Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA"— Transcript presentasi:

1 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA
SENDI-SENDI ILMU HUKUM MODUL MATA KULIAH PENGANTAR ILMU HUKUM Disusun oleh : TIM Pengajar PIH FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2010

2 DAFTAR ISI BAB I DISIPLIN HUKUM
1. Ilmu-Ilmu Hukum 2. Politik Hukum 3. Filsafat Hukum BAB II KAEDAH (NORMA) DAN KAEDAH SOSIAL BAB III KAIDAH HUKUM 1. Macam-Macam Kaidah 2. Kaidah Hukum Abstrak dan Konkrit 3. Isi dan Sifat Kaidah Hukum 4. Perumusan Kaidah Hukum 5. Penyimpangan Terhadap Kaidah Hukum 6. Berlakunya Kaidah Hukum 2

3 DAFTAR ISI BAB IV TUJUAN HUKUM BAB V PENGERTIAN DASAR SISTEM HUKUM
1. Masyarakat Hukum 2. Subyek Hukum 3. Peran Menurut Hukum 4. Peristiwa Hukum 5. Hubungan Hukum 6. Akibat Hukum BAB VI ASAS HUKUM BAB VII PENGGOLONGAN HUKUM 3

4 BAB VIII PEMBIDANGAN HUKUM BAB IX SUMBER HUKUM
DAFTAR ISI BAB VIII PEMBIDANGAN HUKUM BAB IX SUMBER HUKUM 1. Sumber Hukum Materiil 2. Sumber Hukum Formil BAB X PENGERTIAN SISTEM HUKUM DAN UNSUR-UNSURNYA Sistem Hukum Menurut Tata Hukum BAB XI YURISPRUDENSI 1. Beberapa Aliran Yurisprudensi 2. Asas-Asas Yurisprudensi . 4

5 BAB XI PENEMUAN HUKUM DAN PENEGAKAN HUKUM 1. Pengertian Penemuan Hukum
DAFTAR ISI BAB XI PENEMUAN HUKUM DAN PENEGAKAN HUKUM 1. Pengertian Penemuan Hukum 2. Metode Penemuan Hukum 3. Metode Kontruksi Hukum 5

6 BAB I DISIPLIN HUKUM Yang dimaksud dengan disiplin adalah sistem ajaran mengenai kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi. Secara umum disiplin dapat dibedakan antara disiplin analitis dan disiplin preskriptif. Yang pertama adalah merupakan suatu sistem ajaran yang titik beratnya menganalisis,memahami serta menjelaskan gejala-gejala yang dihadapi. Contohnya antara lain adalah sosiologi, psikhologi, ekonomi dan seterusnya. Kemudian yang dimaksud dengan disiplin preskiptif adalah sistem ajaran yang menentukan apakah yang seyogyanya atau yang seharusnya dilakukan di dalam menghadapi kenyataan tertentu. Dari pernyataan tersebut nampak dengan jelas bahwa, dalam disiplin preskriptif terkandung adanya nilai-nilai tertentu yang akan dikejar dan bersifat normatif (memberi pedoman patokan). Beberapa bidang studi yang termasuk dalam kelompok disiplin preskriptif adalah hukum filsafat. 6

7 Apabila pembicaraan dibatasi pada disiplin hukum, maka mencakup tentang : 1. Ilmu-ilmu hukum 2. Politik hukum 3. Filsafat hukum. 7

8 Ad. 1. Ilmu-ilmu hukum sebagai kumpulan dari berbagai cabang ilmu pengetahuan antara lain meliputi :
1) Ilmu tentang kaidah atau normwisseschaft atau sollenwissenschaft, yaitu ilmu yang menelaah hukum sebagai kaidah atau sistem kaidah-kaidah. 2) Ilmu pengertian, yakni ilmu tentang pengertian- pengertian pokok dalam hukum seperti : subyek hukum hak dan kewajiban, peristiwa, hukum dan obyek hukum. 3) Ilmu tentang kenyataan atau tatsachenwissenchaft atau seinwissenchaft yang menyoroti hukum sebagai sikap tindak atau perikelakuan yang antara lain mencakup : 8

9 Sosiologi hukum yakni suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara impiris dan analitis mempelajari hubungan timbal-balik antar hukum sebagai gejala-gejala sosial dengan gejala sosial yang lain. Anthropologi hukum, yakni suatu cabang ilmu pengetahuan yang·mempelajari pola-pola sengketa dan penyelesaiannya pada masyarakat-masyarakat sederhana, maupun masyarakat-masyarakat yang sedang mengalami proses modernisasi. Psikologi hukum, yakni suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari hukum sebagai suatu perwujudan dari perkembangan jiwa manusia. Perbandingan hukum yang merupakan cabang ilmu pengetahuan yang memperbandingkan sistem-sistem hukum yang berlaku di dalam satu atau beberapa masyarakat. Sejarah hukum yang mempelajari perkembangan dan asal-usul daripada sistem hukun suatu masyarakat tertentu. . 9

10 1) disiplin dasar 2) disiplin pokok 3) disiplin pengarah
Ad. 2. Politik hukum yang merupakan bagian dari disiplin hukum adalah mencakup kegiatan kegiatan nilai-nilai dan menerapkan nilai-nilai. Ad. 3. Filsafat hukum yang juga merupakan bagian dari disiplin hukum, adalah perenungan dan perumusan nilai-nilai, yang mencakup juga penyerasian nilai-nilai, misalnya : penyerasian antara ketertiban dengan ketenteraman, antara kebendaan dengan keahlakan, dan antara antara kelanggengan atau konservatisme dengan pembaharuan. Uraian tentang disiplin hukum tersebut dapat divisualisasikan secara lebih lengkap ke dalam sebuah gambar pohon (lihat bagan) yang menggambarkan adanya pembagian : 1) disiplin dasar 2) disiplin pokok 3) disiplin pengarah 4) disiplin cabang dan 5) disiplin ranting. Masing-masing disiplin, tersebut mencakup, ilmu-ilmu hukum tertentu. 10

11 11

12 Penjelasan Gambar Disiplin dasar mencakup : A. Filsafat Hukum
B. Sosiologi dan Anthropologi Hukum C. Psikologi Hukum D. Perbandingan Hukum E. Sejarah Hukum (Catatan : B sanpai E disebut Ilmu tentang Kenyataan) II. Disiplin Pokok mencakup : A. Ilmu tentang Kaidah B. Ilmu Pengertian (Catatan : A dan B disebut Ilmu Dogmatik Hukum) III. Disiplin pengarah mencakup : Politik Hukum IV. Disiplin Cabang : A. Ilmu Hukum Tata Negara B. Ilmu Hukum Administrasi Negara C. Ilmu Hukum Pribadi D. Ilmu Hukum Harta Kekayaan E. Ilmu Hukum Keluarga F. Ilmu Hukum Waris G. Ilmu Hukum Pidana. V. Disiplin Ranting terdiri dari : A. Ilmu Hukun Substantif (Hukum Material) B. Ilmu Hukum Ajektif (Hukum Formal). 12

13 KAEDAH (NORMA) HUKUM DAN KAEDAH SOSIAL
BAB II KAEDAH (NORMA) HUKUM DAN KAEDAH SOSIAL Faktor-faktor pendorong untuk hidup bermasyarakat manusia ingin selalu hidup berkelompok dengan sesamanya atau hidup bermasyarakat, karena didorong oleh beberapa hal yakni (teori Maslow): Hasrat untuk memenuhi makan dan minum atau untuk memenuhi kebutuhan ekonomis. Hasrat untuk membela diri. Hasrat untuk mengadakan keturunan. 13

14 Kaedah Sosial sebagai Perlindungan Kepentingan Kaedah Sosial
Manusia hidup bermasyarakat mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhannya. Tujuan manusia tersebut menunjukkan bahwa di antara sesama anggota masyarakat terjadi hubungan atau kontak dalam rangka mencapai dan melindungi kepentingannya. Manusia sebagai pribadi pada dasar­nya dapat berbuat menurut kehendaknya atau bebas. Tetapi manusia sebagai makhluk sosial yang hidup di masyarakat tidak dapat berbuat bebas menurut Kehendaknya. Dalam kontak sosial manusia dibatasi oleh ketentuan-ketentuan yang mengatur tingkah laku dan sikap mereka, karena jika tidak demikian akan terjadi ketidak seimbangan dalam masyarakat. Dengan pembawaan sikap pribadinya biasanya manusia ingin dipenuhi kepentingannya terlebih dahulu tanpa mengingat kepentingan orang lain. Jika keadaan seperti itu tidak diatur atau tidak dibatasi oleh ketentuan-ketentuan maka manusia yang lemah akan tertindas. Ketentuan yang mengatur tingkah laku manusia atau yang menjadi pedoman manusia untuk berperilaku guna menjaga keseimbangan kepentingan mereka dalam masyarakat itu dinamakan kaidah sosial. 14

15 Jenis-jenis Kaedah Sosial
Kaedah sosial yang menjadi pedoman manusia berperilaku dalam masyarakat ada bermacam-macam, yaitu : 1. Kaedah agama atau kaedah kepercayaan yaitu kaedah sosial yang asalnya dari Tuhan dan berisikan larangan-larangan, perintah-perintah dan anjuran-anjuran. Kaedah ini merupakan tuntunan hidup manusia untuk menuju ke arah yang baik dan benar. Kaedah agama mengatur tentang kewajiban-kewajiban manusia kepada Tuhan dan kepada dirinya sendiri. Pelanggaran terhadap kaedah agama ada sanksinya, namun sanksi itu akan datang dari Tuhan. Contoh-contoh sebagai berikut: Jangan memuja berhala, berbaktilah kepada Ku saja dan cintailah Aku lebih dari segala sesuatu. Hormatilah ibu bapaKmu. Jangan membunuh. Jangan mencuri. Jangan berbuat cabul. Kelima contoh tersebut diambil dari sepuluh perintah Allah. 15

16 Contoh-contoh kaedah kesusilaan misalnya:
2. Kaedah kesusilaan, adalah peraturan hidup yang berasal dari suara hati manusia. Suara hati manusia menentukan perbuatan mana yang baik dan perbuatan mana yang buruk, oleh karenanya kaedah kesusilaan bergantung pada setiap pribadi manusia. Manusia itu berbuat baik atau berbuat buruk karena bisikan suara hatinya. Kaedah kesusilaan mendorong manusia untuk kebaikan akhlak pribadinya guna penyempurnaan manusia. Kaedah kesusilaan melarang juga manusia untuk mencuri, berbuat cabul dan lain-lain, karena hal tersebut juga dirasa bertentangan dengan kaedah kesusilaan yang ada dalam hati nurani setiap manusia yang normal. Kaedah kesusilaan ditujukan kepada sikap batin manusia, asalnya dari manusia sendiri maka yang mengancam setiap pelanggaran kaedah kesusilaan adalah batin manusia itu sendiri. Dengan kata lain sanksi untuk mereka yang melanggar kaedah kesusilaan bukanlah paksaan dari luar dirinya melainkan dari batinnya sendiri, oleh karena itu kaedah kesusilaan bersifat otonom. Contoh-contoh kaedah kesusilaan misalnya: Berbuatlah jujur. Hormatilah sesamamu. Jangan berzinah. Jangan mencuri. Jangan membunuh. 16

