Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Oleh: Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Oleh: Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc."— Transcript presentasi:

1 Oleh: Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc.
BAB 11 KETAHANAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA Oleh: Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc. BLT Bantuan Langsung Tunai

2 KELUARGA RAPUH NEGARA RUNTUH
Keluarga merupakan pilar-pilar penyangga eksistensi suatu bangsa Pesan dari Bapak Presiden Republik Indonesia pada Harganas ke-XII: “Kekuatan Bangsa dan Negara terletak pada ketahanan masing-masing keluarga. Keluarga adalah cermin kekuatan masyarakat, bangsa dan negara. Oleh sebab itu patut dijaga, dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya. Untuk itu saya mengajak setiap orangtua agar dapat membangun keluarganya sebagai pilar pembangunan yang kokoh, agar Bangsa Indonesia semakin mantap melangkah menuju hari esok yang sejahtera dan bermartabat di mata dunia”.

3 Pidato Vice President Dan Quayle (May 1992):
Amanat Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tenteram dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin. Pidato Vice President Dan Quayle (May 1992): “…The failure of our families is hurting America deeply. When families fail, society fail. The lack of structure… testament to how quickly civilization falls apart when the family foundation cracks. Children need love and discipline. They need mothers and fathers….(kegagalan keluarga kita sangat menyakitkan orang Amerika. Apabila keluarga gagal, maka masyarakat akan gagal pula. Kekurangan struktur … menjadi saksi pada seberapa cepat runtuhnya masyarakat apabila dasar-dasar keluarga retak. Anak-anak membutuhkan rasa cinta dan disiplin. Mereka membutuhkan ibu dan ayahnya…)”

4 “ ..And for those concerned about children growing up in poverty, we should know this: marriage is probably the best anti-poverty program of all…Marriage is a moral issue that requires cultural consensus, and the use of social sanctions..(…dan bagi yang menaruh perhatian pada anak-anak yang tumbuh dalam kemiskinan, kita harus tahu bahwa perkawinan mungkin adalah program anti kemiskinan yang terbaik….perkawinan adalah suatu isu moral yang membutuhkan konsensus budaya, dan penggunaan dari sangsi sosial)” “..Bearing babies irresponsibly is, simply wrong. Failing to support children one has fathered is wrong.. (..memelihara bayi tanpa rasa tanggung jawab adalah salah. Gagal untuk mendukung anak yang tadinya pernah mempunyai seorang ayah adalah salah..)”

5 “…It’s time to talk again about family, hard work, integrity and personal responsibility. We cannot be embraced out of our belief that two parents, married to each other, are better in most cases for children than one (…sudah waktunya membicarakan lagi tentang keluara, bekerja keras, integritas dan tanggung jawab personal. Kita tidak dapat dipengaruhi di luar kepercayaan kita bahwa dua orangtua, menikah satu dengan yang lain adalah lebih baik dalam banyak kasus untuk anak-anak dibandingkan dengan hanya satu orangtua saja)” (Quayle 1992, pp ).

6 Tujuan Pembentukkan Keluarga (Hughes & Hughes 1995)
Menyusun keturunan yang baik dan utuh Meningkatkan sikap positif Menyesuaikan sikap antar suami istri Meningkatkan afeksi keluarga Cara meningkatkan afeksi keluarga: membiasakan makan bersama, meningkatkan kualitas dan kuantitas komunikasi, liburan bersama Mengembangkan spiritual keluarga Meningkatkan kehidupan keluarga sehari-hari 1 4 2 5 3 6 7

7 HUBUNGAN SOSIAL HARMONIS Kualitas Sumberdaya Manusia Tinggi
Pendekatan Teori Keluarga dalam Memahami Kesejahteraan dan Ketahanan Keluarga NILAI/ NORMA KELUARGA HUBUNGAN SOSIAL HARMONIS CINTA KOMITMEN TANGGUNGJAWAB MENGHORMATI KEBERSAMAAN KELUARGA Kualitas Sumberdaya Manusia Tinggi Demokratis Terbuka Jujur Bertanggungjawab Handal, Terjamin Bijaksana Pekerja Keras Pecinta Sejati Bertaqwa Keluarga Sebagai Pondasi Masyarakat Keluarga Sebagai Pilar Bangsa Keluarga sebagai wadah pembentuk SDM Bangsa K E L U A R G T & S H KONSENSUS STABIL, LINGKUNGAN KONDUSIF HIDUP ORANGTUA UNTUK KELUARGA IKATAN EMOSI KUAT Gambar Pendekatan teori struktural fungsional untuk memahami peran dan fungsi keluarga dalam mencetak sumberdaya manusia suatu bangsa (Megawangi 2003; catatan kuliah Pengantar Ilmu Keluarga)

