Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehDeden Sapta Telah diubah "9 tahun yang lalu
1
MIKROBA SALURAN NAFAS Lindawati Alimsardjono
Departemen Mikrobiologi Kedokteran F.K. UNAIR Surabaya, 30 Maret 2009
2
Anatomi dan Fisiologi :
Saluran nafas : Saluran nafas atas Saluran nafas bawah
3
Mucociliary Escalator :
Mucus – sel goblet Silia – x per menit Kerusakan gerakan silia infeksi Infeksi virus Merokok Alkohol Narkotik
4
Normal : steril Sel mastoid Telinga tengah Sinus Trachea Bronchi
Bronchioles Alveoli
5
Flora normal : Nasal cavity Nasopharynx Pharynx Mikroba : Aerob
Fakultatif anaerob Aerotolerant Anaerob
6
Flora normal dari sistim respiratorius :
Staphylococcus Corynebacterium Moraxella Haemophilus Bacteriodes Streptococcus
7
Mikroba Penyebab Infeksi Saluran Nafas :
Bakteri Virus Jamur
8
Infeksi Saluran Nafas :
Infeksi saluran nafas atas Infeksi saluran nafas bawah
9
Infeksi saluran nafas atas :
Kepala dan leher >>> : tidak enak, tetapi tidak mengancam hidup dan sembuh tanpa terapi sekitar 1 minggu Beberapa : minor komponen saluran nafas atas, tapi mengenai kulit, paru, sistim saraf, atau bagian lain dari tubuh Gejala mayor : mata, hidung, tenggorok, telinga bagian tengah, sinus, dan sistim tubuh lainnya
10
Infeksi saluran nafas bawah :
Dada Sistim saluran nafas bawah biasanya steril, terproteksi dengan baik dari kolonisasi mikroorganisme Kadang patogen dapat lolos dari pertahanan tubuh dan menyebabkan penyakit yang serius, seperti pneumonia, tuberkulosis, atau batuk rejan
11
Struktur yang terlibat dalam infeksi saluran nafas atas :
Conjunctiva conjunctivitis Nasolacrimal atau saluran airmata dacryocystitis Telinga bagian tengah otitis media Bagian yang terisi udara dari kepala, sinus dan sel udara mastoid sinusitis dan mastoiditis Hidung rhinitis Tenggorok atau pharynx pharyngitis Epiglottis epipglottitis
12
Struktur yang terlibat dalam infeksi saluran nafas bawah :
Pita suara atau larynx laryngitis (hoarseness/parau) Windpipe atau trachea 2 bronchi bronchitis (infeksi atau merokok) Bronchioles bronchiolitis Alveoli Inflamasi paru pneumonitis pneumonia (akibat alveoli terisi pus dan cairan) Pleura pleurisy (nyeri dada hebat saat bernafas atau batuk)
13
Infeksi saluran nafas :
Bakteri Virus Jamur
14
Infeksi bakteri pada saluran nafas atas :
Strep throat (Streptococcal Pharyngitis) Diphtheria Pinkeye, Earache, dan Sinus Infections
15
Infeksi virus pada saluran nafas atas :
Common cold Adenoviral pharyngitis
16
Infeksi bakteri pada saluran nafas bawah :
Pneumococcal pneumonia Klebsiella pneumonia Mycoplasmal pneumonia Whooping cough (Pertussis) Tuberculosis Legionnaires’ disease
17
Infeksi virus pada saluran nafas bawah :
Influenza Respiratory Syncytial Virus Infection Hantavirus Pulmonary Syndrome
18
Infeksi jamur pada saluran nafas bawah :
Valley Fever (Coccidioidomycosis) Spelunkers’ disease (Histoplasmosis)
20
Corynebacterium diphtheriae
Genus : Corynebacterium Morfologi : Batang Gram positif Sifat : Aerobik dan fakultatif anaerob Tumbuh baik pada medium yang mengandung darah atau serum 3 biotipe : gravis, intermedius, mitis Penyebab : difteri Pewarnaan Neisser : granula metakhromatik Medium perbenihan : Loeffler’s medium / Pai medium Imunisasi : DPT