17 Contoh-contoh kaedah kesopanan misalnya :
3. Kaedah kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul dari pergaulan dalam masyarakat tertentu. Kaedah kesopanan, dasarnya adalah kepantasan, kebiasaan atau kepatutan yang berlaku dalam masyarakat. Oleh karena itu kaedah kesopanan dinamakan pula kaedah sopan santun, tata krama atau adat. Kaedah sopan santun atau kaedah kesopanan ditujukan kepada sikap lahir setiap pelakunya demi ketertiban masyarakat dan untuk mencapai suasana keakraban dalam pergaulan, sehingga tujuannya bukan manusia sebagai pribadi tetapi manusia sebagai makhluk sosial yang hidup bersama di tengah masyarakat. Sanksi terhadap setiap pelanggar kaedah kesopanan adalah mendapat celaan dari masyarakat dimana ia berada. Dengan demikian maka sanksi itu dipaksakan oleh kekuasaan dari luar yaitu masyarakat. Karena itu kaedah kesopanan bersifat heteronom. Contoh-contoh kaedah kesopanan misalnya : Orang muda wajib menghormati orang yang lebih tua. Jika seseorang akan memasuki rumah orang lain harus minta izin lebih dahulu. Mempersilakan duduk seorang wanita hamil yang berada dalam kendaraan umum yang sarat penumpang. 17 Lily Mulyati, SH, MH

18 Kaedah hukum adalah peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau aparat negara, sehingga berlakunya kaedah hukum dapat dipertahankan. Kaedah hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia atau perbuatan konkrit yang dilakukan oleh manusia. Kaedah hukum tidak mempersoalkan apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang diperhatikannya adalah bagaimana perbuatan lahiriah orang itu. Kaedah hukum tidak akan memberi sanksi kepada seseorang) yang mempunyai sikap batin yang buruk, tetapi yang akan diberi sanksi oleh kaedah hukum adalah perwujudan sikap batin yang buruk itu menjadi perbuatan nyata atau perbuatan konkrit. Namun demikian kaedah hukum tidak hanya memberikan kewajiban saja tetapi juga memberikan hak. Asal mula dan sanksi bagi pelanggar kaedah hukum datang dari luar diri manusia maka sifatnya heteronom. 18

19 Contoh-contoh kaedah hukum misalnya :
Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya (Pasal 2 ayat 1 UU No.1/1974). Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 BW). Apabila suatu persetujuan perburuhan dibuat tertulis maka biaya akta beserta lain-lain biaya tambahan harus dipikul oleh majikan (Pasal 1601 d BW). Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain tanpa hak, diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun (Pasal 338 KUHP). Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah (Pasal 362 KUHP) . 19

20 Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S. H. dan Prof
Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H. dan Prof. Purnadi Purbacaraka menggolongkan ke empat macam kaedah sosial di atas menjadi dua golongan yaitu : Kaedah Agama / Kepercayaan ASPEK PRIBADI Kaedah Kesusilaan Kaedah Kesopanan ASPEK ANTAR Kaedah Hukum PRIBADI 20

21 Ciri-ciri kaedah hukum :
Adanya perintah dan atau larangan dan kebolehan. Larangan dan perintah itu harus dipatuhi/ditaati orang dan ada sanksi hukum yang tegas. (Imperatif) Kebolehan tidak harus dipatuhi. (Fakultatif) Setiap anggota masyarakat harus bertingkah laku sedemikian rupa sehingga tata tertib masyarakat tetap terpelihara baik. Hukum merupakan peraturan-peraturan yang beraneka ragam dan mengatur hubungan orang dalam masyarakat. Hukum mewujudkan diri dalam peraturan hidup bermasyarakat yang dinamakan kaedah hukum. Setiap orang yang melanggar suatu kaedah hukum akan mendapat sanksi berupa akibat hukum tertentu yang nyata. Dengan dikenakannya sanksi bagi mereka yang melanggar kaedah hukum, maka hukum itu bersifat mengatur dari memaksa. Sanksi di sini adalah berfungsi sebagai pemaksa manakala seseorang tidak mau patuh dan taat pada hukum. Jika dalam kehidupan bermasyarakat sanksi benar-benar dikenakan secara adil kepada siapa saja yang melanggar hukum, maka akan tercipta ketertiban dan keadilan dalam masyarakat. 21

22 Pengartian Hukum Arti hukum dapat ditujukan pada cara-cara untuk merealisasikan hukum tersebut, dan juga pada pengartian yang diberikan oleh masyarakat. Di dalam hal ini akan diusahakan untuk menjelaskan pengartian yang diberikan oleh masyarakat, menurut Prof. Purnadi Purbacaraka, yaitu : 1. hukum sebagai ilmu pengetahuan ; 2. hukum sebagai disiplin ; 3. hukum sebagai kaedah ; 4. hukum sebagai tata hukum ; 5. hukum sebagai petugas (hukum) ; 6. hukum sebagai keputusan penguasa ; 7. hukum sebagai proses pemerintahan ; 8. hukum sebagai perikelakuan yang ajeg atau sikap tindak yang teratur ; 9. hukum sebagai jalinan nilai-nilai. 22

23 BAB III KAEDAH HUKUM 1. Macam-macam kaedah hukum adalah salah satu macam kaedah yang mengatur hubungan antar pribadi dalam masyarakat. Manusia sebagai mahluk sosial dalam menjaga kelangsungan hidupnya senantiasa tidak pernah bisa menghindarkan diri dari jangkauan perangkat aturan-aturan hukum. Dimana ada masyarakat di situ ada hukum. Sudah barang tentu kehidupan manusia dalam kenyataannya tidak hanya diatur oleh kaedah hukum semata-mata. Kaedah hukum hanyalah salah satu dari berbagai kaedah yang lain. 23

24 - Tata Kaedah Aspek hidup Pribadi.
Manusia di samping sebagai anggota masyarakat, yang keberadaannya selalu tidak pernah bisa terlepas dari hubungan sesamanya, bagaimanapun juga dia masih bisa dilihat sebagai makhluk mandiri yang punya “kepribadian” yang berbeda dengan manusia yang lain. Jadi sifat kehidupan berkelompok dengan perangkat aturan-aturannya sendiri dan kehidupan pribadi yang juga punya aturannya sendiri merupakan dasar dari adanya berbagai macam kaedah. Oleh karena itu dapatlah dijelaskan bahwa berbagai kaedah yang menguasai kehidupan manusia itu dapat dibedakan menjadi : - Tata Kaedah Aspek hidup Pribadi. - Tata Kaedah Aspek hidup antar Pribadi. 24

25 2. Kaedah Hukum Abstrak dan konkrit
Dari sudut daya cakup maupun hierarki, kaedah hukum meliputi kaedah hukum abstrak atau umum dan kaedah hukum konkrit atau individual. Menurut Hans Kelsen, tata kaedah hukum dari suatu negara itu merupakan suatu sistem kaedah-kaedah sederhana dapatlah diuraikan sebagai berikut : tingkat paling bawah dari tata kaedah tersebut terdiri dari kaedah-kaedah individual yang di- bentuk oleh badan-badan pelaksana hukum, khususnya pengadilan. Kaedah-kaedah individual tersebut senantiasa tergantung dari undang-undang yang merupakan kaedah- kaedah umum yang dibentuk oleh badan legislatif, dan hukum kebiasaan yang merupakan tingkatan lebih tinggi. Undang-undang dan hukum kebiasaan tersebut tergantung pada konstitusi yang merupakan tingkat tertinggi dari tata kaedah hukum yang dianggap sebagai suatu sistem kaedah-kaedah positif. 25 .

26 Sahnya kaedah. Kaedah yang lebih rendah senantiasa tergantung atau didasarkan pada kaedah-kaedah yang lebih tinggi pada tingkat tertib hukum nasional (national legal order), konstitusi menduduki tempat yang paling tinggi. Jadi dalam tertib hukum nasional negara kita, Undang-undang Dasar 1945 merupakan kaedah hukum yang tertinggi, sehingga segala bentuk perundang-undangan yang ada seharusnya merupakan pencerminan jiwa dan asas-asas yang terkandung dalam Undang-undang Dasar Konsekuensi dari ajaran Hans Kelsen tersebutlah bahwa setiap bentuk perundang-undangan yang tidak sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945 seharusnya dinyatakan tidak berlaku atau dicabut, setelah melalui suatu proses pengujian melalui Mahkamah Konstitusi ( Psl. 24 C UUD `45) Pengujian terhadap peraturan perundang-undangan yang menyangkut isinya dinamakan pengujian secara material (meteriele toetsingsrecht). Sedangkan pengujianyang menyangkut tentang tata cara pembuatannya dinamakan pengujian secara formal (formeele toetsingsrecht). 26

27 Menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Undang-undang no
Menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Undang-undang no.14 tahun 1970). Pengujian secara material terhadap perundang-undangan di Indonesia hanya dimungkinkan terhadap peraturan-peraturan yang derajatnya lebih rendah dari undang-undang. Hal tersebut dapat di baca dalam pasal 26 ayat (1) Undang-undang no.14 tahun 1970 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi sebagai berikut : “Mahkamah Agung berwenang, untuk menyatakan tidak sah semua perundangan dari tingkat yang lebih rendah dari undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi”. Kamudian ayat (2) dari undang-undang tersebut menambahkan bahwa : “Putusan tentang pernyataan tidak sahnya peraturan perundang-undangan tersebut dapat diambil berhubung dengan pemeriksaan tingkat kasasi. Pencabutan dari peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah tersebut, dilakukan oleh instansi yang bersangkutan”. 27

28 Konstitusi sebagai kaidah hukum positif merupakan kaidah hukum tertinggi yang tidak tergantung pada suatu bentuk kaidah hukum positif, tetapi ditentukan oleh suatu kaedah yang dirumuskan oleh pemikiran yuridis yang merupakan kaidah dasar yang hipotetis. Uraian mengenai hal tersebut dapat digambarkan dalam suatu bagan sebagai berikut : Kaedah Dasar yang hipotetis Konstitusi Hukum kebiasaan Undang-undang di bentuk oleh badan legislatif Kaidah-kaidah Individual di bentuk oleh badan pelaksana hukum 28

