Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

TEORI FITOREMEDIASI TUMBUHAN AIR

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "TEORI FITOREMEDIASI TUMBUHAN AIR"— Transcript presentasi:

1 TEORI FITOREMEDIASI TUMBUHAN AIR
OLEH TUMBUHAN AIR Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014 1

2 . Ali,H., E.Khan dan M.A.Sajad Phytoremediation of heavy metals—Concepts and applications. Chemosphere, 91(7): Mobilisasi logam berat oleh manusia melalui ekstraksi bijih tambang dan pengolahannya untuk berbagai macam aplikasi telah menyebabkan pelepasan unsur-unsur logam ke dalam lingkungan. Karena logam berat biasanya bersifat “non-biodegradable”, maka mereka menumpuk di lingkungan dan kemudian mencemari rantai makanan. Kontaminasi rantai makanan ini menimbulkan risiko bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Beberapa logam berat bersifat karsinogenik, mutagenik, teratogenik dan endokrin, dan logam berat lainnya dapat menyebabkan perubahan neurologis dan perubahan perilaku pada anak-anak. Oleh karena itu, remediasi pencemaran logam berat menjadi sangat penting. Berbagai metode fisik dan kimia digunakan untuk tujuan ini , metode-metode ini mempunyai keterbatasan serius seperti biaya tinggi, padat karya, perubahan sifat tanah dan gangguan mikroflora tanah yang asli. Sebaliknya, fitoremediasi merupakan solusi yang lebih baik untuk masalah ini. Fitoremediasi adalah penggunaan tanaman dan mikroba tanah yang terkait untuk mengurangi konsentrasi atau efek racun dari kontaminan dalam lingkungan (Ali, Khan dan Sajad, 2013). Fitoremediasi ini adalah teknologi yang relatif baru dan dianggap murah, efektif, efisien, baru, ramah lingkungan, dan teknologi solar-driven dqan mudah diterima oleh masyarakat. 2

3 McCutcheon,S. C. dan S. E. Jørgensen. 2008. Phytoremediation
. McCutcheon,S.C. dan S.E.Jørgensen Phytoremediation. Module in Earth Systems and Environmental Sciences, from Encyclopedia of Ecology, 2008, pp Fitoremediasi, penggunaan tanaman hijau untuk mengolah dan mengendalikan limbah di dalam air, tanah, dan udara, merupakan bagian penting dari bidang rekayasa ekologi. Aplikasinya secara in situ dan ex-situ ditentukan oleh situs tanah dan karakteristik air, keberlanjutan gizi, meteorologi, hidrologi, kelayakan ekosistem, dan karakteristik kontaminan. Fitotoksisitas dan transportasi massal atau bioavailabilitas merupakan titik-titik kritis dalam aplikasi teknologi fitoremediasi ini . Sebagian besar aplikasinya sangat murah karena ketergantungan pada sinar matahari dan daur ulang hara in situ. Aplikasi lahan basah, padang rumput, pertanaman, dan penanaman pohon telah berhasil untuk berbagai jenis limbah, biasanya hadir dalam konsentrasi rendah dan tidak bersifat fito-toksik akut. Sampah organik dan anorganik termasuk logam dan metaloid, kontaminan xenobiotik, dan lindi-garam, air limbah, lumpur limbah, dan limbah konvensional lainnya. Aplikasi sistem monokultur hibrida dan ekosistem pertanaman sederhana , dan mikroorganisme seringkali sangat tetapi sulit diterapkan dalam beberapa kasus. Self-engineering dan self-desain perlu digali dan digunakan untuk menerapkan ekosistem yang berkelanjutan dalam mengelola limbah. Kunci keberhasilan penerapan ekosistem yang berkelanjutan adalah pengetahuan tentang keragaman genetik dan proteomika untuk memilih tanaman dan organisme lain untuk mengubah atau mengakumulasikan polutan. Sebagian besar tanaman proteomes (sekitar protein untuk semua spesies) belum cukup dieksplorasi untuk mengoptimalkan dan memahami berbagai aplikasi fitoremediasi. Selain itu, metabolisme atau degradasi dari sekitar metabolit sekunder tanaman juga perlu dikaji lebih lanjut (McCutcheon dan Jørgensen, 2008). 3

4 Yang,X. , Y. Feng, Z. He dan P. J. Stoffella. 2005
. Yang,X., Y.Feng, Z.He dan P.J.Stoffella Molecular mechanisms of heavy metal hyperaccumulation and phytoremediation. Journal of Trace Elements in Medicine and Biology, 18(4): Sekelompok kecil tumbuhan hiperakumulator mampu “menyimpan” logam berat dalam jaringan batang dan daunnya pada konsentrasi tinggi. Dalam beberapa tahun terakhir, kemajuan ilmiah besar telah ditemukan dalam memahami mekanisme fisiologis serapan logam dan transportasinya dalam tubuh tanaman. Namun, masih relatif sedikit yang diketahui tentang dasar-dasar molekuler proses hiperakumulasi. Yang et al. (2005) mengkaji mekanisme seluler (molekuler) toleransi logam (hiperakumulasi) oleh tumbuhan hiperakumulator. Proses utama yang terlibat dalam hiperakumulasi logam dari tanah ke dalam tanaman meliputi: (a) bioaktivasi logam dalam rizosfer melalui interaksi akar-mikroba; (b) meningkatkan serapan oleh transporter logam dalam membran plasma; (c) detoksifikasi logam dengan mendistribusikan ke dalam sistem apoplasts seperti pengikatan pada dinding sel dan khelasi logam dalam sitoplasma dengan berbagai ligan, seperti fitokhelatin, metallothioneins, ikatan protein logam; (d) penyerapan logam ke dalam vakuola oleh transporter tonoplast. 4

