Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI"— Transcript presentasi:

1 HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI
Oleh: Dr. Jazim Hamidi, SH., MH.

2 PROLOG AWAL Mahkamah Konstitusi ini lahir/dibentuk atas atribusi dari Pasal 24 (2) dan Pasal 24 C UUD Negara RI sbg hasil dari perubahan ketiga UUD 1945 yg disahkan 9 Nopember 2001. MK RI ini tercatat sbg negara ke-78 yg membentuk MK memasuki abad 21 ini. Pada tgl 13 Agustus 2003 telah disahkan UU No. 24 Tahun 2003 ttg Mahkamah Konstitusi (UU MK) dimuat dlm LN. Tahun 2003, No. 98, TLN No Dua hari kemudian (tgl 15 Agustus 2003), Presiden melalui Kepres No. 147/M Tahun 2003 mengangkat 9 Hakim Konstitusi. Pada tgl 15 Oktober 2003 terjadi pelimpahan perkara dari MA ke MK sbg pertanda beroperasinya MK sbg cabang dari kekuasaan kehakiman berdasar UUD 1945. Kedudukan MK merupakan slah satu Lembaga Negara yg melakukan kekuasaan kehakiman yg merdeka utk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan

3 Kewenangan & Kewajiban MK
Menguji UU terhadap UUD Memutus Sengketa Kewenangan Lembaga Negara yg Kewenangannya diberikan oleh UUD Memutus Pembubaran Partai Politik Memutus Perselisihan tentang Hasil Pemilihan Umum. Wajib memberikan Putusan atas Pendapat DPR bahwa Presiden/Wkl. Presiden diduga: - Melakukan pelanggaran hk (pengkhianatan thd negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya) - Perbuatan Tercela - Tdk lagi memenuhi Syarat sbg Presiden/Wkl. Presiden.

4 ASAS & SUMBER HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI
Pendahuluan: 1. Karakter perselisihan yg diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) bercorak tersendiri dan berbeda dengan perselisihan yg dihadapi sehari-hari di peradilan biasa yang lain. 2. Mengapa, karena adanya sifat kepentingan umum yg tersangkut di dalamnya. 3. Putusan yg diminta oleh pemohon dan diberikan oleh MK, membawa akibat hukum tidak hanya mengenai orang seorang yg mengajukan permohonan, tetapi juga orang lain, Lembaga Negara dan Aparatur Pemerintah, Masyarakat Hukum Adat, juga masyarakat pada umumnya.

5 Terutama dalam hal pengujian (judicial review) UU thd UUD.
Di sinilah letak pembedanya berperkara di MK yaitu pada “public interest”, jika dibandingkan dengan penyelesaian perkara perdata, pidana, TUN, militer, dan agama yg pada umumnya menyangkut kepentingan individu berhadapan dengan individu lain atau pemerintah. Sebagai konsekwensi kedudukan dan wewenang MK sbg lembaga peradilan yg melaksanakan kekuasaan kehakiman selain MA, maka MK juga tunduk pd UU Kekuasaan Kehakiman. Misalnya dlm penerapan asas due process of law pada setiap perkara di peradiln; sikap netralitas dan kemandirian dlm menegakkan hk. MK juga harus tunduk pd asas-asas peradilan yg baik yg dianut scr universal dlm hukum acara pd umumnya.

6 Asas-asas Hukum Acara MK
Persidangan Terbuka untuk Umum, sbr: Psl 19 UU KK & Psl 40 (1) UU MK, kecuali pd Rapat Permusyawaratn Hakim (RPH). Asas ini refleksi dr konsep social control & akuntabilitas hakim. Independen dan Imparsial, sbr: Psl 2 UU MK & Psl 33 UU KK. Asas ini refleksi dr doktrin separation of powers Peradilan Dilaksanakan secara Cepat, Sederhana, dan Murah, sbr: Psl 4 (2) UU KK. Di MK, biaya perkara yg dibebabkan pd pemoh/termohon tdk dikenal, krn dibebankan pd biaya negara. Situs internet & teleconference telah digunakan di MK. Hak untuk Didengar secara Seimbang (Audi et Alteram Partem). Pd acara di MK, pemohon dan termohon (Pemerintah, DPR/DPD, dan pihak2 terkait) yg terkait dg pengujian UU diberi hak yg sama utk didengar. Hakim Aktif dan juga Pasif dalam Proses Persidangan. Asas hakim aktif ini muncul krn ada karakter public interest perkara di MK. Oki,pemeriksaan di MK itu bersifat inquisitorial dan tdk bersifat adversarial. Ius Curia Novit, sbr: Psl 16 UU KK. Dgn demikian hakim MK itu hrs siap menjadi mujadid melalui sarana interpretasi, konstruksi, dan hermeneutika hukum.