29 Kaedah hukum konkrit atau kaedah hukum individual dapat dijelaskan dengan beberapa contoh dibawah ini : 1) Seseorang telah melakukan perbuatan yang diancam oleh ketentuan hukum pidana yang berlaku, misalnya mencuri. Melakukan pencurian diancam pidana oleh ketentuan pasal 362 KUHP. Jika orang tersebut terbukti memenuhi unsur-unsur yang disebutkan dalam pasal yang bersangkutan, maka hukuman dapat dijatuhkan oleh Pengadilan. Keputusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman terhadap orang tersebut merupakan kaedah hukum konkrit yang khusus ditujukan kepada orang tertentu, yakni si pelaku. Hal ini berbeda dengan ketentuan yang dipakai sebagai dasar untuk penjatuhan hukuman yang merupakan kaedah hukum abstrak yang berlaku umum, artinya berlaku bagi siapa saja yang memenuhi rumusan pasal tersebut. 2) Kaedah hukum konkrit tidak selalu berasal dari badan peradilan yang berupa keputusan tertentu, tetapi dapat pula berasal dari badan pemerintahan (bestuur), misalnya berbagai ijin yang dikeluarkan badan yang berwenang pada orang-orang tertentu untuk dapat melakukan suatu kegiatan tertentu. Contohnya adalah ijin yang dikeluarkan untuk melakukan impor/ekspor barang-barang tertentu, ijin untuk mendirikan bangunan, ijin mengemudikan kendaraan bermotor dan berbagai ijin yang lain. Berbag·ai ijin yang dikeluarkan oleh “bestuur” tersebut juga merupakan kaidah-kaidah hukum konkrit/individual. 29

30 Dari contoh-contoh yang dikemukakan di atas terlihat bahwa yang diatur adalah tentang sikap tindak atau perilaku tertentu yang khusus dan kongkrit dari pihak-pihak tertentu saja. Kemudian, yang perlu diperhatikan adalah bahwa kaedah-kaedah individual yang dikeluarkan tersebut harus mempunyai dasar atau pijakan hukum; yakni ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan hukum yang berlaku dan mempunyai derajat yang lebih tinggi. 30

31 3. Isi dan sifat Kaedah Hukum
Suatu kaedah hukum jika ditinjau dari segi isinya dapat dikenal adanya tiga macam kaedah. Ketiga macam kaedah tersebut adalah: - Kaedah hukum yang mengandung atau berisikan suruhan (“gebod”). - Kaedah hukum yang mengandung atau berisikan larangan (“verbod”) - Kaedah hukum yang mengandung atau berisikan kebolehan (“mogen”). Dari ketiga macam kaedah hukum tersebut dapat diberi beberapa contoh sebagai berikut : a. kaedah hukum yang berisikan suruhan yang terdapat dalam hukum Tata Negara kita adalah ketentuan yang terdapat dalam pasal 22 ayat (1), (2), dan (3) Undang-undang Dasar yang berbunyi sebagai berikut : - Dalam hal-ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-undang. - Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut. - Jika tidak dapat persetujuan, maka Peraturan Pemerintah itu harus dicabut. 31

32 - berhubungan darah dalan garis keturunan ke bawah ataupun ke atas.
b. kaedah hukum yang berisikan larangan . Kaedah ini dapat ditemukan dalam pasal 8 dari UU No. 1 Tahun yang pada dasarnya menyatakan bahwa suatu perkawinan dilarang dilangsungkan antar dua orang yang : - berhubungan darah dalan garis keturunan ke bawah ataupun ke atas. - berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antar saudara, antara seseorang dengan saudara orang tua dan antar seseorang dengan saudara neneknya. 32

33 2) Kaedah-kaedah hukum yang bersifat fakultatif (kaedah kebolehan).
c. kaidah hukum yang berisikan kebolehan dapat dijumpai dalam pasal 29 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974; yang menyatakan bahwa pihak- pihak yang menikah dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disyahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan asalkan tidak melanggar batas-batas hukum agama dan kesusilaan. Di samping pembedaan kaedah hukum menurut isinya, kaedah hukum dapat pula dibedakan menurut sifatnya, yang dapat dikelompokkan ke dalam: 1) Kaedah-kaedah hukum yang bersifat imperatif (kaedah suruhan dan larangan) 2) Kaedah-kaedah hukum yang bersifat fakultatif (kaedah kebolehan). 33

34 4. Perumusan Kaedah Hukum
Kaedah hukum sebagai bagian dari tata kaedah yang mengatur aspek hidup antar pribadi bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama. Seperti halnya dengan kaedah-kaedah yang lain, kaedah hukum juga mematoki atau memberi pedoman, di samping sifat membatasi, perilaku/sikap tindak pribadi dalam hubungannya dengan pribadi lain. Supaya pedoman tersebut dapat dimengerti, maka kaedah hukum perlu dirumuskan sedemikian rupa sehingga dengan rumusan-rumusan tersebut selanjutnya dapat dijadikan pedoman bersama. Perumusan kaedah hukum dapat digolongkan ke dalam dua pandangan yakni: a. pandangan hipotetis atau bersyarat, (“hypothetical judment”') Suatu kaedah hukum digolongkan ke dalam pandangan hipotetis bilamana perumusan kaedah tersebut menunjuk adanya hubungan antara suatu kondisi tertentu dengan konsekuensi tertentu. Berbagai ketentuan dalam undang-undang pidana menunjukkan adanya hubungan tersebut. Sebagai contoh dapat dibaca bunyi pasal-pasal, dalam KUHP, misalnya : Pasal 362. “Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah”. 34

35 b. pandangan katagoris (“catagorical judment”).
Dari berbagai pasal undang-undang dapat ditemukan adanya pasal-pasal yang tidak menunjukkan hubungan kondisi dan konsekuensi. Pasal-pasal seperti itu termasuk dalam pandangan kategoris contohnya seperti : 1. Pasal 10 KUHP, Pidana terdiri dari : a. Pidana pokok. 1) pidana mati; 2) pidana penjara; 3) pidana kurungan; 4) pidana denda; b. Pidana Tambahan. 1) pencabutan hak-hak tertentu; 2) perampasan barang-barang tertentu; 3) pengumuman putusan hakim. 2. Pasal 3 ayat (1) Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan. “Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami”. 35

36 5. Penyimpangan terhadap kaidah hukum
Hukum sebagai kaedah hidup antar pribadi dalam kenyataannya dapat disimpangi. Artinya berbagai tindakan yang tidak sesuai atau tidak cocok dengan ketentuan-ketentuan kaedah hukum dapat saja ditemukan dalam kehidupan. Mengenai penyimpangan terhadap kaedah hukum ini dapat berupa: A. Pengecualian atau dispensasi sebagai penyimpangan dari patokan atau pedoman dengan dasar yang sah itu mengenal dua dasar yang berdeda, yakni: 1) Pembenaran (rechtvaardigingsgrond), misalnya dalam hukum pidana : a. “Noodtoestand”, umpamanya, dua orang terapung di laut dengan sebilah papan. b. “Wettelijkvoorschrift”, umpamanya, sebagaimana tercantum dalam pasal 50 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, “Tiada boleh dihukum adalah ia yang melakukan perbuatan untuk menjalankan peraturan undang-undang (eksekutor)” 36

37 2) Bebas kesalahan (schuldopheffingsgrond), yang contohnya adalah berat lawan (overmacht) pasal 48 Kitab Undang-undang Hukum Pidana hal tersebut diatur, sebagai berikut : “Tiada boleh dihukum barang siapa melakukan perbuatan karena terdorong berat lawan”. Contohnya, seorang kasir menyerahkan uang kas, oleh karena ditodong dengan senjata api. 37

38 B. Delict adalah penyimpangan dari patokan atau pedoman yang tidak mempunyai dasar sah; yang dimaksudkan dengan delict tidaklah sama dengan apa yang disebut peristiwa pidana (delict dalam arti sempit), akan tetapi juga peristiwa perdata seperti perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad), sebagaimana antara lain, disimpulkan dari pasal 1365 B.W. Kecuali itu juga peristiwa tata usaha negara, seperti “detournement de povoir” dan peristiwa tata negara, seperti excess de pouvoir; jadi, istilah delict di sini dipergunakan dalam arti luas. Tidak hanya meliputi bidang hukum, akan tetapi juga mencakup hukum perdata dan juga hukum tata usaha negara, misalnya : 1) Dalam bidang hukum perdata contohnya adalah hal ganti rugi tambahan (aanvullende schadevergoeding). 2) Dalam bidang hukum tata usaha negara, yakni berupa pemecatan dari jabatan atau skorsing & terhadap seorang pegawai, pencabutan izin usaha, pencabutan Surat lzin Mengemudi (sanksi administratif). 3) Dalam bidang hukum pidana, hukuman itu disebut punishment yang merupakan siksaan, yakni: - Siksaan riil atau material, misalnya, hukuman mati, hukuman denda, penyitaan barang, dan seterusnya. - Siksaan idiil atau moral, misalnya, pengumuman keputusan hakim, pencabutan hak, wajib mengadakan selamatan dalam hukum adat, dan lain sebagainya. 38

39 6. BERLAKUNYA KAEDAH HUKUM
Menurut sasarannya: 1. Yuridis : Hans Kelsen : berhubungan dengan stufen thorie “bahwa hukum merupakan susunan kaedah” (yang harus Hirarekie) Zevenbergern : “bahwa suatu tata kaedah hukum Menurut terbentuk menurut cara ditetapkan (pasal 5 UUD `45 Radbruch) dari segi sasaran Logeman : merupakan hubungan sebab dan akibat (Menghubungkan Peristiwa Hukum dengan Akibat Hukum) sifatnya memaksa 2. Sosiologis : berlakunya kaedah hukum adalah efektivitas dari kaedah hukum tersebut a. Teori Kekuasaan : dapat dipaksakan oleh penguasa (Power Theori (Gustav Raddbrucl) b. Teori Pengakuan : Kaedah Hukum berlaku karena penerimaan (pengakuan) 3. Filosofis : Kaedah Hukum harus sesuai dengan cita- cita hukum sebagai nilai-nilai positif (Pancasila) 39

40 Keberlakuan kaedah hukum dari segi landasan menurut Logeman : a
Keberlakuan kaedah hukum dari segi landasan menurut Logeman : a. Lingkup laku wilayah (tempat terjadi peristiwa hukum). b. Lingkup laku pribadi (apa peran dari masing-masing pribadi). c. Lingkup laku masa (waktu) berhubungan dengan jangka waktu. d. Lingkup laku ihwal berhubungan dengan objek atau benda. 40

41 BAB IV Apakah Tujuan Hukum?
Untuk menjawab pertanyaan itu bukanlah hal yang mudah sebab masalah tujuan hukum sama halnya dengan rumusan definisi hukum. Dalam definisi hukum, setiap sarjana hukum mempunyai pandangan atau pendapat yang berbeda antara satu dengan lainnya dalam merumuskan hal tersebut.

42 Apakah Tujuan Hukum? Menurut Van Apeldoorn, Tujuan hukum adalah mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan adil. Kepentingan dari perorangan dan kepentingan golongan manusia selalu bertentangan satu sama lain Pertentangan kepentingan selalu menyebabkan pertikaian. Hukum mempertahankan perdamaian dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan mengadakan keseimbangan diantaranya karena hukum dapat mencapai tujuan jika menuju peraturan yang adil.

43 Dalam literatur dikenal beberapa teori tentang
Tujuan hukum. Antara lain: 1. Teori Etis menurut teori etis hukum semata-mata bertujuan untuk keadilan. Isi hukum ditentukan oleh keyakinan kita yang etis tentang yang adil dan tidak. Para ahli yang menganut teori ini adalah Geny. Aristoteles dalam bukunya Ethica Nicomachea dan Rhetorica mengatakan hukum mempunyai tugas yang suci yakni memberi kepada setiap orang apa yang berhak diterima. Anggapan itu berdasarkan etika dan Aristoteles berpendapat bahwa hukum bertugas hanya membuat keadilan (etische theorie).