5 Anderson, L. S. dan M. M. Walsh. 2007
Anderson, L.S. dan M.M.Walsh Arsenic uptake by common marsh fern Thelypteris palustris and its potential for phytoremediation. Science of The Total Environment, 379(2–3): Anderson dan Walsh (2007) mengkaji budidaya hidroponik dan budidaya tanah pakis-rawa Thelypteris palustris, untuk menyelidiki potensinya dalam fitoremediasi arsen (As) pada air atau tanah yang tercemar. Hasil analisis ICP-MS menunjukkan bahwa akar dan daun mengakumulasi arsenik hingga 100 kali konsentrasi dalam larutan pengolahan 250 mg / L dan 500 mg / L arsenik, tetapi nilai-nilai ini bervariasi secara luas dan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal konsentrasi daun di antara perlakuan kontrol (tidak ada arsenik) dan perlakuan pengolahan. Tanaman yang terpapar 500 mg / L menunjukkan gejala nekrosis pada daunnya, hal ini menunjukkan bahwa pakis Thelypteris palustris bukan calon yang baik untuk fitoremediasi situs yang terkontaminasi arsenik (Anderson dan Walsh, 2007) . 5

6 Wei,C.Y. dan T.B. Chen Arsenic accumulation by two brake ferns growing on an arsenic mine and their potential in phytoremediation. Chemosphere, 63(6): . Di daerah sekitar tambang arsenik di Provinsi Hunan China selatan, tanah nya seringkali mengandung kadar arsenik yang tinggi. Wei dan Chen (2006) melakukan survei lapangan untuk menentukan akumulasi arsenik dalam delapan jenis pakis Kreta (Pteris cretica) dan 16 pakis Cina (Pteris vittata) yang tumbuh di daerah ini. Tiga faktor yang dianalisis adalah : konsentrasi arsenik pada bagian atas tanah (daun), faktor bioakumulasi (BF, rasio arsenik dalam daun dan dalam tanah) dan faktor translokasi (TF; rasio arsenik dalam daun dan dalam akar). Konsentrasi arsenik dalam daun pakis Cina sebesar mg /kg, BFS sebesar 0,06 - 7,43 dan TF sebesar 0,17- 3,98, sedangkan pada pakis Kreta sebesar mg/kg, 1,34-6,62 dan 1,00-2,61. Hasil survei ini menunjukkan bahwa kedua pakis ini mampu mengakumulasikan arsenik dalam kondisi lapangan. Dengan sebagian besar arseniknya terakumulasi dalam daun, pakis ini memiliki potensi untuk digunakan dalam fitoremediasi tanah-tanah yang terkontaminasi arsenik. 6

7 Baldwin,P. R. dan D. J. Butcher. 2007
. Baldwin,P.R. dan D.J. Butcher Phytoremediation of arsenic by two hyperaccumulators in a hydroponic environment. Microchemical Journal, 85(2): Fito-filtrasi melibatkan penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan senyawa beracun dari air. Arsenik adalah unsur yang sangat penting terhadap kualitas lingkungan dan toksikologi karena efeknya terhadap kesehatan manusia. Baldwin dan Butcher (2007) melakukan penelitian sistem hidroponik di laboratorium untuk mengkarakterisasi fitofiltrasi dalam penyerapan arsenik dan hara-makro oleh dua tumbuhan hiperakumulator arsenik, Pteris cretica cv Mayii (Pakis bulan) dan Pteris vittata (Pakis Cina). Arsenik terbukti secara istimewa menumpuk lebih banyak dalam daun dan batang P. cretica cv Mayii dibandingkan dengan akarnua. Serapan kalsium dan fosfor dibandingkan antara tanaman kontrol (larutan hara) dan tanaman yang terpapar arsenik (III) (larutan hara diperkaya arsen(III)). Perbedaan yang signifikan konsentrasi hara-makro terjadi pada akar, batang, dan daun , antara tanaman kontrol dan tanaman yang trpapar arsenik. Kandungan arsenik dari tanaman P. vittata yang terpapar larutan hidroponik yang mengandung arsenik(III) dan arsen(V) ternyata tidak berbeda nyata. 7

8 Favas, P. J. C. , J. Pratas dan M. N. V. Prasad. 2012
. Favas, P.J.C., J. Pratas dan M.N.V. Prasad Accumulation of arsenic by aquatic plants in large-scale field conditions: Opportunities for phytoremediation and bioindication. Science of The Total Environment, 433(Sept.): . Favas, Pratas dan Prasad (2012) meneliti potensi tumbuhan air untuk bioindikator As dan / atau fitofiltrasi arsenik dari air yang terkontaminasi. Lebih dari 71 spesies tumbuhan air dikumpulkan dari 200 titik sampling di perairan. Spesies Ranunculus trichophyllus, Ranunculus peltatus subsp. saniculifolius, Lemna minor, Azolla carolininia, dan Juncus effusus, menunjukkan korelasi positif sangat signifikan dengan keberadaan arsenik dalam air. Spesies ini dapat berfungsi sebagai bioindikator arsenik. Konsentrasi tertinggi arsenik ditemukan pada Callitriche lusitanica (2346 mg / kg DW), Callitriche brutia (523 mg / kg DW), L. minor (430 mg / kg DW), A. carolininia (397 mg / kg DW), R. trichophyllus (354 mg / kg DW), Callitriche stagnalis (354 mg / kg DW) dan Fontinalis antipyretica (346 mg / kg DW). Hasil penelitian ini menunjukkan potensi penggunaan jenis-jenis tumbuhan air ini untuk fitofiltrasi arsenik melalui sistem lahan basah buatan atau pemeliharaan jenis tumbuhan ini ke dalam badan air alami (Favas, Pratas dan Prasad, 2012). 8

9 Shoji, R. , R. Yajima dan Y. Yano. 2008
. . Shoji, R., R. Yajima dan Y. Yano Arsenic speciation for the phytoremediation by the Chinese brake fern, Pteris vittata. Journal of Environmental Sciences, 20(12): Shoji, Yajima dan Yano (2008) mengkaji spesiasi Arsen (As) untuk fitoremediasi dengan tumbuhan pakis Cina. Mekanisme tanaman menginduksi pembentukan senyawa thiol (SH) dan protein akibat keterpaparan As dalam hubungannya dengan serapan As dan fosfat ke dalam sel tanaman. Pteris vittata secara efisien dapat mereduksi As(V) menjadi As(III) dengan menghasilkan ensim reduktase dan mensintesis thiol yang menyebabkan produksi fitokhelatin. Selanjutnya, Pteris vittata dapat mengendalikan konsentrasi fosfat dalam sel sesuai dengan konsentrasi arsenit dan arsenat. 9

