Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

TEORI SUB-SURFACE FLOW SYSTEM (SFS) WETLANDS

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "TEORI SUB-SURFACE FLOW SYSTEM (SFS) WETLANDS"— Transcript presentasi:

1 TEORI SUB-SURFACE FLOW SYSTEM (SFS) WETLANDS
Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014 1

2 Samsó, R. dan J.García The Cartridge Theory: a description of the functioning of horizontal subsurface flow constructed wetlands for wastewater treatment, based on modelling results. Sci. Total Environ., (March): Despite the fact that horizontal subsurface flow constructed wetlands have been in operation for several decades now, there is still no clear understanding of some of their most basic internal functioning patterns. To fill this knowledge gap, Samsó dan García (2014) presented "The Cartridge Theory". This theory was derived from simulation results obtained with the BIO_PORE model and explains the functioning of urban wastewater treatment wetlands based on the interaction between bacterial communities and the accumulated solids leading to clogging. In this paper we start by discussing some changes applied to the biokinetic model implemented in BIO_PORE (CWM1) so that the growth of bacterial communities is consistent with a well-known population dynamics models. This discussion, combined with simulation results for a pilot wetland system, led to the introduction of "The Cartridge Theory", which states that the granular media of horizontal subsurface flow wetlands can be assimilated to a generic cartridge which is progressively consumed (clogged) with inert solids from inlet to outlet. Simulations also revealed that bacterial communities are poorly distributed within the system and that their location is not static but changes over time, moving towards the outlet as a consequence of the progressive clogging of the granular media. According to these findings, the life-span of constructed wetlands corresponds to the time when bacterial communities are pushed as much towards the outlet that their biomass is not anymore sufficient to remove the desirable proportion of the influent pollutants. 2

3 Langergraber , G Simulation of the treatment performance of outdoor subsurface flow constructed wetlands in temperate climates. Science of The Total Environment, 380(1–3): 210–219. . Numerical models are a means to increase the understanding of the processes occurring in the “black box” constructed wetland. Once reliable models for constructed wetlands are available they can be also used for evaluating and improving existing design criteria. Langergraber (2007) shows simulation results for outdoor experimental subsurface vertical flow constructed wetlands using CW2D, a multi-component reactive transport module developed to simulate transport and reactions of the organic matter, nitrogen and phosphorus in subsurface flow constructed wetlands. The surface area of the experimental vertical flow bed was 20 m2. The organic load applied was 27 g COD m− 2 d− 1 (corresponding to a specific surface area of 3 m2 per person). The aim of the work is to calibrate the model for temperature dependency that has been implemented in CW2D. Water temperature during the investigation period varied between 4 °C and 18 °C. The measured effluent concentrations during summer could be simulated using the standard CW2D parameter set when the flow model was calibrated well. However, the increasing effluent concentrations at low temperatures could not be simulated with the standard CW2D parameter set where temperature dependencies are considered only for maximum growth, decay, and hydrolysis rates. By introducing temperature dependencies for half-saturation constants for the hydrolysis and nitrification processes it was possible to simulate the observed behaviour (Langergraber , 2007). 3

4 Cerezo, R. G. , M. L Suárez dan M. R. V. Abarca. 2001
Cerezo, R.G., M.L Suárez dan M.R.V.Abarca The performance of a multi-stage system of constructed wetlands for urban wastewater treatment in a semiarid region of SE Spain. Ecological Engineering, 16(4): 501–517. . Cerezo, Suárez dan Abarca (2001) describes the results obtained in an experimental multi-stage system of created wetlands in Mojacar, in semiarid SE Spain, operating from June to October We compare the removal efficiency of four different series of treatments each consisting of three stages, using different flow rates of sewage, flow regimes, types of substrate and influents. Pretreated water from an anaerobic stabilization pond and treated water from the last pond of a lagoon system were used, the latter to test the system's suitability as a complementary system for removing nitrogen and phosphorus. In spite of the initial high wastewater concentrations, the effluent conforms to the strictest European norms (directive 91/271) for primary and secondary retention. A net treatment area of 2.3 m2/PE showed a high performance for SS (90–96%), COD (87%) and BOD5 removal (90%) during the early stages of operation; however, nutrient removal was lower than was expected as compared with other studies. The addition of iron to the substrate improved phosphorus retention significantly (from 55 to 66%). The decrease of the net treatment area to 1.2 m2/PE did not significantly affect the wetland performance, with the exception of COD removal (78%). Series fed with treated water from the lagoon system (1.6 m2/PE) noticeably improved the quality of the effluent (average values of 7 mg/l total-N and 3 mg/l total-P) (Cerezo, Suárez dan Abarca, 2001). 4

5 Akratos, C. S. , J. N. E. Papaspyros dan A. V. Tsihrintzis. 2009
Akratos, C.S., J.N.E.Papaspyros dan A.V. Tsihrintzis Total nitrogen and ammonia removal prediction in horizontal subsurface flow constructed wetlands: Use of artificial neural networks and development of a design equation. Bioresource Technology, 100(2): 586–596. Akratos, Papaspyros dan Tsihrintzis (2009) mengkaji sistem jaringan saraf tiruan (ANNs) untuk memprediksi penghapusan nitrogen oleh lahan basah buatan (CWS) dengan sistem aliran bawah permukaan horizontal (HSF). Pengembangan JST didasarkan pada data eksperimen dari lima unit CW berskala pilot. Pemilihan yang tepat komponen-komponen ANN dapat dicapai dengan menggunakan analisis komponen utama (PCA), yang mengidentifikasi faktor-faktor utama yang mempengaruhi penghapusan TN, yaitu Porositas Media, temperatur air limbah dan waktu tinggal hidrolik. Dua sistem jaringan saraf dianalisis: pertama hanya memasukkan tiga faktor yang dipilih dari PCA, dan yang ke dua melibatkan parameter meteorologi (yaitu, tekanan udara, curah hujan, kecepatan angin, radiasi matahari dan kelembaban udara). Model pertama dapat memprediksi penghapusan TN secara agak memuaskan (R2 = 0,53), dan model ke dua menghasilkan prediksi yang lebih baik (R2 = 0.69). Dari penerapan ANNs, persamaan desain diturunkan untuk prediksi penyerapan TN, menghasilkan prediksi yang sebanding dengan hasil prediksi ANNs (R2 = 0,47). Untuk validasi hasil ANNs dan persamaan desain, digunakan data yang dari literatur dan menunjukkan kinerja yang lebih memuaskan. 5

6 Li, W. , L. Cui, Y. Zhang, M. Zhang, X. Zhao dan Y. Wang. 2014
Li, W. , L.Cui, Y. Zhang, M. Zhang, X. Zhao dan Y. Wang Statistical Modeling of Phosphorus Removal in Horizontal Subsurface Constructed Wetland. Wetlands, 34(3): Sebuah lahan basah buatan deegan aliran bawah permukaan horisontal (HSSF-CW) dibangun untuk memperbaiki kualitas air danau buatan di Beijing dan penyelamatan satwa liar di pusat rehabilitasi, Beijing, Cina. Li et al. (2014) menggunakan Analisis Regresi Berganda (MRA) dan Artificial Neural Networks (ANNs) termasuk Multilayer Perceptron (MLP) dan Radial Basis Function (RBF) untuk memodelkan kinerja pengolahan total fosfor (TP). Dalam rangka meningkatkan efisiensi Model, parameter input yang dipilih sebagai konsentrasi influen TP, waktu retensi hidrolik, temperatur air limbah, bulan tahun, porositas, area, curah hujan dan evapotranspirasi berdasarkan metode analisis komponen utama (PCA) dan analisis redundansi (RDA). Algoritma genetika dan cross-validasi digunakan untuk menemukan arsitektur jaringan yang optimal dan parameter ANNs. Kinerja keseluruhan dari model divalidasi dengan menggunakan dataset yang berbeda-beda dari studi kasus selama tiga tahun. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemodelan yang menggunakan parameter-parameter yang memadai dan penting dapat menjadi alat yang efisien untuk memprediksi kinerja. Dengan membandingkan tiga model prediksi, model ANNs tampaknya lebih efisien daripada model MRA dalam hal penghapusan TP dan Model RBF paling akurat dan efisien untuk memodelkan proses pengolahan TP dalam sistem HSSF-CW. 6