44 Lanjutan Teori Etis…. Tentang isi keadilan sukar untuk memberi batasannya. Aristoteles membedakan adanya dua macam keadilan, yaitu: #Justitia distributiva #Justitia Commutativa Justitia distributiva, menuntut bahwa setiap orang mendapat apa yang menjadi hak atau jatahnya. Jatah ini tidak sama untuk setiap orangnya, tergantung pada kekayaan, kelahiran,pendidikan,kemampuan, dan sebagainya, sifatnyapun proporsional. Justitia Commutativa, memberi kepada setiap orang sama banyaknya. Dalam pergaulan di masyarakat justitia commutativa merupakan kewajiban setiap orang terhadap sesamanya. Di sini yang dituntut adalah kesamaan. Yang adil ialah apabila setiap orang diperlakukan sama tanpa memandang kedudukan dan sebagainya.

45 Lanjutan Teori Etis… Kalau Justitia distributiva itu merupakan urusan pembentuk undang-undang maka justitia commutativa terutama merupakan urusan hakim. Hakim memperhatikan hubungan perorangan yang mempunyai kedudukan prosesuil yang sama tanpa membedakan orang (equality before the law). Kalau justitia distributiva itu sifatnya proporsional, maka justitia commutativa karena memperhatikan kesamaan, sifatnya mutlak.

46 2. Teori Utilitis menurut teori ini hukum ingin menjamin kebahagiaan yang terbesar bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya (the greatest good of the greatest number). Pada hakekatnya menurut teori ini tujuan hukum adalah manfaat dalam menghasilkan kesenangan atau kebahagiaan yang terbesar bagi jumlah orang yang terbanyak. Penganut teori ini antara lain adalah Jeremy Bentham. Menurut Jeremy Bentham hukum harus menuju ke arah barang apa yang berguna(mengutamakan utilitet, utiliteits theorie) Namun yang dirumuskan oleh Bentham tersebut hanyalah hal-hal yang berfaedah dan tidak mempertimbangkan tentang hal-hal yang konkret. Sulit bagi kita untuk menerima anggapan Bentham sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa apa yang berfaedah lebih ditonjolkan maka dia akan menggeser nilai keadilan ke samping. Jika kepastian yang diutamakan maka akan menggeser nilai kegunaan atau faedah dan nilai keadilan.

47 Beberapa Pendapat Tentang Teori Tujuan Hukum
Menurut Bellefroid bahwa isi hukum harus ditentukan menurut dua asas yaitu keadilan dan faedah. Tujuan Hukum menurut Bellefroid adalah menambah kesejahteraan umum atau kepentingan umum yaitu kesejahteraan atau kepentingan semua anggota masyarakat. Van Kant mengatakan bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan itu tidak dapat diganggu. Utrecht mengemukakan bahwa hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia.

48 3. Teori Campuran Teori ini dianut oleh Mochtar Kusumaatmadja, menurut beliau tujuan pokok dan pertama dari hukum adalah ketertiban. Kebutuhan akan ketertiban ini syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu masyarakat yang teratur. Menurut Purnadi Purbacaraka dan Soejono Soekanto, tujuan hukum adalah kedamaian hidup antar pribadi yang meliputi ketertiban ekstern antar pribadi dan ketenangan intern pribadi. Van Apeldoorn tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai. sedangan Soebekti berpendapat bahwa hukum itu mengabdi kepada tujuan negara, yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan bagi rakyatnya. Dalam mengabdi kepada tujuan negara itu dengan menyelenggarakan keadilan dan ketertiban.

49 Tugas Kaedah Hukum Dalam tata kaedah hukum telah dapat disimpulkan bahwa tujuan kaedah hukum adalah kedamaian hidup antar pribadi. Meliputi dua hal yaitu ketertiban ekstern antar pribadi dan ketenangan intern pribadi. Sedangkan Tugas kaedah hukum bersifat Dwi Tunggal yaitu: - Memberkan kepastian hukum  Ketertiban - Memberikan Kesebandingan dalam hukum ketenangan/ketentraman individu

50 Hubungan Hukum dengan Kekuasaan
“Hukum dan Kekuasaan” 1. Yang dapat memberi atau memaksakan sanksi terhadap pelanggaran kaedah hukum – Penguasa mempunyai kekuasaan untuk memaksakan sanksi. 2. Hukum ada karena kekuasaan yang sah – kekuasaan sahlah yang menciptakan “Hukum”

51 Hubungan Hukum dengan Kekuasaan
Di dalam sejarah sering dijumpai “Hukum” yang tidak bersumber Contoh : Kudeta – dengan kekerasan/kekua-saan phisik – dan sering menghapus hukum yang lama dan menciptakan “hukum baru”; tetapi jika kudeta tidak berhasil maka revolusi/kudeta tidak merupakan sumber hukum Hukum bisa bersumber pada kekuasaan phisik, tetapi kekuasaan phisik bukan merupakan sumber hukum “Hukum” itu sendiri pada hakekatnya adalah kekuasaan, “hukum itu mengatur” – tidak mungkin hukum dijalankan kalau tidak merupakan kekuasaan Kalau dikatakan hukum itu kekuasaan bukan berarti bahwa kekuasaan itu hukum Contoh : pencuri menguasai barang curian – tidak berarti barang curian itu dilindungi hukum

52 BAB IV PENGERTIAN DASAR SISTEM HUKUM
1. Masyarakat Hukum Dengan mengartikan masyarakat sebagai sistem hubungan teratur dapatlah dirumuskan pengertian “masyarakat hukum” sebagai sistem hubungan teratur dengan hukum itu sendiri. Adapun yang dimaksud “dengan hukum sendiri” adalah hukum yang tercipta di dalam sistem hubungan itu. Hubungan dalam hal ini dapat diartikan relation (abstrak) maupun Communication (kongkrit). “Relation” itu dapat ada tanpa “communication” dan tetap ada walaupun para pihak dalam hubungan itu diam saja, tidur semua bahkan ada yang mati sekalipun. 52

53 2. Subyek Hukum Subyek Hukum adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat menjadi pendukung hak dan kewajiban. Subyek Hukum dalam ilmu hukum disebut juga “orang” sebagai pendukung hak dan kewajiban. Dengan demikian orang sebagai subyek hukum memiliki kewenangan untuk bertindak menurut hukum. 53

54 Dari kaca mata hukum manusia mempunyai 2 (dua) wujud yaitu :
- Curzon berpendapat, yaitu: 1. Pribadi Kodrati “manusiawi” (Human Personality) yang memiliki: a. Jasmani. b. Rohani. c. Phisik. d. Kejiwaan 2. Pribadi Hukum (Legal Personality) ini yang dinamakan s ubyek hukum 54

55 Subyek hukum dapat berupa : a
Subyek hukum dapat berupa : a. Pribadi kodrati (naturlijk persoon) Yaitu manusia sejak saat lahir hingga mati. b. Pribadi hukum atau rechts persoon, yaitu setiap pendukung hak dan kewajiban yang merupakan kelompok manusia. Contohnya : negara, PT, yayasan yang mempunyai harta kekayaan. c. Pejabat atau tokoh, yakni suatu bundle of roles atau rangkuman peranan (hak dan kewajiban) yang dilaksanakan oleh pemegang peranan, biasanya pribadi kodrati. 55

56 Sifat subyek hukum sbb. : 1
Sifat subyek hukum sbb.: 1. Mandiri karena mempunyai kemampuan penuh untuk bersikap tindak dalam hukum, 2. Terlindung karena dianggap tidak mampu bersikap tindak, 3. Perantara yang walaupun berkemampuan tetapi sikap tindaknya dibatasi Terlindung dan perantara merupakan golongan manusia/pribadi yang tidak mempunyai kewenangan tersebut disebut “personal miserabile” yaitu : (1) manusia yang belum mencapai usia 21 tahun (dibawah umur) harus ada “wali” untuk melakukan perbuatan hukum. (2) manusia dewasa tetap berada dibawah Curatele (Pengampuan). (3) isteri yang tunduk pada Pasal 110 KUHPerdata (sudah dihapus dengan SEMA No. 3 Tahun 1963). 56

57 Manusia (orang dewasa) tetapi berada dibawah pengampuan ada 2 (dua): (1) orang sakit ingatan yaitu : - Neurosis yaitu ketidak normalan dalam sistem kejiwaan - Psikopat yaitu ketidak normalan pada seluruh jiwanya (2) pemboros atau pemabuk (ketidak cakapan hanya dibidang Hukum Harta Kekayaan). Di dalam Pasal KUHPerdata: Ditaruhnya orang dibawah Curatele yaitu: (1) lemah pikiran (2) pemboros 57

58 3. Peran menurut hukum Peran dalam hukum selalu berkaitan dengan Hak dan Kewajiban. Kewajiban merupakan role/peran yang sifatnya imperatif (memaksa), tidak boleh tidak dilaksanakan. Hak adalah role/peran yang sifatnya fakultatif. 58

59 Timbulnya suatu hak dan kewajiban
Timbulnya suatu hak/kewajiban didasarkan oleh suatu peristiwa hukum. Misalnya, terjadi jual beli, perjanjian sewa-menyewa rumah, merupakan peristiwa hukum yang dapat menimbulkan atau melahirkan hak dan kewajiban antara para pihak. 59

60 Kewajiban secara umum ada beberapa golongan : a
Kewajiban secara umum ada beberapa golongan : a. Kewajiban Mutlak dan Kewajiban Nisbi (1) Kewajiban mutlak, adalah kewajiban yang tidak mempunyai pasangan hak. Misalnya, kewajiban yang tertuju pada diri sendiri yang umumnya berasal dari kekuasaan. (2) Kewajiban nisbi, adalah kewajiban yang disertai dengan adanya hak. Misalnya, kewajiban pemilik kendaraan membayara pajak, sehingga berhak menggunakan fasilitas jalan raya yang dibuat oleh pemerintah. 60

61 b. Kewajiban Publik dan Kewajiban Perdata
(1) Kewajiban publik, yaitu kewajiban yang berkorelasi dengan hak-hak publik. Misalnya, kewajiban untuk mematuhi peraturan (hukum pidana). (2) Kewajiban perdata, yaitu kewajiban yang berkorelasi dengan hak-hak perdata. Misalnya, kewajiban penjual untuk menyerahkan barang kepada pembeli. 61

62 c. Kewajiban Positif dan Kewajiban Negatif (1) Kewajiban positif, yaitu kewajiban yang menghendaki suatu perbuatan positif. Misalnya, kewajiban penjual untuk menyerahkan barang kepada pembeli. (2) Kewajiban negatif, yaitu kewajiban yang menghendaki untuk tidak melakukan sesuatu. Misalnya, kewajiban seseorang untuk tidak mengambil atau menggangu hak milik orang lain. 62