10 Vamerali,T. , M. Bandiera, L. Coletto, F. Zanetti, N. M
. Vamerali,T., M. Bandiera, L. Coletto, F. Zanetti, N.M.Dickinson dan G.Mosca Phytoremediation trials on metal- and arsenic-contaminated pyrite wastes (Torviscosa, Italy). Environmental Pollution, 157(3): Di sebuah situs di Udine, Italia, lapisan (setebal 0,7 m) limbah yang terkontaminasi As, Co, Cu, Pb dan Zn yang berasal dari penggorengan mineral untuk ekstraksi sulfur telah ditutupi dengan lapisan tanah berkerikil yang tidak tercemar setebal 0,15 m (Vamerali, et al., 2009). Studi ini mengkaji apakah fitoremediasi biomassa berkayu merupakan pilihan manajemen yang realistis. Dengan membandingkan pembajakan dan subsoiling (kedalaman 0,35 m), pertumbuhan Populus dan Salix dan serapan hara mikro dipelajari dalam percobaan pot dan uji-coba lapangan. Perbedaan spesies bersifat marjinal dan pemilihan spesies tidak kritis. Gangguan produktivitas bagian tumbuhan di atas tanah dan rendahnya translokasi hara mikro menunjukkan bahwa penyerapan kontaminan yang “bioavailable” ternyata tidak layak. Temuan yang paling signifikan adalah pertumbuhan akar-akar kasar dan akar-akar halus dalam lapisan permukaan yang menyediakan “tampungan” yang signifikan untuk hara mikro. Peneliti menyimpulkan bahwa fitostabilisasi dan imobilisasi yang efektif unsur logam dan As dapat dicapai di lokasi dengan perbaikan tanah yang dikombinasikan dengan penanaman spesies kayu. Keyakinan untuk mencapai remediasi berkelanjutan dan jangka panjang mensyaratkan kuantifikasi lebih lengkap dinamika akar dan pemahaman yang lebih baik tentang proses-proses dalam rizosfer. 10

11 Wan,X. , M. Lei, Y. Liu, Z. Huang, T. Chen dan D. Gao. 2013
. . Wan,X., M.Lei, Y.Liu, Z.Huang, T. Chen dan D.Gao A comparison of arsenic accumulation and tolerance among four populations of Pteris vittata from habitats with a gradient of arsenic concentration. Science of The Total Environment, 442(January): Kontaminasi Arsen (As) dapat menimbulkan risiko tinggi bagi kesehatan manusia. Fitoremediasi berdasarkan hiperakumulator As pakis Pteris vittata telah digunakan di daerah lahan pertanian yang terkontaminasi As di Cina selatan. Namun demikian, alasan terjadinya perbedaan penyerapan As di antara P. populasi vittata masih belum jelas. Wan et al. (2013) meneliti spora dari empat populasi P.vittata yang dikumpulkan dari empat lokasi dengan berbagai konsentrasi As-tanah (108 mg/kg mg/kg) dan kemudian dibiakkan dalam lingkungan yang terkendali untuk menganalisis kemampuannya mengakumulasikan As dan toleransinya terhadap As. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa populasi dari habitat miskin As menunjukkan konsnetrasi As dalam daunnya 80% lebih besar dibandingkan dengan populasi dari habitat kaya As. Di sisi lain, populasi dari habitat kaya As menghasilkan biomasa sekitar lima kali lebih besar dibandingkan dengan populasi dari habitat yang miskin As, bila keduanya terpapar cekaman As yang sama. Dengan demikian, akumulasi As dan toleransi pakis P. vittata merupakan dua proses yang bersifat independen. Investigasi lebih lanjut mengungkapkan bahwa penyerapan As dan konversi spesies As terjadi di dalam akar merupakan dua proses penting yang menjembatani konsnetrasi As-tanah dan respons pakis P. vittata terhadap As. Tergantung pada konsentrasi pada tanah sasaran, pemilihan populasi P. vittata yang berbeda dapat menghasilkan perbedaan delapan kali lipat dalam hal efisiensi remediasinya. 11

12 Francesconi,K., P. Visoottiviseth, W. Sridokchan dan W.Goessler Arsenic species in an arsenic hyperaccumulating fern, Pityrogramma calomelanos: a potential phytoremediator of arsenic-contaminated soils. Science of The Total Environment, 284(1–3): . Francesconi et al. (2002) mempelajari tumbuhan pakis Pityrogramma calomelanos hiperakumulator arsenik yang banyak tumbuh pada tanah-tanah yang terkontaminasi arsenik di distrik Ron Phibun Thailand selatan. Pakis P. calomelanos ini mengakumulasikan arsenik terutama dalam daunnya (hingga 8350 mg As / g biomassa kering) sedangkan rhizoidnya mengandung konsentrasi As terendah ( mg As / g biomassa kering). Spesies arsenik dalam ekstrak air dari tanaman pakis dan tanah ditentukan dengan Metode Kromatografi caira, bertekanan tinggi digabungkan dengan spektrometer induktif (HPLC-ICPMS) yang berfungsi sebagai detektor khusus arsenik. Hanya sebagian kecil dari arsenik (6,1-12%) dalam tanah yang dapat diekstraksi ke dalam air, dan sebagian besar arsen ini (> 97%) berupa arsenat. Spesies arsenik dalam rhizoids pakis adalah sekitar 60% dapat diekstrak dengan air, 95% berupa arsenat. Sebaliknya, arsenik dalam daun pakis mudah diekstraksi ke dalam air (86-93%) dan berupa arsenit (60-72%) dan sisanya berupa arsenat. Methylarsonate dan dimethylarsinate terdeteksi dalam jumlah kecil pada dua sampel pakis. Perkiraan awal potensi fitoremediasi menunjukkan bahwa P. calomelanos mungkin menyerap sekitar 2% dari beban arsenik dalam tanah per tahun. Dengan mempertimbangkan jenis arsenik yang ada dalam pakis, dan kelarutannya dalam air, maka pilihan untuk membuang biomasa pakis arsenik yang kaya As ke laut harus ditinjau kembali. 12

