Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Manajemen Penerimaan Daerah

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Manajemen Penerimaan Daerah"— Transcript presentasi:

1 Manajemen Penerimaan Daerah

2 Pendahuluan Hubungan keuangan pusat dan daerah dalam rangka otonomi daerah dilakukan dengan memberikan kebebasan kepada daerah untuk melaksanakan fungsinya secara efektif. Untuk melaksanakan fungsi tersebut harus ada dukungan sumber-sumber keuangan yang memadai baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman daerah maupun lain-lain penerimaan yang sah.

3 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sumber Pendapatan Asli Daerah: Hasil Pajak Daerah Hasil Retribusi Daerah Hasil perusahaan milik Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah

4 Pendapatan Asli Daerah Hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Dasar Hukum Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun tentang Pajak Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.

5 Pendapatan Asli Daerah Hasil Pajak Daerah
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Pajak Daerah, sebagai salah satu Pendapatan Asli Daerah diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat.

6 Pendapatan Asli Daerah Hasil Pajak Daerah
Kriteria pajak daerah selain yang ditetapkan UU bagi Kabupaten/kota : Bersifat pajak dan bukan retribusi Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah Kabupaten/kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah Kabupaten/kota yang bersangkutan Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum Objek pajak bukan merupakan objek pajak provinsi dan/atau objek pajak pusat Potensinya memadai Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat Menjaga kelestarian lingkungan

7 Pendapatan Asli Daerah-Hasil Pajak Daerah Jenis pajak daerah
Jenis pajak provinsi terdiri dari: Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan Jenis pajak Kabupaten/ kota terdiri dari: Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame Pajak Penerangan jalan Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C Pajak Parkir

8 Pendapatan Asli Daerah-Hasil Pajak Daerah Dasar pengenaan pajak dan tarif pajak daerah
Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas air Dasar pengenaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan kendaraan di atas air Dasar Pengenaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Dasar Pengenaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan Dasar Pengenaan Pajak Hotel Dasar Pengenaan Pajak Restoran Dasar Pengenaan Pajak Hiburan Dasar Pengenaan Pajak Reklame Dasar Pengenaan Pajak Penerangan Jalan Dasar Pengenaan Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C Dasar Pengenaan Pajak Parkir

9 Pendapatan Asli Daerah-Hasil Pajak Daerah Bagi hasil pajak daerah
Bagi Hasil Pajak Provinsi kepada Daerah Kabupaten /Kota Bagi Hasil Pajak Kabupaten kepada Desa

10 Pendapatan Asli Daerah Hasil Retribusi Daerah
Restribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Restribusi daerah sebagaimana halnya pajak daerah merupakan salah satu Pendapatan Asli Daerah diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah,untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahterakan masayarakat.

11 Pendapatan Asli Daerah-Hasil Retribusi Daerah Subjek retribusi dan wajib retribusi daerah
Subjek retribusi umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. Subjek retribusi jasa umum ini dapat merupakan Wajib Retribusi Jasa Umum. Subjek retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan. Subjek ini dapat merupakan Wajib Retribusi Jasa Usaha. Subjek retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari pemerintah Daerah. Subjek ini dapat merupakan Wajib retribusi Jasa Periinan Tertentu.

12 Pendapatan Asli Daerah-Hasil Retribusi Daerah Objek retribusi daerah
Objek Retribusi adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah Daerah. Tidak semua yang diberikan oleh pemerintah Daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis–jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial ekonomi layak dijadikan sebagai objek retribusi. Jasa tertentu tersebut dikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu Jasa Umum, Jasa Usaha, dan Perizinan tertentu.

13 Pendapatan Asli Daerah-Hasil Retribusi Daerah Retribusi Jasa Umum
Jenis-jenis Retribusi Jasa Umum adalah: Retribusi Pelayanan Kesehatan Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catatan Sipil Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat Retribusi Pelayanan Parkir di tepi Jalan Umum Retribusi Pelayanan Pasar Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Retribusi Penggantian Cetak Peta Retribusi Pengujian Kapal Perikanan Jenis retribusi Jasa Umum untuk daerah Provinsi dan daerah Kabupaten/Kota diterapkan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah.

