masing – masing Dusun. d) UPACARA PUJAN KAWOLU Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

20 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
e) UPACARA MEGENG DUKUN. Upacara ini bersifat pribadi yaitu dilakukan oleh orang yang akan melakukan ritual untuk menjadi Dukun.sedangkan tahapan-tahapan seseorang agar dapat menjadi Dukun adalah sebagai berikut: Syarat menjadi dukun antara lain adalah : (1) Hafal secara lisan dan makna mantra-mantra Tengger (2)berkemampuan, tekun, mampu menggali legenda, memiliki kedalaman ilmu, dan bertempat tinggal dekat dengan lokasi; (3) Berkelakuan baik,sopan santun dan bermoral tinggi (4) disetujui oleh masyarakat melalui musyawarah; dan (5) Lulus ujian Mulunen yang diadakan pada saat Upacara Kasada (6) diangkat oleh pemerintah ( Kepala Desa). Untuk memperkuat karisma dan wibawa, seorang dukun diwajibkan menjalankan laku tertentu. Pada setiap bulan Kapitu ( tujuh)/Palguno Seorang calon dukun diwajibkan melakukan puasa mutih, yaitu puasa selama Satu bulan tidak makan garam, gula, dan tidak kumpul dengan istri. Kerja sehari-hari tetap dilaksanakan, hanya dibatasi waktunya supaya tidak terlalu lelah. Laku mutih ini diibaratkan sebagai pengasah kemampuan batiniah yang bersifat spiritual. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

21 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
Diibaratkan seperti pisau, untuk menjadi tajam harus diasah. Untuk dapat menjadi dukun diharuskan menguasai adat dan mantra-mantra yang dibaca atau diucapkan pada berbagai upacara adat. Pada umumnya dipandang bahwa seseorang bisa menjadi dukun setelah mencapai umur 40 tahun dan menguasai adat serta berbagai mantranya. Mantra-mantra tersebut dulu diwariskan secara lisan, akan tetapi sekarang di samping lisan diusahakan melalui tulisan, f) UPACARA PUJAN KAWOLU Upacara : Selamatan Bumi , Air , Kayu dan segala macam tanaman beserta Hasil Buminya. Tempat : Rumah Sanggar Mantra : Pujan Sharon. Masyarakat suku Tengger membawa hasil bumi mereka ke Rumah Sanggarnya di masing – masing Dusun. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

22 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
g) UPACARA PUJAN KASANGA ( PUJAN Ndrundung / Mubeng ) Upacara : Selamatan Bumi , Air , Kayu dan segala macam tanaman beserta Hasil Buminya. Selamatan anak keturunan suku tengger Tempat : Rumah Sanggar dan dilanjutkan keliling Desa dengan diiringi ketepung dan trompet Mantra : Pujan Sharon dan Pujo Jogo Masyarakat suku Tengger membawa hasil bumi mereka ke Rumah Sanggarnya di masing – masing Dusun. h) UPACARA PUJAN KASADA Upacara : Selamatan Bumi , Air , Kayu dan segala macam tanaman beserta Hasil Buminya. Tempat : Sanggar Mantra : Pujan Sharon. Waktu : Setelah upacara Kasada Panglong Loro Masyarakat suku Tengger membawa hasil bumi mereka ke Rumah Sanggarnya di masing – masing Dusun. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