21
Streptococcus pyogenes
Family : Streptococcaceae Genus : Streptococcus Morfologi : Kokus Gram positif, rantai Sifat : hemolisa Penyebab : sore throat, pharyngitis Post Streptococcal diseases : Rheumatic fever, acute glomerulo nephritis ASO titer
22
Streptococcus pneumoniae
Family : Streptococcaceae Genus : Streptococcus Morfologi : Diplokokus Gram positif, lancet, berkapsul Sifat : hemolisa Uji kepekaan Optochin : zona hambat (+) Fermentasi Inulin : (+) Bile solubility : (+) Reaksi Quellung : (+)
23
Klebsiella pneumoniae
Family : Enterobacteriaceae Genus : Klebsiella Morfologi : Batang Gram negatif Sifat : Fakultatif anaerob Koloni mukoid Medium perbenihan : Mac Conkey medium
24
Mycoplasma pneumoniae
Tidak mempunyai dinding sel Medium perbenihan : Kaya dengan komponen yang tidak dapat disintesis mikroba tersebut Penyebab : pneumonia
25
Bordetella pertussis Penyebab : Whooping cough = batuk rejan = batuk 100 hari Morfologi : Batang Gram negatif Sifat : Strict aerob Suhu optimal tumbuh : 35-36C – 3 hari Medium perbenihan : Bordet-Gengou medium Imunisasi : DPT
26
Mycobacterium tuberculosis
Family : Mycobacteriaceae Genus : Mycobacterium Morfologi : Batang tahan asam (merah : Z.N.) Sifat : Obligate aerob Media perbenihan : Medium Lowenstein Jensen (LJ) Medium Middlebrook 7H9 / 7H10 Medium Ogawa Medium Kudoh Penyebab : tuberkulosis Vaksinasi : BCG
27
Legionella pneumophila
Genus : Legionella Penyakit : Legionnaires’s disease Pontiac fever Morfologi : Batang pendek atau kokobasil Gram negatif (lemah) Pengecatan : Metode impregnasi perak (non spesifik) Specific fluorescent antibody stain - diagnostik Medium perbenihan : Medium BCYE – inkubasi 48 jam - 36C + 2.5% CO2 – sampai hari Material terkontaminasi – panasi 50C selama 30 menit
28
Influenza virus Family : Orthomyxoviridae 3 Tipe :
Influenza tipe A Influenza tipe B Influenza tipe C Nomenklatur : Tipe/asal hospes/asal geografik/nomor strain/tahun isolasi/deskripsi antigenik dari hemaglutinin dan neuraminidase 468
29
Respiratory Syncytial Virus
Family : Paramyxoviridae Genus : Pneumovirus
30
Hantavirus Termasuk : Bunyavirus hewan pengerat
31
Coccidioides immitis Penyebab Coccidioidomycosis 568
32
Histoplasma capsulatum
Penyebab : Histoplasmosis 569
34
Infeksi bakteri pada saluran nafas atas :
Strep throat (Streptococcal Pharyngitis) Diphtheria Pinkeye, Earache, dan Sinus Infections
35
Strep throat (Streptococcal Pharyngitis)
Gejala : Red throat, sering dengan pus dan sedikit hemoragis, pembesaran dan lunak kelenjar limfe leher Jarang : pembentukan abses yang melibatkan tonsil Kadang : demam reumatik dan glomerulonephritis sebagai akibat
36
Strep throat (Streptococcal Pharyngitis)
Masa inkubasi : 2 – 5 hari Agen penyebab : Streptococcus pyogenes – Lancefield group a -hemolytic Streptococcus
37
Strep throat (Streptococcal Pharyngitis)
Patogenesis : Virulensi berasosiasi dengan kapsul asam hialuronik dan protein M, keduanya menghambat fagositosis Protein G mengikat segmen Fc dari IgG Protein F untuk perlekatan mukosal Multipel enzim
38
Strep throat (Streptococcal Pharyngitis)
