Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Aspek Perpajakan PSC Sekilas Industri Migas PSC Scheme

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Aspek Perpajakan PSC Sekilas Industri Migas PSC Scheme"— Transcript presentasi:

1 Aspek Perpajakan PSC Sekilas Industri Migas PSC Scheme
Ring Fence Policy (NPWP) PPh Badan PPh Potput PPN, PBB, dsb Pemeriksaan UU 22/2001 Dewa Made Budiarta

2 Sekilas Industri Migas
Periode eksplorasi  dalam kontrak ditentukan 6 thn s.d. ditemukan cadangan yg dapat diproduksi komersial. Salah satu ciri kontrak pertambangan migas adalah segala alat yg digunakan oleh kontraktor menjadi milik Pertamina (a.n Pemerintah) sejak saat diturunkan di Indonesia (kecuali yg disewa) Ring Fence Policy, yaitu satu wilayah kerja pertambangan diusahakan oleh satu entity (BUT) Farm in Farm out, yaitu dimungkinkannya interest atas suatu wilayah kerja pertambangan dialihkan Dewa Made Budiarta

3 Jenis-jenis Kerjasama
Konsesi  Kontraktor memiliki kekuasaan penuh atas minyak yg ditambang, dan wajib membayar royalti kepada negara. Tidak ada lagi (1961) Kontrak Karya  merupakan kontrak profit sharing di mana manajemen ada pada kontraktor. Tidak ada lagi (1983) Kontrak Production Sharing  mrp kontrak bagi hasil di mana produksi dibagi berdasarkan suatu persentase tertentu yg disepakati. Dewa Made Budiarta

4 Jenis-jenis Kerjasama
Technical Assistance Contract  untuk meningkatkan sumur-sumur produksi yg sudah tua. Produksi yg dibagi adalah hanya dari penambahan produksi setelah secondary recovery tsb. Joint Operation Body sama seperti Kontrak PSC namun Pertamina/Pemerintah ikut terlibat dalam penyertaan modal sehingga komposisi menjadi 50 : 50 Dewa Made Budiarta

5 Jenis-jenis Kerjasama
Loan Risk Agreement  pemberian pinjaman kepada Pertamina untuk membiayai kegiatan mencari dan memproduksi minyak di wilayah tertentu. Pertamina nanti akan membayar pokok plus bunga dalam bentuk minyak., Dewa Made Budiarta

6 Karakteristik PSC Kontraktor menanggung semua resiko
Jangka waktu kontrak adalah 30 tahun termasuk 6-10 tahun untuk eksplorasi Pertamina memiliki hak atas semua alat yg digunakan oleh Kontraktor Kontraktor diwajibkan untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri (Domestic Market Obligation) Semua biaya ekplorasi, pengembangan, dan operasi ditanggung oleh Kontraktor dan akan di-recover dari produksi Dewa Made Budiarta

7 PSC Produksi setelah cost recovery dibagi antara Pemerintah dan Kontraktor berdasarkan suatu persentase tertentu Kontraktor wajib membayar PPs (PPh) dan PBDR Setiap block (WKP) adalah di – ring fenced Dewa Made Budiarta

8 PSC tax regime Ketentuan dalam kontrak PSC merupakan lex specialis
Pasal 33 ayat 3 UU PPh 1983 disebutkan bahwa Penghasilan kena pajak yg diterima atau diperoleh dalam bidang pertambangan migas sehubungan dgn kontrak bagi hasil, dikenakan pajak berdasarkan Ordonansi PPs 1925 dan PBDR 1970 beserta semua peraturan pelaksanaanya Pasal 33 A ayat (4) UU PPh 1994 disebutkan bahwa WP yg menjalankan usaha di bidang pertambangan migas berdasarkan kontrak bagi hasil yg masih berlaku pada saat berlakunya UU ini, pajaknya dihitung berdasarkan ketentuan dalam kontrak bagi hasil tsb sampai dengan berakhirnya kontrak dimaksud Dewa Made Budiarta

9 PSC Perhitungan Bagi Hasil Gross Revenue xx FTP (xx) xx
Cost Recovery (xx) Equity to be split xx Government share Contractor share Dewa Made Budiarta