8 Pendekatan Teori Keluarga dalam Memahami Kesejahteraan dan Ketahanan Keluarga
SOCIAL EXCHANGE SAYA (ME) VS ORANG LAIN (OTHERS) -Saya memberi vs Dia memberi/saya menerima -Saya mencintai vs Dia mencintai/saya dicintai -Saya setia vs Dia setia -Saya berkorban vs Dia berkorban -Senang sama-sama, sengsara sama-sama UANG TENAGA CINTA PERHATIAN WAKTU SEKSUAL S U A M I I S T R PENGABDIAN/LOYALITAS TENAGA UTK DOMESTIK CINTA TULUS PERHATIAN WAKTU SERVICE SEKSUAL MENGASUH & MENDIDIK ANAK INTROSPEKSI DIRI MASING-MASING INDIVIDU 'DEMI ANAK' HARUS DIJADIKAN KOMITMEN KOKOH LANDASAN AGAMA, NORMA, KELUARGA BESAR YG KOKOH DAPATKAN DUKUNGAN DAN PERTOLONGAN KELUARGA BESAR DAPATKAN PERTOLONGAN SECARA PROFESIONAL HINDARI PERCERAIAN SEBISA MUNGKIN ALTRUISM Masih adakah??? Gambar Pendekatan teori pertukaran sosial untuk memahami keharmonisan suami istri dan proses penanggulangan permasalahan keluarga (Ilustrasi: Puspitawati 2006b)

9 Pendekatan Teori Keluarga dalam Memahami Kesejahteraan dan Ketahanan Keluarga
PERSONALITY INDIVIDU SUAMI ISTRI KURANG COCOK Feminin vs Maskulin Introvert vs Extrovert LANDASAN PERKAWINAN KURANG KOKOH KENDALA SOSIAL EKONOMI INDIVIDU/KELUARGA LATAR BELAKANG KELUARGA ASAL SANGAT BERBEDA MANAJEMEN KELUARGA TIDAK BAIK Tidak ada transparansi Coping Strategi tidak efektif Kemitraan gender rendah Manajemen Sumberdaya Keluarga Tidak Efektif dan Efisien Berpeluang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan keluarga P H E A R R K M A O W N I I N S T I D A K K T E I L D U A A K R G S A E J K A O H N T F E L R I A K D A N Ketidakharmonisan Hubungan Kekerabatan dengan keluarga suami/istri Akses Informasi Terbatas HUBUNGAN ANTAR KELUARGA BERMASALAH Suami istri tidak harmonis Komunikasi tidak efektif Ikatan emosi rapuh Pengasuhan tidak efektif Berpeluang kekerasan dalam rumahtangga Adat/norma kurang dapat memfasilitasi persoalan keluarga Kebijakan Pemerintah kurang memfasilitasi persoalan keluarga Pengaruh negatif dari media Gambar Pendekatan teori sosial konflik: Faktor-faktor yang menentukan kesejahteraan keluarga

10 Ketahanan dan Kerapuhan Keluarga
Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Ketahanan dan kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materiil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin Undang-Undang Nomor 10/1992 Ketahanan keluarga adalah kondisi dinamik suatu keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik material dan psikis mental spiritual guna hidup mandiri, mengembangkan diri dan keluarganya untuk mencapai keadaan harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin Ketahanan dan Kerapuhan Keluarga

11 Ketahanan dan Kerapuhan Keluarga
5 Tanda Ketahanan keluarga yang berfungsi dengan baik (Chapman 2000): (1) Sikap melayani sebagai tanda kemuliaan, (2) Keakraban antara suami-istri menuju kualitas perkawinan yang baik, (3) Orangtua yang mengajar dan melatih anaknya dengan penuh tantangan kreatif, pelatihan yang konsisten dan mengembangkan ketrampilan, (4) Suami-istri yang menjadi pemimpin dengan penuh kasih dan (5) Anak-anak yang mentaati dan menghormati orangtuanya Pearsall (1996): Rahasia ketahanan/ kekuatan keluarga berada diantaranya pada jiwa altruism antara anggota keluarga yaitu berusaha melakukan sesuatu untuk yang lain, melakukan dan melangkah bersama, pemeliharaan hubungan keluarga, menciptakan atmosfir positif, melindungi martabat bersama dan merayakan kehidupan bersama Ketahanan dan Kerapuhan Keluarga

12 Ketahanan dan Kerapuhan Keluarga
Euis Sunarti Ketahanan fisik apabila terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan (indikator: pendapatan per kapita melebihi kebutuhan fisik minimum) dan terbebas dari masalah ekonomi (indikator: terbebas dari masalah ekonomi). Ketahanan sosial apabila berorientasi nilai Agama, komunikasi berlangsung efektif, komitmen keluarga tinggi (pembagian peran, dukungan untuk maju dan waktu kebersamaan keluarga, membina hubungan sosial dan mekanisme penanggulangan masalah. Ketahanan psikologis keluarga apabila keluarga mampu menanggulangi masalah non fisik, pengendalian emosi secara positif, konsep diri positif (termasuk terhadap harapan dan kepuasan) dan kepedulian suami terhadap istri. Ketahanan dan Kerapuhan Keluarga