Epidemiologi : Kontak langsung dan infeksi droplet Ingesti makanan terkontaminasi
39
Strep throat (Streptococcal Pharyngitis)
Prevensi dan Terapi : Hindari kerumunan Ventilasi adekuat Penicillin setiap hari untuk mencegah infeksi rekuren pada mereka dengan riwayat penyakit jantung reumatik Terapi : 10 hari dengan Penicillin atau Erythromycin
40
Diphtheria : Gejala : Sore throat Demam Fatique Malaise
Pseudomembrane di tonsil dan tenggorok atau di hidung Paralisis Gagal jantung dan ginjal
41
Diphtheria : Masa inkubasi : 2 – 6 hari Agen penyebab :
Corynebacterium diphtheriae – batang Gram positif, menghasilkan toksin, tidak membentuk spora
42
Diphtheria : Patogenesis : Infeksi saluran nafas atas
Pelepasan eksotoksin dan diabsorbsi oleh aliran darah Toksin membunuh sel dengan mempengaruhi sintesis protein Efek terjadi pada sel yang mempunyai reseptor terhadap toksin – terutama jantung, ginjal, dan jaringan saraf
43
Diphtheria : Epidemiologi : Inhalasi droplet infeksius
Kontak langsung dengan pasien atau carrier Kontak tidak langsung dengan barang-barang terkontaminasi
44
Diphtheria : Prevensi dan Terapi :
Imunisasi toksoid difteria – anak 6 minggu, 4 bulan, 6 bulan, 18 bulan, dan 4-6 tahun Booster setiap 10 tahun Terapi : antitoksin; erythromycin untuk mencegah transmisi
45
Infeksi virus pada saluran nafas atas :
Common cold Adenoviral pharyngitis
46
Common cold : Gejala : Scratchy throat Nasal discharge Malaise
Sakit kepala Batuk
47
Common cold : Masa inkubasi : 1 – 2 hari Agen penyebab :
Rhinovirus (utama) - > 100 tipe >> virus lain Beberapa bakteri
48
Common cold : Patogenesis :
Virus melekat epitel respiratori, mulai infeksi yang menyebar ke adjacent cells Gerakan silia berhenti dan sel mengelupas Sekrasi mukus Reaksi inflamasi (+) Infeksi berhenti dengan pengeluaran interferon dan produksi antibodi
49
Common cold : Epidemiologi : Inhalasi droplet yang terinfeksi
Transfer mukus infeksius ke hidung atau mata oleh jari yang terkontaminasi Anak menginisiasi banyak wabah dalam famili karena kurangnya perawatan sekret nasal
50
Common cold : Prevensi dan Terapi : Cuci tangan
Hindari orang dengan colds dan sentuhan muka Tidak ada terapi umum yang dianjurkan kecuali untuk mengendalikan gejala, meskipun antiviral pleconaril - menjanjikan
51
Adenoviral pharyngitis :
Gejala : Demam Sangat sore throat Batuk berat Pembengkakan kelenjar limfe leher Pus di tonsil dan tenggorok Conjunctivitis Jarang : pneumonia
52
Adenoviral pharyngitis :
Masa inkubasi : 5 – 10 hari Agen penyebab : Adenovirus - > 45 tipe
53
Adenoviral pharyngitis :
Patogenesis : Virus bermultiplikasi di sel hospes Terdapat destruksi sel dan inflamasi Tipe berbeda menghasilkan gejala berbeda
54
Adenoviral pharyngitis :
Epidemiologi : Inhalasi droplet terinfeksi Penyebaran dari GI tract : mungkin
55
Adenoviral pharyngitis :
Prevensi dan Terapi : Vaksin virus hidup : sebelumnya digunakan militer tidak diproduksi lagi Tanpa terapi, kecuali untuk mengurangi gejala
56
Infeksi bakteri pada saluran nafas bawah :
Pneumococcal pneumonia Klebsiella pneumonia Mycoplasmal pneumonia Whooping cough (Pertussis) Tuberculosis Legionnaires’ disease
57
Pneumococcal pneumonia :