14 Pendapatan Asli Daerah-Hasil Retribusi Daerah Retribusi Jasa Usaha
Jenis-jenis Retribusi Jasa Usaha Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan Retribusi Tempat Pelelangan Retribusi Terminal Retribusi Tempat Khusus Parkir Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa Retribusi Penyedotan Kakus Retribusi Rumah Potong Hewan Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga Retribusi Penyeberangan di Atas Air Retribusi Pengolahan Limbah Cair Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah

15 Jenis-jenis retribusi Perizinan Tertentu
Pendapatan Asli Daerah-Hasil Retribusi Daerah Retribusi Perizinan Tertentu Jenis-jenis retribusi Perizinan Tertentu Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol Retribusi Izin Gangguan Retribusi Izin Trayek Selain jenis retribusi yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 sebagaimana disebutkan di atas, dengan peraturan daerah dapat ditetapkan jenis retribusi lainnya sesuai kriteria yang ditetapkan dalam kriteria yang ditetapkan dalam Undang-undang. Jenis retribusi lainnya, misalnya adalah penerimaan negara bukan Pajak yang telah diserahkan kepada daerah.

16 Pendapatan Asli Daerah Hasil Retribusi Daerah
Besarnya Retribusi yang Terutang Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara mengalikan tarif retribusi dengan tingkat penggunaan jasa. Tarif Retribusi Daerah Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa umum Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa usaha Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi perizinan tertentu

17 Pendapatan Asli Daerah Hasil perusahaan milik Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah Jenis penerimaan yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, antara lain bagian laba, dividen, dan penjualan saham milik Daerah. Sedangkan Lain-lain Pendapatan Asli daerah yang sah, anatara lain hasil penjualan aset daerah dan jasa giro.

18 Dana Perimbangan Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Besarnya jumlah dana Perimbangan ini ditetapkan setiap tahun anggaran dalam APBN. Dana Perimbangan ini terdiri dari: Bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Khusus (DAK)

19 Dana Perimbangan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
Dasar hukum Pasal 18 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994. Pasal 6 UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pasal 2 s/d 4 PP Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan. PP Nomor 16 Tahun 2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 82/KMK.04/2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Antara Pemerintah pusat dan Daerah. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 83/KMK.04/2000 tentang Pembagian dan Penggunaan Biaya pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-49/PJ.6/2000 tanggal 7 Desember 2000 tentang rincian Rencana Penerimaan PBB dan BPHTB Tahun 2001.

20 Dana Perimbangan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan Pajak yang dikenakan atas bumi dan atau bangunan. Subjek Pajak dalam PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Yang menjadi objek pajaknya adalah bumi dan/atau bangunan. Tarif PBB yang dikenakan atas objek PBB adalah sebesar 0,5%.

21 Dana Perimbangan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
Dasar Pengenaan Pajaknya adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Dasar Perhitungan Pajaknya adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setingi-tingginya 100% dari NJOP (Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2000 tanggal 26 Juni 2000). Cara menghitung PBB terutang adalah tarif Pajak dikalikan NJKP dikalikan NJOP.

22 Dana Perimbangan-Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Pembagian Hasil Penerimaan Pajak
Penerimaan Negara dari Pajak Bumi dan Bangunan dibagi dengan imbangan 10%untuk pemerintah pusat dan 90% untuk Daerah. Bagian Daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan sebesar 90%dibagi dengan rincian sebagai berikut: 16,2% untuk Daerah Provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke rekening Kas Daerah Provinsi. 64,8% untuk Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan disalurkan ke rekening Kas Daerah Kabupaten/Kota. 9% untuk Biaya Pemungutan dan disalurkan ke rekening Kas Negara dan Kas Daerah. Selanjutnya 10% penerimaan PBB bagian pemerintah pusat sebagaimana pembagian di atas dibagikan kepada seluruh Kabupaten dan Kota.

23 Dana Perimbangan-Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Pembagian Hasil Penerimaan Pajak
Alokasi pembagian tersebut didasarkan atas realisasi penerimaan PBB Tahun Anggaran Berjalan. Besarnya alokasi pembagian tersebut diatur sebagai berikut : 65% dibagikan secara merata dengan porsi yang sama besar kepada seluruh Kabupaten dan Kota. 35% dibagikan sebagai insentif kepada Kabupaten dan Kota yang realisasi penerimaan PBB sektor Pedesaan dan Perkotaan berhasil melampaui rencana penerimaan yang telah ditetapkan pada Tahun Anggaran sebelumnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembagian hasil penerimaan PBB di atas dan penyalurannya diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu Peraturan Pemerintah tentang Pembagian Hasil Penerimaan PBB antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan keputusan Menteri Keuangan yang menindaklanjuti PP tersebut.

