Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

oleh : ANDRIE AMOES., SH,MH DIREKTORAT PERANCANGAN

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "oleh : ANDRIE AMOES., SH,MH DIREKTORAT PERANCANGAN"— Transcript presentasi:

1 PENGIMPLEMENTASIAN KEADILAN DAN kesetaraan gender dalam peRATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
oleh : ANDRIE AMOES., SH,MH DIREKTORAT PERANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Disampaikan Dalam Kegiatan Bimbingan Teknis Penyusunan Peraturan perundang-undangan yang Berperspektif Gender 2014

2 Pasal 18 (6) UUD Negara RI Tahun 1945
“Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”.

3 Fungsi perda: a. Melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan amanat dari UUD Negara RI Tahun 1945 dan UU tentang Pemerintahan Daerah; b. Pelaksanaan dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi; c. Menampung kondisi khusus dan keragaman daerah; d. Alat pembangunan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

4 Asas Hirarki peraturan perundang-undangan: (Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat 3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang; 4. Peraturan Pemerintah; 5. Peraturan Presiden; 6. Peraturan Daerah Provinsi; dan 7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

5 Fungsi Perda dalam rangka melaksanaan peraturan yang lebih tinggi:
Perda tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi; Perda tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum; Perda tidak boleh menghambat perekonomian; Perda tidak boleh bertentangan dengan Perda lainnya; Perda tidak boleh bersifat diskriminatif

6 Komponen utama P3 1. Lembaga pembentuk 2. Prosedur 3. Substansi yang akan diatur

7 Peranan pembentuk peraturan perundang-undangan
a. Substansi yang akan dituangkan; b. Mempunyai Kecakapan mencari referansi yg ada; c. Kemampuan memilih instrumen hukum (apakah UU, PP, Perda atau Peraturan Gubernur/Buapati walikota); d. Mempunyai ketrampilan dan rasa seni (memerlukan waktu untuk mengasah kemampuan tersebut)

8 KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DALAM kesetaraan gender
Pemerintah wajib dan bertanggungjawab menghormati, melindungi, menegakkan dan memajukan kesetaraan gender dalam pembangunan di daerah dengan melakukan tindakan yang memadai dalam menjamin setiap orang memperoleh haknya melalui langkah implementasi yang efektif yang diatur dalam Peraturan perundang-undangan

9 Perda merupakan suatu bentuk pemecahan masalah:
TAHAPAN: a. menjabarkan masalah yang akan di atasi, dan menjelaskan bagaimana Raperda yang diusulkan akan dapat memecahkan masalah tersebut. b.Konsep/draft Raperda harus merupakan usulan pemecahan masalah yang memerlukan kajian empiris. c. Pada akhirnya draft Raperda hendaknya juga dikaji secara empiris melalui konsultasi publik dan pembahasan antar instansi.

10 OUT LINE I. LATAR BELAKANG
II. BEBERAPA CONTOH PERATURAN YANG DIINDIKASI BIAS GENDER DAN YANG RESPONSIF GENDER III. KESETARAAN GENDER, DASAR PEMIKIRAN, TUJUAN DAN SASARAN PARAMETER KG IV. PARAMETER KESETARAAN GENDER DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN V. RENCANA TINDAK LANJUT.

11 LATAR BELAKANG I. Kajian Komnas Perempuan s/d 2011, saat ini ada 217 kebijakan daerah yang diskriminatif atau bias gender. II. RPJMN menyatakan bahwa kualitas hidup dan peran perempuan masih relatif rendah, antara lain disebabkan oleh:

12 III. Rendahnya peran dan partisipasi perempuan di bidang politik, jabatan publik dan di bidang ekonomi; IV. Penegak hukum yang masih buta gender dan diskriminatif terhadap perempuan dan anak dan penegakan hukum yang masih belum berkeadilan (gender).

13 CONTOH puu Perda-perda tentang Perdagangan Orang; Perda Perlindungan Perempuan; Perda Perlindungan Anak; Perda Pengarus Utamaan Gender (PUG); Perda Penghapusan KDRT.

14 Tujuan Parameter Kesetaraan Gender dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(i) Sebagai acuan untuk melakukan analisis dari perspektif gender dengan indikator akses, partisipasi, kontrol dan manfaat. (ii) Mengintegrasikan perspektif KG dalam proses pembentukan peraturan puu dimulai dari perencanaan/penyusunan naskah akademis; penyusunan dan pembahasan peraturan puu dan/atau kebijakan teknis operasional lainnya. (iii) Sebagai acuan dalam melakukan pengkajian, pemantauan dan evaluasi atas perencanaan dan pelaksanaan serta pelaporan hasil pelaksanaan suatu peraturan puu.

15 Hasil yang diharapkan (i) peraturan puu yang responsif gender (ii) terintegrasinya perspektif gender dalam proses pembentukan peraturan puu (iii) pengawasan kesetaraan gender dalam ketentuan peraturan puu dan kebijakan teknis operasional terjamin.

16 SASARAN (parameter kesetaraan gender (PKG)
(i) Para pembentuk atau yang berwenang menetapkan peraturan puu (ii) Perancang peraturan puu (legal drafters) (iii) Ahli dan praktisi hukum, akademisi, ormas, para legal dan profesi lain yang sejenis (iv) Para perumus dan pelaksana kebijakan, program, kegiatan publik dalam pembangunan nasional dan pembangunan daerah

17 Parameter Asas peraturan perundang-undangan: 1. Asas berkaitan dengan pembentukan 2. Asas yang dikandung dalam materi muatan 3. Asas lain sesuai dengan bidang hukum peraturan perundang-undangan

18 Asas berkaitan dengan pembentukan
Pasal 5 UU 12/2011 dan Pasal 137 UU 32/24 Kejelasan tujuan; Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; Kesesuaian antara jenis dan materi muatan; Dapat dilaksanakan; Kedayagunaan dan kehasilgunaan; Kejelasan rumusan; dan Keterbukaan.