Gejala : Batuk Demam Menggigil Sputum kecoklatan – degradasi darah Nafas pendek Nyeri dada
58
Pneumococcal pneumonia :
Masa inkubasi : 1 – 3 hari Agen penyebab : Pneumococcus = Streptococcus pneumoniae, strain berkapsul
59
Pneumococcal pneumonia :
Patogenesis : Inhalasi pneumococci berkapsul Kolonisasi alveoli respons inflamasi Plasma, darah, dan sel radang mengisi alveoli Nyeri akibat terlibatnya ujung saraf
60
Pneumococcal pneumonia :
Epidemiologi : Angka carrier Streptococcus pneumoniae tinggi Resiko pneumonia pada : alkoholism, pengguna narkotik, penyakit paru kronik, dan infeksi virus yang merusak mucociliary escalator. Faktor predisposisi lainnya ; penyakit jantung kronik, diabetes, dan kanker
61
Pneumococcal pneumonia :
Prevensi dan Terapi : Capsular vaccine tersedia – 23 antigen kapsular Conjugate vaccine untuk bayi Terapi : penicillin, erythromycin, dan lainnya
62
Klebsiella pneumonia :
Gejala : Menggigil Demam Batuk Nyeri dada Grossly bloody, mucoid sputum
63
Klebsiella pneumonia :
Masa inkubasi : 1 – 3 hari Agen penyebab : Klebsiella pneumoniae - enterobacterium
64
Klebsiella pneumonia :
Patogenesis : Aspirasi kolonisasi droplet mukus dari tenggorok Destruksi jaringan paru dan sering pembentukan abses Infeksi menyebab lewat darah ke jaringan tubuh lainnya
65
Klebsiella pneumonia :
Epidemiologi : Sering resisten terhadap antibiotik, dan kolonisasi individu yang meminumnya Klebsiella sp. Dan batang Gram negatif lainnya sering merupakan penyebab pneumonia nosokomial yang fatal
66
Klebsiella pneumonia :
Prevensi dan Terapi : Vaksin (-) Cephalosporin dengan aminoglycoside
67
Mycoplasmal pneumonia :
Gejala : Gradual onset of cough Demam Produksi sputum Sakit kepala Fatique Nyeri otot
68
Mycoplasmal pneumonia :
Masa inkubasi : 2 – 3 minggu Agen penyebab : Mycoplasma pneumoniae – dinding sel (-)
69
Mycoplasmal pneumonia :
Patogenesis : Sel lekat pada reseptor spesifik epitel respiratori Penghambatan gerakan silia dan diikuti destruksi sel
70
Mycoplasmal pneumonia :
Epidemiologi : Inhalasi droplet terinfeksi Sering infeksi ringan dan membantu penyebartan penyakit
71
Mycoplasmal pneumonia :
Prevensi dan Terapi : Vaksin (-) Hindari kerumunan di fasilitas sekolah dan militer Terapi : tetracycline atau erythromycin
72
Whooping cough (Pertussis) :
Gejala : Runny nose Beberapa hari batuk hebat dengan spasme Muntah Mungkin kejang
73
Whooping cough (Pertussis) :
Masa inkubasi : 7 – 21 hari Agen penyebab : Bordetella pertussis – batang Gram negatif
74
Whooping cough (Pertussis) :
Patogenesis : Kolonisasi pada permukaan saluran nafas atas dan sistim tracheobronchial Gerakan silia lambat Toksin yang dilepaskan oleh Bordetella pertussis menyebabkan kematian sel epitel dan peningkatan cAMP Demam, pengeluaran mukus yang berlebihan, dan peningkatan jumlah limfosit dalam aliran darah
75
Whooping cough (Pertussis) :
Epidemiologi : Inhalasi droplet terinfeksi Anak lebih besar dan dewasa – gejala ringan
76
Whooping cough (Pertussis) :
Prevensi dan Terapi : Acellular vaccine, untuk imunisasi bayi dan anak Erythromycin : efektif bila diberikan sebelum mulai batuk dengan spasm, mengeliminasi Bordetella pertussis
77