23 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
i) UPACARA BARI’AN Upacara Bari’an ini diselenggarakan pada saat setelh terjadi bencana alam, gempa bumi, gerhana atau peristiwa lain yang dapat mempengaruhi kehidupan orang Tengger. Biasanya dilaksanakan lima sampai tujuh hari setelah kejadian atau peristiwa bencana atau peristiwa alam lainnya yang memberikan isyarat atau pertanda buruk. Akan tetapi Upacara Bari’an tersebut tidak dilaksanakan setelah terjadinya peristiwa saja, melainkan Upacara Bari’an juga dilaksanakan sebagai wujud ungkapan terimakasih atau syukur kepada Tuhan. Dalam upacara bari’an seluruh masyarakat berkumpul dipimpin oleh Kepala Desa dan Dukun Adat. j) UPACARA SELAMATAN DESA ( satu tahun sekali ) k) UPACARA MAYU DESA ( enam tahun sekali ) l) UPACARA UNAN UNAN ( delapan tahun sekali ) Upacara ini dilakukan sekali dalam Sewindu,Sewindu menurut hitungan kalender Tengger adalah lima tahun . Upacara ini dimaksudkan untuk membersihkan Desa dari gangguan – gangguan makhluk halus , bencana alam serta gangguan dari yang lainnya sehingga mengancam Desa serta masyarakat Suku Tengger yang ada diDesa tersebut. Oleh karena upacara ini juga bersifat masal, maka dapat pula dimanfaatkan untuk memberikan daya tarik di bidang pariwisata. (Catatan secara empirik upacara ini belum diteliti dengan lengkap). Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

24 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
m) UPACARA SUMPAH BANYU ROTO (upacara anak keturunan tengger yang melakukan pelaggaran Dursila / Asusila / Kriminal lainnya ). n) UPACARA ENTAS-ENTAS / NYEWU Upacara Entas-entas secara khusus dilaksanakan untuk menyucikan arwah (roh) orang yang telah meninggal dunia, yaitu pada hari yang ke Akan tetapi, pelaksanaannya sering diadakan sebelüm hari ke-1000 untuk meringkas upacara-upacara kematian itu. Upacara Entas-entas dimaksudkan untuk menyucikan arwah orang yang telah meninggal dunia agar dapat masuk surga. Upacara Entas-Entas atau nyewu.biasanya menggunakan beberapa peralatan yaitu dari anggota keluarga yang telah meninggal,kulak terbuat dari bambu yang di potong-potong dan sajen lainnya.,prosesnya di awali ngisi kulak ( bumbung terbuat dr bambu ) dgn beras oleh seluruh keluarga yg melakukan upacara.setelah itu semua keluarga berkumpul dibawah bentangan kain panjang ( panjangnya sesuai dengan jumlah keluarga.yg mengadakan upacara) yg menyatu degan ‘petra’ . bentuknya seperti rumah dan di atasnya ada angsa lengkap dengan sayap.rumah sebagai simbol ’surga’ dan angsa sebagai simbol kendaraan untuk mencapai surga.selanjutnya keluarga diiringi gamelan dan trompet berjalan dibawah bentangan kain putih panjang tadi.ke suatu tempat namanya ‘pengobongan’ untuk kemudian membakar petra. jenis upacara ini tdk diikuti oleh umum tapi hanya dilakukan oleh keluarga.yg melakukan upacara entas-entas/nyewu. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

25 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
Presesi Upacara Sebelum sampai di Poten, pada umumnya orang mengadakan sesajian di suatu tempat yang bernama Watu Balang, Watu Wangkuk, Watu Dukun. Di Watu Balang orang mengambil batu sebesar genggaman tangan dan berkeliling tiga kali, cara berkelilingnya seperti arah putaran jarum jam. Setelah berputar tiga kali kemudian naik ke atas batu, dengan menyampaikan niat yang diinginkanya melemparkan batu ikut ke laut pasir. Di Watu Wungkuk cara lain, yakni dengan membakar kemenyan di bawah batu itu, sampaikan niatnya, sambil memberikan sesaji berupa bunga-bunga, buah-buahan, uang dan sebagainya. Bila niatnya terkabul, ia harus menyampaikan kurbannya ke gunung Bromo. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