24 Dana Perimbangan Penerimaan BPHTB
Dasar Hukum Pasal 23 Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000. Pasal 6 UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pasal 5s/d7 PP Nomor 104 Tahun tentang Dana Perimbangan. PP Nomor 114 Tahun 2000 tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun1997 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 519/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pembagian Hasil Penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

25 Dana Perimbangan Penerimaan BPHTB
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Tarif pajaknya adalah sebesar 5% dari Dasar Pengenaan Pajak yaitu Nilai Perolehan Objek Pajak. Yang menjadi subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Objeknya adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang meliputi: Pemindahan hak Pemberian hak baru

26 Dana Perimbangan Penerimaan BPHTB
Penerimaan Negara dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dibagi dengan imbangan 20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk daerah. Bagian Daerah dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebesar 80% diatas dibagi untuk daerah dengan rincian sebagai berikut: 16% untuk Daerah Propinsi yang bersangkutandan disalurkan ke rekening Kas Daerah Provinsi. 64% untuk Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan disalurkan ke rekening Kas Daerah Kabupaten/Kota.

27 Dana Perimbangan Penerimaan PPh Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21
Dasar Hukum Pasal 31 C ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000. Peraturan Pemerintah Nomor 115 Tahun 2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri dan Pajak Penghasilan Pasal 21 Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 6/KMK.04/2001 tentang Pelaksanaan Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri dan Pajak penghasilan pasal 21 Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran Nomor: SE-53/A/2001 tentang Tata Cara Pembagian dan Penyaluran Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri dan Pajak Penghasilan Pasal 21 Bagian Daerah.

28 Dana Perimbangan Penerimaan PPh Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21
Pajak Penghasilan orang pribadi dalam negeri adalah pajak penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri berdasarkan ketentuan pasal 25 dan Pasal 29 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, kecuali pajak atas penghasilan sebagaimana diatur dalam pasal 25 ayat 8. Pasal 25 ayat 8 ini mengatur mengenai pengenaan pajak bagi wajib pajak orang pribadi yang bertolak ke luar negeri, yang dijabarkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2000 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi Yang Akan Bertolak Ke Luar Negeri.

29 Dana Perimbangan Penerimaan PPh Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak penghasilan yang dipotong oleh pemberi kerja atas penghasilan yang dibayarkan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 21 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang omor 17 tahun 2000, termasuk Pajak Penghasilan pasal 21 yang bersifat final dan setoran akhir tahun.

30 Dana Perimbangan Penerimaan PPh Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21
Berdasarkan Pasal 31 C UU Pajak Penghasilan, penerimaan negara dari Pajak penghasilan Orang Pribadi dalam negeri dan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong oleh pemberi kerja dibagi dengan imbangan 80% untuk Pemerintah Pusat dan 20% untuk Pemerintah Daerah tempat Wajib Pajak terdaftar. Bagian penerimaan daerah sebesar 20% dibagi antara daerah Propinsi dan daerah Kabupaten/Kota dengan imbangan sebagai berikut: 40% untuk daerah Propinsi 60% untuk daerah Kabupaten/Kota Pengalokasian bagian penerimaan Pemerintah Daerah kepada masing-masing daerah Kabupaten/Kota diatur berdasarkan usulan Gubernur dengan pertimbangan faktor-faktor jumlah penduduk, luas wilayah, serta faktor-faktor lainnya yang relevan dalam rangka pemerataan.

31 Dana Perimbangan Penerimaan Sumber Daya Alam
Dasar Hukum Pasal 6 UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Pasal 8 s/d Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343/KMK.06/2001 tentang Penetapan Jumlah Dana Bagian Daerah Dari Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas Alam, Pertambangan Umum serta Perikanan Tahun Anggaran 2001 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 659/KMK.06/2001 tentang Penetapan Perkiraan Jumlah Dana Bagian Daerah Dari Sumber Daya Alam Sektor Kehutanan Tahun Anggaran 2001 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 344/KMK.06/2001 tentang Penyaluran Dana Bagian Daerah Dari Sumber Daya Alam

32 Dana Perimbangan Penerimaan Sumber Daya Alam
Dasar Hukum Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.06/2001 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343/KMK.06/2001 tentang Penetapan Jumlah Dana Bagian Daerah Dari Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas Alam, Pertambangan Umum serta perikanan Tahun Anggaran 2001 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 598/KMK.06/2001 tentang Perubahan Lampiran III Nomor 29 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343/KMK.06/2001 Tentang Penetapan Jumlah Dana Bagian Daerah Dari Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas Alam, Pertambangan Umum serta Perikanan TahunAnggaran 2001 Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1148aK/80/MEM/2001 tentang Penetapan Daerah Penghasil dan Dasar Perhitungan Bagian Daerah Penghasil Minyak Bumi dan Gas Alam serta Pertambangan Umum untuk Tahun 2001 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 166/Kpts-II/2001 tentang Penetapan Daerah Penghasil dan Dasar Perhitungan Bagian Daerah Penghasil Sumber Daya Alam Sektor Kehutanan untuk Tahun 2001