13 Lyubenova, L. , P. Pongrac, K. V. Mikuš, G. K. Mezek, P. Vavpetič, N
. . Lyubenova, L., P.Pongrac, K.V.Mikuš, G.K.Mezek, P.Vavpetič, N.Grlj, M.Regvar, P.Pelicon dan P.Schröder The fate of arsenic, cadmium and lead in Typha latifolia: A case study on the applicability of micro-PIXE in plant ionomics. Journal of Hazardous Materials, 248–249(March): . Lyubenova et al. (2013) mempelajari serapan, akumulasi dan distribusi unsur-unsur beracun dalam tumbuhan , dalam kaitannya untuk desain strategi fitoremediasi yang efektif, terutama dalam kasus pencemaran multi-elemen. Dengan menggunakan Metode mikro-proton diinduksi emisi sinar-X, distribusi spasial Na, Mg, Al, Si, P, S, Cl, K, Ca, Mn, Fe, Zn, As, Br, Rb, Sr, Cd dan Pb secara kuantitatif terdeteksi dalam akar dan rimpang spesies tumbuhan lahan basah, Typha latifolia, yang diperlakukan dengan campuran 100 μM masing-masing As, Cd dan Pb, secara bersama-sama. Konsentrasi tertinggi dari As, Cd dan Pb ditemukan dalam akar T. latifolia, dan distribusinya spesifik jaringan. Arsenik terdeteksi dalam rhizodermis akar, dan di dalam rimpang ternyata mayoritas As berada dalam jaringan pembuluh. Hal ini menunjukkan bahwa As dalam tumbuhan T. latifolia sangat mobil. Spesies Cd terdeteksi dalam exodermis akar, dan dalam jaringan pembuluh serta epidermis rimpang. Konsentrasi Pb tertinggi terdeteksi dalam rhizodermis akar dan exodermis akar, serta dalam epidermis rimpang. 13

14 . . Pandey, V.C Phytoremediation of heavy metals from fly ash pond by Azolla caroliniana. Ecotoxicology and Environmental Safety, 82(August): 8-12. Pandey (2012) meneliti kelimpahan alami tumbuhan Azolla carolininia (pakis air) pada kolam permukaan logam yang diperkaya dengan abu-terbang (FA) yang mencerminkan karakteristik toksi-toleransinya. Hasil penelitian ini menunjukkan efisiensi A. carolininia untuk fitoremediasi kolam FA karena faktor biokonsentrasinya yang lebih tinggi. Konsentrasi logam berkisar dan mg/kg dalam akar dan daun. Faktor biokonsentrasi (BCF) dari semua logam dalam akar dan daun berkisar antara 1, dan 1,8-11,0, semua nilai lebih besar dari satu dan menunjukkan potensi A. carolininia untuk mengakumulasikan logam. Faktor translokasi (TF) berkisar 0,37-1,4 untuk berbagai logam berat. Hasil lapangan membuktikan bahwa A. carolininia adalah akumulator logam berat dan dapat digunakan untuk fitoremediasi kolam FA. 14

15 McSweeney, N. J. dan L. Forbes. 2014
. . McSweeney, N.J. dan L.Forbes Arsenic-interacting plant proteins as templates for arsenic specific flotation collectors? A review. Minerals Engineering, 64(October ): Mineral yang mengandung arsenik lazim terjadi dalam bijih tambang yang mengandung timbal, nikel, emas dan tembaga. Karena kesamaan dalam sifat permukaan mineral logam-sulfida dengan mineral arsenik, maka pemisahan selektif arsenik dari bijih tersebut dengan flotasi tetap menantang. Arsenik juga terdapat di mana-mana dalam lingkungan alam dan sangat beracun bagi semua bentuk kehidupan. Namun demikian, jenis tumbuhan tertentu telah mengembangkan mekanisme yang memungkinkannya untuk tumbuh di tanah yang kaya arsenik, dengan hiper-akumulasi arsenik dalam akar dan daunnya. McSweeney dan Forbes (2014) membahas fungsi biologis arsenik dalam tanaman hiper-akumulasi dan mengidentifikasi biomolekul kunci yang terlibat dalam penyerapan, detoksifikasi dan penyimpanan spesies arsenik dalam tanaman. 15

16 January, M. C. , T. J. Cutright, H. Van Keulen dan R. Wei. 2008
January, M.C., T.J. Cutright, H. Van Keulen dan R. Wei Hydroponic phytoremediation of Cd, Cr, Ni, As, and Fe: Can Helianthus annuus hyperaccumulate multiple heavy metals?. Chemosphere, 70(3): January et al. (2008) meneliti bunga matahari yang dipapar larutan hara yang terkontaminasi 3, 4, atau 5 logam berat, dengan dan tanpa EDTA. Bunga matahari menunjukkan preferensi serapan logam Cd = Cr > Ni, Cr > Cd > Ni > As dan Fe >> As> Cd> Ni> Cr tanpa EDTA ; dan Cr> Cd> Ni, Fe >> As> Cd> Cr> Ni dengan perlakuan EDTA. Serapan As tidak terpengaruh oleh logam lainnya, tetapi arsenik ini menurunan konsentrasi Cd dan Ni dalam batang. Kehadiran Fe meningkatkan translokasi logam lainnya. Secara umum, EDTA berfungsi sebagai halangan untuk penyerapan logam. Pada percobaan dengan semua lima logam berat tersebut, EDTA menurunkan Cd dalam akar dan batang sebesar 2,11-1,36 dan 2,83-2,32 mg/g biomassa. Pada kondisi yang sama, Ni dalam batang menurun 1,98-0,94 mg/g, total serapan logam menurun dari 14,95 mg hingga 13,89 mg, dan biomassa total menurun dari 2,38 g menjadi 1,99 g. Hasil penelitian ini menunjukkan efek negatif secara keseluruhan akibat penambahan EDTA. Namun tidak diketahui apakah efek negatif ini disebabkan oleh toksisitas yang ditimbulkan oleh EDTA atau karena rusaknya ikatan fitokhelatin-logam. Temuan yang paling penting adalah kemampuan bunga matahari untuk mencapai status hiperakumulator untuk As dan Cd dalam semua kondisi (January et al., 2008) . Status hiperakumulator Ni hanya dicapai dalam kondisi ada tiga jenis logam tanpa EDTA. 16

