Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Materi Ke-13: PROBLEMATIKA PERDA

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Materi Ke-13: PROBLEMATIKA PERDA"— Transcript presentasi:

1 Materi Ke-13: PROBLEMATIKA PERDA

2 A. Tujuan Instruksional Umum

3 B. Tujuan Instruksional Khusus

4 C. Isi Kuliah: PROBLEMATIKA KONSTITUSIONAL
1. Kedudukan Perda dalam UUD Pada masa Orde Baru (32 tahun) di bawah UUD 1945 kedudukan dan peranan Perda memang tidak begitu menonjol karena dasar hukum Perda terletak pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (UU No. 5/1974) bersifat ”sentralistik”, kurang mencerminkan otonomi daerah dan desentralisasi yang sebenarnya. Hal ini dapat dilihat dari kedudukan DPRD yang merupakan bagian dari pemerintah daerah yang otomatis mempengaruhi cara pemilihan kepala daerah, cara pengawasan peraturan daerah, dan sebagainya.

5 Pada era reformasi, dengan penekanan pada otonomi daerah sebagai salah satu agenda reformasi, prinsip otonomi yang seluas-luasnya (namun tetap bertanggung jawab), kedudukan pemerintahan daerah (tugas, fungsi, hak, kewajiban, dan kewenangan) diatur dengan tegas dalam UUD 1945 (baru). Sebagai implikasinya, kedudukan dan peranan Perda sebagai alat untuk melaksanakan otonom seluas-luasnya sangat menonjol dan strategis karena diberikan landasan konstitusional (vide Pasal 18 ayat (6) UUD 1945). Namun demikian, Perda sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan, tetap saja dan harus tunduk pada UU-P3 dan UU-Pemda. Artinya, asas, materi muatan, ketentuan mengenai hirarki dan jenis, pengundangan, penyebarluasan, dan penegakan serta pengujiannya, haruslah mengikuti pedoman yang diberikan oleh kedua UU tersebut (dan peraturan pelaksanaannya).

6 2. Pengujian Perda Perda sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan di bawah UU, merupakan objek pengujian (judicial review) MA bukan objek pengujian MK. Dalam Pasal 136 UU-Pemda dikatakan bahwa: Perda ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD. Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/ kabupaten/kota dan tugas pembantuan. Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah.

7 Berdasarkan ketentuan di atas, maka setiap Perda di samping tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi juga tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dari Perda dapat saja termasuk UUD apabila dianut pemahaman bahwa UUD sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan juga. Namun karena adanya ketentuan Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 jo Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, maka frasa ”peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi” dalam Pasal 136 UU-Pemda tersebut harus dibaca berhenti pada UU bukan UUD. Artinya, MA menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU adalah pengujian dari segi/aspek legalitasnya. Sedangkan yang menyangkut segi/aspek konstitusionalitas suatu peraturan perundang-undangan (semua jenis peraturan perundang-undangan tidak hanya UU saja) maka test pen-nya adalah UUD, sehingga pengujiannya dapat dilakukan oleh MK.

8 3. Pembatalan Perda Dalam Pasal 145 UU-Pemda dikatakan bahwa:
Perda disampaikan kepada Pemerintah paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan. Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah. Keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

9 Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala daerah harus memberhentikan pelaksanaan Perda dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah mencabut Perda dimaksud. Apabila provinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, kepala daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung. Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikabulkan sebagian atau seluruhnya, putusan Mahkamah Agung tersebut menyatakan Peraturan Presiden menjadi batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Apabila Pemerintah tidak mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membatalkan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Perda dimaksud dinyatakan berlaku.

10 Dalam ayat (1) Pasal 145 UU-Pemda dikatakan bahwa paling lambat tujuh hari suatu Perda harus disampaikan kepada Pemerintah. Dalam ayat (2) Pasal 145 UU-Pemda dikatakan bahwa selain tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi juga suatu Perda tidak boleh bertentangan dengan ”kepentingan umum”. Pembatalan Perda, dapat dikatakan merupakan suatu ”pengujian” namun bukan judicial review melainkan executieve review karena dilakukan oleh pemerintah (eksekutif).

11 Dengan adanya pengaturan secara tegas otonomi daerah, tugas, fungsi, hak, kewajiban, dan kewenangan lembaga pemerintahan daerah dalam Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B UUD 1945, dikaitkan dengan ketentuan Pasal 24A ayat (1) dan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menjadi bahan renungan kita semua dalam menyikapi ketentuan ”pengujian” berupa ”pembatalan” sepihak oleh pihak eksekutif.

12 4. Materi Muatan Perda dan Peraturan Kepala Daerah
Dalam Pasal 12 UU-P3 ditentukan bahwa: Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Sedangkan dalam Pasal 13 UU-P3 ditentukan bahwa: Materi muatan Peraturan Desa / yang setingkat adalah seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan urusan desa atau yang setingkat serta penjabaran lebih lanjut PeraturanPerundang-undangan yang lebih tinggi.

13 Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 12 UU-P3 dapat diuraikan bahwa materi muatan Perda terdiri atas 4 bagian yaitu: dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah; dalam rangka tugas pembantuan; dalam kaitannya dengan dengan kondisi khusus di daerah; pengaturan lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi baik di lingkungan daerah yang bersangkutan maupun peraturanperundang-undangan yang berskala nasional (tingkat pusat).

