Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

PERJANJIAN YANG DILARANG

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "PERJANJIAN YANG DILARANG"— Transcript presentasi:

1 PERJANJIAN YANG DILARANG
Bahan Mengajar Mata Kuliah Hukum Persaingan Usaha Fakultas Hukum Universitas indonesia 2012

2 Bentuk-bentuk perjanjian secara umum
1. Horizontal “dilakukan diantara pelaku usaha yang saling bersaing” contohnya: kartel, penetapan harga, persekongkolan tender. Vertikal “dilakukan diantara pelaku usaha yang saling memiliki keterkaitan usaha” contohnya: resale price maintenance (RPM), exclusive distribution, exclusive dealing, tie-in sale.

3 Tujuan perjanjian yang positif (+)
Meningkatkan efesiensi Mengurangi resiko Menciptakan produk baru dan meningkatkan kualitas produk Meningkatkan metode distribusi Memperbaiki saluran informasi

4 Tujuan perjanjian yang negatif (-)
Menghilangkan persaingan Membatasi produksi Meningkatkan harga

5 Perjanjian menurut UU No.5/1999
“suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis.” (Pasal 1 angka 7) Bagaimana pembuktian terhadap perjanjian yang tidak tertulis di KPPU ataupun di Pengadilan?

6 Perjanjian yang dilarang (UU No.5/1999)
Oligopoli (Pasal 4 UU No.5/1999); Penetapan harga price fixing (Pasal 5 UU No.5/1999); Diskriminasi harga / price discrimination (Pasal 6 UU No.5/1999); Predatory Pricing (Pasal 7 UU No.5/1999); Resale Price Maintenance (Pasal 8 UU No.5/1999); Pembagian wilayah / market division (Pasal 9 UU No.5/1999); Pemboikotan (Pasal 10 UU No.5/1999); Kartel (Pasal 11 UU No.5/1999);

7 Perjanjian yang dilarang (UU No.5/1999)
6. Trust (Pasal 12 UU No.5/1999); 7. Oligopsoni (Pasal 13 UU No.5/1999) ; 8. Integrasi vertikal (Pasal 14 UU No.5/1999); 9. Perjanjian Tertutup exclusive distribution agreement (Pasal 15 ayat (1) UU No.5/1999); tying agreement (Pasal 15 ayat (2) UU No.5/1999); vertical agreement on discount (Pasal 15 ayat (3) UU No.5/1999); 10. Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri.

8 Perjanjian yang dilarang
Oligopoli Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat (Pasal 4 ayat (1) UU No.5/1999). Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud ayat (1) apabila 2 atau 3 pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% pangsa pasar satu jenis tertentu (Pasal 4 ayat (2) UU No.5/1999)

9 1. Oligopoli Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) diartikan bahwa oligopoli itu sendiri merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha (2 atau 3 pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha) secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan jasa lebih dari 75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Kemudian yang dilarang oleh UU Persaingan Usaha adalah adanya perjanjian (kolusi) diantara mereka untuk melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan jasa.

10 1. Oligopoli 1. Non Kolusi (Kinked Demand Model)
TIGA MODEL OLIGOPOLI 1. Non Kolusi (Kinked Demand Model) Diantara oligopolis tidak mau melakukan kerja sama 2. Kolusi Dalam Penetapan Harga ( Collusive pricing) Kerja yang dilakukan misalnya secara resmi dengan membentuk kartel, tetapi jika secara resmi dilarang, dapat dilakukan secara informal atau implisit 3. Kepemimpinan Harga (Price Leadership) Perusahaan-perusahaan yang dominan, memegang kendali dalam penetapan harga, sehingga mendapat laba yang lebih besar

11 1. Oligopoli Salah satu bentuk struktur pasar dimana hanya terdapat sedikit pelaku usaha (baik produsen ataupun konsumen) yang menawarkan produk yang seragam/identik kepada pelaku usaha lain. Diantara pelaku usaha memiliki keterkaitan satu sama lain (Cournot {output} and Bertrand {harga} model) Berusaha untuk saling berkerjasama untuk mendapatkan keuntungan yang besar dengan cara mengurangi produksi dan mengenakan harga di atas marginal cost.