17 Najjapak, S. , M. Meetam, M. Kruatrachue, P. Pokethitiyook dan K
Najjapak, S., M. Meetam, M.Kruatrachue, P.Pokethitiyook dan K.Nathalang Phytoremediation potential of charophytes: Bioaccumulation and toxicity studies of cadmium, lead and zinc. Journal of Environmental Sciences, 25(3): Najjapak, et al. (2013) meneliti kemampuan charophytes air tawar, yaitu Chara aculeolata dan Nitella opaca dalam penyerapan kadmium (Cd), timbal (Pb) dan seng (Zn) dari air limbah. Jenis algae C. aculeolata dan N. opaca terpapar berbagai konsentrasi Cd (0,25 dan 0,5 mg / L), Pb (5 dan 10 mg / L) dan Zn (5 dan 10 mg / L) dalam sistem hidroponik selama enam hari. Jenis tumbuhan C. aculeolata lebih toleran terhadap Cd dan Pb daripada N. opaca. Tingkat pertumbuhan relatif algae N. opaca secara drastis berkurang pada konsentrasi tinggi Cd dan Pb, meskipun keduanya toleran terhadap Zn. Kedua makroalga ini menunjukkan penurunan kandungan kloroplas, klorofil dan kandungan karotenoid setelah paparan Cd dan Pb, sedangkan paparan Zn hanya sedikit berpengaruh. Bioakumulasi Cd dan Pb lebih tinggi pada algae N. opaca (1544,3 mg / g pada 0,5 mg / L Cd, ,0 mg / g pada 10 mg / L Pb), sedangkan akumulasi Zn yang lebih tinggi terjadi pada algae C. aculeolata (6.703,5 mg/g pada 10 mg/L Zn). Selain itu, tingginya nilai faktor biokonsentrasi (> 1000) untuk Cd dan Pb terjadi pada kedua spesies algae ini. Jenis C. aculeolata menunjukkan persentase penyerapan Cd dan Pb (> 95%) lebih tinggi daripada jenis N. opaca, dan tampaknya menjadi pilihan yang lebih baik untuk penyerapan Cd dan Pb dari limbah cair karena toleransinya yang tinggi terhadap kedua logam ini. 17

18 . Sasmaz, A. dan M.Sasmaz The phytoremediation potential for strontium of indigenous plants growing in a mining area. Environmental and Experimental Botany, 67(1): . Sasmaz dan Sasmaz (2009) meneliti distribusi dan akumulasi strontium (Sr) dalam daun dan akar Euphorbia macroclada (EU), Verbascum cheiranthifolium (VR), dan Astragalus gummifer (AS), sehubungan dengan penggunaannya dalam fitoremediasi. Sampel tanaman dan tanah dikumpulkan dari daerah pertambangan Keban dan dianalisis dengan metode ICP-MS untuk Sr. Nilai rata-rata Sr dalam daun, akar dan tanah, masing-masing, sebesar 453, 243 dan 398 mg/kg untuk tumbuhan E. macroclada; 149, 106 dan 398 mg/kg untuk V. cheiranthifolium; dan 278, 223 dan 469 mg/ kg untuk A. gummifer. Faktor pengayaan untuk root (ECR) dan untuk daun (ECS) tanaman ini ternyata lebih kecil dari 1 atau mendekati 1, kecuali untuk daun E. macroclada. Faktor translokasi rata-rata (TLF) dari tanaman ini lebih besar dari 1, dan 2,08 untuk E. macroclada, 1,47 untuk V. cheiranthifolium, 1,18 untuk A. gummifer. Dengan demikian terlihat bahwa daun-daun tanaman ini dapat menjadi bioakumulator yang efisien untuk Sr dan dapat digunakan dalam membersihkan atau merehabilitasi tanah yang terkontaminasi Sr karena faktor translokasinya sangat tinggi (Sasmaz dan Sasmaz , 2009) . 18

19 Agunbiade,F. O. , B. I. Olu-Owolabi dan K. O. Adebowale. 2009
Agunbiade,F.O., B.I.Olu-Owolabi dan K.O. Adebowale Phytoremediation potential of Eichornia crassipes in metal-contaminated coastal water. Bioresource Technology, 100(19): Agunbiade, et al. (2009) melakukan penelitian untuk mengevaluasi potensi Eichornia crassipes untuk digunakan dalam fitoremediasi di wilayah pesisir yang terkontaminasi logam. Sepuluh logam, As, Cd, Cu, Cr, Fe, Mn, Ni, Pb, Zn, dan V dinilai dalam air , dalam akar dan daun tanaman dari daerah pesisir Ondo State, Nigeria. Nilai-nilai ini digunakan untuk mengevaluasi faktor pengayaan (EF) dan faktor translokasi (TF) dalam tubuh tanaman. Konsentrasi kritis logam lebih rendah dari yang ditentukan untuk mengklasifikasikan tanaman sebagai akumulator , tetapi EF dan TF mengungkapkan bahwa tanaman mengakumulasikan logam beracun Cr, Cd, Pb dan As , dalam akar dan daunnya hingga konsnetrasi tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman yang memproduksi banyak biomassa di permukaan air dan tidak dimakan oleh hewan dapat berfungsi sebagai tanaman fito-ekstraksi dan rhizofiltrasoi dalam teknologi fitoremediasi. 19

20 . . Phytoremediation of water contaminated with mercury using Typha domingensis in constructed wetland Original Research ArticleChemosphere, Volume 103, May 2014, Pages Marcos Vinícius Teles Gomes, Roberto Rodrigues de Souza, Vinícius Silva Teles, Érica Araújo Mendes The presence of mercury in aquatic environments is a matter of concern by part of the scientific community and public health organizations worldwide due to its persistence and toxicity. The phytoremediation consists in a group of technologies based on the use of natural occurrence or genetically modified plants, in order to reduce, remove, break or immobilize pollutants and working as an alternative to replace conventional effluent treatment methods due to its sustainability – low cost of maintenance and energy. The current study provides information about a pilot scale experiment designed to evaluate the potential of the aquatic macrophyte Typha domingensis in a constructed wetland with subsurface flow for phytoremediation of water contaminated with mercury. The efficiency in the reduction of the heavy metal concentration in wetlands, and the relative metal sorption by the T. domingensis, varied according to the exposure time. The continued rate of the system was 7 times higher than the control line, demonstrating a better performance and reducing 99.6 ± 0.4% of the mercury presents in the water contaminated. When compared to other species, the results showed that the T. domingensis demonstrated a higher mercury accumulation (  ± 0.7234 mg kg−1) when the transfer coefficient was  ±   L kg−1. The results in this present study shows the great potential of the aquatic macrophyte T. domingensis in constructed wetlands for phytoremediation of water contaminated with mercury. 20