Tuberculosis : Gejala : Demam kronik BB Batuk Produksi sputum
78
Tuberculosis : Masa inkubasi : 2 – 10 minggu Agen penyebab :
Mycobacterium tuberculosis - BTA
79
Tuberculosis : Patogenesis : Kolonisasi alveoli respons inflamasi;
Ingesti oleh makrofag organisme survive kelenjar limfe, paru dan jaringan tubuh lainnya Basil tuberkel multiplikasi Bentuk granuloma
80
Tuberculosis : Epidemiologi : Inhalasi organisme airborne
Infeksi latent dapat reaktivasi
81
Tuberculosis : Prevensi dan Terapi : Vaksinasi BCG
Tuberculin (Mantoux) test – deteksi infeksi Terapi kasus dini Terapi orang muda dengan tes positif dan individu dengan konversi tes kulit dari negatif ke positif
82
Tuberculosis : Prevensi dan Terapi : 2 atau lebih OAT
83
Legionnaires’ disease :
Gejala : Nyeri otot Demam Batuk Nafas pendek Nyeri dada dan abdominal Diare
84
Legionnaires’ disease :
Masa inkubasi : 2 – 10 hari Agen penyebab : Legionella pneumophila – bakteri Gram negatif (sulit – spesimen klinik) – anggota - proteobacteria
85
Legionnaires’ disease :
Patogenesis : Organisme multiplikasi dalam fagosit; dikeluarkan dengan sel yang mati; nekrosis sel sepanjang alveoli; inflamasi, dan membentuk mikroabses
86
Legionnaires’ disease :
Epidemiologi : Awal terutama dari kontaminasi air hangat dengan mikroorganisme lain, sperti yang dijumpai pada sistim AC
87
Legionnaires’ disease :
Prevensi dan Terapi : Hindari aerosol air yang terkontaminasi Bersihkan dan disinfeksi alat pelembab secara teratur Terapi : erythromycin dan rifampin
88
Infeksi virus pada saluran nafas bawah :
Influenza Respiratory Syncytial Virus Infection Hantavirus Pulmonary Syndrome
89
Influenza : 3 tipe : Tipe A Tipe B Tipe C
90
Influenza : Gejala : Demam Nyeri otot Kurang energi Sakit kepala
Sore throat Nasal congestion Batuk
91
Influenza : Masa inkubasi : 1 – 2 hari Agen penyebab :
Virus influenza - orthomyxovirus
92
Influenza : Patogenesis : Infeksi epitel respiratori
Sel dirusak dan virus dilepaskan untuk menginfeksi sel lain Infeksi bakterial sekunder akibat kerusakn mucociliary escalator
93
Influenza : Epidemiologi : Antigenic drift dan antigenic shift
94
Influenza : Prevensi dan Terapi : Vaksin : 80-90% efektif
Amantidine dan Rimantadine – efektif mencegah influenza tipe A, bukan tipe B Neuraminidase inhibitor – efektif untuk virus A dan B Obat yang efektif untuk terapi bila diberikan awal penyakit
95
Respiratory Syncytial Virus Infection :
Gejala : Runny nose Batuk Demam Wheezing Sulit bernafas Dusky color
96
Respiratory Syncytial Virus Infection :
Masa inkubasi : 1 – 4 hari Agen penyebab : RSV – paramyxovirus yang memproduksi syncytia
97
Respiratory Syncytial Virus Infection :
Patogenesis : Epitel respiratori dan respons inflamasi menutup bronchioles, menyebabkan bronchiolitis Pneumonia akibat inflamasi bronchiolar dan alveolar, atau infeksi sekunder
98
Respiratory Syncytial Virus Infection :
Epidemiologi : Epidemi setiap tahun selama bulan dingin Penyebaran oleh anak yang agak besar dan dewasa yang sehat yang sering mempunyai gejala ringan Tanpa imunitas akhir
99
Respiratory Syncytial Virus Infection :
Prevensi dan Terapi : No vaccine Pencegahan dengan injeksi antibodi monoklonal Tidak ada terapi antiviral yang memuaskan