7 Kebebasan & Kemandirian Hakim MK
Kebebasan hakim di atas disebut kebebasan fungsional, dalam praktik harus didukung kebebasan personal maupun struktural. Kebebasan personal seperti: di bidang teknis ilmu hukum, ketahanan ekonomi; dan kebebasan struktural seperti: jaminan atas kedudukannya sbg hakim. Dengan dmikian kebebasan hakim di atas hrs didukung dgn profesionalisme, meliputi: a. Expertise atau skill b. Accountability atau pertanggung jawaban c. Ketaatan pada Kode Etik (lihat Peraturan Mk No. 07/PMK/2005 ttg Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Prilaku Hakim Konstitusi).

8 Sumber Hukum Acara MK UU No. 23/2004 ttg MK pada Bab V Psl 28 – 85, dgn kata lain hukum acara di MK masih sangat terbatas/tidak lengkap, padahal praktik beracara di MK sangat dinamis. Atas dasar itu MK hrs memerankan diri sendiri rule of the court untuk mengisi kekosongan di UU MK (wet vacuum). Pada UU MK di korea dinyatakan bahwa hukum acara pada peradilan lain juga secara mutatis mutandis berlaku sbg hukum acara di MK. Namun, jika terjadi pertentangan antara hukum acara TUN dan Pidana dengan hukum acara Perdata, maka hukum acara Perdata tidak diberlakukan. MK di Indonesia juga melakukan hal yang sama meski aturan tsb tdk diatur dlm UU MK, tetapi diadopsi dr Peraturan MK (PMK)

9 Dengan demikian Sumber Hukum Acara MK, meliputi:
Secara langsung: UU MK Peraturan MK (PMK) Yurisprudensi MK Secara Tdk Langsug: UU Hk Acara Perdata, TUN, Pidana Pendapat Sarjana Hk Acara dan Yurisprudensi negara lain PMK No. 04/PMK/2004 ttg Pedoman Beracara dlm Perselisihan Hasil Pemilihan Umum. PMK No. 05/PMK/2004 ttg Prosedur Pengajuan Kebeatan atas Penetapan Hasil Pemilu Presiden & Wkl. Presiden Tahun 2004. PMK No. 01/PMK/2005 ttg Pedoman Beracara Pengujian UU terhadap UUD Negara RI Tahun 1945.

10 PERMOHONAN Mekanisme Constitutional Control digerakkan oleh adanya “permohonan” dari ‘pemohon’ yg memliki “Legal Standing” utk membela kepentingan yg dianggap dirugikan oleh berlakunya suatu UU atau berangkat dari kewenangan konstitusional satu Lembaga Negara dilanggar atau dilampaui oleh Lembaga Negara Lain-nya. Oki dlm hukum acara MK, Hakim itu aktif dlm proses tetapi tidak boleh melakukan inisiatif utk mengadakan pengujian UU atas kemauan sendiri. Dlm kewenangan yg lain, Hakim/MK bersifat pasif baik dlm sengketa kewenangan antar lembaga negara, perselisihan hasil pemilihan pemilu, pembubaran partai, dan impeachment.

11 Penggunaan kata “Permohonan” dalam hukum acara MK dan bukan ‘Gugatan’ seperti yg dipakai dalam hukum acara perdata, dengan pertimbangan: a. Pada waktu pemberlakuan rezim Psl 1 (7 dan 8) Perma N0. 02 Tahun 2002 ttg Tata Cara Penyelenggaraan Wewenang MK dan MA, membedakan “permohonan” dari ‘gugatan’ yaitu: - Jika perkara yg diajukan mengenai pengujian UU, sengketa kewenangan antar lembaga negara, dan impeachment menggunakan kata “Permohonan”. - Jika perkara yg diajukan mengenai pembubaran parpol dan perselisihan hasil pemilu menggunakan kata ‘Gugatan.’ b. Setelah diundangkan UU MK, maka terminologi yg digunakan utk kewenangan MK adlh “Permohonan”.

