Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Dipresentasikan untuk Memenuhi Tugas MK Hukum Pidana

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Dipresentasikan untuk Memenuhi Tugas MK Hukum Pidana"— Transcript presentasi:

1 Dipresentasikan untuk Memenuhi Tugas MK Hukum Pidana
KAUSALITAS Dipresentasikan untuk Memenuhi Tugas MK Hukum Pidana Oleh Kelompok 2, yang beranggotakan: No Nama NPM 1 Syaeful Hadi 5 Kojang 2 Gun Gun Gunawan 6 Denny Murdani 3 Budi Prabowo 7 Berman Budilaksono 4 Widyawanti 8 M. Desmi 091000 Fakultas Hukum Universitas Pasundan 2010 file ini dapat diunduh di blog pribadi Syaeful di: ipunk1311.wordpress.com

2 Pengertian Kausalitas
Teori Conditio Sine Quanon Teori yang Menggeneralisasi dan yang Mengindividualisasi Teori Relevansi Hubungan Kausal Mengenai Tingkah Laku yang Negatif file ini dapat diunduh di blog pribadi Syaeful di: ipunk1311.wordpress.com

3 Pengertian Kausalitas
Causa (sebab) Causality Kausalitas ? file ini dapat diunduh di blog pribadi Syaeful di: ipunk1311.wordpress.com

4 Pengertian Kausalitas
Bagan: PS 6 PS 7 PS 1 PS 2 PS 3 PS 4 PS 5 PS 6 PS 9 PS 8 Keterangan: PS = Peristiwa Sosial = Simbol adanya hubungan file ini dapat diunduh di blog pribadi Syaeful di: ipunk1311.wordpress.com

5 Pengertian Kausalitas
PS 6 PS 7 PS 1 PS 2 PS 3 PS 4 PS 5 PS 6 PS 9 PS 8 Bagan di atas menunjukkan adanya kausalitas (sebab-musabab) antara masing-masing peristiwa sosial tersebut. file ini dapat diunduh di blog pribadi Syaeful di: ipunk1311.wordpress.com

6 Apa hubungan kedua macam delik tsb dengan kausalitas ???
… yang penting bagi ajaran kausalitas adalah perbedaaan antara delik formil dan delik materil. (Tien Hulukati, 2006 : 90) Apa hubungan kedua macam delik tsb dengan kausalitas ??? file ini dapat diunduh di blog pribadi Syaeful di: ipunk1311.wordpress.com

7 Delik Formil Vs Delik Materiil
file ini dapat diunduh di blog pribadi Syaeful di: ipunk1311.wordpress.com

8 Teori Conditio Sine Quanon
Teori ini dalam hukum pidana diajukan oleh Von Buri, Menurut beliau, musabab adalah tiap syarat yang tak dapat dihilangkan untuk timbulnya akibat. Teori ini juga dinamakan teori Equivalensi, yaitu semua menurut pendiriannya, tiap-tiap syarat adalah sama nilainya (equivalentie). Juga dinamakan Bedingungs theori, karena baginya tidak ada perbedaan antara syarat (Bedingungs) dan musabab. file ini dapat diunduh di blog pribadi Syaeful di: ipunk1311.wordpress.com

9 Teori Conditio Sine Quanon
Teori ini antara lain dahulu dianut oleh Mahkamah tertinggi Jerman sebelum kalah dalam perang dunia kedua. Von Buri pada waktu itu adalah Presiden dari mahkamah tersebut. Di Negeri Belanda penganutnya antara lain adalah Van Hamel, beliau mengatakan sebagai berikut: “Sepanjang menentukan suatu pengertian secara ilmiah maka teori Conditio Sine Quanon, adalah satu-satunya teori yang secara logis dapat dipertahankan.Teori-teori lain tidak mempunyai dasar yang pasti dan tegas di dalam menentukan batasnya “musabab”. file ini dapat diunduh di blog pribadi Syaeful di: ipunk1311.wordpress.com