12 1. Oligopoli 1.Efisiensi skala besar: -Investasi awal sangat besar
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB 1.Efisiensi skala besar: -Investasi awal sangat besar -Biaya produksi murah bila skala produksi sangat besar 2.Kompleksitas manajemen: -Industri padat modal dan ilmu pengetahuan -Sumber daya manusia kualitas tinggi -Multi disiplin -Persaingan non harga -inteljen bisnis

13 KINKED DEMAND CURVE Pengambilan keputusan yang interdependen menyebabkan perusahaan seolah-olah berhadapan dengan kurva permintaan yang patah (kinked demand curve) Jika harga lebih tinggi dari P1 kurva permintaan yang berlaku adalah D1 namun jika harga lebih rendah dari P2 kurva permintaan yang berlaku adalah D2 Seolah-olah kurva permintaan yang dihadapi perusahaan adalah kurva ABD2 P A B P1 P2 D1 D2 Q Q1 Q2 Q3

14 MODEL GAME THEORY Bonnie=s Decision Confess Remain Silent Clyde=s
Bonnie gets 8 years Clyde gets 8 years Bonnie gets 20 years Clyde goes free Bonnie goes free Clyde gets 20 years Bonnie gets 1 year Clyde gets 1 year Marlboro's Decision Advertise Don't Advertise Camel's Decision $3 billion profit for Marlboro $3 billion profit for Camel $2 billion profit for Marlboro $5 billion profit for Camel $5 billion profit for Marlboro $2 billion profit for Camel $4 billion for Marlboro $4 billion profit for Camel

15 1. Oligopoli Kekuatan: Keterbatasan:
Mampu mengakumulasi laba super normal Produksi paling prima & dinamis Pionir riset dan pengembangan teknologi Pionir pengembangan SDM Keterbatasan: Berpotensi membentuk kekuatan monopoli Kapasitas tak terpakai Kesejahteraan yang hilang

16 1. Oligopoli Bahan diskusi:
Industri semen nasional untuk saat ini dikuasai oleh beberapa perusahaan semen seperti PT Semen Gresik yang menguasai  43% pangsa pasar, PT Indocement yang menguasai  34% pangsa pasar, PT Semen Cibinong yang menguasai  13,6% pangsa pasar, PT Semen Andalas yang menguasai  4,3% pangsa pasar, dan sisanya dikuasai oleh PT Semen Baturaja, PT Semen Basowa Maros, dan PT Semen Kupang. Pertanyaannya apakah kondisi tersebut diperbolehkan oleh UU No.5/1999?

17 Perkara Perkara No. 10/KPPU-L/2005 mengenai Kartel Perdagangan Garam di Sumatera Utara Perkara No. 28/KPPU-L/2007 mengenai Jasa Pelayanan Taksi di Kota Batam

18 Perjanjian yang dilarang
Penetapan harga price fixing (Pasal 5 UU No.5/1999); Diskriminasi harga / price discrimination (Pasal 6 UU No.5/1999); Predatory Pricing (Pasal 7 UU No.5/1999); Resale Price Maintenance (Pasal 8 UU No.5/1999);

19 2. Penetapan harga Price fixing
Pelaku usaha dilarang membuat peranjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama {Pasal 5 ayat (1) UU No.5/1999} Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi: a.suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau b.suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku. {Pasal 5 ayat (2) UU No.5/1999}

20 Price fixing Tujuan dari pelaku usaha melakukan price fixing?
Mengapa price fixing perlu diatur secara per se?

21 Price fixing Bahan diskusi:
Agar dapat tetap melangsungkan usaha ditengah persaingan yang semakin ketat dengan perusahaan-perusahaan taksi besar, para pengusaha angkutan Taksi yang tergolong usaha kecil dan relatif masih baru bersepakat untuk menetapkan tarif ekonomi (kembali kepada tarif lama sebelum kenaikan tarif baru) yang seragam kepada para penumpang mereka, dan hal tersebut oleh perusahaan-perusahaan taksi besar dianggap sebagai salah satu bentuk persaingan usaha tidak sehat. Pertanyaannya apakah kesepakatan untuk menetapkan tarif ekonomi tersebut diperbolehkan oleh UU No.5/1999?