7 Vymazal, J The use of subsurface-flow constructed wetlands for wastewater treatment in the Czech Republic. Ecological Engineering, 7(1): 1–14. Penggunaan lahan basah buatan untuk pengolahan air limbah merupakan teknologi baru di Republik Ceko. Survei yang dilakukan oleh Vymazal (1996) pada tahun 1993 mengungkapkan bahwa 28 sistem lahan basah buatan telah dibangun dan dioperasikan Selain itu, ditemukan bahwa 54 sistem lahan basah buatan masih dalam tahap desain. Survei ini dilakukan untuk mengidentifikasi parameter desain lahan basah buatan yang sudah ada dan yang masih direncanakan. Semua lahan basah buatan yang telah ada merupakan sistem lahan basah buatan aliran bawah permukaan horisontal yang mengolah secara mekanis air limbah kota atau air limbah domestik. Wilayah pengolahan sistem operasional berkisar antara 20 dan 6000 m2 dan populasi berkisar Tumbuhan Phragmites australis (Cav.) Trin. Ex Steud. paling sering digunakan dengan media tanamnya kerikil, pasir dan campurannya. Efisiensi pengolahan yang tinggi dalam hal BOD5 dan padatan tersuspensi, sedangkan efisiensi penyerapan hara relatif rendah. 7

8 Zhang,B. Y. , J. S. Zheng dan R. G. Sharp. 2010
Zhang,B.Y., J.S. Zheng dan R.G. Sharp Phytoremediation in Engineered Wetlands: Mechanisms and Applications. Procedia Environmental Sciences, 2(..): Fitoremediasi lahan basah buatan adalah tektik yang secara estetis, solar-driven, pasif berguna untuk membersihkan limbah termasuk logam, pestisida, minyak mentah, hidrokarbon polyaromatic, dan lindi TPA dan telah menjadi sarana yang semakin diakui untuk meningkatkan kapasitas pengolahan sistem lahan basah buatan. Zhang, Zheng dan Sharp ( 2010) membahas mekanisme fitoremediasi dalam sistem lahan basah buatan untuk mengurangi beban dari berbagai kontaminan, serta penerapan fitoremediasi sebagai teknologi ramah lingkungan dalam sistem lahan basah rekayasa di tingkat kedua laboratorium dan lapangan, diikuti dengan studi kasus aplikasi skala penuh di Newfoundland, Kanada. Kajian ini diharapkan dapat membantu menambah kapasitas dan untuk memahami fitoremediasi dalam sistem lahan basah buatan, serta membangun kerangka kerja yang efektif untuk aplikasi lebih lanjut. 8

9 Shelef, O. , A. Gross dan S. Rachmilevitch. 2012
Shelef, O., A. Gross dan S.Rachmilevitch The use of Bassia indica for salt phytoremediation in constructed wetlands. Water Research, 46(13): 2012, Pengolahan air limbah dan penggunaan kembali air limbah dalam sistem lahan basah buatan menawarkan cara alternatif yang murah, ramah lingkungan , untuk sistem-sistem buatan yang umum digunakan. Salinitas air limbah sering meningkat, terutama di daerah kering dan semi-kering, dan dapat membahayakan tanaman irigasi dari lahan basah. Shelef, Gross dan Rachmilevitch (2012) menemukan bukti kuat bahwa tanaman halohytic mampu mengurangi salinitas air limbah dengan mengakumulasikan garam dalam jaringan tubuhnya. Bassia indica merupakan halohytik tahunan dengan adaptasi toleransi garam yang unik. Tiga percobaan dilakukan untuk mengevaluasi kemampuan B. indica dalam fitoremediasi garam sebagai berikut: Sistem hidroponik dengan larutan garam campuran, lahan basah buatan aliran vertikal (RVFCW) dengan air limbah domestik, dan lahan basah buatan aliran vertikal (VFCW) untuk mengolah air limbah peternakan kambing. Tanaman B. Indica berhasil tumbuh berkembang alam semua tiga sistem dan mengurangi salinitas air limbah sebesar 20-60% dibandingkan dengan sistem lahan basah yang tidak ditanami atau sistem lahan basah yang ditanami dengan jenis tanaman lainnya. Penurunan salinitas ini disebabkan oleh akumulasi garam, terutama Na dan K, dalam daun tanaman. Percobaan ini dilakukan dalam skala operasi, menunjukkan model pengolahan baru yang dapat digunakan untuk desalinasi hijau dalam sistem lahan basah buatan dengan fitoremediasi garam di daerah padang pasir dan ekosistem lainnya (Shelef, Gross dan Rachmilevitch , 2012) . 9

10 Gomes, M. V. T. , R. R. de Souza, V. S. Teles dan É. A. Mendes. 2014
Gomes, M.V.T., R.R.de Souza, V.S.Teles dan É. A. Mendes Phytoremediation of water contaminated with mercury using Typha domingensis in constructed wetland. Chemosphere, 103(May): Kehadiran merkuri dalam lingkungan perairan merupakan masalah yang menjadi perhatian oleh sebagian besar komunitas ilmiah dan organisasi kesehatan masyarakat di seluruh dunia, karena stabilitas dan toksisitas logam berat ini. Fitoremediasi terdiri atas kelompok teknologi yang didasarkan pada penggunaan kejadian alami atau tanaman rekayasa genetika, untuk mengurangi, menghilangkan, menghancurkan atau melumpuhkan polutan dan bekerja sebagai alternatif untuk menggantikan metode pengolahan limbah konvensional karena kelestariannya (biaya dan energi untuk pemeliharaannya sangat rendah). Gomes, et al. (2014) melakukan percobaan skala pilot untuk mengevaluasi potensi macrophyte akuatik, Typha domingensis , dalam sistem lahan basah buatan dengan aliran bawah permukaan untuk fitoremediasi air yang terkontaminasi merkuri. Efisiensi pengurangan konsentrasi logam berat di lahan basah, dan serapan relatif logam oleh T. domingensis, bervariasi sesuai dengan waktu pemaparannya. Tingkat selanjutnya dari sistem ini ternyata tujuh kali lebih tinggi dari garis kontrol, hal ini menunjukkan bahwa kinerjanya lebih baik dan mengurangi 99,6 ± 0,4% dari merkuri yang ada dalam air yang terkontaminasi. Bila dibandingkan dengan spesies lainnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa T. domingensis mampu mengakumulasi merkuri yang lebih tinggi ( ± 0,7234 mg/kg) dengan koefisien transfernya 7750,9864 ± 569,5468 L/kg (Gomes, et al., 2014) . Hasil studi ini menunjukkan bahwa ada potensi besar dari macrophyte akuatik T. domingensis dalam sistem lahan basah buatan untuk fitoremediasi air yang terkontaminasi merkuri. 10

11 Türker, O. C. , H. Böcük dan A. Yakar. 2013
. Türker, O.C., H. Böcük dan A.Yakar The phytoremediation ability of a polyculture constructed wetland to treat boron from mine effluent. Journal of Hazardous Materials, 252–253(May): Türker, Böcük dan Yakar (2013) melakukan penelitian untuk mengetahui kemampuan sistem lahan basah buatan polikultur berskala kecil dengan aliran bawah permukaan (PCW) untuk mengolah boron (B) air limbah tambang boraks (Kırka, Turki) pada kondisi lapangan. Aplikasi ini merupakan salah satu metode pengolahan air limbah yang pertama dari jenis ini di Turki. Penelitian ini mengkaji bagaimana sistem lahan basah buatan dengan aliran permukaan dapat digunakan untuk mengolah air limbah tambang pada kondisi lapangan. Suatu sistem lahan basah buatan bervegetasi dicoba dnegan tanaman Phragmites australis dan Typha latifolia, dan air limbah tambang dialirkan melalui sistem lahan basah buatan ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi B dari air limbah tambang menurun mg/ltr (rata-rata tingkat penghapusan 32%). Individu tanaman T.latifolia menyerap boron total 250 mg/kg , sedangkan tanaman P. australis di PCW menyerap boron total 38 mg/kg selama periode penelitian (Türker, Böcük dan Yakar , 2013) . 11