100
Hantavirus Pulmonary Syndrome :
Gejala : Demam Nyeri otot Muntah Diare Batuk Nafas pendek Shock
101
Hantavirus Pulmonary Syndrome :
Masa inkubasi : 3 hari – 6 minggu Agen penyebab : Sin Nombre dan related hantavirus dari famili Bunyavirus
102
Hantavirus Pulmonary Syndrome :
Patogenesis : Antigen virus terletak dalam dinding kapiler paru; inflamasi
103
Hantavirus Pulmonary Syndrome :
Epidemiologi : Zoonosis populasi tikus Umumnya : tidak ada penyebaran antar manusia
104
Hantavirus Pulmonary Syndrome :
Prevensi dan Terapi : Hindari kontak dengan hewan pengerat Tutupi jalan masuk ke tempat persediaan makanan di rumah Ventilasi yang baik Hindari debu Gunakan disinfektan saat membersihkan area yang terkontaminasi hewan pengerat Tidak terbukti adanya terapi antiviral
105
Infeksi jamur pada saluran nafas bawah :
Valley Fever (Coccidioidomycosis) Spelunkers’ disease (Histoplasmosis)
106
Valley Fever (Coccidioidomycosis) :
Orang yang terpapar debu dan tanah, seperti petani terinfeksi, tapi hanya 40% yang memberikan gejala
107
Valley Fever (Coccidioidomycosis) :
Gejala : Demam, batuk, nyeri dada, hilang selera makan dan BB; Jarang : nodul yang nyeri pada ekstremitas, nyeri sendi; Kadang : kulit, membrana mukosa, otak, dan organ dalam
108
Valley Fever (Coccidioidomycosis) :
Masa inkubasi : 2 hari – 3 minggu Agen penyebab : Coccidioides immitis – fungus dimorfik
109
Valley Fever (Coccidioidomycosis) :
Patogenesis : Setelah masuk dalam paru, arthrospora berkembang jadi sphere yang matur dan mengeluarkan endospora yang masing-2 berkembang menjadi sphere yang lain; respons inflamasi merusak jaringan; hipersensitivitas terhadap antigen fungal menyebabkan nodul yang nyeri dan nyeri sendi
110
Valley Fever (Coccidioidomycosis) :
Epidemiologi : Inhalasi spora Coccidioides immitis dengan debu dari tanah yang ditumbuh organisme
111
Valley Fever (Coccidioidomycosis) :
Prevensi dan Terapi : Metode kontrol debu seperti tanaman rumput dan pengairan Terapi : Amphotericin B dan Fluconazole
112
Spelunkers’ disease (Histoplasmosis) :
Seperti Coccidioidomycosis Biasanya jinak Kadang mirip TB Jarang Bentuk serius : AIDS atau imunodefisiensi yang lain > menyebar luas
113
Spelunkers’ disease (Histoplasmosis) :
Gejala : Gejala Respiratori ringan Jarang : demam, nyeri dada, batuk, chronic sores
114
Spelunkers’ disease (Histoplasmosis) :
Masa inkubasi : 5 - 8 hari Agen penyebab : Histoplasma capsulatum – fungus dimorfik
115
Spelunkers’ disease (Histoplasmosis) :
Patogenesis : Inhalasi spora, berubah jadi fase yeast, multiplikasi dalam makrofag; bentuk granuloma; penyakit menyebar pada individu dengan AIDS atau imunodefisiensi lainnya
116
Spelunkers’ disease (Histoplasmosis) :
Epidemiologi : Fungus lebih senang tumbuh dalam tanah terkontaminasi oleh kotoran burung atau kelelawar, terutama di USA Distribusi setitik pada banyak negara lain di seluruh dunia
117
Spelunkers’ disease (Histoplasmosis) :
Prevensi dan Terapi : Hindari tanah terkontaminasi dengan kotoran ayam, burung, atau kelelawar Terapi : Amphotericin B dan Itraconazole untuk infeksi serius
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.