22 Contoh Perkara Putusan KPPU No. 26/KPPU-L/2007 mengenai Kartel SMS
“Periode terdapat perjanjian interkoneksi antar para operator jasa telekomunikasi menetapkan harga layanan SMS off-net berkisar pada harga Rp. 250-Rp. 350”

23 Penetapan harga Diskriminasi harga / price discrimination
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembali satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama (Pasal 6 UU No.5/1999)

24 Diskriminasi harga / price discrimination
Tujuan utamanya mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi Keuntungan yang lebih tinggi tersebut diperoleh dengan cara merebut surplus konsumen Surplus konsumen adalah selisih harga tertinggi yang bersedia dibayar konsumen dengan harga yang benar-benar dibayar oleh konsumen

25 Diskriminasi harga / price discrimination
Didasari adanya kenyataan bahwa konsumen sebenarnya bersedia untuk membayar lebih tinggi, maka perusahaan akan berusaha merebut surplus konsumen tersebut dengan cara melakukan diskriminasi harga

26 Diskriminasi harga / price discrimination
Syarat utama penerapan diskriminasi harga: Memiliki market power Tidak ada resale/arbitrage

27 Diskriminasi harga / price discrimination
Bentuk-bentuk diskriminasi harga: 1st degree 2nd degree 3rd degree

28 Bentuk-bentuk price discrimination:
1st degree PD Menerapkan harga yang berbeda-beda untuk setiap konsumen berdasarkan reservation price masing-masing konsumen Disebut juga perfect / full PD karena berhasil mengambil surplus konsumen paling besar Syarat utama, perusahaan harus mengetahui reservation price masing-masing konsumen

29 First-degree Price Discrimination
$/output unit MC(y) p(y) y

30 Bentuk-bentuk price discrimination:
2nd degree PD PD dilakukan dengan cara menerapkan harga yang berbeda-beda pada jumlah unit produk yang dijual PD ini dilakukan karena perusahaan tidak memiliki informasi mengenai reservation price konsumen Contoh: perbedaan harga per unit pada pembelian grosir dan pembelian eceran

31 2nd degree PD P Pelaku usaha menetapkan harga P1, P2, P3 berdasarkan jumlah konsumsi (blok 1, blok 2, blok 3) Kebijakan ini dapat meningkatkan kesejahteraan konsumen karena jumlah output bertambah dan harga jual semakin murah P1 P0 P2 P3 AC MC MR Q D Q1 Q0 Q2 Q3 blok1 blok2 blok3

32 Bentuk-bentuk price discrimination
3rd degree PD PD dilakukan dengan cara menerapkan harga yang berbeda untuk setiap kelompok konsumen berdasarkan reservation price masing-masing kelompok konsumen PD dilakukan karena perusahaan tidak mengetahui reservation price masing-masing konsumen, tapi mengetahui reservation price kelompok konsumen Kelompok konsumen dapat dibedakan atas lokasi geografis, maupun karakteristik konsumen seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, dll.

33 3rd degree PD P P P MC MR=MC MR=MC MR=MC PT PB PA DT=DA+DB DA DB MR MR MR QB QT QA Diskriminasi harga ditetapkan berdasarkan perbedaan elastisitas harga. Permintaan yang lebih inelastis dikenakan harga yang lebih tinggi

34 Diskriminasi harga / price discrimination
Bahan diskusi: Sebuah organisasi advokat/pengacara yang menjadi wadah dari beberapa organisasi advokat yang ada di Indonesia dalam penyelenggaraan suatu kegiatan misalnya seminar, workshop, pendidikan advokat, dan lain-lain mengenakan tariff yang berbeda kepada peserta yang bukan menjadi anggota dari organisasi advokat tersebut, dimana bagi peserta yang bukan menjadi anggota dikenakan tarif yang lebih mahal. Pertanyaannya apakah tindakan yang dilakukan oleh organisasi advokat tersebut diperbolehkan oleh UU No.5/1999?