21 . . Joint effects of arsenic and cadmium on plant growth and metal bioaccumulation: A potential Cd-hyperaccumulator and As-excluder Bidens pilosa L Original Research ArticleJournal of Hazardous Materials, Volume 165, Issues 1–3, 15 June 2009, Pages Yue-bing Sun, Qi-xing Zhou, Wei-tao Liu, Jing An, Zhi-Qiang Xu, Lin Wang Joint effects of arsenic (As) and cadmium (Cd) on the growth of Bidens pilosa L. and its uptake and accumulation of As and Cd were investigated using the field pot-culture experiment. The results showed that single Cd (≤25 mg kg−1) and As (≤50 mg kg−1) treatments could promote the growth of B. pilosa, resulting in 34.5–104.4% and 21.0–43.0%, respectively, increase in the dry biomass of shoots while compared with that under the control conditions. However, under the co-contamination of As and Cd, there was an antagonistic effect on the growth of the plant. The concentrations of As and Cd accumulated in tissues of the plant increased with an increase of As and Cd in soils. In particular, the levels of Cd in stems and leaves reached and 110.0 mg kg−1, respectively, when soil Cd was 10 mg kg−1. Furthermore, the BF and TF values of Cd were greater than 1.0. However, the highest content of As in roots of the plant was only 13.5 mg kg−1 when soil As was at a high level, i.e. 125 mg kg−1, and the TF values of As were less than 0.1, indicating that B. pilosa can be considered as a potential Cd hyperaccumulator and As excluder. The presence of As had inhibitory effects on Cd absorption by the plant, in particular, the accumulation of Cd in stems, leaves and shoots decreased significantly, with 42.8–53.1, 49.3–66.4 and 37.6–59.5%, respectively, reduction when the level of soil As was up to 125 mg kg−1 compared with that under no addition of As. Whereas, when Cd was added to soils, it could facilitate As accumulation in tissues of the plants and the As concentrations in shoots increased with increasing Cd spiked in soils. The interactive effects of Cd and As may be potential for phytoremediation of Cd and/or As contamination soils. Efek gabungan dari arsen (As) dan kadmium (Cd) terhadap pertumbuhan Bidens pilosa L. dan serapan dan akumulasi As dan Cd diselidiki menggunakan percobaan pot-bidang kebudayaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa satu Cd (≤ 25 mg kg-1) dan As (≤ 50 mg kg-1) Perawatan bisa mendorong pertumbuhan B. pilosa, sehingga 34,5-104,4% dan 21,0-43,0%, masing-masing, peningkatan biomassa kering tunas sementara dibandingkan dengan pada kondisi kontrol. Namun, di bawah co-kontaminasi As dan Cd, ada efek antagonis terhadap pertumbuhan tanaman. Konsentrasi As dan Cd terakumulasi dalam jaringan tanaman meningkat dengan peningkatan As dan Cd dalam tanah. Secara khusus, tingkat Cd di batang dan daun mencapai 103,0 dan 110,0 mg kg-1, masing-masing, ketika tanah Cd adalah 10 mg kg-1. Selanjutnya, BF dan TF nilai Cd yang lebih besar dari 1,0. Namun, isi tertinggi Seperti pada akar tanaman hanya 13,5 mg kg-1 ketika tanah Seperti pada tingkat tinggi, yaitu 125 mg kg-1, dan nilai-nilai TF As kurang dari 0,1, menunjukkan bahwa B. pilosa dapat dianggap sebagai hiperakumulator Cd potensial dan As teksi. Kehadiran As memiliki efek penghambatan pada penyerapan Cd oleh tanaman, khususnya, akumulasi Cd dalam batang, daun dan tunas menurun secara signifikan, dengan 42,8-53,1, 49,3-66,4 dan 37,6-59,5%, masing-masing, pengurangan ketika tingkat tanah Seperti yang hingga 125 mg kg-1 dibandingkan dengan yang di bawah tidak ada penambahan As. Padahal, ketika Cd ditambahkan ke tanah, bisa memfasilitasi Sebagai akumulasi dalam jaringan tanaman dan konsentrasi Seperti di tunas meningkat dengan meningkatnya Cd meningkat di tanah. Efek interaktif Cd dan As mungkin potensial untuk fitoremediasi Cd dan / atau As tanah kontaminasi. 21

22 . The phytoremediation ability of a polyculture constructed wetland to treat boron from mine effluent. Original Research ArticleJournal of Hazardous Materials, Volumes 252–253, 15 May 2013, Pages Onur Can Türker, Harun Böcük, Anıl Yakar This study focuses on describing the ability of a small-scale, subsurface-flow-polyculture-constructed wetland (PCW) to treat boron (B) mine effluent from the world's largest borax mine (Kırka, Turkey) under field conditions. This application is among the first effluent treatment methods of this type in both Turkey and the world. This study represents an important resource on how subsurface-flow-constructed wetlands could be used to treat B mine effluents in the field conditions. To this end, an experimental wetland was vegetated with common reed (Phragmites australis) and cattails (Typha latifolia), and mine effluent was moved through the wetland. The results of the present study show that B concentrations of the mine effluent decreased from 187 to 123 mg l−1 (32% removal rate) on average. The T. latifolia individuals absorbed a total of 250 mg kg−1 whereas P. australis in the PCW absorbed a total of 38 mg kg−1 B during the research period. . Penelitian ini berfokus pada menggambarkan kemampuan dari skala kecil, bawah permukaan-flow-polikultur-constructed wetland (PCW) untuk mengobati boron (B) limbah tambang dari terbesar di dunia tambang boraks (Kırka, Turki) di bawah kondisi lapangan. Aplikasi ini merupakan salah satu metode pengolahan limbah pertama dari jenis ini di Turki dan dunia. Penelitian ini merupakan sumber penting tentang bagaimana permukaan-flow-dibangun lahan basah dapat digunakan untuk mengobati limbah B tambang di kondisi lapangan. Untuk tujuan ini, sebuah lahan basah bervegetasi eksperimental dengan buluh umum (Phragmites australis) dan cattails (Typha latifolia), dan limbah tambang dipindahkan melalui lahan basah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi ini B dari limbah tambang menurun mg l-1 (tingkat removal 32%) rata-rata. The T. individu latifolia menyerap total 250 mg kg-1 sedangkan P. australis di PCW menyerap total 38 mg kg-1 B selama periode penelitian. 22