26 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
Jalannya Upacara di Poten atau Sanggar Jati adalah: Pembukaan atau ujub, yakni mangayubagyo (memuliakan) pada para hadirin, kemudian para dukun membacakan mantra untuk keselamatan desanya masing-masing. Mumunen. Yakni ujian bagi calon dukun untuk membacakan mantra kesodo. Yang dapat menghafal mantra-mantra, dan setelah mendapatkan persetujuan para dukun, baik dari Brang Wetan maupun Brang Kulon, maka calon dukun itu diyatakan lulus sebagai dukun. Wewerah. Yakni, memberikan penerangan kepada para hadirin yang disampaikan dukun tentang riwayat Tengger dan hari raya Kesodo, tingkah laku yang baik dan petunjuk tentang kehidupan. Setelah itu, jika pandangan perlu diadakan sambutan. Setelah upacara di Poten selesai, kemudian menuju ke kawah gunung Bromo untuk menyampaikan korban. Setelah masing-masing selesai, pulang ke rumah untuk mengadakan selametan lagi. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

27 Tempat-Tempat Keramat
Masyarakat Tengger mengenal beberapa tempat yang dianggap keramat, yakni: Gunung Bromo, kawahnya tempat menyampaikan kurban. Gunung Widodaren, terdapat gua dan ada mata airnya. Orang yang dapat dan kuat mandi di sana dipercayai akan terkabul maksudnya. Gunung Batok. Poten, di laut pasir. Watu Balang. Watu Wangkuk atau Watu Dukun. Pedanyangan, pada tiap desa terdapat tempat bersemayamnya roh yang menjaga atau “mbahu rekso” desa itu. Sanggar Pamujan, yakni bangunan tempat semedi. Kuburan. Tempat-tempat lain yang dianggap keramat, seperti bukit, sumber air, babagan, dan lain-lain. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

28 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
Selain upacara-upacara penting keagamaan yang disebutkan di atas, upacara keagamaan yang bersifat sosial pun sering mereka lakukan. Upacara tersebut misalnya: a) Upacara Kelahiran Kelahiran bayi merupakan suatu peristiwa penting dan penuh bahaya. Untuk keselamatan sang bayi, pada hari lahirnya diadakan selamatan. Demikian pula pada waktu pupuk pusarnya terputus, tepat pada hari kelima kelahirannya. Dalam upacara kelahiran ini, biasanya mereka menyajikan jenang lima macam, yakni merah, putih, hijau, kuning dan hitam. Lima warna tersebut merupakan lambang dari persaudaraan dan kerukunan. Pada hari ketujuh, sang bayi diberi nama. Pada hari ini diadakanlah upacara besar-besaran yang mereka sebut upacara kekerik. Upacara ini biasanya dipimpin oleh dukun. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

29 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
b) Upacara Khitanan Bagi anak laki-laki yang berusia 9 sampai 12 tahun, masyarakat yang beragama Buddha Tengger pun melakukan tradisi khitan. Tidak dapat dipastikan pengaruh darimana tradisi khitan ini berasal, tetapi yang pasti banyak unsur-unsur islam yang dapat ditemukan pada ajaran agama Buddha Tengger. c) Upacara Perkawinan Dalam upacara perkawinan, persyaratan sahnya suatu ikatan perkawinan harus terdiri: Wali dari pengantin laki-laki Wali dari pengantin perempuan Dukun Petinggi atau wakilnya. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

30 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
d) UPACARA MBOBOT / KELAHIRAN Upacara ini merupakan serangkaian enam macam upacara yang saling berkaitan yaitu : 1. Upacara NELONI ( usia kandungan 3 bulan ) 2. Upacara SAYUT ( usia kandungan 7 bulan ) Tujuannya adalah agar Ibu yang sedang mengandung serta bayinya mendapatkan keselamatan serta kelancaran apabila kelak akan melahirkan. 3. Upacara Brokohan Yaitu Upacara yang diadakan setelah sang bayi lahir dengan selamat demikian juga dengan Ibunya.biasanya upacara ini dilaksanakan dengan mengundang para tetangga khususnya para Ibu – Ibu. Sedang ari – ari atau batur ( teman ) sang bayi dimasukkan kedalam Batok Kelapa ( tempurung ) kemudian disimpan. 4. Upacara Cuplak Puser (usia lahir 7 hari), sekaligus bancaan Jenang Abang dan Jenang Putih dalam rangka pemberian nama kepada sang bayi . 5. Upacara Kekerik (usia lahir 40 hari).yaitu dalam Prosesi Upacara tersebut lidah sang bayi di “kerik “ dengan rumput ilalang , tujuannya adalah agar sang bayi cepat berbicara dan kelak setelah dewasa diharapkan juga cerdas. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