35 Contoh Perkara Perkara No. 10/KPPU-L/2005 mengenai Kartel Perdagangan Garam ke Sumatera Utara “Pembedaan harga jual garam bahan baku kepada G3 dan G4, dan pelaku usaha selain G3 dan G4”

36 Penetapan Harga Predatory Pricing
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga dibawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat (Pasal 7 UU No.5/1999).

37 Predatory Pricing Definisi: Pelaku usaha yang menjual dengan harga lebih rendah untuk mendepak pesaingnya keluar dari industri dan mendorong pelaku usaha baru untuk tidak masuk ke industri, kemudian dalam jangka panjang ia akan meningkatkan labanya. Tujuan: mengurangi persaingan dengan membangkrutkan pesaing dan menciptakan penghalang masuk (barrier to entry) bagi pelaku usaha potensial yang ingin masuk ke industri

38 Penetapan harga Resale Price Maintenance
pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan/atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan/atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat (Pasal 8 UU No.5/1999)

39 Resale Price Maintenance
Tujuan utamanya untuk menghidari terjadinya persaingan ditingkat pengecer kurangnya persaingan di tingkat eceran dapat melindungi laba supranormal untuk pengecer RPM juga dapat membatasi pelanggan terhadap pilihan rangkaian kualitas harga yang diinginkan, termasuk pilihan untuk membali produk pada tingkat harga yang lebih rendah melalui jasa atau iklan sebelumnya.

40 Resale Price Maintenance
Studi kasus: Perusahaan Multi Level Marketing ternama di Amerika, yang juga mempunyai cabang usaha di Indonesia, ternyata pernah juga berurusan dengan hukum persaingan. Tahun 1979, Amway Corporation,Inc, dinyatakan bersalah oleh pengadilan Amerika, setelah terbukti melakukan perjanjian penetapan harga jual kembali (resale price maintenance/RPM ) terhadap para distributor downlinenya, dalam melakukan penjualan produk-produknya. Hukum yang dilanggar adalah Federal Trade Commision Act Section 5(a)(1): Unfair methods of competition in commerce, and unlawful or deceptive acts or practices in commerce, are declared unlawful. Combining and conspiring to fix resale prices is a prohubited act, yang pada intinya melarang pelaku usaha untuk melakukan tindakan untuk menetapkan harga jual suatu produk usahanya. Perusahaan atau pelaku usaha hanya bisa menyarankan suatu tingkat harga, dimana harga jual nantinya akan bervariasi sesuai keadaan pasar yang bersangkutan. Bukan menetapkan harga tertentu. Hal yang dilakukan Amway sejak tahun 1963, hingga kasus ini diputuskan adalah menetapkan harga jual produknya, dimana distributor sama sekali tidak diperkenankan untuk memberikan potongan atau diskon terhadap harga yang ditetapkan Amway. Atas tindakan tersebut, pengadilan memutuskan Amway harus mencantumkan klausa yang berisi kebebasan distributor dalam menjual produknya kepada pembeli, dan Amway hanya menyarankan tingkatan harga, dalam setiap dokumen penentuan harga yang diberikan kepada distributornya. Jadi bukan lagi RPM.