63 4. Peristiwa Hukum Peristiwa hukum adalah “semua kejadian atau fakta yang terjadi dalam kehidupan masyarakat yang mempunyai akibat hukum”. Misalnya, (1) peristiwa perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita, yang menimbulkan akibat-akibat hukum (diatur oleh hukum), yaitu timbulnya hak dan kewajiban bagi kedua mempelai; (2) peristiwa jual- beli suatu barang, dimana peristiwa itu menimbulkan akibat hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban kedua belah pihak (penjual dan pembeli). 63

64 Perbuatan Melawan Hukum (Onrechmatigedaad).
Pengertian perbuatan melawan hukum tidak sama dengan peristiwa hukum. Rumusan pengertian “perbuatan melawan hukum” sebelum tahun 1919 dan sesudah tahun 1919 (Arrest Hoge Raad Belanda) tanggal 19 Desember 1919, adalah sebagai berikut : (1) melanggar hak orang lain yang diakui UU, atau melanggar ketentuan hukum tertulis saja, misalnya, mengambil barang (hak) orang lain tanpa seizin yang berhak (pemilik), merusak barang milik orang lain, dan sebagainya; (2) bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, misalnya, tidak menolong orang yang memerlukan pertolongan sebagai kewajiban, atau tidak memberikan hak mendahului bagi orang lain di persimpangan jalan, dan sebagainya. 64

65 Sesudah tahun 1919 yaitu setelah keluarnya Arrest (putusan) Hoge Raad (Mahkamah Agung) Belanda pada tanggal 31 Desember 1919 memutuskan bahwa suatu perbuatan digolongkan melawan hukum, apabila : (1) setiap perbuatan atau kealpaan yang menimbulkan pelanggaran terhadap hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku; (2) melanggar baik terhadap kesusilaan maupun terhadap kepatutan yang layak dalam pergaulan masyarakat terhadap orang lain atau benda orang lain. 65

66 5 Hubungan Hukum Hubungan hukum terbedakan dalam : a
5 Hubungan Hukum Hubungan hukum terbedakan dalam : a. hubungan nebeneinander/sederajat dan hubungan nacheinander/beda drajat; yang sederajat tidak hanya terdapat dalam Hukum Perdata (suami isteri) tetapi juga dalam Hukum Negara – antara propinsi yang satu dengan yang lainnya dan yang beda drajat tidak hanya dalam Hukum Negara (penguasa – warga) tetapi juga dalam Hukum Perdata – antara orang tua dan anak. b. hubungan timbal-balik dan hubungan timpang-bukan sepihak. Disebut timbal-balik hubungan itu karena para pihaknya sama- sama mempunyai hak dan kewajiban. Dalam hubungan timpang maka pihak yang satu hanya mempunyai hak saja sedangkan pihak lain berkewajiban saja. Menghubungkan kedua pembedaan itu tidaklah ternyata bahwa hubungan sederajat itu selalu timbal-balik, misalnya pinjam meminjam itu sederajat tetapi timpang. Hubungan beda derajat jugamungkin timbal balik seperti halnya hubungan buruh majikan. 66

67 6. Akibat hukum Akibat hukum adalah akibat yang diberikan oleh hukum atas suatu peristiwa hukum atau perbuatan dari subjek hukum. Dalam kepustakaan ilmu hukum dikenal jenis-jenis akibat hukum, yaitu sebagai berikut : (1) Akibat hukum berupa lahirnya, berubahnya, atau lenyapnya “suatu keadaan hukum tertentu”, misalnya : - Usia 21 tahun “melahirkan suatu keadaan hukum baru” yaitu dari tidak cakap bertindak dalam hukum menjadi cakap bertindak. - Orang dewasa yang dibawah kuratele (pengampuan), yaitu “melenyapkan” kecakapannya melakukan tindakan hukum. 67

68 (2) Akibat hukum berupa “lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu hubungan hukum tertentu”. Misalnya : Sejak debitur dengan kreditur memperjanjikan akad kredit (secara tertulis), maka sejak itu “melahirkan suatu hubungan hukum” yang hubungan hukumnya “utang piutang” antara keduanya. 68

69 Masyarakat hukum (= sistem hubungan teratur dengan hukum sendiri)
Dengan hukum sendiri (=hukum yang tercipta di dalam, oleh dan untuk hubungan itu sendiri) Relation (abstrak) Communication (kongkrit) Sifat subyek hukum: Mandiri (=mempunyai kemampuan penuh untuk bersikap tindak) Terlindungi (=dianggap tidak mampu bersikap tindak) Perantara (=berkemampuan penuh, tetapi sikap tindaknya dibatasi) Subyek hukum (=sistem hubungan teratur yang menyimpulkan berbagai pihak yang berhubungan dalam sistem itu. Subyek hukum = masing-masing pihak Hakekat subyek hukum: Pribadi kodrati (=setiap manusia) Pribadi hukum (=mungkin harta kekayaan secara utuh: wakaf dan yayasan, mungkin suatu bentuk susunan relasi : koperasi, PT, PERUM, PERJAN) Tokoh : Jabatan/pejabat 69 Lily Mulyati, SH, MH

70 Kewajiban (= peranan imperatif ------------ harus dilaksanakan).
Hak (= peranan fakultatif boleh tidak dilaksanakan) Peranan (kewajiban / hak) dalam hukum Hubungan kewajiban dan hak : saling berhadapan dan berdampingan Searah / relatif : perikatan / perjanjian Pembedaan hak / kewajiban Jamak arah / mutlak: Hak (hukum) tantra (= pada penguasa: menagih pajak, pada warga – negara: hak asasi Hak kepribadian (hak atas: kehidupan, tubuh, kehormatan dan kebebasan) Hak kekeluargaan : suami – istri, orang tua anak dan sebagainya Hak kebendaan Hak atas obyek imateriil Catatan : Dalam hukum tantra berlaku asas: hak publik adalah kewajiban publik 70

71 Keadaan yang (mungkin) bersegi : - alamiah : siang/malam hari
- kejiwaan : normal/abnormal - sosial : keadaan perang Peristiwa hukum (= peristiwa sosial yang bersegi hukum) - Kejadian : keadaan darurat, kelahiran/kematian, kedaluwarsa Sikap tindak dalam hukum: - menurut hukum: mungkin sepihak atau jamak pihak - melanggar hukum: a. exess de pouvoir/melampaui batas kekuasaan di bidang Hukum Tata Negara b. detournement de pouvoir/menyalah-gunakan kekuasaan di bidang Hukum Administrasi Negara c. di bidang hukum perdata: perbuatan melanggar hukum (lihat pada 1365 BW) (“onrechtmatige daad”). (lihat Arrest H.R. 1919) d. Srafbaar felt/peristiwa pidana yang sesungguhnya merupakan peristiwa (penyelewengan) di tiga bidang lainnya tetapi diancam dengan “Straf”/ pidana Catatan : mengenai a, b, c dan d, lihat Bab XIII P.K.H Sikap tindak lain, misalnya jual-beli dalam hukum Adat atau Zaakwaarnaming menurut BW. Ps 1354 71

72 Obyek hukum (kepentingan bagi subyek hukum)
Hubungan sederajat : hukum perdata (suami-istri), hukum Negara (antara – propinsi – propinsi) Hubungan beda derajat: hukum perdata (orang tua-anak), hukum Negara (Penguasa – Negara – negara) Hubungan hukum Hubungan timbal – balik : para pihak sama – sama mempunyai hak dan kewajiban Hubungan timpang : pihak satu mempunyai hak, pihak yang lain mempunyai kewajiban Bersifat material dan berwujud : benda (tidak sama dengan arti “Zank” atau “goed” Obyek hukum (kepentingan bagi subyek hukum) Bersifat imaterial dan tidak berwujud : hak cipta (karya seni, sastera dan lain – lain) 72

73 BAB V ASAS HUKUM Pendapat Satjipto Rahardjo. Asas hukum adalah unsur yang penting dan pokok dari peraturan hukum. Asas hukum adalah jantungnya peraturan hukum karena ia merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya peraturan hukum atau ia adalah sebagai ratio legisnya peraturan hukum. Satjipto Rahardjo selanjutnya mengatakan bahwa pada akhirnya peraturan-peraturan hukum itu harus dapat dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Jika kita amati rumusan pengertian tentang asas hukum yang dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo tersebut di atas, kiranya dapat diambil kesimpulan bahwa pada dasarnya apa yang disebut dengan “asas hukum adalah dasar-dasar umum yang terkandung dalam peraturan hukum, dan dasar-dasar umum tersebut adalah merupakan sesuatu yang mengandung nilai-nilai etis”. 73

74 Peraturan hukum adalah ketentuan konkrit tentang cara berperilaku di dalam masyarakat, yang merupakan konkritisasi dari asas hukum. Satjipto Rahardjo mengemukakan bahwa asas hukum bukanlah norma hukum konkrit karena asas hukum adalah jiwanya norma hukum itu. Dikatakan asas hukum sebagai jiwanya norma hukum atau peraturan hukum karena ia merupakan dasar lahirnya peraturan hukum, (ia adalah ratio legis-nya peraturan hukum). 74

75 Contoh asas-asas hukum : - Asas presumption oj innocence (praduga tidak bersalah) ialah bahwa seseorang dianggap tidak bersalah sebelum ada keputusan hakim yang menyatakan bahwa ia bersalah dan keputusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap. - Asas in dubio pro reo ialah dalam keraguan diberlakukan ketentuan yang paling menguntungkan bagi si terdakwa. - Asas similia similibus ialah bahwa perkara yang sama (sejenis) harus diputus sama (serupa). - Asas pacta sunt servanda yaitu bahwa perjanjian yang sudah disepakati berlaku sebagai undang-undang pagi para pihak yang bersangkutan. - Asas tiada hukuman tanpa kesalahan (geen straft zonder schuld) 75

76 BAB VI. 76 Penggolongan Hukum (Klasifikasi Hukum) hukum undang-undang
hukum kebiasaan dan hukum adat menurut sumber hukum yurisprudensi formalnya hukum traktat hukum perjanjian hukum ilmu menurut isinya hukum privat kepentingan yg diatur hukum publik menurut kekuatan hukum memaksa berlaku/sifatnya hukum mengatur HUKUM menurut fungsi hukum materil hukum formal menurut luas hukum umum berlakunya hukum khusus hukum tertulis menurut hukum dikodifikasi bentuknya tertulis hukum tertulis tdk dikodifikasi hukum tidak tertulis   menurut tempat hukum nasional berlakunya hukum internasional hukum asing   menurut waktu hukum positif berlakunya hukum yang diharapkan 76

77 BAB VII PEMBIDANGAN HUKUM Pembahasan perihal sandi-sendi tatahukum didasarkan pada pembidangan hukum publik dan hukum perdata, serta hukum materiel dan hukum formil. Masing-masing bidang akan dijabarkan lebih lanjut serta diberikan deskripsi secara garis. besar, dengan membatasi pembicaraan pada hukum material belaka. Sistematika dasar yang dipergunakan, adalah sebagai berikut : Hukum Tantra atau Hukum Negara yang terdiri dari : i. Hukum Tata Tantra atau Hukum Tata Negara : a. materiel dan b. formil. ii. Hukum Administrasi Tantra atau Hukum Administrasi Negara : b. formil iii. Hukum Pidana a. materiil dan 77