13 Ketahanan dan Kerapuhan Keluarga
Otto (Mc Cubbin 1988) (a) Keutuhan keluarga, loyalitas dan kerjasama dalam keluarga, (b) Ikatan emosi yang kuat, (c) Saling menghormati antar anggota keluarga, (d) Fleksibilitas dalam melaksanakan peran keluarga, (e) Kemampuan pengasuhan dan perawatan dalam tumbuh kembang anak, (f) Komunikasi yang efektif, (g) Kemampuan mendengarkan dengan sensitif, (h) Pemenuhan kebutuhan spiritual keluarga, (i) Kemampuan memelihara hubungan dengan lingkungan luar keluarga, (j) Kemampuan untuk meminta bantuan apabila dibutuhkan, (k) Kemampuan untuk berkembang melalui pengalaman, (l) Mencintai dan mengerti, (m) Komitmen spiritual, dan (n) Berpartisipasi aktif dalam masyarakat. Ketahanan dan Kerapuhan Keluarga

14 Ketahanan dan Kerapuhan Keluarga
Jenis-jenis Ancaman (UNDP 2000) Kerapuhan aspek ekonomi Kerapuhan aspek lingkungan Kerapuhan aspek sosial Ancaman: sulit mencari pekerjaan, tingginya angka kemiskinan, marjinalisasi kehidupan kemanusiaan, rawan bencana, inflasi ekonomi tinggi, tingginya biaya hidup, ekamanan pangan yg tidak terjamin

15 Ketahanan dan Kerapuhan Keluarga
Rekapitulasi Komponen Ketahanan Keluarga Sumber Komponen Input Proses Output UU No. 52 Tahun 2009 Perkawinan sah; Nilai-nilai Agama Berwawasan ke depan; Ulet; Tangguh;Mengembangkan diri dan keluarga Sejahtera, sehat, maju, mandiri; Jumlah anak ideal; Bertanggung jawab; Hidup harmonis; Bertaqwa; Hidup mandiri; Sejahtera dan bahagia lahir dan batin; kondisi pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, spiritual UU No. 10 Tahun 1992 - Ulet; Tangguh. Kondisi dinamis; Kemampuan fisik, material, psikis, mental, spiritual Chapman (2000) Keluarga berfungsi; keakraban suami istri; Pengasuhan anak. Anak-anak hormat pada orangtua Pearsall (1996) Jiwa berkorban (altruism) antara anggota keluarga NNFR (1995) Potensi dan kempuan individu/keluarga Menghadapi tantangan hidup dan saat krisis; Keluarga berfungsi Mc Cubbin (1998) Ketahanan sumberdaya Strategi Koping dan Appraisal; Adaptasi positif Otto Fleksibilitas peran; Pengasuhan; Komunikasi; Kemampuan minta bantuan Keluarga utuh; Ikatan emosi kuat; Saling menghormati; Pemenuhan kebutuhan spiritual; Berkembang; Mencintai; Mengerti; Komitmen Martinez (2003) Partisipasi aktif di masyarakat; Kuat fisik, ekonomi, sosial- kemasyarakatan; Berbudaya. Sunarti (2001) Sumberdaya fisik dan non fisik; Berorientasi nilai Agama, Manajemen keluarga, masalah keluarga, mekanisme penanggulangan komunikasi berlangsung efektif, komitmen keluarga tinggi (pembagian peran, dukungan untuk maju, dan waktu kebersamaan keluarga, membina hubungan sosial dan mekanisme penanggulangan masalah. Terpenuhinya kebutuhan fisik (kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan serta terbebas dari masalah ekonomi) dan psikososial (pengendalian emosi secara positif, konsep diri positif (termasuk terhadap harapan dan kepuasan), dan kepedulian suami terhadap istri).