31 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
6. Upacara Among – Among ( usia bayi 44 hari ) tujuannya adalah supaya bayi terhindar dari gangguan roh jahat ( tolak balak atau tolak sengkala ) dan agar supaya sang bayi tidak sakit – sakitan Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

32 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
Sistem Kebudayaan a) Sistem Bahasa Bahasa yang digunakan oleh suku tengger adalah bahasa jawa tapi dialek yang digunakan berbeda yaitu dialek tengger. Dialek tengger dituturkan di daerah gunung brom termasuk di wilayah pasuruan, probolinggo, malang dan lumanjang. Dialek ini dianggap turunan bahasa kawi, dan banyak mempertahankan kalimat-kalimat kuno yang sudah tidak digunakan dalam bahasa jawa modern. b) Sistem Kesenian Seni Tari Tari yang biasa dipentaskan adalah tari Roro Anteng dan Joko Seger yang dimulai sebelum pembukaan upacara Kasada. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

33 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
C) Seni bangunan Bangunan untuk peribadatan berupa pura disebut punden, danyam, dan poten. Poten adalah sebidang tanah dilautan pasir sebagai tempat berlangsungnya upacara Kasada. Poten dibagi menjadi tiga mandala atau zone yaitu : • Mandala utama disebut jeroan yaitu tempat pelaksanaan pemujaan yang terdiri dari padma, bedawang, nala, bangunan sekepat, dan kori agung candi bentar. • Mandala madya atau zone tengah, disebut juga jaba tengah yaitu tempat persiapan pengiring upacara yang terdiri dari kori agung candi bentar bale kentongan, dan Bale Bengong. • Mandala nista atau zone depan, disebut juga jaba sisi yaitu tempat peralhian dari luar kedalam pura yang terdiri dari bangunan candi bentar dan bangunan penunjang lainnya. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

34 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
d) Sistem Teknologi Seiring dengan banyak pengaruh yang masuk kedalam masyarakat tradisional seperti melalui pariwisata atau teknolgi komunikasi terilah culturual change dan perubahan kebudayaan sehingga sistem teknologi juga berkembang seperti halnya masyarakat jawa modern. e) Sistem Religi Agama yang dianut sebagian besar suku tengger adalah Hindu, Islam dan Kristen. Masyarakat tengger dikenal taat dengan aturan agama Hindu. Mereka yakin merupakan keturunan langsung dari majapahit. Gungung brahma (Bromo) dipercayai sebagai gunung suci dengan mengadakan berbagai macam upacra-upacara yang dipimpin oleh seorang dukun yang sangat dihormati dan disegani. Masyarakat tengger bahkan lebih memilih tidak mempunyai kepala pemerintahan desa dari pada tidak memiliki pemimpin ritual. Para dukun pandita tidak bisa di jabat oleh sembarang orang, banyak persyaratan yang harus dipenuhi sebagai perantara doa-doa mereka. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