78 iv. Hukum Perdata - Perdata materiel yang mencakup : a. Hukum Pribadi
iv. Hukum Perdata - Perdata materiel yang mencakup : a. Hukum Pribadi. b. Hukum Harta Kekayaan yang terdiri dari : i. Hukum Benda: ii. Hukum Perikatan : iii. Hukum Hak Imateriel. c. Hukum Keluarga. d. Hukum Waris. - Hukum Perdata formil. 78

79 BAB VIII SUMBER HUKUM a. Sumber Hukum Materiil Sumber hukum materiil adalah faktor-faktor yang turut serta menentukan isi hukum. Mempelajari sumber-sumber hukum sangat kompleks masalahnya, oleh karena itu demi keberhasilan dalam mempelajari sumber-sumber hukum harus ditinjau dari beberapa sudut cabang ilmu hukum maupun disiplin ilmu lainnya, misalnya sosiologi hukum, sejarah, agama, psikologi dan ilmu pemerintahan. Faktor-faktor yang turut serta menentukan isi hukum adalah faktor idiil dan faktor kemasyarakatan. Faktor idil adalah patokan-patokan yang tetap mengenai keadilan yang harus ditaati oleh para pembentuk undang-undang ataupun para pembentuk hukum yang lain dalam melaksanakan tugasnya. Faktor kemasyarakatan adalah hal-hal yang benar-benar hidup dalam masyarakat dan tunduk pada aturan-aturan yang berlaku sebagai petunjuk hidup masyarakat yang bersangkutan 79

80 b. Sumber Hukum Formil Sumber hukum formal adalah sumber hukum dengan bentuk tertentu yang merupakan dasar berlakunya hukum secara formal. Jadi sumber hukum formal merupakan dasar kekuatan mengikatnya peraturan-peraturan agar ditaati oleh masyarakat maupun oleh para penegak hukum. Yaitu : 1. Undang-Undang. 2. Yurisprudensi. 3. Perjanjian / Traktat. 4. Kebiasaan. 5. Doktrin 80 Lily Mulyati, SH, MH

81 Pengertian tentang Lembaran Negara dan Berita Negara (Tempat Diumumkannya Peraturan-Peraturan Pemerintah). Berlakunya undang-undang menuntut syarat yaitu bahwa undang-undang harus lebih dahulu diundangkan dan dimuat dalam lembaran negara. Dengan demikian maka lembaran negara adalah tempat pengundangan suatu undang-undang agar mempunyai daya mengikat. Dasar hukum pengundangan suatu undang-undang adalah UU Nomor 2 Tahun Pengundangan undang-undang disertai dengan penjelasannya, dan penjelasan undang-undang dimuat dalam tambahan lembaran negara. Berita negara adalah tempat memuat berita lain yang sifatnya penting yang berkaitan dengan peraturan negara dan pemerintah, memuat surat-surat yang dianggap penting misalnya: akta pendirian perseroan terbatas (PT), akta pendirian firma, akta pendirian koperasi, nama-nama orang yang dinaturalisasi. 81

82 BAB IX PENGERTIAN SISTEM HUKUM DAN UNSUR-UNSURNYA Sistem hukum adalah merupakan satu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang saling berhubungan satu sama lain. Sistem hukum menurut Laurence M. Friedman membagi unsur-unsur sistem hukum dalam tiga jenis, yaitu sebagai berikut : 1. Substance (the substance is composed of substantive rules and rules about how in stitutions should behave). Substance (substansi hukum), yaitu hakikat dari isi yang dikandung dalam peraturan perundang-undangan. Substansi mencakup semua aturan hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, seperti hukum materiil (hukum substantif), hukum formil (hukum acara), dan hukum adat 82

83 2. Structure (struktur hukum), yaitu tingkatan atau susunan hukum, pelaksana hukum, peradilan, lembaga-lembaga (pranata-pranata) hukum, dan pembuat hukum. Struktur hukum ini didirikan atas tiga elemen yang mandiri, yaitu: beteknis-system, yaitu keseluruhan aturan-aturan, kaedah-kaedah, dan asas-asas hukum yang dirumuskan ke dalam sistem pengertian; - instellingen atau organisasi-organisasi, yaitu pranata-pranata (lembaga-lembaga) dan pejabat- pejabat pelaksana hukum, yang keseluruhannya merupakan elemen operasional atau pelaksanaan hukum; - beslissingen en handelingen, yaitu putusan-putusan dan tindakan-tindakan konkret, baik dari pejabat hukum mau pun para warga masyarakat. Akan tetapi, hanya terbatas pada putusan-putusan serta tindakan-tindakan yang mempunyai hubungan atau ke dalam hubungan yang dapat dilakukan dengan sistem pengertian tadi 83

84 3. Legal Culture (kultur hukum) merupakan bagian-bagian dari kultur pada umumnya, kebiasaan-kebiasaan, opini warga masyarakat dan pelaksana hukum, cara-cara bertindak dan berpikir atau bersikap, baik yang berdimensi untuk membelokkan kekuatan-kekuatan sosial menuju hukum atau menjauhi hukum. Kultur hukum merupakan gambaran dari sikap dan perilaku terhadap hukum, serta keseluruhan faktor-faktor yang menentukan bagaimana sistem hukum memperoleh tempat yang sesuai dan dapat diterima oleh warga masyarakat dalam kerangka budaya masyarakat. 84

85 SISTEM HUKUM MENURUT TATA HUKUM
Sistem hukum menurut tata hukum yang berlaku di dunia sebagai berikut : 1. Sistem hukum Common Law atau Common Law System yang dianut oleh negara-negara Anglo Sakson, seperti Amerika Serikat, Inggris, Australia, sebagian besar negara negara persemakmuran, dan sebagainya. 2. Sistem hukum Eropa Kontinental atau Civil Law System yang dianut oleh negara-negara Eropa Daratan, seperti Belanda, Prancis, termasuk Indonesia. Keberlakuan sistem hukum Eropa Kontinental di Indonesia karena kebergantungan pada asas konkordansi, di mana Indonesia pernah dijajah oleh Belanda sehingga sistem hukum Belanda secara otomatis dianut oleh Indonesia setelah merdeka. Namun, akibat dinamika kehidupan sosial-politik masyarakat yang terus berkembang sehingga sistem hukum Indonesia mengalami pula perkembangan dengan tidak sepenuhnya terikat pada sistem Eropa Kontinental. 85

86 Beberapa komponen sistem hukum Common Law diadopsi ke dalam sistem hukum Indonesia, baik pada subsistem peraturan maupun pada subsistem peradilan. Kedua sistem hukum dan sistem peradilan di atas, meskipun memiliki perbedaan-perbedaan, tetapi secara umum juga ada persamaannya. Adapun persamannya, antara lain keduanya tetap mengenal adanya pemisahan kekuasaan dari semua lembaga-lembaga negara, sebagaimana dimaksud dalam teori pemisahan kekuasaan. Pemisahan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan tersendiri di luar kekuasaan eksekutif dan kekuasaan legislatif. 86 86

87 Akan tetapi, ada pula perbedaan-perbedaan terutama pada subsistem peraturannya yang penulis simpulkan sebagai berikut : Pada sistem hukum Common Law, pada umumnya didominasi oleh hukum tidak tertulis (asas stare decisis) melalui putusan hakim, sedangkan pada sistem hukum Eropa Kontinental didominasi oleh hukum tertulis (kodifikasi). Pada sistem hukum Common Law, tidak ada pemisahan yang jelas dan tegas antara hukum publik dan hukum privat, sedangkan pada sistem hukum Eropa Kontinental, ada pemisahan yang jelas dan tegas antara hukum publik dan hukum privat. 87 87

88 HUKUM FORMIL Bentuk Penyelesaian Sengketa dalam Masyarakat. Bentuk penyelesaian konflik yang terjadi dalam masyarakat yang ada di dunia, terdiri atas dua jenis, yaitu sebagai berikut : 1. Penyelesaian secara litigasi : dilakukan melalui pengadilan. 2. Penyelesaian secara nonlitigasi : dilakukan di luar pengadilan yang terbagi atas empat jenis, yaitu sebagai berikut : (a) Perdamaian (setlement), yaitu penyelesaian sengketa yang dilakukan sendiri oleh pihak-pihak yang bersengketa. (b) Mediasi (mediation), yaitu penyelesaian sengketa para pihak dengan menggunakan jasa pihak ketiga (tidak formal) mediator, tetapi mediator tidak memutuskan, hanya sebagai perantara dari pihak-pihak yang bersengketa. 88 88

89 (c) Konsiliasi (conciliation), yaitu penyelesaian sengketa para pihak dengan menggunakan pihak ketiga yang ditunjuk secara formal (ditunjuk oleh MA), tetapi tidak mandiri, dan juga tidak memutuskan sengketa para pihak. (d) Arbitrasi (arbitration), yaitu penyelesaian sengketa para pihak dengan menggunakan pihak ketiga yang ditunjuk secara formal (undang-undang) dan kedudukannya mandiri, serta memberikan putusan yang mengikat para pihak yang bersengketa. 89 89

90 Arti Kata Yurisprudensi
BAB X YURISPRUDENSI Arti Kata Yurisprudensi Istilah Yurisprudensi, berasal dari kata Jurisprudentia (bahasa Latin), yang berarti pengetahuan hukum (“Rechtsgellerdheid”) Kata Yurisprudensi sebagai istilah teknis Indonesia, sama artinya dengan kata “Jurisprudentie” dalam bahasa Belanda dan “Jurisprudence” dalam bahasa Perancis, yaitu Pengadilan-Tetap atau Hukum-Pengadilan 90

91 Kata “Jurisprudence” dalam bahasa Inggris berarti teori Ilmu Hukum (“Algemene Rechtsleer” : “General Theory of Law”), sedangkan untuk pengertian yurisprudensi dipergunakan istilah-istilah “Case Law” atau “Judge-made Law”. Kata “Jurisprudenz” dalam bahasa Jerman berarti Ilmu Hukum dalam arti yang sempit (aliran Ajaran Hukum) 91

92 BEBERAPA ALIRAN YURISPRUDENSI
A. Anggapan dari aliran Legisme : Menurut aliran ini, jurisprudensi tidak atau kurang penting, oleh karena dianggap bahwa semua hukum terdapat dalam undang-undang. Hakim dalam melakukan tugasnya terikat pada undang-undang, sehingga pekerjaannya hanya melakukan pelaksanaan undang-undang belaka dengan jalan “jurisdischesylogisme” yaitu suatu deduksi logis dari suatu perumusan yang luas (preposisi mayor) kepada suatu keadaan khusus (preposisi minor), sehingga sampai pada suatu kesimpulan (conclusio). Contohnya adalah sebagai berikut : 92