10 Teori Conditio Sine Quanon
Terhadap kekuatan ini dikatakan oleh Van Hamel bahwa delik-delik yang dikualifisir oleh akibatnya itu, sesungguhnya berbagai jenis tersendiri tidak perlu diadakan dalam wet, karena: - Adalah keliru mengadakan pemberatan pidana tanpa melihat kesalahan, padahal yang penting dalam hukum pidana modern justru sikap batin terdakwa itu. Jika masih akan mempertahankan adanya macam atau jenis delik tersebut, cukuplah apabila ancaman pidana bagi delik itu ditinggalkan sehingga kalau dapat menjatuhkan pidana yang lebih berat dari pada delik biasa apabila ada akibat lain yang timbul dari apa adanya. file ini dapat diunduh di blog pribadi Syaeful di: ipunk1311.wordpress.com

11 Teori yang Menggeneralisasi dan yang Mengindividualisasi (bag.1 no.1)
Teori ini lahir sebagaiman “teori yang mengindividualisir” lahir, yakni dalam rangka memperbaiki teori Von Buri yang dianggap terlalu luas karena tidak membedakan antara syarat dengan sebab. Sehingga, harus dipilih satu faktor saja, yaitu yang menurut pengalaman manusia pada umumnya dipandang sebagai sebab. Teori ini mengadakan batasan secara umum yaitu secara abstak, jadi tidak terikat pada perkara yang tertentu saja, dan karena itu juga mengambil pendirian pada saat sebelum timbulnya akibat (ante- faktum). file ini dapat diunduh di blog pribadi Syaeful di: ipunk1311.wordpress.com

12 Teori yang Menggeneralisasi dan yang Mengindividualisasi (bag.1 no.2)
Ada beberapa teori yang berbeda yang termasuk dalam teori yang mengeneralisir ini. Adapun perbedaan ini berpokok pangkal pada pengertian dari istilah “perhitungan yang normal”) dalam hal penentuan syarat yang dapat diambil sebagai sebab (causa). berikut ini adalah beberapa teori yang mengeneralisir : a. Teori Adequate (keseimbangan) Dikemukakan oleh Von Kries. Dilihat dari artinya, jika dihubungkan dengan delik, maka perbuatan harus memiliki keseimbangan dengan akibat yang sebelumnya dapat diketahui, setidak-tidaknya dapat diramalkan dengan pasti oleh pembuat. Teori ini disebut “teori generaliserend yang subjektif adaequaat”, oleh karenanya Von Kries berpendapat bahwa yang menjadi sebab dari rangkaian faktor-faktor yang berhubungan dengan terwujudnya delik, hanya satu sebab saja yang dapat diterima, yakni yang sebelumnya telah dapat diketahui oleh pembuat) . Teori adequate menurut Traeger Menurut Traeger, akibat delik haruslah in het algemeen voorzienbaar artinya pada umumnya dapat disadari sebagai sesuatu yang mungkin sekali dapat terjadi. Van Bemmelen mengomentari teori ini bahwa yang dimaksud dengan in het algemeen voorzienbaar ialah een hoge mate van waarschijnlijkheid yang artinya, disadari sebagai sesuatu yang sangat mungkin dapat terjadi. file ini dapat diunduh di blog pribadi Syaeful di: ipunk1311.wordpress.com

13 Teori yang Menggeneralisasi dan yang Mengindividualisasi (bag.2 no.1)
2) Teori-teori yang Mengindividualisasi Teori ini muncul untuk memperbaiki dan menyempurnakan teori conditio sine qua non. Teori ini mengadakan pembatasan antara syarat dengan sebab secara pandangan khusus (mengindividualisasikan), yakni secara konkrit mengenai perkara tertentu saja, dan karena itu mengambil pendiriannya pada saat sesudah akibatnya timbul (post- faktum) file ini dapat diunduh di blog pribadi Syaeful di: ipunk1311.wordpress.com