19 Asas DALAM materi muatan:
Dalam merumuskan setiap pasal atau norma yang dituangkan dalam materi yang akan diatur maka seharusnya pembentuk peraturan harus mengolah dalam pikirannya apakah seluruh substansi tersebut telah mengandung asas materi muatan (Pasal 6 UU P3 dan Pasal 138 UU No. 32/2004)

20 ASAS MATERI MUATAN pengayoman; kemanusiaan; kebangsaan; kekeluargaan;
kenusantaraan; bhinneka tunggal ika; keadilan; kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

21 AKSES PARTISIPASI KONTROL MANFAAT
INDIKATOR yang digunakan untuk suatu MENGANALISA peraturan apakah bias gender AKSES PARTISIPASI KONTROL MANFAAT

22 Indikator: Akses, Partisipasi, Kontrol dan Manfaat.
AKSES mempertimbangkan bagaimana memperoleh akses yang adil dan setara antara perempuan dan laki-laki, anak perempuan dan anak laki-laki terhadap sumberdaya yang akan diatur dalam peraturan puu yang akan dibuat. (adanya fasilitas kesehatan dan akses thd informasi, sumber daya),

23 PARTISIPASI apakah peraturan puu memberikan kesempatan yang adil dan setara dalam melaksanakan hak dan kewajibannya dalam setiap kebijakan dan program pembangunan (adanya proses untuk solusi atas suatu persoalan, turut pengambilan keputusan) KONTROL menganalisis apakah norma hukum yang dirumuskan dalam peraturan puu memuat ketentuan yang adil dan setara berkenaan dengan relasi kekuasaan antara perempuan dan laki-laki untuk melaksanakan hak dan kewajibannya (adanya keberdayaan dan kehasilgunaan dalam penggunaan haknya)

24 MANFAAT analisis apakah norma hukum yang dirumuskan dapat menjamin bahwa suatu kebijakan/program akan menghasilkan manfaat yang adil dan setara bagi perempuan dan laki-laki, anak perempuan dan anak laki-laki di kemudian hari (adanya penikmatan manfaat yang adil dan sama dari hak dan kewajiban yang dipenuhi dan sarana dan prasarana yg disediakan).

25 Pengintegrasian Indikator dalam Tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(i) Perencanaan (ii) Penyusunan (iii) Pembahasan (iv) Pengesahan/Penetapan (v) Pengundangan

26 Mekanisme Pengawasan Peraturan Perundang-undangan yang Responsif Gender
(i) Judicial review (melalui jalur hukum) MK atau MA (ii) Executive Review (oleh pemerintah) (iii) Legislative Review (oleh Badan Legislatif)

27 Tindak lanjut 1. Pengembangan SDM melalui peningkatan kapasitas para perancang; 2. Parameter Kesetaraan Gender diintegrasikan dalam diklat penyusunan dan perancangan bagi para perancang 3. Sosialisasi dan advokasi kepada para pembentuk peraturan dan penentu kebijakan, akademisi, praktisi hukum dan masyarakat.

28 Yang harus diperhatikan:
Jenis instrumen peraturan yang dipergunakan Siapa yang berwenang/lembaga apa saja yang terkait ? Kapan perda itu diperlukan berdasarkan prioritasnya ? Apa tujuan dibentuknya perda tersebut dan biaya yang dipersiapkan ? Bagaimana posisi publik dalam penyusunan Raperda? Bagaimana peraturan Perda tersebut bisa dilaksanakan atau dipertahankan ?

29 Syarat menjadi Geucik: (14 persyaratan)
Qanun kota banda aceh no 7 Tahun 2002 tentang Pemilihan Geucik (kepala kampung) Pasal 8 ayat (1) Syarat menjadi Geucik: (14 persyaratan) Menjalankan syariat agama Islam; Setia dan taat kepada NKRI; Berkelakuan baik; Mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat; Mampu mengenali adat istiadat; Mampu bertindak menjadi imam sholat; dsbnya

30 ANALISA Persyaratan mengenai “Mampu bertindak menjadi imam sholat” Rumusan ini dianggap diskriminatif karenanhanya kaum laki laki yang hanya dapat diangkat menjadi Kepala Geucik (kampung)

31 KESIMPULAN: Perda dibentuk dalam rangka:
Penyelenggaraan Otda dan Tugas Pembantuan Penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Untuk membuat Perda yang baik perlu diperhatikan: Sistematika penyusunan Perda Materi-materi muatan Perda Dengan memperhatikan: UU Nomor 12 Tahun 2011 UU Nomor 32 Tahun 2004 UU lain yang terkait.

32 Perda Sumatera Selatan Nomor 13 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Maksiat
Setiap orang sebagaimana dimaksud pada dalam Pasal 3 dilarang: a Melakukan perbuatan yang mengarah pada perbuatan maksiat (2) Setiap orang dilarang berada diruangan dan atau halaman bangunan yang patut di duga diketahuinya sebagai tempat melakukan maksiat.

33 Sekian & Terima Kasih


Download ppt "oleh : ANDRIE AMOES., SH,MH DIREKTORAT PERANCANGAN"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google