10 Dewa Made Budiarta

11 PSC Bagi hasil Lifting antara Pemerintah dan Kontraktor sebesar 85 : 15 diperoleh sbb Gross income (hasil produksi) ………………… GI Cost recovery …………………………………. <CR> To be shared …………………………. TBS Total taxes to be paid by Contractor: PPs (corporate tax= PPh) = 30% PBDR = 20% x (100% - 30%) = 14% % x TBS Net share after tax …………… % x TBS This amount should be equal to the take home contractor share of 15% Contractor portion = 100 / 56 x 15% = 26,78 % Lesss : Tax to be paid = 44% x 26,78% = 11,78% Take home contractor share ………… = 15 % Government portion = 100 % - 26,78% = 73,22% Add : tax to be received from Contractor = 11,78% Total government share ……. …… = 85 % Dewa Made Budiarta

12 Dampak perubahan tarif pajak
pre Corporate tax % % % % % Deviden tax (20%) % % % % % Total Income Tax % % % % 44% Production sharing Production sharing pre Government share ,91% ,15% 71,28% 73,22% 73,22% Contractor share ,09% ,85% 28,85% 26,78% 26,78% Dewa Made Budiarta

13 Diskripsi US $ Keterangan 1 Penghasilan Kotor 4,000,000.00 Produksi x harga 2 FTP 800,000.00 20 % x Ph. Kotor 3 Penghasilan Kotor – FTP 3,200,000.00 4 Cost Recovery 1,200,000.00 CYOC + depresiasi 5 Equity to be Split 2,000,000.00 No. 3 – No. 4 Contractor Share 6 Contractor FTP Share 214,240.00 26,78% x No. 2 7 Contractor Equity Share 535,600.00 26,78% x No. 5 8 Taxable Share 749,840.00 No. 6 + No. 7 9 Corporate Tax 224,952.00 30% x No. 8 10 Branch Profit Tax 104,977.60 20% x (No.8–No.9) 11 Total Tax 329,929.60 No.9 + No.10 12 Total Net Contractor Share 419,910.40 No. 8 – No. 11 Indonesia Share 13 Government FTP Share 585,760.00 73,22% x No. 2 14 Government Equity Share 1,464,400.00 73,22% x No. 5 15 Government Tax Entitlement No. 11 16 Total Indonesia Share 2,380,089.60 No Dewa Made Budiarta

14 Perkembangan PSC Perkembangan dari PSC Generasi pertama (1965 – 1978)
- cost recovery dibatasi sebesar 40% - bagian kontraktor adalah 35% bersih - DMO tanpa grace period Generasi kedua (1978 – 1988) - tidak ada pembatasan cost recovery - bagian kontraktor adalah 15% bersih - investment credit 20% - DMO dgn harga pasar untuk 5 tahun Dewa Made Budiarta

15 PSC Generasi ketiga (1988 – sekarang)
- mulai diberlakukan First Tranche Petroleum (FTP) * diperkenalkan pada kontrak yg ditandatangani 1988 * besarnya 20% dari produksi (gross) * untuk menjamin Pemerintah menerima bagian hasil produksi * FTP nantinya akan di bagi juga antara Pemerintah dan Kontraktor - DMO bervariasi antara harga ekspor Dewa Made Budiarta

16 Ring Fence Kebijakan ring fence ini tertuang dalam PP 35 Thn 1994 yang menyatakan “kepada kontraktor diberikan satu wilayah kerja”. Tujuan dari kebijakan ini adalah agar KPS yang beroperasi di beberapa wilayah kerja tidak dapat melakukan konsolidasi atau penggabungan biaya-biaya dari beberapa wilayah kerja tersebut baik untuk tujuan cost recovery maupun untuk tujuan perhitungan PPh Badan (tax consolidation) Dewa Made Budiarta

17 NPWP Sesuai prinsip ring fence policy setiap block (wilayah kerja pertambangan) harus diusahakan oleh satu entity Setiap entity di suatu block wajib memiliki NPWP (SE-75/PJ./1990) Dewa Made Budiarta

18 Contoh Ring Fence Policy
Kontraktor yang mempunyai 3 wilayah kerja harus mempunyai 3 entity dan 3 NPWP, misalnya Oil Co Ltd akan memiliki 3 entity dan 3 BUT yaitu : BUT Oil Sumatra, BUT Oil Kalimantan, dan BUT Oil Papua A B C Dewa Made Budiarta