12 c. Penggunaan kata “Permohanan” dapat berdampak
c. Penggunaan kata “Permohanan” dapat berdampak seolah-olah tidak ada pihak lain (hanya satu pihak atau ex parte/volontair ), padahal ada pihak yg berkepentingan utk berada dlm posisi sbg ‘Termohon’. Hal ini timbul karena kuatnya nuansa “kepentingan umum” dalam hukum acara MK.

13 Syarat & Isi Permohonan
Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia Ditandatangani oleh Pemohon/Kuasanya Dibuat dalam 12 rangkap Disebutkan jenis perkaranya Sistematika: a. Identitas dan Legal Standing (nama & alamat pemohon) b. Uraian mengenai perihal yg menjadi dasar permohonan (posita) c. Hal-hal yg diminta untuk diputuskan (petitum) 6. Disertai bukti pendukung. Khusus utk perkara Perselisihan hasil Pemilu diajukan paling lambat 3 x 24 jam sejak KPU mengumunkan hasil pemilu.

14 Pendaftaran Permohonan
Pemeriksaan kelengkapan permohonan oleh panitera: a. Belum lengkap, diberitahukan b. 7 hari sejak diberi tahu, wajib dilengkapi c. Lengkap 2. Registrasi sesuai dengan perkara 3. 7 hari kerja sejak registrasi untuk perkara: a. Pengujian UU - Salinan permohonan disampaikan kpd Presiden dan DPR/DPD - Permohonan diberitahukan kpd MA b. Sengketa Kewenangan Lembaga Negara - Salinan permohonan disampaikan kpd lembaga negara termohon.

15 c. Pembubaran Partai Politik
- Salinan permohonan disampaikan kepada Parpol yang bersangkutan. d. Pendapat DPR (terkait dugaan impeachment) - Salinan permohonan disampaikan kepada Presiden/Wkl. Presiden Khusus untuk perkara perselisihan hasil pemilu, paling lambat 3 hari kerja sejak registrasi Salinan Permohonan disampaikan kepada KPU

16 Siapa yang Boleh Memohon (Legal Standing)
Berdasarkan Psl 51 (1) UU MK, Pemohon adalah pihak yg hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh belakunya UU, yaitu: a. Perseorangan Warganegara Indonesia b. Kesatuan Masyarakat Hukum Adat sepanjang masih hidup dan sesuai prinsip NKRI yg diatur UU c. Badan Hukum Publik atau Privat d. Lembaga Negara. Dengan demikian dasar Legal Standing dlm mengajukan permohonan ke MK ada 2 hal: a. Kualifikasi Pemohon (lihat butir a – d di atas) b. Kualifikasi Hak dan/atau Kewenangan Konstitusional pemohon yg dirugikan oleh berlakunya UU.

17 Apa yang dimaksud Hak dan/atau Kewenangan Konstitusional?
Berdasarkan Putusan MK Nomor: 006/PUU-III/2005 dan 010/PUU-III/2005, peryaratan hak konstitusional pemohon yaitu: a. Adanya hak konstitusional pemohon yg diberikan oleh UUD. b. Hak konstitusional pemohon tsb dianggap oleh pemohon telah dirugikan oleh suatu UU yang diuji. c. Kerugian yang dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidaknya potensial yg menurut penalaran dpt dipastikan akan terjadi (resenebel). d. Adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dan berlakunya UU yg diuji. e. Adanya kemungkinan bahwa dgn dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yg didalilkan tdk akan/tdk lagi terjadi.