16 (Yang Ditawarkan Penulis)
K O M P O N E N K E T A H A N A N K E L U A R G A (Yang Ditawarkan Penulis) Bertaqwa kepada Tuhan YME dan taat pada nilai-nilai/norma. Punya wawasan ke depan & wawasan gender. Mempunyai pengetahuan ilmu pengetahuan. Mempunyai semangat hidup untuk maju. Mampu akses terhadap sumberdaya dan informasi Menjalankan fungsi-fungsi keluarga (keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, sosialisasi & pendidikan, ekonomi & pembinaan lingkungan). Punya manajemen sumberdaya keluarga dan manajemen ekonomi rumahtangga (manajemen waktu & pekerjaan, manajemen keuangan, mengolah stres, perencanaan jumlah anak). Melakukan kemitraan gender yang adil dan setara (pengambilan keputusan, pengelolaan sumberdaya, saling menghormati dan membutuhkan). Mempunyai bonding yang kuat antar anggota keluarga, komunikasi dan interaksi yang baik. Saling berkomitmen untuk tujuan bersama. Sejahtera fisik. Sejahtera sosial. Sejahtera ekonomi. Sejahtera psikologi/mental. Sejahtera spiritual. Berkarakter individu yang baik. Bahagia dan puas terhadap semua yang dimiliki dan dihasilkan oleh individu/keluarga. Memelihara kerukunan dan hidup harmonis dalam keluarga dan masyarakat. Mandiri secara sosial dan ekonomi. Hidup berkesetaraan dan berkeadilan dalam keluarga dan masyarakat. Kontribusi pada keluarga, masyarakat dan bangsa. Hidup berguna bagi keluarga, masyarakat dan bangsa. I N P U T P R O S E S O U T P U T OUTCOME/DAMPAK Keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat Keluarga sebagai sumber ketahanan sosial masyarakat Keluarga sebagai pilar pembangunan dan pondasi Bangsa

17 Ketahanan dan Kerapuhan Keluarga
22 indikator (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) (berdasarkan Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 80 I Hui Tahun Tentang Panduan Perencanaan Pemibiayaan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Sosial Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/ Kota): Anak balita terlantar adalah anak yang berusia 0-4 tahun karena sebab tertentu orangtuanya tidak dapat melakukan kewajibannya yang dikarenakan beberapa kemungkinan: miskin/ tidak mampu, salah seorang sakit, salah seorang/ kedua-duanya, meninggal, anak balita sakit, sehingga terganggu kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan perkembangannya baik secara jasmani, rohani dan sosial. Anak terlantar adalah anak berusia 5-18 tahun yang karena sebab tertentu orangtuanya tidak dapat melakukan kewajibannya yang dikarenakan beberapa kemungkinan seperti miskin atau tidak mampu, salah seorang dari orangtuanya atau kedua-duanya sakit, salah seorang atau kedua-duanya meninggal, keluarga tidak harmonis, tidak ada pengasuh/ pengampu, sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani dan sosial.

18 Ketahanan dan Kerapuhan Keluarga
Anak nakal adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang berperilaku menyimpang dari norma dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, lingkungannya sehingga merugikan dirinya, keluarganya dan orang lain, serta mengganggu ketertiban umum, akan tetapi karena usia belum dapat dituntut secara hukum. Anak jalanan adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan berkeliaran di jalanan maupun tempat-tempat umum. Wanita rawan sosial ekonomi adalah seorang wanita dewasa berusia tahun belum menikah atau janda dan tidak mempunyai penghasilan cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Korban tindak kekerasan adalah seseorang yang terancam secara fisik atau nonfisik (psikologis) karena tindak kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga atau lingkungan sosial terdekatnya, dalam hal ini termasuk anak, wanita dan lanjut usia korban tindak kekerasan.

19 Ketahanan dan Kerapuhan Keluarga
Lanjut usia terlantar adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor faktor tertentu sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial. Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan bagi dirinya untuk melakukan fungsi-fungsi jasmani, rohani maupun sosialnya secara layak, yang terdiri atas penyandang eacat fisik dan penyandang eacat mental, dalam hal ini termasuk anak cacat, penyandang cacat, dan penyandang cacat eks penyakit kronis. Tuna susila adalah seseorang yang melakukan hubungan seksual dangan sesama atau lawan jenis secara berulang-ulang dan bergantian diluar perkawinan yang sah dengan tujuan mendapatkan imbalan uang, materi, atau jasa. Pengemis adalah orang-orang yang mendapat penghasilan meminta-minta ditempat umum dengan berbagai cara dengan alasan untuk mengharapkan belas kasihan orang lain.

20 Ketahanan dan Kerapuhan Keluarga
Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan yang tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta mengembara di tempat umum. Bekas warga binaan Lembaga Kemasyarakatan, untuk selanjutnya disebut BWBLK, adalah seseorang yang telah selesai atau dalam 3 (tiga) bulan segera mengakhiri masa hukuman atau masa pidananya sesuai dengan keputusan pengadilan dan mengalami hambatan untuk menyesuaikan diri kembali dalam kehidupan masyarakat, sehingga mendapat kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan atau melaksanakan kehidupannya seeara normal. Korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat-zat adiktif (NAPZA), untuk selanjutnya disebut korban penanggulangan NAPZA, adalah seseorang yang menggunakan narkotika, psikotropika dan zat-zat adiktif lainnya termasuk minuman keras diluar tujuan pengobatan atau tanpa sepengetahuan dokter yang berwenang.