19 PPh Badan KPS harus membayar PPh Badan dan pajak final atas laba setelah pajak (BPT) …. Contractor severally be subject to and pay to the Government of the Republic of Indonesia the income tax including the final tax on profits after tax deduction imposed on it… KPS wajib mematuhi persyaratan dalam undang-undang dan peraturan pelaksanaannya, terutama yang berkaitan dengan memasukkan SPT, menghitung dan menyetor pajak, membuat dan menyimpan pembukuan/catatan … pursuant to Indonesian Income Tax Law and its implementing regulations and comply with the requirements of the tax law in particular with respect to filing of returns, assessment of tax, and keeping and showing of books and record Dewa Made Budiarta

20 PPh Badan Kewajiban PPh Pra 1984
Sejak berlakunya Kepmen 267/KMK.012/1978, KPS diwajibkan membayar PPh Besarnya PPh yg dibayar adalah 45% untuk PPs dan 20% untuk PBDR atau efektifnya sebesar 56% Dalam perhitungan bagi hasil /pajak, pembatasan cost recovery sudah tidak ada lagi Dewa Made Budiarta

21 PPh Badan – cont. Kewajiban PPh selama 1984 -1994
Untuk KPS yg ditandatangani sebelum 1984 berlaku UU PPs sesuai Pasal 33(3) UU PPh 1984 Untuk KPS yg ditandatangani setelah 1 Jan 1984 dikenakan pajak berdasarkan UU PPh 1984 PPh terutang adalah 35% dan Branch Profit tax 20% atau efektifnya adalah 48% Dewa Made Budiarta

22 PPh Badan Kewajiban PPh pasca 1994
Kontrak PSC yg ditandatangani sebelum 1 Jan 1995 berlaku ketentuan pada waktu kontrak ditandatangani (Pasal 33A UU PPh 1994) Kontrak PSC yg ditandatangani setelah 1 Jan 1995 berlaku UU PPh 1994 PPh terutang adalah 30% dan Branch Profit tax 20% atau efektifnya adalah 44% Dewa Made Budiarta

23 PPh Badan PPh Badan pra 1984 1984 1994 Corporate tax 45% 35% 30%
Corporate tax % % % Deviden tax (20%) % % % Total Income Tax 56% 48% % Dewa Made Budiarta

24 PPh Badan Pembayaran PPh
Kontraktor wajib menyetor PPs/PPh dan PBDR ke rekening valuta asing Depkeu pada Bank Indonesia Pembayaran harus dilakukan setiap bulan paling lambat tgl 15 bulan berikutnya dan dihitung atas laba kena pajak dari actual lifting bulan ybs (= Pasal 25) Dewa Made Budiarta

25 PPh Badan Surat Keterangan Pelunasan PPh
Surat Keterangan Pelunasan PPh dikeluarkan oleh DJP setelah Kontraktor memenuhi kewajiban perpajakanya dan setelah selesai dilakukan audit oleh BPKP Sebelum SKP PPh dikeluarkan dapat diterbitkan Surak Keterangan Sementara Pembayaran PPh Penerbitan SKP PPh oleh Dirjen Pajak didelegasikan ke KPP Badora Dewa Made Budiarta

26 (Uniformity Principle)
Surat Menkeu No. S-443a/MK.012/1982 Tentang interpretasi dari Kepmen 267/KMK.012/1978 Sebelum 1978 Pertamina membayar pajak-pajak KPS dari bagian yg diperoleh Pertamina) Sejak 1978, KPS membayar sendiri PPh terutang Dikenal sebagai “Uniformity Principle” di mana biaya-biaya dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak harus diartikan sama dengan biaya yang dihitung berdasarkan Kontrak PSC (yg diatur dalam Exhibit C). Dengan demikian cost of oil harus sama dengan cost of tax, atau biaya-biaya operasi yang boleh dibebankan (cost recoverable) menurut kontrak PSC harus sama dengan biaya-biaya yg boleh dibebankan menurut UU PPh (tax deductible) Dewa Made Budiarta

27 (Uniformity Principle)
Kekecualian dari azas uniformity principle ini adalah untuk pembayaran bonus penandatangan, bonus produksi, bonus lainnya tidak boleh dibebankan sebagai biaya operasi dalam penghitungan bagi hasil produksi, namun boleh dibebankan (tax deductible) dari penghasilan bruto untuk tujuan penghitungan PPh Badan Selanjutnya konsep ini ditegaskan lagi dalam SE bersama DJP dan Ditjen Moneter No SE-75/PJ/1990 Dewa Made Budiarta