14 Teori yang Menggeneralisasi dan yang Mengindividualisasi (bag.2 no.2)
Ada beberapa teori yang termasuk dalam teori ini adalah: a. teori der meist wirksame bedingung Teori ini berasal dari Birkmeyer. Teori ini mencari syarat manakah yang dalam keadaan tertentu yang paling banyak berperan untuk terjadinya akibat (meist wirksame) di antara rangkaian syarat-syarat yang tidak dapat dihilangkan untuk timbulnya akibat. Jadi, teori ini mencari syarat yang paling berpengaruh diantara syarat-syarat lain yang diberi nilai. Teori ini mengalami kesulitan untuk menjawab permasalahan yang muncul yakni, bagaiman cara menentukan syarat yang paling berpengaruh itu sendiri atau dengan kata lain bagaimana mengukur kekuatan suatu syarat untuk menentukan mana yang paling kuat, yang paling membantu pada timbulnya akibat. Apalagi jika syarat-syarat itu tidak sejenis. b.Teori gleichewicht atau uebergewicht Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Karl Binding, teori ini mengatakan bahwa musabab adalah syarat yang mengadakan ketentuan terhadap syarat positif untuk melebihi syarat-syarat negatif. Menurut Binding, semua syarat-syarat yang menimbulkan akibat adalah sebab, ini menunjukkan bahwa ada persamaan antara teori ini dengan teori conditio sine qua non. file ini dapat diunduh di blog pribadi Syaeful di: ipunk1311.wordpress.com

15 Teori yang Menggeneralisasi dan yang Mengindividualisasi (bag.2 no.3)
c. Teori die art des warden Teori ini dikemukakan oleh Kohler, yang menyatakan bahwa sebab adalah syarat yang menurut sifatnya menimbulkan akibat. Syarat-syarat yang menimbulkan akibat tersebut jika memiliki nilai yang hampir sama akan sulit untuk menentukan syarat mana yang menimbulkan akibat. d. Teori Letze Bedingung Dikemukakan oleh Ortman, menyatakan bahwa faktor yang terakhir yang mematahkan keseimbanganlah yang merupakan faktor, atau menggunakan istilah Sofyan Sastrawidjaja bahwa sebab adalah syarat penghabisan yang menghilangkan keseimbangan antara syarat positif dengan syarat negatif, sehingga akhirnya syarat positiflah yang menentukan. file ini dapat diunduh di blog pribadi Syaeful di: ipunk1311.wordpress.com

16 Teori Relevansi Dikemukakan oleh Mezger.
Menurut teori ini dalam menentukan hubungan sebab akibat tidak mengadakan pembedaan antara syarat dengan sebab, melainkan dimulai dengan menafsirkan rumusan tindak pidana yang memuat akibat yang dilarang itu dicoba menemukan perbuatan manakah kiranya yang dimaksud pada waktu undang-undang itu dibuat. Jadi, pemilihan dari syarat-syarat yang relevan itu berdasarkan kepada apa yang dirumuskan dalam undang-undang. file ini dapat diunduh di blog pribadi Syaeful di: ipunk1311.wordpress.com

17 Hubungan Kausal Mengenai Tingkah Laku yang Negatif
Apakah mungkin suatu tingkah laku yang negatif dikatakan menimbulkan suatu akibat yang terlarang? Pertanyaan ini ada yang menjawab dengan “tidak mungkin”. Bagaimana dari sesuatu kekosongan akan mungkin timbul sesuatu? Demikianlah dikatakan oleh mereka yang tidak memungkinkan adanya hubungan kausal dari kelakuan yang negatif. file ini dapat diunduh di blog pribadi Syaeful di: ipunk1311.wordpress.com

18 Hubungan Kausal Mengenai Tingkah Laku yang Negatif (Schepper bag.1)
Hubungan kausal hanya mempunyai arti yang indirect (tidak langsung) bagi nalaten, yaitu bahwa berlangsungnya proses dalam kompleks kejadian dan arti potensiil dari kelakuan yang diharuskan terhadap berlangsungnya proses dalam kompleks kejadian itu, harus dapat dimengerti dahulu, sebelum tidak adanya kelakuan yang diharuskan itu dapat dinamakan nalaten. file ini dapat diunduh di blog pribadi Syaeful di: ipunk1311.wordpress.com