18 Legal Standing (Beberapa Contoh Putusan MK)
Individu Warganegara Indonesia Putusan MK No. 54/PUU-I/2004, pemohon keberatan atas Psl 5 (1-4) UU No. 23 Tahun 2003 ttg Pemilu Presiden dan Wkl. Presiden. Isi Putusan MK, Pemohon tdk memiliki legal standing sbgmn dimaksud Psl 51 (1) UU MK. Sama halnya dgn Putusan MK No. 057/PUU-I/2004, Putusan MK mengambil sikap yg sama dgn menambahkan bahwa UUD 1945 membedakan antara hak konstitusional utk menjadi calon Presiden/Wkl. Presiden dengan hak konstitusional yg berhubngan dg tata cara dan prosedur pencalonan Presiden/Wkl. Presiden. Sedangkan dlm Putusan MK No. 008/PUU-I/2004 yg mengajukan pengujian thd Pasal 6 (d) dan (s) UU No. 23 Tahun MK berpendapat bhw Pemohon sebagai perorangan memeiliki legal standing, karena dianggap berkenaan langsung dgn hak pemohon scr konstitusional, bahwa Psl 6 (d) syarat mampu jasmani dan rohani sbg Presiden/Wkl. Presiden dianggap diskriminatif. Adapun thd Psl 6 (s), hak konstitusional Pemohon tdk dirugikan dg berlakunya Psl tsb, krn pemohon bukan anggota partai terlarang PKI, dsb.

19 Kesatuan Masyarakat Hukum Adat
Melalui Putusan MK No. 010/PUU-I/2003, pengujian UU No. 11 Tahun 2003 ttg Pembentukan Kabupaten Rokan Hilir. Menurut MK, pemohon yang mendasarkan pada Psl 18 (2) UUD 1945 dan menganggap UU No. 11 Tahun 2003 tdk mengikuti dan menghormati Masyarakat Hukum Adat beserta hak-hak tradisionalnya adalah keliru dalam menafsirkan, meskipun tidak dalam kapasitas sbg Legal Standing. Badann Hukum Publik atau Privat Berdasarkan Putusan MK No. 005/PUU-I/2003 bahwa Organisasi yang bergerak di bidang Radio, Televisi, dan Wartawannya (disebut IJTI) bukanlah merupakan Subyek Hukum yg dimaksud Pasal 51 UU MK dlm kapasitas sbg Badan Hukum Privat dan tdk mengalami kerugian dgn hak konstitusionalnya. Bagaiman dg LSM? Dlm Putusan MK No. 002/PUU-I/2003 ia dinyatakan sebagai atau memiliki Legal standing.

20 4. Lembaga Negara Berdasarkan Psl 51 UU MK yang mengatur masalah Lembaga Negara sbg salah satu kategori Pemohon dalam perkara pengujian UU adalah lebih luas dari pada Lembaga Negara yang memperoleh kewenangan dari UUD, sedangkan Lembaga Negara yg merupakan auxiliary state institution yg sumber kewenangannya dari UU atau peraturan di bawahnya adalah termasuk dalam katagori yg disebut Pasal 51 (1) UU MK. Permasalahan keberadaan Lembaga Negara yang sumber kewenangan pembentukannya sangat beragam ini, hingga sekarang masih debatable. Selamat mendiskusikan? ………………………………..

21 PERSIDANGAN DI MK Penjadwalan Sidang
a. Dalam 14 hari kerja setelah registrasi ditetapkan Hari Sidang I (kecuali perkara Perselisihan Hasil Pemilu) b. Para Pihak diberitahu/dipanggil c. Diumumkan kepada masyarakat (baik secara konvensional via papan pengumuman maupun secara modern lewat internet). d. Sidang pleno terdiri dari 9 hakim konstitusi dan dipimpin oleh Ketua. Jika Ketua berhalangan hadir akan digantikan oleh Wakil Ketua. e. Dalam keadaan luar biasa (misal kesripahan orang tua hakim), sidang dapat dilakukan dgn 7 hakim. f. MK dpt membtk panel hakim sekurang2nya 3 hakim utk memeriksa permohonan dalam tahap tertentu.

22 2. Pemeriksaan Pendahuluan
a. Sebelum pemeriksaan pokok perkara, memeriksa: - Kelengkapan syarat-syarat permohonan - Kejelasan materi Permohonan b. Memberi Nasihat: - Kelengkapan syarat-syarat Permohonan - Perbaikan materi Permohonan c. 14 hari harus sudah dilengkapi dan diperbaiki. Pemeriksaan Pendahuluan ini merupakan adopsi Lembaga Pemeriksaan Persiapan dalam Hukum Acara PTUN, dimana hakim dapat memberi nasihat kepada Penggugat utk memperbaiki Gugatannya. Namun wewenang “dismissal procedur” dlm Hukum Acara PTUN (dimana gugatan tdk berdasar atau tdk dpt diterima dgn mengeluarkan Penetapan), tidak ikut diadopsi dalam Hukum Acara Mahkamah Konstitusi.