33 Dana Perimbangan Penerimaan Sumber Daya Alam
Bagian daerah dari penerimaan sumber daya alam adalah bagian daerah dari penerimaan negara yang berasal dari pengelolaan sumber daya alam, antara lain, di bidang pertambangan umum, pertambangan minyak dan gas alam, kehutanan dan perikanan. Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor kehutanan, sektor pertambangan, dan sektor perikanan dibagi dengan imbangan 20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk daerah. Bagian Daerah yang berasal dari Penerimaan Sumber Daya Alam dari Sektor Kehutanan. Bagian Daerah yang berasal dari Penerimaan Sumber Daya Alam dari Sektor Pertambangan umum. Bagian Daerah yang berasal dari Penerimaan Sumber Daya Alam dari Sektor Perikanan. Bagian Daerah yang berasal dari Penerimaan Sumber Daya Alam dari Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Alam.

34 Dana Perimbangan Dana Alokasi Umum
Dasar Hukum Pasal 7 dan 10 UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun2000 tentang Dana Perimbangan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan Keputusan Presiden Nomor 181 Tahun 2000 tentang Dana Alokasi Umum Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2001 Keputusan Presiden Nomor 131 Tahun2001 tentang Dana Alokasi Um um Daerah Propinsi dan Derah Kabupaten/Kota TahunAnggaran 2002

35 Dana Perimbangan Dana Alokasi Umum
Dasar Hukum Keputusan Menteri Keuangan Nomor 556/KMK.03/2000 tentang Tata Cara penyaluran Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Keputusan Menteri Keuangan Nomor 655/KMK.02/2000 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 556/KMK.03/2000 tentang Tata Cara Penyaluran Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Keputusan Menteri Keuangan Nomor 685/KMK.07/2001 tentang Penetapan Rincian Dana Penyeimbang TahunAnggaran 2002 Kepada Daerah Propinsi dan Daerah kabupaten/Kota Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran nomor SE-09/A/2002 tanggal 16 Januari 2002 tentang Tata Cara Penyaluran Dana Alokasi Umum dan Dana Penyeimbang

36 Dana Perimbangan Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran rangka pelaksanaan Desentralisasi. Penggunaan Dana Alokasi Umum ini ditetapkan sepenuhnya oleh Daerah. Penggunaan Dana Alokasi Umum dan penerimaan umum lainnya dalam APBD, harus tetap dalam kerangka pencapaian tujuan pemberian otonomi kepada Daerah yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, seperti pelayanan di bidang kesehatan dan pendidikan. Besarnya dana alokasi umum ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari Penerimaan Dalam Negeri yang ditetapkan dalam APBN.

37 Dana Perimbangan Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum terdiri dari Dana Alokasi Umum untuk Daerah Propinsi Dana Alokasi Umum untuk Daerah Kabupaten/Kota Dana Alokasi Umum untuk Daerah Propinsi dan untuk Daerah Kabupaten/Kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari Dana Alokasi Umum yang ditetapkan dalam APBN. Dalam hal terjadi perubahan kewenangan di antara Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota, persentase Dana Alokasi Umum untuk Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota di atas disesuaikan dengan perubahan tersebut.

38 Dana Perimbangan Dana Alokasi Khusus
Dasar Hukum Pasal 8 dan 10 UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 556/KMK.03/2000 tentang Tata Cara Penyaluran Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Keputusan Menteri Keuangan Nomor 655/KMK.02/2000 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nnomor 556/KMK.03/2000 tentang Tata Cara Penyaluran Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Keputusan Menteri Keuangan Nomor 491/ KMK.02/2001 tentang Alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dana Reboisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2001 Surat Edaran bersama Departemen Keuangan, Departemen Kehutanan, Departemen Dalam Negeri dan Otoda, dan Bappenas Nomor SE-59/A/2001; No. SE-720/MENHUT-II/2001; No.2035/D.IV/05/2001; No. SE-522.4/V/BANGDA

39 Dana Perimbangan Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada Daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu. Dana Alokasi Khusus dapat dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu untuk membantu membiayai kebutuhan khusus, dengan memperhatikan tersedianya dana dalam APBN Pengalokasian Dana Alokasi Khusus memperhatikan ketersediaan dana dalam APBN berarti bahwa besaran Dana Alokasi Khusus tidak dapat dipastikan setiap tahunnya. Dana Alokasi Khusus digunakan khusus untuk membiayai investasi pengadaan dan atau peningkatan prasarana dan sarana fisik dengan umur ekonomis yang panjang.