28 Sumbangan Diatur dalam S-1111/MK/1985 tanggal 27 September 1985 tentang Sumbangan (donation) yang dilakukan oleh Kontraktor Kegiatan pengembangan lingkungan (community development) selama ini dibebankan sebagai biaya operasi prsh Dalam UU PPh 1983, sumbangan tidak boleh dibebankan sebagai biaya Agar dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, pengeluaran tsb hendaknya dilakukan dalam bentuk investasi dan disusutkan sepenuhnya baru kemudian dihibahkan. Sedangkan bea siswa yg diberikan oleh Kontraktor dapat dianggap sebagai biaya pendidikan Dewa Made Budiarta

29 Bonus Diatur dalam S-1105/MK.012/1985 tgl 27 Sept 1985 ttg bonus-bonus yg dibayar oleh Kontraktor kepada Pertamina Bonus sebagaimana dimaksud Kepmen 815/KMK.012/1985 adalah bonus penandatangan, bonus produksi, bonus pendidikan, dan bonus lainnya dengan nama apapun yg dapat dikurangkan dari penghasilan bruto Agar penerimaan Indonesia tidak mengalami perubahan akibat dimasukkan bonus sebagai biaya, maka pembayaran bonus tsb terlebih dahulu harus digross –up Semua bonus yg dibayarkan oleh Kontraktor dimasukkan merupakan penghasilan bagi Pertamina Dalam kontrak PSC, bonus-bonus tsb tidak boleh dibebankan sebagai biaya untuk tujuan perhitungan bagi hasil (non-cost recoverable) Dewa Made Budiarta

30 Bonus OLD : Non Cost Recoverable – Non Tax Deductible
NEW : Non Cost Recoverable – Tax Deductible (gross up) Uraian OLD (PPs) NEW (PPh) Total GOI Gross Revenue 140 Cost Revovery -40 Equity to be split 100 Pertamina Share 65.91 71.15 Contractor share 34.09 28.85 Bonus -8.46 8.46 Con't taxable share 20.39 Govt tax -19.09 19.09 -9.78 9.78 Net Cont's share 15 85 10.6 89.4 -4.4 4.4 Catatan : bonus $ 4.4 digross-up menjadi $ 8.46 dgn tax rate 48% Dewa Made Budiarta

31 Pre production cost Diatur dalam S-316/MK.012/1986 tanggal 22 Maret 1986 Bahwa Pasal 6 ayat (2) Kepmen 458/KMK.012/1984 menetapkan bahwa harga perolehan dari harta tak berwujud sepanjang berkenaan dan untuk keperluan pengembalian biaya-biaya terhadap survey dan biaya pengeboran tak berwujud (intangible drilling) dapat diperhitungkan sepenuhnya Dengan demikian, biaya yg menjadi beban dalam masa pra produksi dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pada saat dimulainya produksi komersial Dewa Made Budiarta

32 Gaji Karyawan KPS Diatur dalam S-1109/MK/1985 tanggal 27 Sept 1985 tentang Pengaturan gaji karyawan Kontrak Production Sharing baru Agar beban pajak karyawan dari KPS baru dapat disamakan dengan beban pajak yang dipikul para karyawan KPS lama, MenKeu tidak keberatan jika benefit in kind yang diperoleh karyawan dapat dibayar dalam bentuk uang dan sekaligus di gross-up dalam pembayaran pajaknya Pengeluaran tsb dapat diperhitungkan sebagai biaya dalam penghitungan pajak Dewa Made Budiarta

33 PPh Pasal 21/22/23/26 Ketentuan mengenai pemotongan dan pemungutan untuk Kontraktor KBH secara umum mengikuti ketentuan perpajakan yg berlaku Mengingat asset-asset yg diimpor KPS merupakan milik Pemerintah, maka atas impor tsb tidak dipungut PPh Pasal 22 (SE-34/PJ.24/1985) Dewa Made Budiarta

34 Technical services dan Biaya Overhead Kantor Pusat
Diatur dalam S-604/MK.017/1998 tanggal 24 November 1998 tentang Masalah Pajak Atas Technical Services dan Biaya Overhead KPS Terhadap overhead, technical services dan biaya yang timbul dari Kantor Pusat dalam rangka memenuhi kewajiban kontrak PSC dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yg berlaku Pajak tersebut ditanggung oleh Pemerintah yang pelaksanaanya dilakukan oleh DJLK Dewa Made Budiarta

35 PPh atas jasa giro Diatur dalam S-1110/MK/1985 tanggal 27 Sept 1985 ttg PPh atas jasa giro Khusus untuk Kontraktor Minyak Asing, jasa giro yang diterima perusahaan tidak perlu lagi dipungut pajak oleh Bank-bank pemberi jasa giro oleh karena pajaknya telah termasuk dalam kewajiban yang diselesaikan berdasarkan UU 8 Tahun 1971 Dewa Made Budiarta