41 Resale Price Maintenance
Bahan diskusi: Untuk menghindari terjadinya praktek perang harga yang terjadi diantara distributornya di Jawa Timur, perusahaan semen terbesar SG kemudian menetapkan harga jual semen di tingkat distributornya dan mewajibkan para distributornya untuk menjual sesuai dengan harga yang telah ditentukan, dan akan mengenakan sanksi kepada distributor yang tidak mematuhi ketentuan itu, kemudian dengan alasan untuk meningkatkan daya saing perusahaannya SG juga melarang para distributornya untuk menjual produk semen merek lain. Pertanyaannya apakah perbuatan yang dilakukan oleh SG dan para distributornya tersebut diperbolehkan oleh UU No.5/1999?

42 Contoh Perkara Perkara No. 11/KPPU-I/2005 mengenai Distribusi Semen Gresik “PT. Semen Gresik membuat perjanjian jual-beli dengan para distributornya, dengan klasula untuk menjual harga Semen Gresik sesuai dengan harga yang ditentukan oleh PT. Semen Gresik” Putusan PN membatalkan Putusan KPPU, Putusan MA menguatkan Putusan PN

43 3. Pembagian Wilayah Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (Pasal 9 UU No.5/1999)

44 3. Pembagian Wilayah Tujuan utamanya adalah untuk menghindari terjadinya persaingan diantara pelaku usaha yang saling bersaing Dengan hilangnya persaingan mengakibatkan pelaku usaha dapat mengenakan harga yang lebih tinggi sehingga mereka dapat menikmati laba yang lebih besar Akhirnya masing-masing pelaku usaha dapat menentukan sendiri jumlah produk, kualitas dan harga yang harus dibayar oleh konsumen

45 3. Pembagian Wilayah Pelaku usaha tidak berupaya lagi melakukan efisiensi, dan tidak mengupayakan peningkatkan kualitas produk dan pelayanan yang baik bagi konsumen Pembagian wilayah ini telah mengakibatkan hilangnya pilihan bagi konsumen dan juga harus membayar dengan harga yang lebih tinggi

46 3. Pembagian Wilayah Pembagian wilayah ini membuat pelaku usaha yang terlibat di dalam praktek ini akan mengalami kesulitan dalam mengembangkan aktifitas usahanya, tetapi hal ini dikompensasi dengan cara melakukan eksploitasi secara besar-besaran terhadap konsumen Namun pembagian wilayah tidak dapat berjalan secara efektif bila konsumen mempunyai kemampuan yang cukup untuk berpindah dari pasar yang satu ke pasar yang lain untuk membeli kebutuhannya

47 Contoh Perkara Perkara KPPU No. 28/KPPU-I/2007 mengenai Jasa Pelayanan Taksi Batam “Pembagian wilayah menjadi 8 wilayah meliputi bandara Hang Nadim, Pelabuhan Sekupang, Domestik Sekupang, Batam Center, Telaga Punggur, Domestik Sekupang, Marina City dan Nongsa Pura”

48 4. Pemboikotan Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri (Pasal 10 ayat (1) UU No.5/1999)  Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya, untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut: merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain; atau Membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan (Pasal 10 ayat (2) UU No.5/1999)

49 4. Pemboikotan Salah satu bentuk strategi yang dilakukan di antara pelaku usaha untuk mengusir pelaku usaha lain dari pasar yang sama, atau juga untuk mencegah pelaku usaha yang berpotensi menjadi pesaing untuk masuk ke dalam pasar yang sama, yang kemudian pasar tersebut dapat terjaga hanya untuk kepentingan pelaku usaha yang terlibat dalam perjanjian pemboikotan tersebut Dengan terusirnya pelaku usaha pesaing dan tidak bisa masuknya pelaku usaha yang berpotensial menjadi pesaing ke dalam pasar yang sama, berakibat terhadap semakin menurunnya tingkat persaingan

50 4. Pemboikotan  Agar praktek pemboikotan yang dilakukan para pelaku usaha yang berada di pasar dapat berjalan sukses, diperlukan partisipasi yang seluas mungkin dari pelaku usaha yang ada di dalam pasar yang bersangkutan, karena apabila tidak adanya dukungan atau keterlibatan secara luas para pelaku usaha yang ada di dalam pasar biasanya pemboikotan akan sulit untuk berhasil