21 Ketahanan dan Kerapuhan Keluarga
Keluarga fakir miskin adalah seseorang atau kepala keluarga yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan atau tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok atau orang yang mempunyai sumber mata pencaharian akan tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok keluarga yang layak bagi kemanusiaan. Keluarga berumah tak layak huni adalah keluarga yang kondisi perumahan dan lingkungannya tidak memenuhi persyaratan yang layak untuk tempat tinggal baik secara fisik, kesehatan, maupun sosial. Keluarga bermasalah sosial psikologis adalah keluarga yang hubungan antar anggota keluarganya terutama antara suami-istri kurang serasi, sehingga tugas-tugas dan fungsi keluarga tidak dapat berjalan dengan wajar.

22 Ketahanan dan Kerapuhan Keluarga
Komunitas adat terpencil adalah kelompok orang atau masyarakat yang hidup dalam kesatuan-kesatuan sosial kecil yang bersifat lokal dan terpencil, dan masih sangat terikat pada sumberdaya alam dan habitatnya secara sosial budaya terasing dan terbelakang dibanding dengan masyarakat Indonesia pada umumnya, sehingga memerlukan pemberdayaan dalam menghadapi perubahan lingkungan dalam arti luas. Korban bencana alam adalah perorangan, keluarga atau kelompok masyarakat yang menderita baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi sebagai akibat dari terjadinya bencana alam yang menyebabkan mereka mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Termasuk dalam korban bencana alam adalah korban bencana gempa bumi tektonik, letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir, gelombang pasang atau tsunami, angin kencang, kekeringan, kebakaran hutan atau lahan, kebakaran permukiman, kecelakaan pesawat terbang, kereta api, perahu dan musibah industri (kecelakaan kerja).

23 Ketahanan dan Kerapuhan Keluarga
Korban bencana sosial atau pengungsi adalah perorangan, keluarga atau kelompok masyarakat yang menderita baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi sebagai akibat dari terjadinya bencana sosial kerusuhan yang menyebabkan mereka mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pekerja migran bermasalah sosial adalah seseorang yang bekerja di luar tempat asalnya dan menetap sementara di tempat tersebut dan mengalami permasalahan sosial sehingga menjadi terlantar. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) adalah seseorang yang dengan rekomendasi profesional (dokter) atau petugas laboratorium terbukti tertular virus HIV sehingga mengalami sindrom penurunan daya tahan tubuh (AIDS) dan hidup terlantar. Keluarga rentan adalah keluarga muda yang baru menikah sampai dengan lima tahun usia pernikahan, yang mengalami masalah sosial dan ekonomi, berpenghasilan sekitar 10 (sepuluh) persen di atas garis kemiskinan, sehingga kurang mampu memenuhi kebutuhan dasar keluarga.

24 Kesejahteraan Keluarga
Tingkat kesejahteraan Keluarga (Puspitawati 2005) Psychological/ spiritual mental: sakit jiwa, tingkat stres, tingkat bunuh diri, tingkat perceraian, tingkat aborsi, tingkat kriminal tingkat kebebasan seks Physical Well-being: status gizi, status kesehatan, tingkat mortalitas tingkat morbiditas Social well-being: Tingkat pendidikan, status dan jenis pekerjaan Economic Well-being: GNP, GDP, pendapatan per kapita per bulan, nilai asset.

25 Kesejahteraan Keluarga
Kesejahteraan Keluarga menurut Ferguson, Horwood dan Beutrais (diacu dalam Sumarwan & Tahira (1993) Kesejahteraan Ekonomi (Family Well-being) Diukur dalam pemenuhan akan input keluarga (pendapatan, upah, aset dan pengeluaran) Kesejahteraan Material (family Material Well-being) Diukur dari berbagai bentuk barang dan jasa yang diakses oleh keluarga.

26 Kesejahteraan Keluarga
Konsep Kebutuhan Maslow: Self-Actualization: Vitality Self-Suffiency Authenticity Playfulness Meaningfulness Self-Esteem Love and Belongingness Safety and Security Physiological Needs: Air, water, food, shelter, Sleep, sex

27 Kesejahteraan Keluarga Objektif
1. Sayogyo (1971) Menggunakan tingkat konsumsi ekuivalen beras per kapita sebagai indikator kemiskinan (membedakan daerah pedesaan dan perkotaan). Untuk daerah pedesaan, apabila seseorang hanya mengkonsumsi ekuivalen beras kurang dari 240 kg per orang per tahun, maka yang bersangkutan digolongkan sangat miskin, sedangkan untuk daerah perkotaan ditentukan sebesar ekuivalen 360 kg beras per orang per tahun. 2. BPS Kesejahteraan secara material didasarkan atas pendapatan yang dibandingkan dengan garis kemiskinan. Suatu keluarga yang berpendapatan di bawah garis kemiskinan, tentunya tidak dapat memenuhi semua kebutuhan secara material, oleh karena itu digolongkan pada keluarga miskin.