36 PPN, PBB, dan pajak lainnya
Klausul Pajak dalam kontrak PSC Pertamina (Gov) menanggung dan membebaskan pajak lainnya (PPN, bea masuk, dsb) Pertamina, except with respect to Contractor’s obligation to pay the income tax and the final tax on profits after tax deduction, ASSUME and DISCHARGE all other Indonesian taxes of Contractor including value added tax, transfer tax, import and export duties on materials, equipment and supplies brought into Indonesia by Contractor , its contractors and subcontractors" exactions in respect of property, capital, net worth, operations, remittances or transactions including‘ any tax or levy on or in connection with operations performed hereunder by Contractor. Dewa Made Budiarta

37 PPN, PBB, dan Pajak lainnya
Crude Oil adalah bukan BKP, maka kontraktor KPS bukan PKP PPN Masukan yg harus dibayar akan dikembalikan (direimburse) oleh Pertamina / BP Migas Atas impor barang modal tidak dikenakan PPN impor mengingat barang modal tsb adalah milik Pemerintah (Pasal 15d UU 8/1971) Dewa Made Budiarta

38 PPN, PBB, dan Pajak lainnya
PBB, Pajak / Retribusi Daerah, dsb Sama halnya dengan PPN, maka Kontraktor tidak akan dibebani dengan PBB, Pajak Daerah, Retribusi daerah, dsb Pertamina / BP Migas akan membayar pajak-pajak tersebut yang diambil dari bagian pemerintah (Government share) sesuai dengan tagihan yang diterima oleh Kontraktor Dewa Made Budiarta

39 Pemeriksaan Pajak Pemeriksaan pajak
Dalam Pasal 29 UU No. 8/1971, Pemerintah mendelegasikan kewenangannya untuk memeriksa laporan tahunan KPS kepada BPKP Dirjen Pajak melalui surat No S-471/PJ.71/1990 tgl 16 Juli 1990 mendelegasikan kewenangan pemeriksaan pajak kepada BPKP Dirjen Pajak melalui surat No S-20/PJ.7/2003 tgl 17 Feb 2003 mencabut kembali S-471/PJ.71/1990 Dewa Made Budiarta

40 UU 22 Tahun 2001 Pasal 31 BU/BUT yg melaksanakan kegiatan usaha hulu wajib membayar penerimaan negara yg berupa pajak dan bukan pajak Penerimaan negara yg berupa pajak: pajak-pajak Bea masuk, dan pungutan lain atas impor dan cukai Pajak daerah dan retribusi daerah Penerimaan negara bukan pajak Bagian negara Pungutan negara yg berupa iuran tetap dan iuran eksplorasi dan eksploitasi Bonus-bonus Dewa Made Budiarta

41 UU No 22 Tahun 2001 4) Dalam KKS ditentukan bahwa kewajiban membayar pajak dilakukan sesuai dengan: Ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku pada saat KKS ditandatangani: atau Ketentuan peraturan per undang-undangan di bidang perpajakan yg berlaku Dewa Made Budiarta

42 Terimakasih Dewa Made Budiarta

43 FLOW OF REVENUE OF JOB-PSC
Dewa Made Budiarta

44 FLOW OF REVENUE OF JOB-EOR CONTRACT
Dewa Made Budiarta

45 FLOW OF REVENUE OF TAC Dewa Made Budiarta

46 Dewa Made Budiarta

47 Dewa Made Budiarta

48 Dewa Made Budiarta

49 Dewa Made Budiarta

50 DOMESTIC MARKET OBLIGATION (Section : Right and Obligation of the Parties)
Equity Share X 25% X Liftings (maximum) (Liftings – FTP – Inv. Credit) < Recoverables Operating Costs  DMO = zero Shall not be carried forward to any subsequent Year. Price : - Old Oil : - before Feb. 23, 1989 = US$0.20/BBL - after Feb. 23, 1989 = (10% X Actual Price/ICP)/BBL - New Oil : - (Actual Price/ICP)/BBL  for a period 60 months The Proceeds in excess of Old Oil price shall preferably be used to assist financing of continued exploration efforts by CONTRACTOR Dewa Made Budiarta


Download ppt "Aspek Perpajakan PSC Sekilas Industri Migas PSC Scheme"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google