12 Al-Baldawi, I. A. W. , S. R. Sheikh Abdullah, F. Suja, N. Anuar dan I
Al-Baldawi, I.A.W., S.R.Sheikh Abdullah, F.Suja, N.Anuar dan I. Mushrifah Effect of aeration on hydrocarbon phytoremediation capability in pilot sub-surface flow constructed wetland operation. Ecological Engineering, 61(Part A, Dec.): Al-Baldawi, et al. (2013) melakukan percobaan yang terdiri atas 12 reaktor lahan basah buatan, beroperasi pada konsentrasi diesel berbeda-beda 0%, 0,1%, 0,175% dan 0,25% (Vdiesel / Vwater) dan tingkat aerasi (0, 1 dan 2 L / menit) untuk mengevaluasi pengaruh aerasi terhadap kinerja pengolahan air limbah selama 72 hari operasi. Sistem Lahan basah buatan dengan aliran bawah permukaan (SSFCW) ditanami dengan tanaman asli Malaysia S. grossus. Penghapusan terbaik dari total hidrokarbon minyak bumi (TPH) dalam air yang terkontaminasi minyak diesel dalam reaktor SSFCW sebesar 84,1%, 86,3% dan 88,3%, untuk konsentrasi diesel 0,1%, 0,175% dan 0,25%; dengan aerasi 1 L / menit. Pasokan aerasi juga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan populasi bakteri, hal ini menunjukkan bahwa gabungan tanaman dan bakteri bersama-sama dengan aerasi merupakan pengolahan yang lebih baik untuk air yang terkontaminasi dengan diesel. Menurut analisis statistik, aerasi 1 L / min adalah parameter operasi hemat biaya untuk menghilangkan TPH dalam air yang terkontaminasi diesel dengan menggunakan tanaman S. grossus (Al-Baldawi, et al. , 2013) . 12

13 Al-Baldawi, I. A. W. , S. R. Sheikh Abdullah, F. Suja, N. Anuar dan I
. Al-Baldawi, I.A.W., S.R.Sheikh Abdullah, F. Suja, N. Anuar dan I. Mushrifah. 2013a. Comparative performance of free surface and sub-surface flow systems in the phytoremediation of hydrocarbons using Scirpus grossus. Journal of Environmental Management, 130(Nov.): 2013, Al-Baldawi, et al. (2013a) mengkaji dua jenis sistem aliran, aliran permukaan bebas (FSF) dan aliran bawah permukaan (SSF), untuk memilih cara yang lebih baik untuk menyerap total-hidrokarbon petrolium (TPH) dengan menggunakan diesel sebagai model hidrokarbon dalam uji fitotoksisitas bagi Scirpus grossus. Efisiensi penyerapan TPH untuk dua macam sistem aliran saling dibandingkan. Beberapa parameter air limbah, termasuk suhu (T, ° C), oksigen terlarut (DO, mg/L), potensial oksidasi-reduksi (ORP, mV), dan pH dicatat selama percobaan. Selain itu, panjang keseluruhan tanaman, bobot basah, dan bobot kering juga dianalisis. Uji fitotoksisitas menggunakan tanaman rumput S. grossus dilakukan selama 72 hari dengan konsentrasi diesel yang berbeda-beda (1%, 2%, dan 3%) (Vdiesel / Vwater). Perbandingan antara dua sistem aliran menunjukkan bahwa sistem SSF lebih efisien daripada sistem FSF dalam menghilangkan TPH dari air limbah sintetik, dengan efisiensi penyerapan rata-rata 91,5% dan 80,2%. Sistem SSF mampu mentolerir konsentrasi diesel yang lebih tinggi daripada adalah sistem FSF (Al-Baldawi, et al., 2013a) . 13

14 Davies,L. C. , C. C. Carias, J. M. Novais dan S. M. Dias. 2005
Davies,L.C., C.C. Carias, J.M. Novais dan S.M.Dias Phytoremediation of textile effluents containing azo dye by using Phragmites australis in a vertical flow intermittent feeding constructed wetland. Ecological Engineering, 25(5): . Davies et al. (2005) memilih pewarna azo, asam jeruk 7 (AO7), untuk mempelajari peran aktivitas peroksidase (POD) Phragmites australis (P. australis) dalam degradasinya pada sistem lahan basah buatan dengan aliran vertikal (VFCW). Ekstrak tumbuhan mentah ternyata mampu mendegradasi AO7 dan amina aromatik, setelah 120 jam kontak dengan H2O2, dan penyerapannya sebesar 40 mgAO7/liter. Sistem VFCW ternyata cocok untuk mengolah limbah yang mengandung zat warna azo. Untuk konsentrasi limbah 130 mgAO7/liter, aktivitas POD meningkat 2,1 kali lipat, 4,3 kali dan 12,9 kali lipat untuk daun, batang dan akar. Pada konsentrasi 700 mgAO7/ liter, penghambatan aktivitas POD segera terjadi, tetapi kembali ke tingkat sebelumnya setelah dua hari. Beban AO7 organik sebesar 21 hingga 105 g COD m2 /hari, menunjukkan kondisi non-toksisitas, yang diharapkan mampu mencapai penyerapan sebesar 11 hingga 67 g COD m2 /hari. Efisiensi penghilangan (penyerapan) [AO7] dan TOC ternyata serupa (sekitar 70%), hal ini merupakan indikasi mineralisasi AO7. Siklus A3H ternyata cukup untuk mendegradasi AO7 dan kapasitas sistem penyangga dari 5 hingga 25 menit per siklus ditunjukkan oleh kontrol tingkat penggenangan. 14

15 Galletti, A. , P. Verlicchi dan E. Ranieri. 2010
Galletti, A., P.Verlicchi dan E.Ranieri Removal and accumulation of Cu, Ni and Zn in horizontal subsurface flow constructed wetlands: Contribution of vegetation and filling medium. Science of The Total Environment, 408 (21): Galletti, Verlicchi dan Ranieri (2010) meneliti akumulasi dan penghapusan Cu, Ni dan Zn dalam dua sistem lahan basah buatan dengan aliran bawah permukaan horisontal untuk pengolahan air limbah domestik, yang berbeda-beda bentuk, kehadiran tumbuhan dan kedalaman airnya. Rata-rata tingkat persentase penyerapan yang sangat rendah untuk Cu (3% dan 9% dalam dua macam media tanam) dan lebih tinggi untuk Zn dan Ni (antara 25 dan 35%). Pada kondisi air limbah dengan konsentrasi Zn yang lebih tinggi, ternyata tingkat penyerapannya 78-87%, hal ini sesuai dengan data literatur lainnya. Selama puncak musim panen (Agustus), biomasa Phragmites australis (batang, daun dan bunga, akar dan rimpang) dianalisis dalam hal bobotnya dan konsentrasi logam berat untuk menilai distribusi logam berat di antara jaringan tanaman. Tanaman berkontribusi untuk penyerapan total logam berat pada tingkat lebih rendah daripada media-tanamnya. Jaringan tanaman di atas tanah menyerap 34% Cu, 1,8% Ni dan 6,2% Zn%, dan setelah dipanen ternyata pembuangan limbahnya tidak menimbulkan masalah bagi lingkungan. Jika logam berat hadir pada konsentrasi lebih tinggi dalam media-tanam dnegan aliran bawah permukaan horisontal, selama periode waktu tertentu, akumulasinya dalam media tanam memerlukan perawatan khusus untuk menghindari pelepasan logam berat ke lingkungan di sekitarnya. 15

16 Fraser, L. H. , S. M. Carty dan D. Steer. 2004
Fraser, L.H., S.M.Carty dan D.Steer A test of four plant species to reduce total nitrogen and total phosphorus from soil leachate in subsurface wetland microcosms. Bioresource Technology, 94(2): Fraser, Carty dan Steer (2004) menanam empat spesies tanaman lahan basah (Scirpus Validus, Carex lacustris, Phalaris arundinacea, dan Typha latifolia) secara monokultur dan campuran empat spesies untuk membandingkan efektivitas penyerapan hara dalam sistem mikrokosmos lahan basah buatan aliran bawah permukaan yang terkontrol. Jumlah N-total dan jumlah P-total dalam lindi tanah secara signifikan lebih tinggi dari mikrokosmos tanpa tanaman dibandingkan dengan mikrokosmos yang ditanami. Jenis tanaman S. Validus ternyata paling efektif dan P. arundinacea paling tidak efektif dalam menyerap N dan P dalam monokultur, dengan kapabilitas pengolahan yang serupa dengan mikrokosmos tanpa tanaman. Campuran empat spesies tanaman umumnya sangat efektif menyerap hara, namun hasilnya tidak berbeda signifikan dengan perlakuan monokultur. Pada akhir musim tanam (Oktober) efisiensi pengolahan secara signifikan lebih kurang dibandingkan dengan bulan sebelumnya, terutama untuk pengolahan tanpa tanaman. 16