51 5. Kartel Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (Pasal 11 UU No.5/1999)

52 5. Kartel salah satu strategi yang diterapkan diantara pelaku usaha yang berasumsi jika produksi mereka di dalam pasar dikurangi sedangkan permintaan terhadap produk mereka di dalam pasar tetap, akan berakibat kepada terkereknya harga ke tingkat yang lebih tinggi. Dan sebaliknya, jika di dalam pasar produk mereka melimpah, sudah barang tentu akan berdampak terhadap penurunan harga produk mereka di pasar. Tujuannya untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya dengan mengurangi produk mereka secara signifikan di pasar, sehingga menyebabkan di dalam pasar mengalami kelangkaan, yang mengakibatkan konsumen harus mengeluarkan biaya yang lebih untuk dapat membeli produk pelaku usaha tersebut di pasar.

53 5. Kartel  Praktek kartel dapat berjalan sukses apabila pelaku usaha yang terlibat di dalam perjanjian kartel tersebut haruslah mayoritas dari pelaku usaha yang berkecimpung di dalam pasar tersebut. Karena bila hanya sebagian kecil saja pelaku usaha yang terlibat di dalam perjanjian kartel biasanya perjanjian kartel tidak akan efektif dalam mempengaruhi pasokan produk di pasar, karena kekurangan pasokan di dalam pasar akan ditutupi oleh pasokan dari pelaku usaha yang tidak terlibat di dalam perjanjian kartel

54 5. Kartel Bahan diskusi: Untuk meningkatkan posisi tawar mereka dengan Kontraktor Singapura yang membeli pasir laut dari Riau untuk keperluan reklamasi daratan Singapura, para eksportir pasir laut di Riau bersepakat untuk membentuk asosiasi yang nantinya akan mengatur mengenai harga dan jumlah pasir laut yang akan mereka jual ke Singapura. Pertanyaannya apakah perbuatan yang dilakukan para eksportir pasir laut di Riau tersebut diperbolehkan oleh UU No.5/1999?

55 Contoh Perkara Perkara No. 03/KPPU-I/2003 mengenai Kargo Surabaya-Makassar “7 Perusahaan pelayaran menetapkan kuota bongkar muat Jalur Surabaya-Makassar-Surabaya dan Makassar-Jakarta-Makassar agar mempengaruhi harga agar tarif tercapai sesuai dengan kesepakatan tarif yang telah ditetapkan sebelumnya karena tidak ada jaminan bahwa kesepakatan tarif akan dapat berlangsung efektif”

56 6. Trust Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerjasama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseoran anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (Pasal 12 UU No.5/1999)

57 6. Trust Trust merupakan wadah antar perusahaan yang didisain untuk membatasi persaingan dalam bidang usaha atau industri tertentu Gabungan antara beberapa perusahaan dalam bentuk trust dimaksudkan untuk secara kolektif mengendalikan pasokan, dengan melibatkan trustee sebagai koordinator penentu harga.

58 7. Oligopsoni pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan/atau jasa dalam pasar bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat (Pasal 13 ayat (1) UU No.5/1999) pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu (Pasal 13 ayat (2) UU No.5/1999)

59 7. Oligopsoni Oligopsoni adalah struktur pasar yang di dominasi oleh sejumlah konsumen yang memiliki kontrol atas pembelian Struktur pasar ini memiliki kesamaan dengan struktur pasar oligopoli hanya saja struktur pasar ini terpusat di pasar input Dengan adanya praktek oligopsoni produsen atau penjual tidak memiliki alternatif lain untuk menjual produk mereka selain kepada pihak pelaku usaha yang telah melakukan perjanjian oligopsoni

60 7. Oligopsoni  Mengakibatkan produsen atau penjual hanya dapat menerima saja harga yang sudah ditentukan oleh pelaku usaha yang melakukan praktek oligopsoni.