28 Kesejahteraan Keluarga Objektif
Data jumlah penduduk miskin dari tahun menurut BPS. No Tahun Jumlah n (juta orang) % 1 2011 30,02 12,49 2 2010 31,02 13,33 3 2009 32,53 14,15 4 2008 34,96 15,42 5 2007 37,17 16,58 6 2006 39,30 17,75 Sumber : Data Susenas, BPS ( )

29 Kesejahteraan Keluarga Objektif
14 kriteria kemiskinan penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) 3 Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/ bambu/ kayu murahan. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas rendah/ tembok tanpa diplester. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan.

30 Kesejahteraan Keluarga Objektif
14 kriteria kemiskinan penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) 3 Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak tanah. Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam satu kali dalam seminggu. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0,5 ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp per bulan. Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak tamat SD/ hanya SD. Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan nilai Rp , seperti: sepeda motor (kredit/ non kredit), emas, ternak, kapal motor atau barang modal lainnya.

31 Kesejahteraan Keluarga Objektif
Stategi pemerintah dalam menurunkan jumlah penduduk miskin dan jumlah pengangguran digolongkan ke dalam pelaksanaan program tiga klaster 1 BLT Raskin Jamkesmas BOS PKH 2 PNPM-Mandiri 3 KUR

32 Kesejahteraan Keluarga Objektif
4. Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) Kebutuhan dasar (Basic Needs) yang terdiri dari variabel pangan, sandang, papan, dan kesehatan Kebutuhan Sosial Psikologis (Social Psychological Needs) yang terdiri dari variabel pendidikan, rekreasi, transportasi, intrraksi sosial internal da n eksternal Kebutuhan pengembangan (Developmental Needs) yang terdiri dari variabel tabungan, pendidikan khusus, akses terhadap informasi

33 Kesejahteraan Keluarga Objektif
Klasifikasi kesejahteraan keluarga menurut BKKBN (2011): Pra-KS Keluarga Pra Sejahtera KS-I Keluarga Sejahtera I KS-II Keluarga Sejahtera II KS-III Keluarga Sejahtera III KS-III Plus Keluarga Sejahtera III Plus No Klasifikasi Kesejahteraan Keluarga Jumlah Keluarga n % 1 Keluarga Pra Sejahtera 21,78 2 Keluarga Sejahtera Tahap I 23,05 3 Keluarga Sejahtera Tahap II 28,15 4 Keluarga Sejahtera Tahap III 22,46 5 Keluarga Sejahtera Tahap III Plus 4,56 Total 100,00 *Sumber : Analisis dan evaluasi hasil pendataan keluarga tahun 2010 (BKKBN)

34 Kesejahteraan Keluarga Objektif
5. UNDP Kemiskinan memiliki wujud yang majemuk, termasuk rendahnya tingkat pendapatan dan sumber daya produktif yang menjamin kehidupan berkesinambungan; kelaparan dan kekurangan gizi; rendahnya tingkat kesehatan; keterbatasan dan kurangnya akses pada pendidikan dan layanan-layanan pokok lainnya; kondisi tak wajar dan akibat penyakit yang terus meningkat; kehidupan bergelandang dan tempat tinggal yang tidak memadai; lingkungan yang tidak aman, serta diskriminasi dan keterasingan sosial; dan dicirikan juga oleh rendahnya tingkat partisipasai dalam proses pengambilan keputusan dan dalam kehidupan sipil, sosial dan budaya”. Ukuran tingkat kemiskinan internasional adalah pendapatan per kapita per hari setara dengan USD 1.00 per hari (setara dengan Rp parity purchasing power) atau USD 2.00 per hari.

35 Kesejahteraan Keluarga Subjektif
McCall Kesejahteraan keluarga juga dapat diukur melalui pendekatan ”Quality of Life” yaitu diukur berdasarkan kebutuhan untuk kesenangan seseorang. Frank Quality of Life mencerminkan perbedaan, gap, antara harapan dengan apa yang dialami sebagai tingkatan bagaimana seseorang menikmati berbagai kemungkinan hidupnya sebagai akibat dari pembatasan dan peluang hidupnya dan sebagai cerminan dari interaksi dengan faktor lingkungan (Puspitawati & Megawangi 2003). Farnkl VE. ‘Man’s search for meaning.’ New York: Pocket Books QOL berkaitan dengan persepsi pemaknaan atau ‘meaning’. Pertanyaan tentang pemaknaan merupakan pusat dari kondisi manusia yang dikaitkan dengan perasaan pemaknaan tentang apa yang diciptakan, dicintai, dipercaya atau ditinggalkan sebagai warisan