17 Zurita,F. C. L. Del T. Sánchez, M. G. Lomelí, A. R. Sahagún, O. A. C
Zurita,F. C.L.Del T. Sánchez, M.G.Lomelí, A.R.Sahagún, O.A. C.Hernandez, G.R.Martínez dan J.R.White Preliminary study on the potential of arsenic removal by subsurface flow constructed mesocosms. Ecological Engineering, 47(October): Sistem lahan basah buatan dengan aliran bawah permukaan (SSFCW) pada saat ini sedang dievaluasi sebagai pilihan yang menjanjikan untuk menghilangkan As dari air minum. Masalah yang perlu dipertimbangkan adalah pemilihan jenis tanaman yang mampu mengakumulasikan As , selain memilih substrat untuk material media-tanam yang mempunyai kapasitas besar menyerap As. Zurita, et al. (20123) mengevaluasi penghapusan (penyerapan) total As pada sistem lahan basah buatan dengan aliran bawah permukaan yang berisi substrat oksida besi (tezontle) , baik tanpa tanaman dan ditanami dua jenis tanaman, Zantedeschia aethiopica dan Anemopsis californica , untuk fitoremediasi tanah tercemar As. Air tanah tercemar As rata-rata 34 ± 11 mg / L, digunakan dalam percobaan selama enam bulan. Total efisiensi penyerapan As selama tiga bulan pertama adalah 57,7 ± 7,1, 75,2 ± 7,1 dan 77,8 ± 7,1% pada perlakuan kontrol (tidak ditanami), perlakuan Z. aetiopica dan perlakuan A. californica. Sel-sel yang ditanami memiliki efisiensi penyerapan As lebih besar dibandingkan dengan sel-sel yang hanya berisi substrat saja. Selama enam bulan, konsentrasi As dalam air limbah secara signifikan lebih rendah dalam perlakuan yang ditanami dibandingkan dnegan perlakuan tanpa tanaman, yaitu sebesar 23, 18 dan 18 mg / L, dalam perlakuan kontrol (tidak ditanami), perlakuan Z. Aetiopica dan perlakuan A. californica. Hasil ini menunjukkan bahwa kehadiran tanaman (Z. aethiopica dan A. californica) meningkatkan penyerapan As dalam sistem lahan basah buatan dnegan aliran bawah permukaan. 17

18 Chen, Y. , Y. Wen, Z. Tang, L. Li, Y. Cai dan Q. Zhou. 2014
Chen, Y., Y.Wen, Z.Tang, L. Li, Y. Cai dan Q.Zhou Removal processes of disinfection byproducts in subsurface-flow constructed wetlands treating secondary effluent. Water Research, 51(March): Chen et al. (2014) mempelajari efisiensi penghapusan (penyerapan) dan kinetika desinfeksi hasil sisa (DBPs) dalam enam sistem SSF CWS skala laboratorium . Jenis tanaman Typha latifolia dan seresahnya digunakan sebagai teknologi fitoremediasi dan sebagai substrat utama, untuk menghilangkan DBP. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar dari 11 DBPs (kecuali kloroform dan 1, 1-dichloropropanone) secara efisien dapat dihilangkan (> 90%) dalam enam SSF CWS dengan waktu retensi hidrolik 5 hari dan tidak ada perbedaan yang signifikan di antara sistem yang dicobakan. Dalam kondisi rata-rata, penghapusan DBPs dalam SSF CWS mengikuti kinetika orde pertama dengan waktu paruh 1, ,2 jam. Efisiensi penyerapan kloroform lebih tinggi pada sistem yang ditanami dibandingkan dengan sistem yang tidak ditanami , dan serapan tanaman menyumbang lebih dari 23,8% penyerapan. Seresah tanaman sangat meningkatkan penyerapan trihalomethanes (THMs) dengan menyediakan substrat primer dan kondisi reduksi, dan pembentukan diklorometana mendukung biodegradasi anaerobik THMs melalui deklorinasi reduktif dalam SSF CWS. Trichloroacetonitrile benar-benar dihapus dalam waktu 10 jam dalam setiap sistem dan hidrolisis dianggap proses dominan karena ada pembentukan hasil sisa hidrolisis secara cepat, yaitu berupa trichloroacetamide. 18

19 . . Chen,Z., S. Wu, M. Braeckevelt, H.Paschke, M.Kästner, H.Köser dan P. Kuschk. 2012.
Effect of vegetation in pilot-scale horizontal subsurface flow constructed wetlands treating sulphate rich groundwater contaminated with a low and high chlorinated hydrocarbon. Chemosphere, 89(6): 2012, Jenis vegetasi berpengaruh terhadap kinerja sistem lahan basah buatan (CWS) dalam mengolah air limbah yang mengandung hidrokarbon berkhlor. Chen et al. (2012) mengkaji dua sistem skala pilot dengan aliran bawah permukaan horisontal (HSSF) CWS (dengan tanaman Phragmites australis dan tanpa tanaman) untuk mengolah air tanah kaya sulfat yang tercemar dengan MCB (monochlorobenzene, sebagai hidrokarbon berkhlor rendah), (sekitar 10 mg /L), dan PCE (perkloroetilena, sebagai hidrokarbon ber-khlor tinggi) (sekitar 2 mg /L). Dengan rata-rata beban MCB sebesar 299 mg /m2/hari, tingkat penyerapan 58 dan 208 mg /m2/hari dalam sistem lahahn basah buatan yang ditanami dan tanpa tanaman, setelah 4 m dari inlet. PCE hampir sepenuhnya dihapus pada kedua sistem lahan basah dengan beban aliran rata-rata 49 mg/m2/hari. Namun demikian, metabolit toksik cis-1 ,2-DCE (dichloroethene) dan VC (vinil klorida) terakumulasi dalam lahan basah yang ditanami; hingga 70% dan 25% dari PCE mengalami dekhlorinasi menjadi cis-1 ,2-DCE dan VC setelah 4 m dari inlet. Karena konsentrasi sulfat yang tinggi (sekitar 850 mg /L) dalam air tanah, tanaman menghasilkan karbon organik menyebabkan pembentukan sulfida (sampai 15 mg /L) dalam sistem lahan basah yang ditanami, hal ini mengganggu penyerapan MCB meskipun tidak signifikan secara statistik. Peranan signifikan vegetasi dalam penyerapan MCB hidrokarbon berkhlor rendah, mungkin karena jasad aerobik perombak MCB mendapatkan keuntungan dari oksigen yang dilepaskan oleh akar tanaman. Vegetasi juga mendorong deklorinasi PCE karena tanaman menghasilkan karbon organik, dan berpotensi untuk memberikan donor elektron bagi proses deklorinasi. 19

20 Calheiros,C. S. C. , A. O. S. S. Rangel dan P. M. L. Castro. 2007
Calheiros,C.S.C., A.O.S.S. Rangel dan P.M.L.Castro Constructed wetland systems vegetated with different plants applied to the treatment of tannery wastewater. Water Research, 41(8): Air limbah pengolahan kulit sangat kompleks dan menyebabkan pencemaran air jika dibuang ke lingkungan tanpa pengolahan yang memadai, terutama karena beban bahan organik yang tinggi. Calheiros, Rangel dan Castro (2007) mempelajari kelangsungan hidup spesies tanaman yang berbeda dalam sistem lahan basah buatan dengan aliran bawah permukaan horizontal yang menerima air limbah. Lima unit percontohan bervegetasi dengan jenis tanaman Canna indica, Typha latifolia, Phragmites australis, Stenotaphrum secundatum dan Iris pseudacorus, dan unit ke enam sebagai kontrol tanpa tanaman. Sistem pengolahan ini diperlakukan dnegan dua tingkat pembebanan hidrolik yang berbeda, yaitu 3 dan 6 cm/hari. COD berkurang sebesar 41-73% untuk beban organik pada inlet kg /ha/hari , dan BOD5 berkurang 41-58% untuk beban organik inlet kg /ha/hari. Penyerapan hara terjadi pada tingkat yang lebih rendah. Phragmites australis dan Typha latifolia adalah tanaman yang mampu tumbuh dan berkembang dnegan berhasil. Meskipun tingkat penghapusan bahan organik dari air limbah cukup tinggi, namun selama 17 bulan operasi tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal kinerja di antara unit-unit yang dipelajari. 20