19 Hubungan Kausal Mengenai Tingkah Laku yang Negatif (Schepper bag.2)
Apakah kelakuan negatif dari orang yang tertentu itu bersifat melawan hukum, yaitu apakah ia mempunyai kewajiban untuk berbuat sesuatu dan kewajiban mana diabaikannnya, itu dapat dipecahkan kemudian. Jadi dari keberatan Schepper yang kedua ini dapat disimpulkan bahwa beliau keberatan untuk mengakui adanya hubungan kausal antara nalaten dan akibat, tetapi tidak menyangkal bahwa antara suatu kelakuan negatif dan suatu akibat hubungan itu mungkin ada. Ini ternyata dari ucapannya “harus dimengerti dahulu”. file ini dapat diunduh di blog pribadi Syaeful di: ipunk1311.wordpress.com

20 Hubungan Kausal Mengenai Tingkah Laku yang Negatif (Prof.Simons)
Prof. Simons berpendapat sebagai berikut: Sudah barang tentu terjadinya akibat yang merupakan delik itu karena adanya suatu kelakuan atau hal ikhwal di luar kelakuan negatif. Jika yang dianggap ada hubungan kausalnya itu hanya apabila akibat ditimbulkan oleh musabab maka tentunya hubungan kausal dengan suatu kelakuan negatif sukar diterima. Tetapi bagi hukum tidak ada alasan yang mengharuskan adanya pengertian sesempit itu. Jika dengan diadakan kelakuan positif sebagai ganti dari kelakuan negatif, timbul akibat dapat dihindarkan. Maka mengenai kelakuan negatif tadi juga dapat dikatakan ada pada hubungan kausal sebagaimana halnya dengan kelakuan positif yang menimbulkan akibat. Bahwa dalam kelakuan negatif, sesungguhnya yang mengerjakan atau menjadikan akibat. file ini dapat diunduh di blog pribadi Syaeful di: ipunk1311.wordpress.com

21 Hubungan Kausal Mengenai Tingkah Laku yang Negatif (Mezger)
Mezger mendasarkan adanya hubungan kausal mengenai kelakuan negatif sebagai berikut: Atas kekuatan: Bagaimana dapat timbul akibat dari suatu kekosongan, dapat dijawab, bahwa dalam hukum pidana kelakuan negatif itu tidak berarti semata-mata tidak berbuat (kekosongan) tetapi selalu berarti tidak berbuat sesuatu yang tertentu. Karena itu kelakuan negatif adalah kausal berhubungan dengan suatu akibat, apabila sesuatu yang tertentu itu dapat menghindarkan timbulnya akibat tersebut, maka dari itu suatu keadaan sejajar antara hubungan kausal dari kelakuan positif dan hubungan kausal dari kelakuan negatif. Di dalam kedua-duanya hubungan diadakan oleh perjalanan berpikir yang dianggap sebagai benar, sehingga merupakan penilaian bahwa disitu ada hubungan kausal, adalah keliru untuk mengira, demikian Mezger. Selanjutnya bahwa hubungan kausal dalam kelakuan positif seluruhnya dalam berdasar atas “realita” (kenyataan) sedangkan hubungan kausal dalam kelakuan negatif adalah suatu ciptaan dalam akal belaka. Baik dalam hubungan yang pertama, maupun yang kedua susunan logis mengenai pengertian hubungan kausal adalah sama. file ini dapat diunduh di blog pribadi Syaeful di: ipunk1311.wordpress.com

22 Sumber: Makalah ini adalah sekedar penyajian dan atau duplikasi dari BAB III buku: Hulukati, Tien dan Gialdah Tapiansari. Hukum Pidana Penyaji juga menggunakan beberapa buku di bawah ini untuk menambah pengetahuannya tentang materi dalam makalah ini: Kansil, C.S.T.. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia Jakarta: Balai Pustaka. Moeljatno. Asas-asas Hukum Pidana Jakarta: Rineka Cipta. Moeljatno. KUHP Jakarta: Bumi Aksara. Makalah ini dipresentasikan dengan slide yang bisa diunduh di: ipunk1311.wordpress.com atau: fh-unpas.ning.com file ini dapat diunduh di blog pribadi Syaeful di: ipunk1311.wordpress.com

23 Sekian, Terima Kasih… file ini dapat diunduh di blog pribadi Syaeful di: ipunk1311.wordpress.com


Download ppt "Dipresentasikan untuk Memenuhi Tugas MK Hukum Pidana"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google