23 3. Pemeriksaan Persidangan
a. Terbuka untuk umum b. Memeriksa: permohonan dan alat bukti c. Para Pihak hadir menghadpi sidang guna memberikan keterangan d. Lembaga Negara dpt diminta keterangan tertulis dgn tenggang waktumaksimal 7 hari sejak diminta harus sudah terpenuhi e. Saksi dan/atau Ahli memberi keterangan f. Pihak-pihak dapat diwakili kuasa, didampingi kuasa dan orang lain. Dalam hal terjadi “Prejudiciil Geschill” (dugaan terjadinya perbuatan pidana misal suap, mony politics dlm pembuatan suatu UU), maka MK dpt menghentikan sementara prose pemeriksaan permohonan pengujian UU tsb.

24 PEMBUKTIAN Tujuan Pembuktian Dalam Perkara Konstitusi
a. Untuk memberi kepastian akan kebenaran secara materiil adanya fakta hukum, peristiwa hukum, dan hukum sbgmn didalilkan oleh Pemohon. Jadi sama sekali bukan untuk kebenaran formal. b. MK memutus perkara berdasarkan UUD 1945 sesuai dengan alat bukti dan keyakinan Hakim (Psl 45 UU MK). c. Untuk sahnya beban pembuktian dan penilaian pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya 2 alat bukti berdasarkan keyakinan hakim. d. Alat bukti yang sah sering disebut “beyond reasonable doubt”.

25 2. Apa Yang Harus Dibuktikan
Dari 5 kewenangan MK yg disebut dlm Psl 24 C UUD 1945 maupun Psl 10 UU MK, terdapat 6 dalil yg dpt diajukan dan harus dibuktikan seorang Pemohon: a. Pembentukan UU tdk memenuhi formalitas yg diharuskan oleh UUD 1945, baik dilihat dr kewenangan lembaga mupun prosedur pembentukannya. b. Materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian UU bertentangan dgn UUD 1945. c. Kewenangan lembaga Negara yg diberikan UUD 1945, baik sebagian atau seluruhnya tumpang tindih atau diambil alih oleh Lembaga Negara lain secara bertentangan dgn UUD 1945. d. Partai Politik ttt melakukan atau merubah ideologi, asas, tujuan, program, dan kegiatan Parpol yg bertentangan dengan UUD 1945.

26 Pasal 51 UU MK secara benar.
e. Hasil perhitungan suara dalam Pemilu yg dilakukan KPU telah dilakukan scr salah sehingga mempengaruhi terpilihnya seoran Pemohon sebagai anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden/Wkl. Presiden, dan perhitungan yg benar adalah sebagaimana dibuktikan Pemohon. f. Presiden/Wkl. Presiden telah melakukan pelanggaran hukum atau tidak lagi memenuhi syarat sbg Presiden/Wkl. Presiden. Terlepas dari itu semua, terlebih dahulu Pemohon Juga harus membuktikan “Legal Standing” yg dimilikinya Sebagaimana diatur dalam Pasal 51 UU MK secara benar.

27 3. Hal-hal Yang Tidak Perlu Dibuktikan
a. Natoire feit, yg merupakan peristiwa atau keadaan yg telah diketahui secara umum dan tidak memerlukan bukti lagi. Misal: pernah berlaku UUDS dan Konstitusi RIS dlm sejarah konstitusi kita. b. Hal-hal yg diketahui sendiri oleh hakim, baik karena pengalaman maupun karena dilihat sendiri oleh hakim di depan persidangan. Misal: cacat badan atau merek yg dipakai. c. Beberapa contoh yg tampaknya tidak relevan dlm Hukum Acara MK. Misal: adanya pengakuan yg tdk disangkal lagi oleh pihak lawan atas dalil yg dikemukakan. 4. Alat-alat Bukti Berdasar Psl 36 UU MK, alat bukti terdiri dari: Surat/ tulisan, Keterangan Saksi, Keterangan ahli, Keterangan para Pihak, Petunjuk, dan Informasi yg diucapkan/dikirim/diterima/disimpan scr elektronik dgn alat optik atau yg serupa dgn-nya. Illegally Obtained Evidence: Alat bukti yg diajukan ke MK tdk diperoleh scr melawan hukum, baik karena tipu daya, pemalsuan, pemaksaan, tdk dgn izin, dan upaya lain yg tdk sah.