21 Gonzalias, A. E. , P. Kuschk, A. Wiessner, M. Jank, M. Kästner dan H
Gonzalias, A.E., P.Kuschk, A.Wiessner, M.Jank, M. Kästner dan H. Köser Treatment of an artificial sulphide containing wastewater in subsurface horizontal flow laboratory-scale constructed wetlands. Ecological Engineering, 31(4): 2007, Secara umum, sistem lahan basah tampaknya menjadi metode yang potensial untuk mengatasi masalah sulfida pasca pengolahan anaerobik limbah digester, namun pengalaman praktis masih tidak cukup dan pengetahuan tentang penghapusan polutan sulfida masih langka. Gonzalias, et al. (2007) mengkaji transformasi sulfur, terutama dalam sistem lahan basah buatan dengan aliran bawah permukaan horisontal (kedalaman 35 cm) pada kondisi laboratorium dengan menggunakan air limbah buatan. Tanaman mempengaruhi tingkat penyerapan sulfida dan amonia. Konsentrasi sulfida dalam kisaran 1,5-2,0 mg /liter ditoleransi oleh tanaman dan dapat diserap secara lengkap dalam model lahan basah yang ditanami. Konsentrasi sulfida > 2,0 mg/liter menyebabkan ketidakstabilan penyerapan sulfida dan nitrogen. Tingkat penghapusan sulfida sebesar 94 mg sulfida /m2/hari dapat dicapai pada media tanam yang ditanami dengan waktu retensi hidrolik 2,5 hari. Sulfat mempengaruhi penyerapan sulfida. Dalam media-tanam kontrol yang ditanami penyerapannya hampir stabil pada kisaran mg N /m2/hari, namun ada variasi waktu retensi hidrolik, konsentrasi sulfida dan sulfat mempengaruhi laju penyerapan amonia dalam sistem yang ditanami ( mg N /m2/hari). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses-proses nitrifikasi, oksidasi sulfida, denitrifikasi dan penyerapan sulfat dapat terjadi secara bersamaan dalam rizosfer lahan basah buatan yang disebabkan oleh dinamika gradien kondisi redoks (aerobik-anaerobik) (Gonzalias, et al., 2007) . 21

22 . Seeger, E.M., U.Maier, P.Grathwohl, P.Kuschk dan M. Kaestner Performance evaluation of different horizontal subsurface flow wetland types by characterization of flow behavior, mass removal and depth-dependent contaminant load. Water Research, 47(2): Seeger et al. (2013) melakukan penelitian dengan beberapa sistem lahan basah buatan skala pilot (CWS: media-tanamnya kerikil dengan perlakuan tanaman dan tanpa tanaman) dan sistem hidrofonik tanaman (beroperasi pada dua tingkat kedalaman air), untuk mengolah tanah yang terkontaminasi BTEX, aditif bahan bakar MTBE dan amonium. Perilaku hidrodinamik dievaluasi dengan cara Metode momen temporal stopkontak kurva tracer (BTCS): Indeks hidrolik yang terkait dengan penghapusan kontaminan. Penyelidikan rinci aliran di dalam model CW berkerikil memungkinkan estimasi laju aliran dan beban kontaminan dalam CW. Hidrolika terbaik diamati pada sistem media kerikil yang ditanami (jumlah reaktor tangki adukan kontinyu N = 11.3, angka dispersi = 0.04, Angka Peclet = 23). Sistem hidroponik tanaman menunjukkan N lebih rendah dan kecenderungan dispersi lebih nyata, dimana tabel air yang tinggi sangat mengganggu karakteristik aliran dan efisiensi pengolahan. Penyerapan massa tertinggi dicapai oleh perlakuan tanaman pada tingkat rendah: 98% (544 mg /m2/hari), 78% (54 mg /m2/hari) dan 74% (893 mg /m2/hari1) untuk benzena, MTBE dan amonium-nitrogen. Dalam sistem CW perilaku aliran tergantung pada kedalaman, penanaman, dan posisi tabung outlet menjadi faktor kunci sehingga laju aliran dan kontaminan relatif lambat di bawah zona media berpori berakar rapat dalam sistem CW yang ditanami, dan aliran dasar yang cepat terjadi pada perlakuan tanpa tanaman (Seeger et al., 2013) . 22

23 Bindu,T. , V. P. Sylas, M. Mahesh, P. S. Rakesh dan E. V. Ramasamy
Bindu,T., V.P. Sylas, M. Mahesh, P.S. Rakesh dan E.V. Ramasamy Pollutant removal from domestic wastewater with Taro (Colocasia esculenta) planted in a subsurface flow system. Ecological Engineering, 33(1): Bindu, et al. (2008) melakukan penelitian tentang pengolahan air limbah berbasis makro-fita untuk menyelidiki efisiensi penyerapan hara oleh Colocasia esculenta, suatu jenis makrofita akuatik. Limbah domestik digunakan sebagai air limbah dalam penelitian ini. Terlepas dari penyerapan hara, stabilisasi bahan organik yang ada dalam air limbah juga dinilai dalam hal pengurangan COD. Tanaman yang dibudidayakan di air dangkal didukung oleh media tanam kerikil dan air limbah dibiarkan mengalir melalui media tanam secara kontinyu dengan mode aliran bawah permukaan (ABP). Penelitian ini dilakukan selama 20 hari dengan perubahan air limbah setiap hari ke-20 pada awalnya, dan setiap hari ke-5 pada tahap berikutnya. Kontrol LBB tanpa tanaman juga dioperasikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sistem LBB dengan aliran bawah permukaan yang ditanami C. esculenta dapat menurunkan nitrat dan fosfat pada air limbah, dan menurunkan kandungan bahan organik. Kualitas air yang diolah dari sistem dengan tanaman ternyata lebih baik dibandingkan dengan sistem tanpa tanaman. Jenis C. esculenta ditemukan mampu bertahan pada konsentrasi COD setinggi mg / liter (Bindu, et al., 2008) . 23

24 Zhang,C. B. , J. Wang, W. L. Liu, S. X. Zhu, H. L. Ge, S. X. Chang, J
Zhang,C.B., J. Wang, W.L.Liu, S.X.Zhu, H.L.Ge, S.X. Chang, J. Chang dan Y. Ge Effects of plant diversity on microbial biomass and community metabolic profiles in a full-scale constructed wetland. Ecological Engineering, 36(1): Dalam sistem lahan basah buatan, pengetahuan tentang hubungan antara pola komunitas mikroba dengan keanekaragaman tumbuhan masih sangat kurang. Zhang et al. (2010) melakukan kajian sistem lahan basah buatan dengan aliran bawah permukaan vertikal sekala penuh (SVFCW, 1000 m2) dengan fokus pada pengolahan air limbah domestik. Produksi biomassa tanaman sangat berkorelasi dengan kekayaan spesies tanaman. Peningkatan kekayaan spesies tanaman meningkatkan karbon dan nitrogen biomassa mikroba dan pemanfaatan asam amino pada Ecoplates, namun pemanfaatan amina / amida sangat terbatas. Analisis komponen utama (PCA) menunjukkan bahwa keragaman dan profil fisiologis tingkat komunitas (CLPP) mikroba pada inkubasi 168 jam sangat tergantung pada ada atau tidak adanya spesies tanaman dalam sistem SVFCW, tetapi tidak tergantung pada kekayaan spesies. 24

25 Marchand,L. , M. Mench, D. L. Jacob dan M. L. Otte. 2010
Marchand,L., M. Mench, D.L. Jacob dan M.L.Otte Metal and metalloid removal in constructed wetlands, with emphasis on the importance of plants and standardized measurements: A review. Environmental Pollution, 158(12): Marchand dkk. (2010) mengintegrasikan pengetahuan tentang penyerapan logam dan metaloid dari air yang terkontaminasi dalam sistem lahan basah buatan dan menawarkan agenda penelitian masa depan. Proses penyerapan logam dalam sistem lahan basah buatan juga dijelaskan, demikian juga peran dan dampak pada efisiensi tanaman dalam sistem lahan basah buatan. Pengaruh ekotipe tanaman dan kelas tanaman (monokotil dan dikotil) dan ukuran sistem CW terhadap penyerapan logam juga dianalisis. Tingkat penyerapan logam dalam sistem lahan basah buatan tergantung pada jenis unsur (Hg> Mn> Fe = Cd> Pb = Cr> Zn = Cu> Al> Ni> As), bentuk ioniknya, kondisi substrat, musim, dan jenis tanaman. Suatu indeks efisiensi pengolahan relatif (RTEI) diusulkan untuk mengukur dampak pengolahan terhadap penyerapan logam dalam sistem lahan basah buatan. Penelitian lebih lanjut diperlukan pada komponen-komponen kunci, seperti pengaruh ekotipe tanaman dan komunitas mikroba, untuk meningkatkan efisiensi penyerapan logam dalam pengolahan air limbah. 25