36 Kesejahteraan Keluarga Subjektif
Atribut QOL Kemampuan, adaptasi, apresiasi, kebutuhan dasar, kepemilikan, kontrol, permintaan dan tanggungjawab, stres, keragaman, peningkatan, kebebasan, pemenuhan, gaps, gender, kebahagiaan, kesehatan, harapan, identitas, perbaikan, inklusivitas, integritas, isolasi, penghakiman, pengetahuan, lack, kondisi kehidupan, kebutuhan yang tidak sesuai, domain QOL yang berkaitan dengan eksistensi, fisik, psikologi, agama, keamanan, kepuasan, kenyamanan, spiritual, status, kesejahteraan, dan kondisi pekerjaan. QOL Research Center, Denmark Kualitas hidup seringkali membedakan antara kualitas hidup subyektif dan obyektif. Kualitas hidup subyektif adalah tentang perasaan baik dan puas secara umum. Kualitas hidup obyektif adalah tentang pemenuhan permintaan masyarakat dan budaya berkaitan dengan kekayaan materi, status social dan kesejahteraan fisik

37 Kesejahteraan Keluarga Subjektif
QOL – The University of Oklahoma School of Social Work Pengukuran kualitas hidup diturunkan dari posisi sejumlah domain kehidupan. Setiap domain berkontribusi pada satu penilaian yang menyeluruh tentang kualitas hidup. Domain-domain termasuk keluarga dan teman, pekerjaan, tetangga , masyarakat, budaya, karakteristik demografi, karakteristik sosio-ekonomi, kesehatan, pendidikan dan spiritual. UNDP Angka harapan hidup. Pencapaian pendidikan – angkat melek aksara orang dewasa ditambah kombinasi pendaftaran sekolah dasar, menengah dan tinggi. Standar hidup- real Gross Domestic Product per kapita berdasarkan tingkat pertukaran PPP (Parity Purchasing Power).

38 Kesejahteraan Keluarga Subjektif
Perspektif dalam penelitian QOL (Ramkrishna Mukherjee, SagPub, 1989) PenelitianiIndikator sosial yang mempertimbangkan nilai-nilai elit yang dibutuhkan orang, dan penelitian QOL conventional yang mempeajari apa yang diinginkan orang dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya. Tujuan Quality of Life Index (QOLI) Menyediakan pembangunan masyarakat yang dapat digunakan untuk memonitor kunci indikator-indikator yang dapat mengetahui dimensi-dimensi kualitas hidup sosial, kesehatan, lingkungan dan ekonomi. Indikator QOLI: (1) Sosial, (2) kesehatan (Bayi dgn BBLR), (3) Ekonomi (Jmlh pengangguran), (4) Lingkungan (Kualitas udara), (5) QOL (kondisi sosialm kesehatan, ekonomi dan lingkungan yg berpengaruh thdp pembangunan manusia dan sosial.

39 Kesejahteraan Keluarga Subjektif
Quality of Life Research Unit, University of Toronto 2003. Kualitas hidup adalah derajat/tingkatan seseorang menikmati semua kemungkinan yang penting dalam hidupnya. Kemungkinan tersebut berasal dari kesempatan dan keterbatasan yang dimiliki setiap orang yang mencerminkan interaksi antara factor-faktor personal dan lingkungannya. Perbedaan SQL dan OQL Subjective quality of life adalah tentang perasaan senang atau puas dan merasa cukup atas kebahagian hidupnya. Sedangkan Objective quality of life adalah tentang terpenuhinya semua kebutuhan secara sosial dan budaya dalam hal kekayaan material, kesejahteraan/ kesehatan fisik dan status sosial. Pendekatan pengukuran quality of life diperoleh dari lingkungan dimana keluarga berasal. Lingkungan tersebut adalah lingkungan keluarga dan teman-teman, pekerjaan, tetanggga, kelompok masyarakat, kesehatan fisik, tingkat pendidikan dan spiritual (agama).