28 PUTUSAN MK Diputus paling lambat dlm tenggang waktu:
a. Pembubaran parpol, 60 hari kerja sejak registrasi. b. Perselisihan hasil Pemilu; - Presiden/Wkl. Presiden, 14 hari kerja sejak registrasi. - DPR, DPD, DPRD, 30 hari kerja sejak registrasi. c. Impeachment, 90 hari kerja sejak registrasi. Sesuai alat bukti, minimal 2 alat bukti yg memuat fakta dan dasar hukum putusan. Cara mengambil keputusan: musyawarah mufakat, setiap hakim menyampaikan pendapat/pertimbangan tertulis, voting bila tdk mufakat, dan melalui suara terakhir dari Ketua menentukan.

29 4. Ditandatangani hakim dan panitera.
5. Berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. 6. Salinan putusan dikirim kpd para pihak 7 hari sejak diucapkan. 7. Untuk putusan perkara: a. Pengujian UU, disampaikan kpd DPR, DPD, Presiden, dan MA. b. Sengketa kewenangan Lembaga Negara, disampaikan kpd DPR, DPD, dan Presiden. c. Pembubaran Parpol, disampaikan kpd Parpol ybs. d. Perselisihan Hasil Pemilu, disampaikan kpd Presiden. e. Impeachment, disampaikan kpd DPR, Presiden, dan Wkl. Presiden.

30 POSTCRIPTUM Ada beberapa hal yang penting untuk kita diskusikan guna menatap masa depan MK RI: 1. Kekhawatiran atas MK RI kelak menjadi extra ordinary state organ? 2. Urgensinya desenting opinion. 3. Pro-kontra Putusan MK melampaui dari yang diminta Pemohon atau ultra petitum. 4. Gagasan judicial preview. 5. Pengawasan terhadap kinerja MK RI?

31 SUMBER RUJUKAN ABDUL Rasyid Thalib, Wewenang MK dan Implikasinya dalam sistem Ketatanegaraan RI, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006. Ahmad Syahrizal, Peradilan Konstitusi (Suatu Studi Ttg Adjudikasi Konstitusional Sbg Mekanisme Penyelesaian Sengketa Normatif, Pradnya Paramita, Jakarta, 2006. Anonimous, Putusan atas Pengujian UU Terorisme Bom Bali, Tatanusa, Jakarta, 2004. Anonimous, Kode Etik dan Prilaku Hakim Konstitusi, Sekjen Kepaniteraan MK RI, Jakarta, 2005. Hamdan Zulva, Impeachment Dalam Perspektif Hukum Pidana, Konpress, Jakarta, 2006. Jazim Hamidi, Judicial Riview Di MA, Makalah tidak dipublikasikan, 2007. __, Judicial Riview di MK, Makalah tidak dipublikasikan, 2007. Jimly Asshiddiqie, Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Ketatanegaraan RI, Tanpa penerbit, Malang, 29 September 2005. __, Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara, Konpress, Jakarta, 2007.

32 __, Model-model Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara, Konpress, Jakarta, 2005.
Kunthi Dyah Wardani, Impeachment Dalam Ketatanegaraan RI, UII Press, Yogyakarta, 2007. M. Laica Marzuki, Berjalan-jalan Di Ranah Hukum, Sekjen. MK.RI, Jakarta, 2006. Maruarar Siahaan, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi RI, Konpress, Jakarta, 2005. Siti Fatimah, Praktik Judicial Riview Di Indonesia, Pilar Media, Yogyakarta, 2005. Peraturan Perundang-undangan: Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia RI. Berbagai UU yang Diuji Oleh MK RI Berbagai Peraturan MK RI Putusan MK RI Peraturan MA


Download ppt "HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google