61 8. Integrasi Vertikal Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat (Pasal 14 UU No.5 Tahun 1999)

62 8. Integrasi Vertikal Ketika suatu pelaku usaha ingin agar pangsa pasar yang dimilikinya menjadi lebih besar, pertumbuhan perusahaan dan perolehan laba yang semakin meningkat, tingkat efesiensi yang semakin tinggi dan juga untuk mengurangi ketidak pastian akan pasokan bahan baku yang dibutuhkan dalam berproduksi dan pemasaran hasil produksi, biasanya perusahaan akan menempuh jalan untuk melakukan penggabungan dengan pelaku-pelaku usaha lain yang mempunyai kelanjutan proses produksi (integrasi vertikal). Integrasi antar pelaku usaha juga dengan sendirinya dapat juga dikaitkan dengan pengurangan resiko dalam bisnis

63 8. Integrasi Vertikal mengakibatkan meningkatnya hambatan masuk (entry barriers) bagi pelaku usaha lain yang ingin masuk ke dalam pasar Integrasi vertikal ke arah hulu (downstream integration) dapat memfasilitasi diskriminasi harga, dimana integrasi sampai di tingkat ritailer dapat memungkinkan perusahaan manufaktur mempraktekan diskriminasi harga

64 Contoh Perkara Perkara No. 01/KPPU-L/2003 mengenai Garuda Indonesia
“PT. Garuda Indonesia menekan agen untuk tidak melakukan investasi sendiri dalam sistem reservasi dan memaksa agen untuk menggunakan sistem reservasi berikut infrastrukturnya dari PT. Abacus Indonesia yang sahamnya 95% dimiliki PT. Garuda Indonesia” Putusan PN membatalkan Putusan KPPU,tetapi Putusan MA menguatkan Putusan KPPU

65 9. Perjanjian Tertutup Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu. (Pasal 15 ayat (1) UU No.5/1999) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok. (Pasal 15 ayat (2) UU No.5/1999) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok : a. harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok; atau b. tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok. (Pasal 15 ayat (3) UU No.5/1999)

66 a. exclusive distribution agreement
Pelaku usaha membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima produk hanya akan memasok atau tidak memasok kembali produk tersebut kepada pihak tertentu atau pada tempat tertentu saja Dilakukan oleh pelaku usaha manufaktur yang memiliki beberapa perusahaan yang mendistribusikan hasil produksinya, yang tidak menghendaki terjadinya persaingan di tingkat distributor

67 a. exclusive distribution agreement
Dengah berkurangnya atau bahkan hilangnya persaingan pada tingkat distributor membawa implikasi kepada harga produk yang didistribusikan menjadi lebih mahal Dibatasinya distribusi hanya untuk pihak dan tempat tertentu saja dapat juga mengakibatkan pihak distributor menyalahgunakan kedudukan eksklusive yang dimilikinya untuk mungkin mengenakan harga yang tinggi terhadap produk yang didistribusikannya kepada konsumen pihak dan wilayah tertentu

68 a. exclusive distribution agreement
Bahan diskusi: Produsen jam tangan ternama ROLEX dalam menjual produknya di Indonesia, menerapkan persyaratan kepada setiap distributornya untuk hanya menjual produk ROLEX pada tempat-tempat tertentu saja, dan apabila ada distributor yang tidak mematuhi persyaratan yang sudah ditentukan tersebut maka produsen dari jam tangan ROLEX tidak akan memasok kembali produknya kepada distributor yang tidak mematuhi persyaratan yang sudah ditentukan sebelumnya. Pertanyaannya apakah tindakan yang dilakukan oleh produsen jam ROLEX tersebut diperbolehkan oleh UU No.5/1999?