23 . . Phytoremediation: modeling plant uptake and contaminant transport in the soil–plant–atmosphere continuum Original Research ArticleJournal of Hydrology, Volume 266, Issues 1–2, 5 September 2002, Pages 66-82Ying Ouyang Phytoremediation is an emerging technology that uses plants and their associated rhizospheric microorganisms to remove, degrade, detoxify, or contain contaminants located in the soil, sediments, groundwater, surface water, and even the atmosphere. This study investigates phytoremediation of 1,4-dioxane from a contaminated sandy soil by a poplar cutting, which is associated with water flow in the soil as well as water movement and 1,4-dioxane translocation in the xylem and phloem systems. An existing one-dimensional mathematical model for coupled transport of water, heat, and solutes in the soil–plant–atmosphere continuum (CTSPAC) is modified for the purpose of this study. The model is calibrated with the laboratory experimental measurements prior to its applications. A simulation scenario is then performed to investigate phytoremediation of 1,4-dioxane by a poplar cutting in response to daily water flow and 1,4-dioxane transport for a simulation period of 7 days. Simulation shows that 1,4-dioxane concentration is high in leaves and low in roots with the stem in between. However, 1,4-dioxane mass in the stem (60%) is higher than that of leaves (28%) and roots (12%). This occurs because the stem volume used in this study is larger than those of leaves and roots. The simulation further reveals that about 30% of the soil 1,4-dioxane is removed within 7 days, resulting mainly from root uptake. A plot of the 1,4-dioxane concentrations in plant compartments as a function of time shows that the highest concentration in leaves is about 2600 μg/cm3 and the lowest concentration in roots is about 350 μg/cm3 at the end of the simulation. Results indicate that leaves are an important compartment for 1,4-dioxane accumulation and transpiration. This study suggests that the modified CTSPAC model could be a useful tool for phytoremediation estimations. Fitoremediasi adalah sebuah teknologi baru yang menggunakan tanaman dan mikroorganisme rizosfer mereka terkait untuk menghapus, menurunkan, detoksifikasi, atau mengandung kontaminan yang terletak di tanah, sedimen, air tanah, air permukaan, dan bahkan atmosfer. Penelitian ini meneliti fitoremediasi 1,4-dioksan dari tanah berpasir yang terkontaminasi oleh pemotongan poplar, yang berhubungan dengan aliran air dalam tanah serta pergerakan air dan 1,4-dioxane translokasi dalam xilem dan floem sistem. Sebuah model matematika satu dimensi yang ada untuk transportasi ditambah air, panas, dan zat terlarut dalam kontinum tanah-tanaman-atmosfer (CTSPAC) dimodifikasi untuk tujuan penelitian ini. Model ini dikalibrasi dengan laboratorium pengukuran eksperimental sebelum aplikasi. Skenario simulasi ini kemudian dilakukan untuk menyelidiki fitoremediasi 1,4-dioksan oleh pemotongan poplar dalam menanggapi aliran air setiap hari dan transportasi 1,4-dioxane untuk jangka waktu simulasi dari 7 hari. Simulasi menunjukkan bahwa konsentrasi 1,4-dioksan tinggi dalam daun dan rendah akar dengan batang di antara keduanya. Namun, massa 1,4-dioxane dalam batang (60%) lebih tinggi dari daun (28%) dan akar (12%). Hal ini terjadi karena volume batang yang digunakan dalam penelitian ini adalah lebih besar daripada daun dan akar. Simulasi lebih lanjut mengungkapkan bahwa sekitar 30% dari tanah 1,4-dioxane dihapus dalam waktu 7 hari, akan timbul terutama dari serapan akar. Sebuah plot konsentrasi 1,4-dioxane dalam kompartemen tanaman sebagai fungsi waktu menunjukkan bahwa konsentrasi tertinggi dalam daun adalah sekitar μg/cm3 dan konsentrasi terendah di akar adalah sekitar 350 μg/cm3 pada akhir simulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun merupakan kompartemen penting untuk akumulasi 1,4-dioxane dan transpirasi. Studi ini menunjukkan bahwa model CTSPAC dimodifikasi bisa menjadi alat yang berguna untuk estimasi fitoremediasi. 23