26 Akinbile, C. O. , M. S. Yusoff dan A. Z. A. Zuki. 2012
. Akinbile, C.O., M.S.Yusoff dan A.Z. A. Zuki Landfill leachate treatment using sub-surface flow constructed wetland by Cyperus haspan. Waste Management, 32(7): Akinbile, Yusoff dan Zuki (2012) mengevaluasi kinerja sistem lahan basah buatan aliran bawah permukaan dengan skala pilot untuk mengolah lindi dari Sanitary Landfill (PBSL). Sistem lahan basah buatan ditanami tanaman Cyperus haspan dengan media-tanamnya pasir dan kerikil. Percobaan dioperasikan selama tiga minggu waktu retensi dan selama eksperimentasi, influen dan sampel limbah diuji untuk mengukur pH, kekeruhan, warna, total padatan tersuspensi (TSS), kebutuhan oksigen kimia (COD), kebutuhan oksigen biokimia (BOD5), amonia nitrogen (NH3-N), fosfor total (TP), total nitrogen (TN) dan konsentrasi besi (Fe), magnesium (Mg), mangan (Mn) dan seng (Zn). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sistem lahan basah buatan dengan tanaman C. haspan yang mampu menghapus 7,2-12,4% pH, 39,3-86,6% kekeruhan, 63,5-86,6% warna, 59,7-98,8% TSS, 39,2-91,8% COD, 60,8-78,7% BOD5, 29,8-53,8% NH3-N, 59,8-99,7% P, 33,8-67,0% N, 34,9-59,0% Fe, 29,0-75,0% Mg, 51,2-70,5% Mn , dan 75,9-89,4% Zn (Akinbile, Yusoff dan Zuki , 2012) . Pentingnya penyerapan polutan ini diwujudkan dalam kualitas air yang diperoleh pada akhir penelitian. Efisiensi penyerapan yang tinggi dalam penelitian ini membuktikan bahwa air lindi dapat diolah secara efektif dengan menggunakan Sistem lahan basah buatan aliran bawah permukaan dengan jenis tanaman C. haspan. 26

27 . Ji, G.D., T.H.Sun dan J.R.Ni Surface flow constructed wetland for heavy oil-produced water treatment. Bioresource Technology, 98(2): Ji, Sun dan Ni (2007) melakukan penelitian untuk mengolah air limbah minyak berat dari Cina Liaohe Oilfield dalam sistem lahan basah buatan aliran permukaan (SFCW) dalam percobaan lapangan selama tiga tahun. Pengolahan air limbah ini menunjukkan efisiensi yang tinggi , berarti penghapusan 80%, 93%, 88% dan 86% untuk COD, minyak, BOD dan TKN untuk tanaman # 1 ; dan 71%, 92%, 77%, dan 81% untuk COD, minyak , BOD dan TKN, untuk tanaman # 2. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pada tahun ke tiga operasi sistem, air limbah pemngolahan minyak memiliki dampak positif pada parameter kesehatan tanaman. Dengan demikian, tanaman ini dapat digunakan sebagai komponen sistem lahan basah buatan untuk mengolah air limbah, dan sistem SFCW ini dapat beroperasi untuk waktu yang lama.. 27

28 Lizama, A. K. , T. D. Fletcher dan G. Sun. 2011
. Lizama, A.K., T.D. Fletcher dan G. Sun Removal processes for arsenic in constructed wetlands. Chemosphere, 84(8): Pencemaran arsenik dalam lingkungan perairan menjadi perhatian seluruh dunia karena toksisitas dan efek kronisnya terhadap kesehatan manusia. Kekhawatiran ini telah menghasilkan peningkatan minat penggunaan teknologi pengolahan yang berbeda-beda untuk menghilangkan arsenik dari air yang terkontaminasi. Sistem lahan basah buatan adalah sistem alami hemat biaya yang berhasil digunakan untuk menghapus berbagai polutan, dan telah menunjukkan kemampuannya untuk menghilangkan arsenik dalam air limbah. Lizama , Fletcher dan Sun ( 2011) mengkaji proses-proses penghapusan arsenik, implikasinya untuk pengolahan air limbah dengan sistem lahan basah buatan, dan mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan kritis serta agenda penelitian masa depan. Reaktivitas arsenik berarti bahwa spesies arsenik yang berbeda-beda dapat ditemukan dalam sistem lahan basah buatan, dipengaruhi oleh vegetasi, mikroorganisme dan tipe media-tanam. Terlepas dari kenyataan bahwa serapan, presipitasi dan ko-presipitasi merupakan proses-proses utama yang bertanggung jawab untuk menghilangkan arsenik, ternyata komunitas bakteri dapat memediasi proses ini dan dapat memainkan peran penting pada kondisi lingkungan yang sesuai. Faktor yang paling penting yang mempengaruhi spesiasi arsenik adalah pH, ​​alkalinitas, suhu, oksigen terlarut, kehadiran spesies kimia lainnya (besi, belerang, fosfat ), sumber karbon, dan substrat dalam sistem lahan basah buatan. Studi komunitas mikroba dan spesiasi arsenik dalam fase padat dengan menggunakan teknik-teknik canggih dapat memberikan wawasan lebih lanjut tentang penghapusan arsenik . 28

29 Dan, A. , Y. Yang, Y. Dai, C. Chen, S. Wang dan R. Tao. 2013
. Dan, A., Y. Yang, Y. Dai, C.Chen, S. Wang dan R.Tao Removal and factors influencing removal of sulfonamides and trimethoprim from domestic sewage in constructed wetlands. Bioresource Technology, 146(Oct.): 2013, Dan et al. (2013) mengkaji dua belas sistem lahan basah buatan skala pilot dengan konfigurasi yang berbeda-beda di lapangan untuk mengevaluasi penyerapan polutan dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan sulfonamid (sulfadiazin, sulfapyridine, sulfacetamide, sulfamethazine dan sulfametoksazol) dan trimetoprim dari air limbah domestik. Perlakuan yang dicobakan termasuk empat jenis aliran, tiga substrat, dua jenis tanaman dan tiga tingkat pembebanan hidrolik selama dua musim (musim panas dan musim dingin). Kebanyakan antibiotik dapat secara efisien dihapus oleh lahan basah buatan; khususnya, sistem lahan basah buatan khusus untuk degradasi sulfapyridine. Jenis aliran merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam penelitian ini, dan penyerapan terbaik sulfonamid dicapai pada sistem lahan basah buatan aliran vertikal bawah permukaan. Namun demikian, fenomena yang berlawanan ditemukan pada penyerapan trimethoprim. Hubungan yang signifikan terjadi antara degradasi antibiotik dan suhu yang lebih tinggi dan potensial redoks, hal ini menunjukkan bahwa jalur mikrobiologi merupakan rute degradasi yang paling mungkin untuk sulfonamid dan trimethoprim dalam sistem lahan basah buatan.. 29

30 Farnet, A. M. , P. Prudent, F. Ziarelli, M. Domeizel dan R. Gros. 2009
Farnet, A.M., P. Prudent, F. Ziarelli, M. Domeizel dan R. Gros Solid-state 13C NMR to assess organic matter transformation in a subsurface wetland under cheese-dairy farm effluents. Bioresource Technology, 100(20): Farnet, et al. (2009) menggunakan Solid-state 13C NMR untuk mengkaji transformasi bahan organik dalam sistem lahan basah buatan dengan aliran bawah permukaan dari limbah peternakan keju-susu sekala kecil pada kondisi iklim Mediterania. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio yang biasa digunakan untuk mengukur humification, (aromatisitas dan rasio Alkyl-C/O-Alkyl-C) dapat dianggap sebagai indikator kimia yang relevan untuk transformasi bahan organik. Polisakarida diubah seluruhnya dalam sistem lahan basah buatan aliran bawah permukaan , sedangkan aromatik, fenolik dan senyawa alkil mengalami akumulasi. Selain itu, sinyal C-fenolik dan sinyal O-Alkyl-C berkorelasi negatif dengan protease dan aktivitas β-galaktosidase , hal ini menunjukkan bahwa molekul yang tahan mengalami akumulasi. Hasil ini berkorelasi dengan hasil pemurnian yang bagus: penurunan rata-rata COD sebesar 90.75% dan Total N-Kjeldahl sebesar 75.65% (Farnet, et al., 2009) . Dengan demikian sistem lahan basah buatan dengan aliran bawah permukaan dapat dianggap sebagai teknologi yang efisien untuk memurnikan air limbah yang kaya bahan organik, seperti limbah keju-susu, dalam kondisi iklim yang drastis. Selain itu studi ini mengkaji fakta bahwa solid-state 13C NMR merupakan alat –bantu yang cocok untuk mengikuti proses transformasi bahan organik. 30