93 Siapa membeli harus membayar (preposisi mayor)
Si A membeli (preposisi minor) Si A harus membayar (conclusio) Menurut aliran ini, mengenai hukum, yang primer adalah pengetahuan tentang undang-undang, sedangkan mempelajari Yurisprudensi adalah masalah sekunder 93

94 B. Anggapan dari Freie Rechtsbewegung (aliran bebas):
Aliran ini mempunyai pendapat yang sama sekali berlawanan dengan aliran Legisme, oleh aliran ini beranggapan, bahwa didalam melaksanakan tugasnya seorang hakim bebas untuk melakukan menurut undang-undang atau tidak Hal ini disebabkan, oleh karena pekerjaan hakim adalah melakukan penciptaan hukum (Rechtsschepping). Akibatnya adalah, bahwa memahami yurisprudensi merupakan hal yang primer didalam mempelajari hukum, sedangkan undang-undang merupakan hal yang sekunder 94

95 C Aliran Rechtsvinding Hakim mempunyai kebebasan yang terikat atau “keterikatan yang bebas” (Gebondenheid) oleh sebab itu, maka tugas hakim disebutkan sebagai melakukan “Rechtsvinding” yang artinya adalah menyelaraskan undang-undang pada tuntutan zaman (aanpassen van wet de eisen van de tijd). Kebebasan yang terikat dari adanya beberapa wewenang hakia seperti : 1. Penafsiran Undang-Undang (wetsinterpretatie) Cara-cara penafsiran undang-undang banyak sekali antaranya adalah kurang lebih, menterapkan undang-undang dengan jalan menambah arti dari suatu istilah yang dipergunakan dalam undang- undang tersebut. Contohnya adalah Arrest Hoge Raad. 95

96 (Keputusan Mahkamah Agung Belanda) tertanggal 23 Mei 1921 mengenai soal pencurian tenaga listrik sehubungan dengan Penerapan pasal 30 KUHP Belanda (N.S.W.) yang isinya juga tercantum dalam pasal 362 KUHP yang berlaku di Indonesia. Didalam keputusan tersebut Hoge Raad memperluas arti “goed” dalam pasal-pasal tersebut berarti baik barang berwujud maupun barang yang tidak berwujud (tenaga). Keputusan tersebut dimuat dalam Weekblad van Recht (w) nomor dan juga didalam Nederlandsche Jurisprudentie (N.J) tahun 1921 nomor 564. 96

97 2. Konstruksi hukum (komposisi )yang mencakup a
2. Konstruksi hukum (komposisi )yang mencakup a. Analogi (abstrak), yaitu mempergunakan undang-undang untuk suatu peristiwa yang tidak disebut dalam undang-undang tersebut, dengan jalan mengabstraksikan (memperluas) isi atau makna undang-undang yang merumuskan suatu peristiwa khusus tertentu menjadi perumusan yang bersifat luas, supaya dapat dipergunakan untuk mencakup peristiwa-peristiwa lainnya (dari khusus ke hal yang lebih luas 97

98 Contohnya adalah Arrest Hoge Raad
Contohnya adalah Arrest Hoge Raad tanggal 9 Nopember 1906 mengenai pasal 1612 KUHPerdata Belanda (N.B.W = pasal 1576 KUHPerdata Indonesia), yang berkisar pada pengabstraksikan ketentuan khusus. Perumusan asas jual beli tidak menghapuskan sewa-menyewa, diperluas menjadi pemindahan hak untuk memungkinkan mencakup peristiwa-peristiwa khusus lainnya, seperti : “Schenking (hibah)”, “Ruil (tukar-menukar)”. Arrest ini dalam W dan buku “Arrest over Burgerlijk Rechts No. 136 oleh H.R. Hoetink 98

99 b. Rechtsverfijning (Determinatie), yaitu membuat pengkhususan dari suatu asas dalam undang-undang mempunyai arti luas (dari luas ke khusus). Contohnya adalah Arrest H.R. tertanggal 4 Pebruari 1916 mengenai pasal 1401 N.B.W. (sama dengan pasal 1365 KUHPerdata). Dalam keputusan tersebut Hoge Raad memuat pengkhususan dari asas “siapa bersalah (penuh) wajib untuk mengganti kerugian (penuh)”, menjadi “siapa bersalah sebahagian wajib untuk mengganti kerugian sebagian”. Keputusan ini antara lain dimuat dalam W.9949 dan N.J 99

100 Dari anggapan aliran Rechtsvinding diatas dapat diketahui betapa pentingnya yurisprudensi untuk dipelajari, disamping perundang-undangan. Oleh karena dalam yurisprudensi terdapat banyak garis-garis hukum yang berlaku dalam masyarakat, akan tetapi yang tidak dapat terbaca di dalam undang-undang. Jadi, memahami hukum dalam perundang-undangan saja, tanpa mempelajari yurisprudensi, tidaklah lengkap 100

101 Apabila hakim menolak permintaan itu dikenakan sanksi pidana.
Yurisprudensi adalah keputusan pengadilan atau keputusan hakim yang terdahulu. Masalahnya sekarang mengapa yurisprudensi menjadi sumber hukum formal ? Menurut ketentuan pasal 22 AB jo. Pasal 14 UU No. 14/1970 seorang hakim tidak boleh menolak jika diminta memutuskan perkara, dengan alasan karena belum ada aturan hukumnya, tetapi justru dia diminta untuk menemukan hukumnya melalui peradilan. Apabila hakim menolak permintaan itu dikenakan sanksi pidana. 101

102 Meskipun pada dasarnya hakim tidak terikat oleh yurisprudensi, tetapi bila ia menghadapi kasus demikian hakim akan menggunakan yurisprudensi sebagai dasar pertimbangan keputusannya, bahkan tidak mustahil jika hakim itu akan mengikuti keputusan hakim terdahulu manakala keputusan itu dianggap sudah tepat dan adil, sedang kasus yang diperiksanya sama atau hampir sama. 102

103 Praktek peradilan demikian itu tampak jelas, bila kita perhatikan bahwa keputusan pengadilan yang lebih tinggi selalu menjadi patokan atau diikuti oleh para hakim di pengadilan yang lebih rendah, apalagi jika keputusan itu dari Mahkamah Agung. Hal demikian adalah wajar oleh karena pengadilan yang lebih tinggi dapat membatalkan keputusan pengadilan di bawahnya, karena itu hakim dari pengadilan yang rendah tadi akan menghormati keputusan-keputusan pengadilan di atasnya. Persesuaian pendapat dari para hakim Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung merupakan pendorong untuk terciptanya kesatuan hukum. 103

104 Dari kenyataan dalam praktek peradilan di atas dapat di mengerti bahwa hakim adalah pembentuk hukum.
Hukum yang diciptakan oleh hakim berlaku bagi para pihak yang perkaranya diperiksa, jadi berlakunya terhadap kasus konkrit. Perbedaannya dengan hukum yang dibentuk oleh Lembaga Legislatif (undang-undang) ialah bahwa undang-undang berlakunya umum dan tidak terbatas pada masalah tertentu yang sudah konkrit. 104

105 Perbedaannya dengan hukum yang dibentuk oleh Lembaga Legislatif (undang-undang) ialah bahwa undang-undang berlakunya umum dan tidak terbatas pada masalah tertentu yang sudah konkrit. Dengan kata lain hakim menghasilkan hukum yang berlakunya terbatas dalam kasus dari pihak-pihak tertentu. Sedangkan pembentuk undang-undang menghasilkan peraturan yang abstrak sifatnya dan berlakunya umum. 105

106 Ada dua macam yurisprudensi yaitu : a) Yurisprudensi tetap, ialah keputusan hakim yang terjadi. karena rangkaian keputusan sempa dan dijadikan dasar atau patokan untuk memutuskan suatu perkara (standard arresten). b) Yurisprudensi tidak tetap, ialah keputusan hakim terdahulu yang bukan standard arresten. Yurisprudensi dikatakan sebagai sumber hukum formal karena ia menjadi standar bagi hakim untuk memutuskan perkara yang diperiksanya. 106

107 Azas-Azas Yurisprudensi Di dalam praktek kenegaraan, maka soal dilaksanakan berdasarkan azas-azas tertentu. Adapun azas-azas pokok yang dapat dianut oleh suatu Negara mengenai peradilan tersebut, adalah mungkin azas Precedent (di Indonesia menjadi Preseden) dan azas Bebas. Penjelasan singkat mengenai kedua azas tersebut adalah sebagai berikut : 107

108 1. Azas Precedent sebagaimana dianut oleh negara-negara Anglo Saxon (seperti kerajaan Inggeris, Amerika Serikat), berarti bahwa petugas peradilan (hakim) terikat atau tidak boleh menyimpang dari keputusan-keputusan yang terlebih dahulu dari hakim yang lebih tinggi atau yang sederajat tingkatnya. Azas Precedent (Stare Decisis) yang berlaku di negara-negara Anglo Saxon, hakim hanya terikat pada isi putusan pengadilan yg esensial yg disebut “ratio decidendi” yaitu yg dapat dianggap mempunyai sifat yg menentukan atau bagaian yg yuridis relevan. 108

109 2. Azas Bebas yang inti maksudnya tidak lain adalah
2.  Azas Bebas yang inti maksudnya tidak lain adalah sebagai kebalikan dari azas precedent. Berdasarkan azas bebas, maka petugas peradilan tidak terikat pada keputusan-keputusan hakim yang lebih tinggi maupun yang sederajat tingkatnya. Azas ini an tara lain dianut di Negeri Belanda dan Perancis. Didalam prakteknya, maka pelaksanaan masing-masing azas tersebut tidaklah demikian ketatnya, sehingga perbedaannya satu sama lain hanyalah pada azasnya saja dan akan menimbulkan hal-hal yang kurang baik apabila dilaksanakan secara konsekwen. 109

110 Di Negeri Belanda, misalnya, walaupun dianut azas bebas, akan tetapi hakim rendahan sekidit banyaknya mengikat diri pada keputusan-keputusan yang terdahulu maupun kepada keputusan-keputusan hakim atasan. Hal sedemikian ada baiknya, oleh karena : 1. mencegah terjadinya kesimpang siuran keputusan hakim, halmana tidak serasi dengan kebutuhan akan kepastian hukum, 2. mencegah terjadinya pengeluaran biaya yang kurang perlu, karena pihak yang tidak puas dengan keputusan yang bersangkutan sudah pasti akan naik banding sampai kasasi, sehingga dia mendapatkan kepuasan yang diketahuinya akan diberikan oleh hakim atasan, 3. mencegah timbulnya pandangan yang kurang baik pada pihak atasan. 110

111 Di Indonesia kedua azas ini sesungguhnya dikenal dan berlaku
Di Indonesia kedua azas ini sesungguhnya dikenal dan berlaku. Azas bebas dalam suasana peradilan Barat, sedangkan azas precedent apat dijumpai dalam suasana peradilan Hukum Adat Ter Haar Bzn didalam bukunya yang berjudul "Beginselen en Stelsel van het Adatrecht" bab XIV menyatakan antara lain, bahwa keputusan dari Penguasa, Kepala Adat dan Hakim yang harus dipahami tidak hanya sebagai penentuan konkrit, akan tetapi juga sebagai patokan untuk peristiwa-peristiwa yang sama, menunjukkan pada kaedah hukum yang berlaku dalam masyarakat. oleh karena itu, siapa saja yang bertugas untuk mengadakan penentuan, harus sadar akan tanggung jawab sebagai unsur pembentuk hukum. 111