24 . . Arsenic accumulation by Talinum cuneifolium – application for phytoremediation of arsenic-contaminated soils of Patancheru, Hyderabad, India Review ArticleTrace Metals and other Contaminants in the Environment, Volume 9, 2007, Pages K. Chandra Sekhar, C.T. Kamala, N.S. Chary, A.B. Mukherjee In recent years, due to increased use of metal-containing raw materials and population growth, many regions of the Indian subcontinent have been contaminated with metals. Metal contamination poses the most significant potential threat to the environment and the human health due to their known toxicity. Many sites in the industrial region of Patancheru near Hyderabad, Andhra Pradesh (AP), and Rajnandagaon district of Chhatisgarh State, India, are polluted with high concentrations of trace metals including As, inorganic chemicals, and organic compounds. Large amounts of As have been reported in landfills and groundwater in many regions of the world. Many people live in the Bengal Delta Plain, which is contaminated with high concentration of As (>10 μg/l) in drinking water. In most soils, As is generally found in relatively low level, but in industrial and contaminated sites, its concentration may be quite high. Among the different remediation technologies, phytoremediation of metal-contaminated soils offers a cost-effective alternative and its importance is increasing for clean-up of metal-contaminated ecosystems. This study was carried out with a hyperaccumulating plant Talinum cuneifolium, which belongs to the family Portulacaceae, for removal of As from soil. The ability of this plant to accumulate As in roots and shoots was studied under pot experimental conditions. The results showed that As accumulation reached maximum in the roots during the first 1–3 weeks. After a period of 1 month, the leaf As concentration increased, compared to the roots and stems. The plant could withstand As concentrations up to 2000 mg/kg DW, though phytotoxic symptoms appeared later on. In addition, we studied the effect of various metals (Pb, Cr, Co, Cu, Zn, Cd, and Fe), and anions (carbonate, acetate, phosphate, nitrate, sulfate, and chloride). We also used various chemical modifiers such as N + P + K fertilizer and citrate to increase plant As removal from contaminated soils. An attempt was made for the decontamination of As from several soils contaminated with As in Patancheru, using As hyperaccumulator, T. cuneifolium. Dalam beberapa tahun terakhir, karena meningkatnya penggunaan logam yang mengandung bahan baku dan pertumbuhan penduduk, banyak daerah benua India telah terkontaminasi dengan logam. Kontaminasi logam menimbulkan potensi ancaman yang paling signifikan terhadap lingkungan dan kesehatan manusia akibat toksisitas dikenal mereka. Banyak situs di kawasan industri dari Patancheru dekat Hyderabad, Andhra Pradesh (AP), dan kabupaten Rajnandagaon dari Chhatisgarh Negara, India, tercemar dengan konsentrasi tinggi jejak logam termasuk As, bahan kimia anorganik, dan senyawa organik. Sejumlah besar Seperti telah dilaporkan di tempat pembuangan sampah dan air tanah di banyak wilayah di dunia. Banyak orang tinggal di Bengal Delta Plain, yang terkontaminasi dengan konsentrasi tinggi As (> 10 mg / l) dalam air minum. Dalam sebagian besar tanah, Seperti umumnya ditemukan dalam tingkat yang relatif rendah, tetapi di lokasi industri dan terkontaminasi, konsentrasinya mungkin cukup tinggi. Di antara teknologi remediasi yang berbeda, fitoremediasi tanah terkontaminasi logam-menawarkan alternatif yang hemat biaya dan pentingnya meningkat untuk bersih-bersih ekosistem logam terkontaminasi. Penelitian ini dilakukan dengan tanaman hyperaccumulating Talinum cuneifolium, yang milik keluarga Portulacaceae, untuk menghilangkan As dari tanah. Kemampuan tanaman ini menumpuk Seperti di akar dan tunas dipelajari di bawah kondisi percobaan pot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akumulasi As mencapai maksimum pada akar selama 1-3 minggu pertama. Setelah jangka waktu 1 bulan, daun Sebagai konsentrasi meningkat, dibandingkan dengan akar dan batang. Tanaman bisa menahan Sebagai konsentrasi 2000 mg / kg DW, meskipun gejala phytotoxic muncul di kemudian hari. Selain itu, kami mempelajari pengaruh berbagai logam (Pb, Cr, Co, Cu, Zn, Cd, dan Fe), dan anion (karbonat, asetat, fosfat, nitrat, sulfat, dan klorida). Kami juga menggunakan berbagai pengubah kimia seperti N + P + K pupuk dan sitrat untuk meningkatkan tanaman Sebagai penghapusan dari tanah yang terkontaminasi. Sebuah usaha telah dilakukan untuk dekontaminasi As dari beberapa tanah yang terkontaminasi dengan As di Patancheru, menggunakan Sebagai hiperakumulator, T. cuneifolium. 24

25 . . Phytoremediation of stable Cs from solutions by Calendula alata, Amaranthus chlorostachys and Chenopodium album Original Research ArticleEcotoxicology and Environmental Safety, Volume 74, Issue 7, October 2011, Pages Roxana Moogouei, Mehdi Borghei, Reza Arjmandi Uptake rate of 133Cs, at three different concentrations of CsCl, by Calendula alata, Amaranthus chlorostachys and Chenopodium album plants grown outdoors was studied. These plants grow abundantly in semi-arid regions and their varieties exist in many parts of the world. When exposed to lowest Cs concentration 68 percent Cs was remediated by Chenopodium album. 133Cs accumulation in shoots of Amaranthus chlorostachys reached its highest value of  mg kg−1 at a 133Cs supply level of 3.95 mg l−1 of feed solution. The highest concentration ratio value was 4.89 for Amaranthus chlorostachys, whereas for the other tests it ranged from 0.74 to Furthermore uptake of 133Cs by all three species increased with increasing metal concentrations. The results also indicated that hydroponically grown Calendula alata, Amaranthus chlorostachys and Chenopodium album could be used as potential candidate plants for phytoremediation of solutions contaminated with Cs. 25

26 . Metal uptake, transport and release by wetland plants: implications for phytoremediation and restoration. Review ArticleEnvironment International, Volume 30, Issue 5, July 2004, Pages Judith S. Weis, Peddrick Weis Marshes have been proposed as sites for phytoremediation of metals. The fate of metals within plant tissues is a critical issue for effectiveness of this process. In this paper we review studies that investigate the effects of plants on metals in wetlands. While most of these marsh plant species are similar in metal uptake patterns and in concentrating metals primarily in roots, some species retain more of their metal burden in belowground structures than other species, which redistribute a greater proportion of metals into aboveground tissues, especially leaves. Storage in roots is most beneficial for phytostabilization of the metal contaminants, which are least available when concentrated below ground. Plants may alter the speciation of metals and may also suffer toxic effects as a result of accumulating them. Metals in leaves may be excreted through salt glands and thereby returned to the marsh environment. Metal concentrations of leaf and stem litter may become enriched in metals over time, due in part to cation adsorption or to incorporation of fine particles with adsorbed metals. Several studies suggest that metals in litter are available to deposit feeders and, thus, can enter estuarine food webs. Marshes, therefore, can be sources and well as sinks for metal contaminants. Phragmites australis, an invasive species in the northeast U.S. sequesters more metals belowground than the native Spartina alterniflora, which also releases more via leaf excretion. This information is important for the siting and use of wetlands for phytoremediation as well as for marsh restoration efforts. 26


Download ppt "TEORI FITOREMEDIASI TUMBUHAN AIR"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google