69 Contoh Perkara Perkara No. 11/KPPU-I/2005 mengenai Distribusi Semen Gresik “PT Semen Gresik mencantumkan klasula dalam perjanjian jual beli mengenai pemasokan daerah tertentu, hanya memasok semen di daerah penyaluran yang telah ditetapkan oleh PT. Semen Gresik” Putusan PN membatalkan Putusan KPPU, Putusan MA menguatkan Putusan KPPU

70 b. tying agreement Defenisi tying agreement adalah perjanjian yang dibuat di antara pelaku usaha yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok. Dengan praktek tying agreement, pelaku usaha dapat melakukan perluasan kekuatan monopoli yang dimiliki pada tying Product (barang atau jasa yang pertama kali dijual) ke tyied product (barang atau jasa yang dipaksa harus dibeli juga oleh konsumen).

71 b. tying agreement Dengan memiliki kekuatan monopoli untuk kedua produk sekaligus (tying product dan tyied product) oleh pelaku usaha, dapat menciptakan hambatan bagi calon pelaku usaha pesaing untuk masuk ke dalam pasar Membuat konsumen harus membeli barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan Ada dua alasan yang menyebabkan praktek tying agreement tersebut dilarang, yaitu: (1) pelaku usaha yang melakukan praktek tying agreement tidak menghendaki pelaku usaha lain memiliki kesempatan yang sama untuk bersaing secara fair dengan dia terutama pada tied product dan (2) pelaku usaha yang melakukan praktek tying agreement juga telah menghilangkan hak konsumen untuk memilih secara merdeka barang yang ingin mereka beli.

72 b. tying agreement Bahan diskusi:
Sebagian besar Rumah Sakit yang ada, mengharuskan pasien-pasien yang berobat di Rumah Sakit mereka untuk membeli obat di apotik Rumah Sakit (apotik yang dimiliki oleh Rumah Sakit), kecuali obat yang diperlukan si pasien tidak dijual di Rumah Sakit tersebut, bahkan terkadang harga obat di apotik Rumah Sakit lebih mahal dibandingkan di apotik biasa, dan juga tidak jarang pasien harus mengantri lebih lama untuk mendapatkan obat yang mereka beli karena biasanya yang membeli obat di apotik Rumah Sakit lebih banyak dibandingkan di apotik biasa. Dengan kondisi tersebut telah mengurangi pendapatan dari apotik-apotik biasa secara signifikan. Pertanyaannya apakah perbuatan sebagian besar Rumah Sakit tersebut diperbolehkan oleh UU No.5/1999?

73 Contoh Perkara Perkara No. 01/KPPU-L/2003 mengenai Garuda Indonesia
“PT. Abacus Indonesia menjual Sistem Abacus kepada agen dengan mensyaratkan terlebih dahulu adanya abacus connection dan untuk mendapatkan hal tersebut agen harus memiliki abacus terminal” Putusan PN membatalkan Putusan KPPU dengan mendasarkan pasal 50 (d), Putusan MA menguatkan Putusan KPPU

74 c. vertical agreement on discount
Suatu perjanjian yang mengisyaratkan jika pelaku usaha ingin mendapatkan harga diskon untuk produk tertentu yang dibelinya dari pelaku usaha lain, pelaku usaha harus bersedia membeli produk lain dari pelaku usaha tersebut atau tidak akan membeli produk yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing. Memiliki akibat yang sama dengan akibat yang ditimbulkan oleh tying agreement, yaitu menghilangkan hak pelaku usaha untuk secara bebas memilih produk yang ingin mereka beli, dan membuat pelaku usaha harus membeli produk yang sebenarnya tidak dibutuhkan oleh pelaku usaha tersebut

75 Contoh Perkara Perkara No. 06/KPPU-L/2004 mengenai Penyalahgunaan Posisi Dominan dalam Pasar Produk Baterai “PT ABC memberikan potongan tambahan 2% kepada toko jika menyediakan ruang pajang baterai ABC dan memajang material promosi, serta memberikan tambahan 2% lagi jika tidak menjual produk baterai Panasonic ”

76 10. Perjanjian Dengan Pihak Luar Negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat (Pasal 16 UU No.5/1999)


Download ppt "PERJANJIAN YANG DILARANG"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google