40 Dana Perimbangan Dana Alokasi Khusus
Yang dimaksud dengan kebutuhan khusus adalah: Kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus alokasi umum Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Kriteria teknis sektor/kegiatan yang dapat dibiayai dari DAK ditetapkan oleh Menteri Teknis/instansi terkait. Sektor/kegiatan yang tidak dapat dibiayai dari Dana Alokasi Khusus adalah biaya adminstrasi, biaya penyiapan proyek fisik, biaya penelitian, biaya pelatihan, biaya perjalanan pegawai Daerah dan lain-lain biaya umum sejenis.

41 Dana Perimbangan Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus dialokasikan kepada Daerah tertentu berdasarkan usulan Daerah yang berisi usulan-usulan kegiatan dan dan sumber-sumber pembiayaannya yang diajukan kepada Menteri Teknis oleh Daerah tersebut. Bentuknya dapoat berupa rencana suatu proyek atau kegiatan tertentu atau dapat berbentuk dokumen program rencana pengeluaran tahunan dan multi tahunan untuk sektor-sektor serta sumber-sumber pembiayaanya. Bentuk usulan Daerah tersebut berpedoman pada kebijakan instansi teknis terkait. Kecuali usulan tentang proyek/kegiatan reboisasi yang dibiayai dari bagian Dana Reboisasi.

42 Dana Perimbangan-Dana Alokasi Khusus Dana Reboisasi
Penerimaan negara yang berasal dari Dana reboisasi sebesar 40% disediakan kepada Daerah Penghasil sebagai bagian Dana Alokasi Khusus untuk membiayai kegiatan reboisasi dan penghijauan oleh Daerah Penghasil. Dana reboisasi dibagi dengan imbangan: 40% dibagikan kapada Daerah penghasil Dana Alokasi Khusus. 60% untuk Pemerintah Pusat.

43 Dana Perimbangan-Dana Alokasi Khusus Dana pendamping
Daerah yang mendapat pembiayaan kebutuhan khusus menyediakan dana pendamping dari APBD sesuai dengan kemampuan yang bersangkutan. Ketentuan penyediaan dana pendamping dari sumber APBD atas Dana Alokasi Khusus dari APBN ini adalah untuk menyatakan komitmen dan tanggung jawab Daerah dalam pembiayaan program-program yang merupakan kebutuhan khusus tersebut. Besarnya porsi dana pendamping ini ditetapkan sekurang-kurangnya 10%.

44 Pinjaman Daerah Dasar Hukum
Undang-undang Nomor 25 Tahun1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Pasal 11 sampai dengan 15 Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 625/KMK.01/2001 tentang penundaan Pinjaman Daerah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 625/KMK.01/2001 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 99/KMK.07/2001 tentang Penundaan Pelaksanaan Pinjaman Daerah

45 Pinjaman daerah Timbulnya pinjaman daerah merupakan konsekuensi dari meningkatnya kebutuhan dana untuk melayani masyarakat yang juga meningkat sebagai akibat perkembangan penduduk dan ekonomi. Adanya peningkatan pelayanan tersebut tentu membutuhkan dana, namun tidak dapat diimbangi dengan ketersediaan dana. Hal ini akan menimbulkan fiscal gap yaitu perbedaan antara fiscal needs dan fiscal capacity yang harus ditutupi anatara lain dengan pinjaman daerah. Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima dari pihak lain sejumalah uang atau manfaat bernilai uang sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayarnya kembali. Pinjaman daerah dilakukan untuk membiayai kebutuhan daerah berkaitan dengan penyediaan prasarana yang dapat manghasilkan (penghasilan modal). Pinjaman daerah merupakan salah satu sumber penerimaan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

46 Sumber-sumber Pinjaman Daerah
Dalam Negeri Pemerintah Pusat Lembaga Keuangan Bank Lembaga Keuangan Bukan Bank Masyarakat Sumber Lainnya Luar Negeri Jenis Pinjaman Daerah Pinjaman Jangka Panjang Pinjaman Jangka Pendek

47 Penerimaan lain-lain yang sah
Lain-lain penerimaan yang sah, antara lain hibah, Dana Darurat, dan penerimaan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undanganyang berlaku. Dana darurat merupakan dana bantuan yang berasal dari APBN untuk keperluan mendesak kepada daerah tertentu. Keperluan mendesak adalah keadaan yang sangat luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh Daerah dengan pembiayaan dari APBD, yaitu bencana alam dan/atau peristiwa lain yang dinyatakan Pemerintah Pusat sebagai bencana nasional. Prosedur dan tata cara penyaluran Dana Darurat sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN.

48 Terima Kasih


Download ppt "Manajemen Penerimaan Daerah"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google