35 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
Upacara-upacara yang dilakukan masyarakat tengger diantaranya: 1. Yahya kasada, Upacara ini dilakukan pada 14 bulan kasada, mereka membawa ongkek yang berisi sesaji dari hasil pertanian, ternak dan sebagainya. Lalu dilemparkan kekawah gunung bromo agar mendapatkan berkah dan diberikan keselamatan oleh yang maha kuasa. 2. Upacara Karo, Hari raya terbesar masyarakat tngger aalah upacara karo atau hari raya karo. Masyarakat menyambutnya dengan suka cita dengan membeli pakaian baru, perabotan, makan, minuman, melimpah, dengan tujuan mengadakan pemujaan terhadap sang Hyang Widi Wasa. 3. Upacara Kapat, jatuh pada bulan ke empat, bertujuan untuk memohon brekah keselamatan serta selamat kiblat, yaitu pemujaan terhadap arah mata angin. 4. Upacara kawalu, jatuh pada bulan kedelapan, masyarakat mengirimkan sesaji ke kepala desa, dengan tujuan untuk kesehatan Bumi, air, api, angin, matahari, bulan dan bintang. 5. Upacara kasanga, jatuh pada bulan kesembilan. Masyarakat berkelilling desa dengan membunyikan kentongan dan membawa obor tujuannya adalah memohon keselamatan. 6. Upacara kasada, Jatuh pada saat bulan Purnama (ke dua belas) tahun saka, Upacara ini isebut sebagai upacara kuban Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

36 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
7. Upacara Unan, Unan, diadakan lima tahun sekali dengan tujuan mengaaan penghormatan terhadap roh leluhur. f) System Perkawinan Sebelum ada Undang-Undang perkawinan banyak anak-anak suku Tengger yang kawin dalam usia belia, misalnya pada usia tahun. Namun, pada masa sekarang hal tersebut sudah banyak berkurang dan pola perkawinannya endogami. Adat perkawinan yang diterapkan oleh siuku Tengger tidak berbeda jauh dengan adat perkawinan orang Jawa hanya saja yang bertindak sebagai penghulu dan wali keluarga adalah dukun Pandita. Adat menetap setelah menikah adalah neolokal, yaitu pasangan suami-istri bertempat tinggal di lingkungan yang baru. Untuk sementara pasangan pengantin berdiam terlebih dahulu dilingkungan kerabat istri. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

37 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
h) Sistem Pengetahuan Sistem Pengetahuan masyarakat tengger pada umumnya masih tradisional, an masih berorientasi paa kebudayan lama, namun karna aanya pengaruh dari luar melalui pariwisata maupun komunikasi maka sistem pengetahuannya sudah mulai mengacu ke sistem pengetahuan yang modern.Pendidikan pada masyarakat Tengger sudah mulai terlihat dan maju dengan dibangunnya sekolah-sekolah, baik tingkat dasar maupun menengah disekitar kawasan Tengger. Sumber pengetahuan lain adalah mengenai penggunaan mantra-mantra tertentu oleh masyarakat Tengge i) Sistem Mata Pencarian Sistem mata pencarian masyarakat suku tengger kebanyakan adalah petani dan penambang, tanaman yang diusahakan adalah sayur-sayuran sedangakan dalam hal penambangan, yang ditambang adalah pasir dan belerang. Pada masa kini masyarakat Tengger umumnya hidup sebagai petani di ladang. Prinsip mereka adalah tidak mau menjual tanah (ladang) mereka pada orang lain. Macam hasil pertaniannya adalah kentang, kubis, wortel, tembakau, dan jagung. Jagung adalah makanan pokok suku Tengger. Selain bertani, ada sebagian masyarakat Tengger yang berprofesi menjadi pemandu wisatawan di Bromo. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan menawarkan kuda yang mereka miliki untuk disewakan kepada wisatawan. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