31 Vymazal, J. 2009a. The use constructed wetlands with horizontal sub-surface flow for various types of wastewater. Ecological Engineering, 35(1): 1-17. Vymazal (2009a) mengkaji penggunaan sistem lahan basah buatan dengan aliran bawah permukaan horisontal (HF CWS) untuk pengolahan air limbah selama lebih dari 30 tahun. Kebanyakan HFCWS telah dirancang untuk mengolah air limbah kota atau air limbah domestik. Metode HFCWS tidak hanya fokus pada polutan umum tetapi juga pada parameter khusus seperti obat-obatan, bahan kimia endokrin berbahaya atau alkylbenzensulfonates linear (LAS). Metode HFCWS juga digunakan untuk mengolah banyak jenis air limbah. Aplikasi industri termasuk air limbah kilang minyak, industri kimia, industri pulp dan kertas, penyamakan kulit dan industri tekstil, rumah potong hewan, dan industri penyulingan minuman anggur. Secara khusus, penggunaan Metode HFCWS menjadi sangat umum untuk pengolahan air limbah industri makanan (misalnya, produksi dan pengolahan susu, keju, dan industri gula). Lahan basah buatan HF juga berhasil digunakan untuk mengolah air limbah dari pertanian (misalnya peternakan babi dan peternakan unggas, limbah perikanan) dan berbagai jenis air limpasan (pertanian, bandara, jalan raya, rumah kaca, pembibitan tanaman). Metode HFCWS ini juga efektif digunakan untuk mengolah air lindi sampah. Selain digunakan sebagai satu kesatuan, Metode HFCWS juga digunakan dalam kombinasinya dengan jenis-jenis lahan basah buatan dalam sistem hybrid (Vymazal , 2009a) . 31

32 Cardinal,P. , J. C. Anderson, J. C. Carlson, J. E. Low, J. K
. Cardinal,P., J.C. Anderson, J.C. Carlson, J.E. Low, J.K. Challis, S. A. Beattie, C.N. Bartel, A.D. Elliott, O.F. Montero, S.Lokesh, A.Favreau, T.A. Kozlova, C.W. Knapp, M.L. Hanson dan C.S. Wong Macrophytes may not contribute significantly to removal of nutrients, pharmaceuticals, and antibiotic resistance in model surface constructed wetlands. Science of The Total Environment, 482–483(June): Outdoor shallow wetland mesocosms, designed to simulate surface constructed wetlands to improve lagoon wastewater treatment, were used to assess the role of macrophytes in the dissipation of wastewater nutrients, selected pharmaceuticals, and antibiotic resistance genes (ARGs). Specifically, mesocosms were established with or without populations of Typha spp. (cattails), Myriophyllum sibiricum (northern water milfoil), and Utricularia vulgaris (bladderwort). Following macrophyte establishment, mesocosms were seeded with ARG-bearing organisms from a local wastewater lagoon, and treated with a single pulse of artificial municipal wastewater with or without carbamazepine, clofibric acid, fluoxetine, and naproxen (each at 7.6 μg/L), as well as sulfamethoxazole and sulfapyridine (each at 150 μg/L). Rates of pharmaceutical dissipation over 28 d ranged from to 3.0 d− 1, corresponding to half-lives of 0.23 to 9.4 d. Based on calculated rate constants, observed dissipation rates were consistent with photodegradation driving clofibric acid, naproxen, sulfamethoxazole, and sulfapyridine removal, and with sorption also contributing to carbamazepine and fluoxetine loss. Of the seven gene determinants assayed, only two genes for both beta-lactam resistance (blaCTX and blaTEM) and sulfonamide resistance (sulI and sulII) were found in sufficient quantity for monitoring. Genes disappeared relatively rapidly from the water column, with half-lives ranging from 2.1 to 99 d. In contrast, detected gene levels did not change in the sediment, with the exception of sulI, which increased after 28 d in pharmaceutical-treated systems. These shallow wetland mesocosms were able to dissipate wastewater contaminants rapidly. However, no significant enhancement in removal of nutrients or pharmaceuticals was observed in mesocosms with extensive aquatic plant communities. This was likely due to three factors: first, use of naïve systems with an unchallenged capacity for nutrient assimilation and contaminant removal; second, nutrient sequestration by ubiquitous filamentous algae; and third, dominance of photolytic processes in the removal of pharmaceuticals, which overshadowed putative plant-related processes. Cardinal, et al. (2014) mengkaji sistem mesokosmos lahan basah dangkal terbuka untuk mensimulasikan pengolahan air limbah laguna, dan menilai peran tumbuhan dalam disipasi hara yang ada dalam air limbah, farmasi, dan gen resistensi antibiotik (ARG). Secara khusus, mesokosmos didirikan dengan atau tanpa populasi Typha spp. (Cattails), Myriophyllum sibiricum (utara Milfoil air), dan Utricularia vulgaris (bladderwort). Setelah pendirian macrophyte, mesocosms yang diunggulkan dengan organisme ARG-bantalan dari laguna air limbah setempat, dan diperlakukan dengan pulsa tunggal dari air limbah kota buatan dengan atau tanpa carbamazepine, asam clofibric, fluoxetine, dan naproxen (masing-masing 7,6 mg / L), sebagai serta sulfamethoxazole dan sulfapyridine (masing-masing 150 mg / L). Tingkat disipasi farmasi lebih dari 28 d berkisar 0,073-3,0 d-1, sesuai dengan waktu paruh dari 0,23-9,4 d. Berdasarkan konstanta laju dihitung, tingkat disipasi diamati konsisten dengan fotodegradasi mengemudi asam clofibric, naproxen, sulfamethoxazole, dan penghapusan sulfapyridine, dan dengan penyerapan juga berkontribusi terhadap carbamazepine dan kehilangan fluoxetine. Dari tujuh faktor penentu gen diuji, hanya dua gen untuk kedua resistensi beta-laktam (blaCTX dan blaTEM) dan resistensi sulfonamide (Suli dan sulII) ditemukan dalam jumlah yang cukup untuk pemantauan. Gen menghilang relatif cepat dari kolom air, dengan waktu paruh berkisar 2,1-99 d. Sebaliknya, tingkat gen terdeteksi tidak berubah dalam sedimen, dengan pengecualian dari Suli, yang meningkat setelah 28 d dalam sistem-farmasi diobati. Ini mesocosms lahan basah dangkal mampu menghilangkan kontaminan air limbah dengan cepat. Namun, tidak ada peningkatan yang signifikan dalam penghapusan nutrisi atau obat-obatan diamati pada mesocosms dengan komunitas tumbuhan air yang luas (Cardinal, et al., 2014) . Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tiga faktor: pertama, penggunaan sistem naif dengan kapasitas tak tertandingi untuk asimilasi nutrisi dan penghapusan kontaminan; kedua, nutrisi penyerapan oleh mana-mana lumut; dan ketiga, dominasi proses photolytic dalam penghapusan obat-obatan, yang dibayangi proses-pabrik yang berkaitan diduga. 32

33 Yadav,A. K. , N. Kumar, T. R. Sreekrishnan, S. Satya dan N. R. Bishnoi
Yadav,A.K., N. Kumar, T.R. Sreekrishnan, S. Satya dan N.R.Bishnoi Removal of chromium and nickel from aqueous solution in constructed wetland: Mass balance, adsorption–desorption and FTIR study. Chemical Engineering Journal, 160(1): . . Yadav, et al. (2010) meneliti penyerapan kromium dan nikel dari larutan dalam mikrokosmos lahan basah buatan menggunakan tanaman Canna indica Lin. Pengaruh waktu retensi hidrolik yang berbeda (HRTs), konsentrasi logam awal dan ketebalan media-tanam kerikil terhadap penyerapan kromium dan nikel dianalisis dalam penelitian ini. Penyerapan maksimum kromium dan nikel ternyata sebesar 98,3 (± 0,32) dan 96,2 (± 1,52)%, pada konsentrasi awal 10 mg/liter dan pada HRT 48 jam dan ketebalan media-tanam kerikil 0,95 m. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemungkinan mekanisme penyerapan logam dan mobilitasnya dalam tanaman. Dalam rangka untuk menggunakan kembali kerikil yang sudah jenuh, kemungkinan desorpsi juga dianalisis. Desorpsi kromium sebesar 35, 25 dan 33% dan desorpsi nikel sebesar 60, 98 dan 100% dari media-tanam kerikil dapat dicapai dengan menggunakan larutan 0,50 mM EDTA, 0,1 M HNO3 dan 0,1 M CaCl2. 33