40 Kesejahteraan Keluarga Subjektif
Kualitas hidup manusia meliputi domain kehidupan manusia (Universitas Toronto 2003) Domain Being 1. Kesejahteraan fisik 2. Kesejhateraan psikologis 3. Kesejahteraan spiritual Domain Belonging 1. Harta fisik 2. Harta sosial 3. Harta masyarakat

41 Kasus Pengukuran Kesejahteraan Keluarga Subyektif
Keadaan makanan keluarga. Keadaan tempat tinggal keluarga. Keadaan materi/ aset keluarga. Keadaan spiritual/ mental suami/istri. Keadaan kesehatan fisik suami/ istri. Survival strategi yang dilaksanakan keluarga. Gaya manajemen waktu suami/ istri. Gaya manajemen keuangan suami/ istri. Gaya menejemen stress suami/ istri. Gaya manajemen pekerjaan suami/ istri. Hubungan/komunikasi dengan orangtua/ mertua. Hubungan/komunikasi dengan saudara/ kerabat. Hubungan/komunikasi dengan tetangga. Optimisme menyongsong masa depan. Pembagian peran antara suami-istri. Keterlibatan suami/ istri dalam aktivitas ekonomi keluarga

42 Kasus Pengukuran Kesejahteraan Keluarga Subyektif
Keterlibatan dalam perkumpulan desa. Pengetahuan dan keterampilan yang suami/ istri miliki. Perasaan suami/ istri terhadap kebersihan rumah. Perasaan suami/ istri terhadap kesehatan fisik anak. Perasaan suami/ istri terhadap kesehatan mental anak. Perasaan suami/ istri terhadap sekolah anak. Perasaan suami/ istri terhadap perilaku sosial anak. Perasaan suami/ istri terhadap kebersihan halaman/ pekarangan rumah. Perasaan suami/ istri terhadap hasil panen tanaman. Perasaan suami terhadap kesehatan fisik suami. Perasaanistri terhadap penghasilan suami. Perasaaan istri terhadap kesehatan mental suami. Perasaan istri terhadap komunikasi dengan suami Perasaan istri terhadap kebutuhan sexual dengan suami Perasaan istri terhadap perilaku suami dalam membantu pekerjaan di rumahtangga.

43 RINGKASAN 1 Keluarga merupakan pilar-pilar penyangga eksistensi suatu bangsa. Apabila pilar-pilar tersebut keropos, maka bangunan suatu bangsa tidak akan mempunyai landasan yang kokoh. 2 Pendekatan Teori Keluarga dalam memahami kesejahteraan dan ketahanan keluarga diantaranya menggunakan Teori Struktural Fungsional, Teori Pertukaraan Sosial dan Teori Konflik Sosial. 3 Pengertian kesejahteraan keluarga diperkenalkan oleh para ahli ekonomi dan sosiologi umum yang berkaitan dengan output keluarga baik dimensi kesejahteraan fisik (physical well-being), kesejahteraan sosial (social well-being), kesejahteraan economi (economical well-being), maupun kesejahteraan psikologi-spiritual (psychological-spiritual well-being).

44 RINGKASAN 4 Istilah ketahanan keluarga (family strength or family resilience) dipromosikan oleh para ahli sosiologi keluarga yang mulai diperkenalkan mulai akhir tahun 1950 atau awal tahun 1960an. Istilah ketahanan keluarga lebih menunjukkan suatu kekuatan baik dari sisi input, proses, maupun output/outcome bahkan dampak dari output/outcome yang dirasakan manfaatnya bagi keluarga serta kekuatan daya juang keluarga (coping strategies) dalam menyesuaikan dengan lingkungan di sekitarnya. 5 Indikator kesejahteraan keluarga dapat dibagi menjadi 2 (dua) kluster, yaitu kesejahteraan keluarga obyektif yang dapat terlihat secara kuantitatif, dan kesejahteraan keluarga subyektif yang terlihat secara kualitatif.

45 PERTANYAAN Apa garis besar indikator kesejahteraan keluarga sybyektif?
Mengapa kalau keluarga rapuh maka bangsa akan runtuh? Apa komponen ketahanan keluarga? Apa garis besar indikator kesejahteraan keluarga sybyektif?

46 KATA KUNCI Kualitas sumberdaya manusia; ketahanan keluarga; kesejahteraan keluarga; kerapuhan keluarga. Kesejahteraan fisik, sosial, ekonomi, psikologi/mental, spiritual. Kesejahteraan keluarga obyektif dan subyektif.

47 NEGARA ADIL DAN MAKMUR = KELUARGA SEJAHTERA + RELASI GENDER HARMONIS DI SEMUA
LAPISAN MASYARAKAT “Keluarga merupakan pilar-pilar penyangga eksistensi suatu bangsa. Apabila pilar-pilar tersebut keropos, maka bangunan suatu bangsa tidak akan mempunyai landasan yang kokoh”. ”Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat diharapkan menjadi keluarga yang sehat yaitu yang dapat menciptakan konsensus apabila ada konflik, keluarga yang stabil, dan dapat memperkirakan lingkungannya apabila terjadi sesuatu, dan dapat memotivasi orangtua untuk mendedikasikan hidupnya untuk menciptakan bonding emosional yang kuat diantara anggota keluarganya”.

48 TERIMA KASIH


Download ppt "Oleh: Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google