38 SISTIM KALENDER SUKU TENGGER
Suku Tengger sudah mengenal dan mempunyai sistem kalender sendiri yang mereka namakan Tahun Saka atau Saka Warsa., jumlah usia kalender suku tengger berjumlah 30 hari (masing-masing bulan dibulatkan),tetapi ada perbedaan penyebutan usia hari yaitu antara tanggal 1 sampai dengan 15 disebut tanggal hari,dan 15 sampai 30 disebut Panglong Hari (penyebutannya adalah Panglong siji,panglong loro dan seterusnya) . Pada tanggal dan bulan tertentu terdapat tanggal yang digabungkan yaitu tumbuknya dua tanggal. Pada tanggal perhitungan Tahun Saka di Indonesia jatuh pada tanggal 1 (sepisan) sasih kedhasa (bulan ke sepuluh), yaitu sehari setelah bulan tilem (bulan mati), tepatnya pada bulan Maret dalam Tahun Masehi (Supriyono, 1992). Cara menghitungnya dengan rumus : tiap bulan berlangsung 30 hari, sehingga dalam 12 bulan terdapat 360 hari. Sedangkan untuk wuku dan hari pasaran tertentu dianggap sebagai wuku atau hari tumbuk, sehingga ada dua tanggal yang harus disatukan dan akan terjadi pengurangan jumlah hari pada tiap tahunnya. Untuk melengkapi atau menyempurnakannya diadakan perhitungan kembali setiap lima tahun, atau satu windu tahun wuku. Pada waktu itu ada bulan yang ditiadakan, digunakan untuk mengadakan perayaan Unan-unan, yang kemudian tanggal dan bulan seterusnya digunakan untuk memulai bulan berikutnya, yaitu bulan Dhesta atau bulan ke-sebelas. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

39 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
MECAK (Perhitungan Kalender Tengger ), istilah mecak biasanya digunakan untuk menghitung atau mencari tanggal yang tepat untuk melaksankan Upacara-upacara besar seperti Karo,Kasada maupun Upacara Unan-unan. Setiap Dukun Sepuh telah mempunyai persiapan atau catatan tanggal hasil Mecak untuk tiap – tiap Upacara yang akan dilaksanakan sampai lima tahun ke depan Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

40 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
NAMA – NAMA HARI SUKU TENGGER. DHITE : MINGGU SHOMA : SENIN ANGGARA : SELASA BUDHA : R A B U RESPATI : KAMIS SUKRA : JUM’AT TUMPEK : SABTU NAMA – NAMA BULAN SUKU TENGGER KARTIKA : KASA PUSA : KARO MANGGASTRI : KATIGA SITRA : KAPAT MANGGAKALA : KALIMA NAYA : KANEM PALGUNO : KAPITU WISAKA : KAWOLU JITO : KASANGA SERAWANA : KASEPOLOH PANDRAWANA : DESTHA ASUJI : KASADA Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

41 Foto Tengger Tempoe Doeloe
Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

42 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

43 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

44 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

45 Foto Kesenian Suku Tengger Tari Sodor
Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

46 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

47 Tari Ujung ( Ujung-Ujungan)
Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

48 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
Tari Remo Ala Tengger Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

49 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
Foto upacara adat karo Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

50 Upacara Selamatan Desa
Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

51 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
Peta Bromo Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag

52 Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
REFERENSI BUKU Purwasito, Andrik, “Agama Tradisional, Potret Kearifan Masyarakat Samin dan Tengger”dalam Nurudin, dkk, 2003, Yogyakarta, LKiS. Mashudi, H, “Deskripsi Masyarakat Tengger” Badan Litbang Agama, 1979. Astutik, Juli, “Makna Ritual Upacara Kasada dalam Perspektif Antropologi” dalam Nurudin, dkk, 2003, Agama Tradisional, Potret Kearifan Masyarakat Samin dan Tengger, Yogyakarta, LKiS. Hayat, Muhammad, “Bertahannya Tradisi Tengger dalam Masyarakat yang Sedang Berubah, dalam Nurudin, dkk, 2003, Agama Tradisional, Potret Kearifan Masyarakat Samin dan Tengger, Yogyakarta, LKiS. Soemanto, Bambang, “Budaya Paternalis Masyarakat Adat Tengger” Tesis Master, Universitas Muhammadiyah Malang. Suyitno dan Achmad Sapari, 1999, Mengenal Masyarakat Tengger, Surabaya, Media Alas Dayu. Simanhadi, Widyaprakoso, 1994, Masyarakat Tengger: Latar Belakang Daerah Taman Nasional Bromo, Yogyakarta, Kanisius. Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag


Download ppt "Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google