14 Dalam hubungan keuangan, pelayanan umum, dan pemanfaatan sumber daya alam (SDA) antarpemerintahan daerah dapat juga dijadikan sumber materi muatan Perda sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15, 16, 17, dan 18 UU No. 32/2004. Di samping itu materi muatan Peraturan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota adalah mengenai APBD dan APBDP serta hal-hal keuangan lainnya pada tingkat daerah masing-masing (misalnya pajak dan retribusi daerah). Materi muatan Peraturan Gubernur dan Peraturan Bupati/Walikota adalah hal-hal lebih lanjut yang diperintahkan oleh suatu Perda Provinsi/Kabupaten/Kota atau atas kuasa peraturan perundang-undangan lain (yang lebih tinggi) untuk diatur dengan Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota.

15 Dalam Pasal 13 UU-P3 dikatakan bahwa materi muatan Peraturan Desa (Perdesa) atau yang setingkat adalah seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan urusan desa atau yang setingkat (misalnya nagari) serta penjabaran lebih lanjut dari peraturanperundang-undangan yang lebih tinggi. Di samping itu materi muatan Peraturan Desa juga materi yang berkaitan dengan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

16 5. Pengundangan, Pengumuman, dan Penyebarluasan
Dalam Pasal 147 UU-Pemda dikatakan: Perda diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah diundangkan dalam Berita Daerah. Pengundangan Perda dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah dalam Berita Daerah dilakukan oleh Sekretaris Daerah. Pemerintah daerah wajib menyebarluaskan Perda yang telah diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah yang telah diundangkan dalam Berita Daerah.

17 Dalam ketentuan di atas dibedakan antara pengundangan dalam Lembaran Daerah (LD) dan Berita Daerah (BD). Pada masa era UU No. 5/1974 dan UU No. 22/1997, fungsi LD dan BD dipisahkan. Fungsi LD adalah untuk “pengundangan” Perda dan Kepda yang bersifat pengaturan, sedangkan fungsi BD adalah untuk “pengumuman” hal-hal yang perlu diumumkan. Hal ini senada dengan di Pusat di mana Berita Negara (BN) awalnya adalah untuk fungsi “pengumuman”, namun setelah dikeluarkannya UU No. 10/2004 (UU-P3), fungsinya menjadi dua yaitu “pengumuman” dan “pengundangan”.

18 6. Penegakan Perda Dalam Pasal 148 dikatakan bahwa:
Untuk membantu kepala daerah dalam menegakkan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja. Pembentukan dan susunan organisasi Satuan Polisi Pamong Praja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Sedangkan dalam Pasal 149 ditentukan bahwa: Anggota Satuan Polisi Pamong Praja dapat diangkat sebagai penyidik pegawai negeri sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyidikan dan penuntutan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda dilakukan oleh pejabat penyidik dan penuntut umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan Perda dapat juga ditunjuk pejabat lain yang diberi tugas untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda.

19 Ketentuan di atas harus dilaksanakan dengan mengadakan koordinasi dengan POLRI karena sesuai dengan UU No. 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) kewenangan penyidikan atau penyidik umum adalah di tangan kepolisian. Sedangkan di lingkungan pemerintah (eksekutif) dapat dibentuk Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sesuai dengan ketentuan UU tertentu. Di samping itu perlu pula ada koordinasi dengan kepolisian dalam rangka penyidikan pelanggaran Perda karena dalam Perda dapat dimuat ketentuan pidana khusus untuk pelanggaran Perda tersebut maupun ketentuan pidana untuk pelanggaran UU yang dirujuk oleh Perda yang bersangkutan sebagaimana dikatakan dalam Pasal 143 UU-Pemda:

20 Perda dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan penegakan hukum, seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar sesuai dengan peraturan perundangan. Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). Perda dapat memuat ancaman pidana atau denda selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundangan lainnya.

21 7. Harmonisasi dan Sinkronisasi Vertikal dan Horisontal
Dalam penyusunan UU, dikenal namanya Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 UU-P3: Perencanaan penyusunan Undang-Undang dilakukan dalam suatu Program Legislasi Nasional. Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam suatu Program Legislasi Daerah. Dan Pasal 16 UU-P3 yang berbunyi: Penyusunan Program Legislasi Nasional antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah dikoordinasikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat melalui alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang khusus menangani bidang legislasi. Penyusunan Program Legislasi Nasional di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat dikoordinasikan oleh alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang khusus menangani bidang legislasi. Penyusunan Program Legislasi Nasional di lingkungan Pemerintah di-koordinasikan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang Peraturan Perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dan pengelolaan Program Legislasi Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.

22 8. Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber daya manusia (SDM) dimaksud adalah kompetensi para pembentuk Perda baik pembentuk atau perancang Perdanya (legislative/legal drafter) maupun para anggota DPRD. Oleh karena itu sudah waktunya di lingkungan Sekretariat DPRD dibentuk kelompok perancang peraturan perundang-undangan daerah yang merupakan kelompok pejabat fungsional yang dasar hukumnya sudah lengkap dari tingkat UU, PP, Perpres, Kepmenpan, s/d SKB atau Peraturan Bersama antara BKN dan Menkumham.

23 Pembentukan kelompok perancang sebagai pejabat fungsional tersebut dapat berkoordinasi dengan Depkumham (melalui Kanwil setempat) yang merupakan penanggung jawab sekaligus pembina perancang tersebut. Dengan dibentuknya kelompok perancang tersebut yang dapat membantu para anggota DPRD menyusun Raperda dibantu pula oleh staf ahli bidang-bidang tertentu, maka fungsi utama DPRD (dan anggotanya) yaitu fungsi legislasi dapat dilaksanakan sebaik-baiknya.

24 D. Alamat Situs

25 Latihan Soal Ke-13


Download ppt "Materi Ke-13: PROBLEMATIKA PERDA"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google