34 Liang,M. Q. , C. F. Zhang, C. L. Peng, Z. L. Lai, D. F. Chen dan Z. H
Liang,M.Q., C.F. Zhang, C.L. Peng, Z.L.Lai, D.F. Chen dan Z.H.Chen Plant growth, community structure, and nutrient removal in monoculture and mixed constructed wetlands. Ecological Engineering, 37(2): Liang et al. (2011) melakukan studi untuk membandingkan pertumbuhan, struktur komunitas, dan tingkat penghapusan hara , antara sistem lahan basah monokultur dan lahan basah campuran, berdasarkan hipotesis bahwa hal ini tergantung pada spesies tanaman yang digunakan dalam sistem lahan basah. Sistem lahan basah monokultur skala pilot dan sistem campuran dipelajari selama lebih dari 4 tahun. Sistem lahan basah monokultur memiliki tinggi komunitas tanaman mirip dengan lahan basah campuran selama tahun-tahun awal , tetapi ketinggian tanaman ini lebih rendah dari lahan basah campuran selama tahun-tahun berikutnya. Sistem lahan basah monokultur memiliki distribusi vertikal mirip biomassa di bawah tanah lebih dari 4 tahun, sedangkan lahan basah campuran menunjukkan perubahan yang signifikan dalam distribusi vertikal biomassa di bawah tanah dalam 2 tahun terakhir. Monokultur lahan basah memiliki biomasa tanaman bagian di atas tanah lebih ebsar dan biomassa daun yang sama di tahun-tahun pertama, dan biomasa di atas tanah biomassa yang lebih kecil dan biomassa daun lebih kecil daripada lahan basah campuran selama dua tahun terakhir. Sistem lahan basah campuran ternyata lebih rendah tingkat removal NH4-N pada tahun pertama, dan secara signifikan lebih tinggi tingkat removal NH4-N di tahun-tahun berikutnya, jika dibandingkan dengan sistem lahan basah monokultur. Studi ini menunjukkan bahwa persaingan spesies tanaman dan pertumbuhan bagian tanaman di atas tanah menunjukkan perbedaan yang signifikan antara sistem lahan basah buatan monokultur dan campuran dalam hal pertumbuhan tanaman, struktur komunitas, dan tingkat penghapusan hara (Liang et al., 2011). 34

35 Allende,K. L. , T. D. Fletcher dan G. Sun. 2011
Allende,K.L., T.D.Fletcher dan G.Sun Enhancing the removal of arsenic, boron and heavy metals in subsurface flow constructed wetlands using different supporting media. Water Sci. Technol., 63(11): Kehadiran arsen dan logam berat dalam sumber-sumber air minum menimbulkan risiko kesehatan yang serius karena efek toksikologinya bersifat kronis. Lahan basah buatan memiliki potensi untuk menghapus arsen dan logam berat yang ada dalam air limbah, tetapi masih sedikit sekali yang diketahui tentang efisiensi penyerapan polutan dan keandalan lahan basah buatan untuk tugas ini. Allende, Fletcher Dan Sun (2011) meneliti penggunaan sistem lahan basah buatan aliran bawah permukaan vertikal untuk menghilangkan arsenik, boron, tembaga, seng, besi dan mangan dari air limbah sintetis. Kerikil, batu kapur, zeolit ​​dan sabut-kelapa digunakan sebagai media-tanam yang basah. Media kerikil konvensional hanya menunjukkan kemampuan yang terbatas dalam menghilangkan arsenik, besi, tembaga dan seng; dan hampir tidak ada kemampuan dalam menghilangkan mangan dan boron. Sebaliknya, media alternatif pada lahan basah buatan: sabut-kelapa, zeolit ​​dan batu kapur, menunjukkan efisiensi yang signifikan ( dalam hal penghapusan persentase dan tingkat massa per m3 volume lahan basah buatan) untuk menghilangkan arsenik, besi, mangan, tembaga dan seng; kemampuannya untuk menghapus boron, juga lebih tinggi dibandingkan dengan media kerikil (Allende, Fletcher Dan Sun, 2011). 35

36 Lim, P. E. , K. Y. Mak, N. Mohamed dan A. M. Noor. 2003
Lim, P.E., K.Y.Mak, N.Mohamed dan A.M.Noor Removal and speciation of heavy metals along the treatment path of wastewater in subsurface-flow constructed wetlands. Water Sci. Technol., 48(5): . Lim et al. (2003) melakukan penelitian untuk: (1) mengevaluasi kinerja lahan basah buatan dalam menghilangkan Zn, Pb dan Cd, secara sendiri-sendiri , serta kombinasi Zn, Pb, Cd dan Cu ; (2) menyelidiki pola spesiasi logam terlarut yang dibedakan menurut pendeteksiannya dengan Metode anodik stripping voltametri (ASV) dan labilitasnya terhadap resin Chelex sepanjang jalur pengolahan air limbah yang mengandung logam dalam sistem lahan basah buatan dengan aliran bawah permukaan horisontal. Empat unit lahan basah buatan skala laboratorium ditanami tanaman rawa (Typha latifolia) yang dioperasikan di luar ruangan selama enam bulan. Tiga unit lahan basah buatan yang masing-masing diberi suplai air limbah domestik diperkaya dengan Zn (II), Pb (II) dan Cd (II), sedangkan unit ke empat diperkaya dnegan kombinasi Zn (II), Pb (II), Cd (II) dan Cu (II). Efisiensi penghapusan logam lebih dari 99% dapat dicapai untuk unit lahan basah buatan yang mengolah logam tunggal sendiri-sendiri atau kombinasinya asalkan kapasitas penyerapan media tanam tidak terlampaui (Lim et al., 2003). Ketika mengolah kombinasi logam, efek antagonis, lebih signifikan untuk Pb dan Cd, pada serapan logam sorptive media. Berdasarkan pola spesiasi logam, sistem lahan basah tampaknya mampu mempertahankan spesies logam As(V) yang labil pada tingkat yang relatif rendah (<10%) sebelum media tanam menjadi ejenuh. 36

37 Lizama, A. K. , T. D. Fletcher dan G. Sun. 2011
Lizama, A. K. , T.D.Fletcher dan G.Sun Removal processes for arsenic in constructed wetlands . Chemosphere, 84(8): Pencemaran arsenik dalam lingkungan perairan menjadi perhatian seluruh dunia karena toksisitas dan efek kronisnya terhadap kesehatan manusia. Lahan basah buatan dianggap sebagai sistem alami hemat biaya dan berhasil digunakan untuk menghapus berbagai polutan, dan sistem ini telah menunjukkan kemampuannya untuk menghilangkan arsenik dari air limbah. Lizama, Fletcher Dan Sun (2011) mengkaji proses-proses penghapusan arsenik, membahas implikasi untuk lahan basah buatan, dan mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan kritis dan agenda penelitian masa depan. Reaktivitas arsenik menunjukkan bahwa spesies arsenik yang berbeda-beda dapat ditemukan dalam sistem lahan basah, dipengaruhi oleh vegetasi, mikroorganisme dan media tumbuh pendukungnya. Terlepas dari kenyataan bahwa serapan, curah hujan dan kopresipitasi merupakan proses-proses utama yang bertanggung jawab untuk menghilangkan arsenik, bakteri dapat memediasi proses ini dan dapat memainkan peran penting pada kondisi lingkungan yang menguntungkan. Faktor yang paling penting yang mempengaruhi spesiasi arsenik adalah pH, ​​alkalinitas, suhu, oksigen terlarut, kehadiran spesies kimia lainnya (besi, belerang, fosfat ) , sumber karbon, dan substrat lahan basah. Studi tentang komunitas mikroba dan spesiasi arsenik dalam fase padat dengan menggunakan teknik-teknik canggih dapat memberikan wawasan lebih lanjut tentang penghapusan arsenik yang ada dlaam air limbah. 37


Download ppt "TEORI SUB-SURFACE FLOW SYSTEM (SFS) WETLANDS"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google