112 XI. PENEMUAN HUKUM DAN PENEGAKAN HUKUM
Pengertian Penemuan Hukum Merupakan salah satu wadah yang dapat digunakan oleh hakim, untuk mengisi kekosongan hukum, atau menafsirkan norma peraturan yang kurang jelas, karena kehidupan masyarakat yang semakin tertinggal, sehingga dituntut menghidupkannya sesuai perubahan dan rasa keadilan masyarakat. 112

113 Pengertian Penemuan Hukum
1. Dalam arti sempit jika peraturannya sudah ada dan sudah jelas, jadi hakim hanya menerapkan saja. Didalam penera-pannya hakim tetap dianggap telah melakukan penemuan yaitu dengan menemukan kecocokan antara maksud atau bunyi peraturan per-UU-an dengan kualifikasi peristiwa hukum menurut Prof. Sudikno “Penemuan Hukum” dalam arti sempit sebagai penemuan hukum yang dilakukan hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara dengan metode penafsiran terhadap per-UU-an. 2. Dalam arti luas peran hakim bukan saja, sekadar menerap-kan peraturan hukum yang sudah jelas tetapi juga mem-perluas suatu ketentuan UU yang terdiri atas: Konstruksi Hukum; dan Interprestasi Hukum. 113

114 Metode Penemuan Hukum Metode penemuan hukum oleh hakim dapat dilakukan dlm dua bentuk, sebagai berikut : Interpretasi hukum, yaitu penafsiran perkataan dalam undang-undang tetapi tetap berpegang pada kata- kata/bunyi peraturan. Konstruksi hukum, yaitu penalaran logis untuk mengembangkan suatu ketentuan dalam undang- undang yang tidak lagi berpegang pada kata-katanya, tetapi tetap harus memperhatikan hukum sebagai suatu sistem. 114 114

115 Metode Interpretasi Hukum
Metode interpretasi atau penafsiran hukum digunakan karena apabila suatu peristiwa konkret tidak secara jelas dan tegas dianut dalam suatu peraturan per-UU-an. Berbagai jenis metode interpretasi disiapkan dalam teori hukum, sehinga hakim bebas memilih mana yang paling cocok dengan peristiwa yang sedang ditanganinya. Jenis-jenis metode penemuan hukum melalui interprestasi hukum adalah sebagai berikut : 115 115

116 a. Interpretasi Subsumptif yaitu hakim menerapkan teks atau kata-kata suatu ketentuan undang-undang terhadap kasusl in-konkreto (fakta kasus) tanpa silogisme dari ketentuan tersebut. Di sini hakimhanya menerapkan ketentuan pasal undang­ undang yang Dilanggar. Menurut Sudikno Mertokusumo (1984:185), dalam penggunaan metode interpretasi subsumptif ini, hakim hanya berpikir secara deduktif, yaitu hanya sekadar memasukkan atau mencocokkan peristiwanya ke dalam peraturan perundang-undangan yang dilanggar 116 116

117 b. Interpretasi Gramatikal, yaitu menafsirkan kata-kata yang ada dalam undang-undang sesuai dengan kaidah tata bahasa. Teks atau kata-kata dari suatu peraturan perundang-undangan dicari maknanya yang oleh pembentuk digunakan sebagai simbol terhadap suatu peristiwa. Misalnya, ketentuan Pasal 101 KUHPidana tentang hewan, yaitu binatang ternak yang dipelihara. c. Interpretasi Ekstensif, yaitu penafsiran yang lebih luas daripada penafsiran gramatikal, karena memperluas makna dari ketentuan khusus menjadi ketentuan umum sesuai dengan kaidah tata bahasanya. Disini hakim menafsirkan kaidah tata bahasa karena maksud dan tujuannya kurang jelas atau terlalu abstrak agar menjadi jelas dan konkret, perlu diperluas maknanya. Misalnya. Kata “pencurian barang” dalam Pasal 362 KUHPidana diperluas esensinya maknanya terhadap “aliran listrik” sebagai benda yang tidak berwujud. Dengan demikian, orang yang menggunakan tenaga listrik (strom) tanpa hak (melebihi kapasitas yang diberikan), dianggap pencurian barang. Esensi kata “barang” diperluas maknanya dari ketentuan khusus menjadi ketentuan umum. 117 117

118 d. Interpretasi Sistematis, yaitu menafsirkan undang-undang sebagai bagian dari keseluruhan sistem peraturan perundang-undangan. Misalnya, suatu peristiwa hukum yang tidak ada ketentuannya dalam undang-undang, maka hakim baru mencari ketentuan lain yang sesuai atau mirip dengan peristiwa konkret yang ditanganinya. e. Interpretasi Sosiologis atau Teologis, yaitu menafsirkan makna atau ubstansi undang-undang untuk diselaraskan dengan kebutuhan atau Kepentingan warga masyarakat. Substansi yang ditekankan pada Metode ini terletak pada tujuan kemasyarakatan, sehingga suatu peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai lagi dengan dinamika masyarakat dapat diabaikan oleh Hakim, atau ketentuan itu membahayakan kehidupan masyarakat secara luas. 118 118

119 Misalnya, pada bulan Maret 1995 hakim di Pengadilan Negeri Jakarta menghukum 4 tahun penjara terhadap seorang warga negara Belanda, karena terbukti mengedarkan pil ecctasy yang membahayakan kesehatan dan merusak moral masyarakat. Hakim menerapkan ketentuan Pasal 81 ayat (2) butir c Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Padahal pil ecstasy belum digolongkan jenis obat “daftar G” atau obat keras yang dilarang beredar atau diperjual-belikan tanpa resep dokter. Di sini hakim bermaksud melindungi kepenthigan masyarakat, sebab pil ecstasy ternyata berakibat merugikan kesehatan dan moral warga masyatraknt (khusus ya kaum muda). 119 119

120 f. Interpretasi Historis, dibagi atas dua jenis, yaitu sebagai berikut : Penafsiran menurut sejarah undang-undang, mencari maksud dari pembuat undang-undang mencari maksud dari menafsirkan suatu peristiwa hukum, dan sumbernya dilihat pada catatan pembaha-sannya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Penafsiran menurut sejarah hukum, mencari makna yang terkandung dari sejarah perkembangan hukum, seperti apa tujuan hukum sehingga korupsi dilarang. g. Interpretasi Komparatif, yaitu membandingkan antara berbagai sistem hukum yang ada di dunia, sehingga hakim bisa mengambil putusan yang sesuai dengan perkara yang ditanganinya. Metode ini banyak digunakan dalam perjanjian internasional (hukum internasional) 120 120

121 h. Interpretasi Restriktif, yaitu penafsiran yang sifatnya mem-batasi suatu ketentuan undang-undang terhadap peristiwa konkret. Di sini hakim membatasi perluasan berlakunya suatu undang-undang terhadap peristiwa tertentu untuk melindungi kepentingan umum (Pasal 666 KUHPer “tetangga”). i. Interpretasi Futuristis, yaitu menjelaskan suatu undang-undang yang berlaku sekarang (ius constitutum) dengan berpedoman pada undang-undang yang sekarang berlaku, akan diberlakukan (ius constituendum). Misalnya, yang ada dalam Rancangan undang-undang (RUU) dijadikan dasar menerapkan undang-undang yang sekarang berlaku karena tujuan ketentuannya dengan kebutuhan / kepentingan masyarakat. 121 121

122 Metode Kontruksi Hukum
a. Analogi atau Argumentum Per-analogian, yaitu penemuan hukum yang mencari esensi dari species ke genius, atau dari suatu peristiwa khusus ke pengaturan yang bersifat umum. Inti dari penemuan hukum ini adalah cara memperluas makna atau eksistensi suatu ketentuan undang-undang yang khusus menjadi ketentuan umum, dan tidak lagi berpegang pada bunyi ketentuannya, tetapi tetap menyatu. Penemuan hukum dengan cara analogi lebih sering digunakan dalam perkara perdata, tetapi tidak pada hukum pidana karena menimbulkan polemik oleh para ahli hukum. 122 122

123 Misalnya, ketentuan Pasal 176 KUHPerdata yang hanya mengatur bahwa jual-beli tidak memutuskan sewa menyewa. Di sini hakim pertama-tama mencari esensi jual-beli Yaitu “peralihan sewa”, sedangkan hibah dan wasiat juga esensinya peralihan hak. Dengan demikian dari jual-beli sama dengan “hibah dan wasiat” yaitu “peralihan hak” sehingga hibah dan wasiat juga tidak memutuskan hubungan hukum sewa-menyewa. 123 123

124 b. Argumentum a’Contrario yaitu penalaran terhadap suatu ketentuan undang-undang pada peristiwa hukum tertentu, sehingga secara a’contrario ketentuan tersebut tidak boleh diberlakukan pada hal-hal lain atau kebalikannya. Misalnya, ketentuan iddah (waktu tunggu) bagi seorang janda selama 130 hari, baru boleh nikah/kawin lagi dengan pria lain (diatur dalam Pasal 39 PP No. 9 tahun 1975), tidak kebalikannya terhadap seorang duda. Jadi, seorang duda dapat saja segera nikah lagi sesaat setelah putus perkawinannya tanpa ada masa iddah seperti janda. 124 124

125 c. Rechtsvervijnings (pengkonkretan hukum, tetapi ada juga mengartikannya penyempitan atau penghalusan hukum), yaitu mengkonkretkan suatu ketentuan dalam undang-undang yang abstrak atau terlalu luas cakupannya sehingga perlu dikonkretkan oleh hakim. Misalnya, ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata tentang maksud “perbuatan melawan hukum onrechmatigedad” yang pengertiannya masih abstrak dan hanya perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang. Namun berdasarkan Arrest Hoge Raad (Mahkamah Agung) Belanda pada tahun 1919, bahwa perbuatan melawan hukum itu diperluas atau dikonkretkan, yaitu melanggar hukum subjek hukum lain; bertentang dengan kewajiban hukum si pelaku; serta bertentangan dengan kepatutan subjek hukum lain yang diakui dalam kehidupan masyarakat. 125 125

126 d. Fiksi Hukum (Fictie), yaitu penemuan hukum dengan menggambarkan suatu peristiwa kemudian menganggapnya ada, sehingga peristiwa tersebut menjadi suatu fakta baru. Konsekuensi dari penggunaan fiksi hukum karena adanya asas in dubio pro reo bahwa setiap orang dianggap mengetahui hukum, sehingga seseorang yang melanggar suatu ketentuan hukum tidak boleh beralasan bahwa hukum itu tidak ketahuinya. Artinya, apabila suatu peraturan perundang-undangan telah diberlaku, maka, dianggap (difiksikan) bahwa semua orang telah mengetahuinya yang harus ditaati. 126 126


Download ppt "FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google