Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

REKONSILIASI FISKAL DAN KOMPENSASI KERUGIAN

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "REKONSILIASI FISKAL DAN KOMPENSASI KERUGIAN"— Transcript presentasi:

1 REKONSILIASI FISKAL DAN KOMPENSASI KERUGIAN
BY SUHARTINI

2 Tujuan Pembelajaran: Memahami perbedaan laba komersial (akuntansi) dengan laba fiskal Menjelaskan pengertian perbedaan permanen dan perbedaan temporer Menjelaskan perhitungan pajak terhutang Menjelaskan pengertian kredit pajak Memahami pajak akhir tahun (PPh 28 dan PPh 29)

3 Laba/Penghasilan Neto
REKONSILIASI FISKAL PENDAHULUAN Laporan Keuangan Komersial Neraca Laporan Laba Rugi Laporan Perubahan Modal Laporan Arus Kas dll Laba/Penghasilan Neto Perlakuan2 akuntasi yang berbeda dg ketentuan perpajakan, seperti: Ketentuan Perpajakan : tidak semua biaya dapat dijadikan pengurang Terdapat penghasilan yang bukan Objek Pajak, dll Menentukan Besarnya Pajak Penghasilan Disesuaikan dg Aturan Perpajakan (Fiskal) dengan melakukan Rekonsiliasi Fiskal

4 Kutipan Lap Keuangan PT. Selalukomplain
REKONSILIASI FISKAL Contoh Rekonsiliasi Fiskal --->Penghasilan Kutipan Lap Keuangan PT. Selalukomplain Penghasilan dari usaha juta Deviden dari anak perusahaan (>25%) 40 juta Keuntungan penjualan kendaraan juta Restitusi PBB juta Restitusi PPh juta Uraian Akuntansi Koreksi Fiskal Fiskal Phs usaha Deviden dari subs (40) - Keuntungan Penj Kend Restitusi PBB Restitusi PPh (30) Total

5 Rekonsiliasi Fiskal Adalah:
Proses membuat penyesuaian-penyesuaian terhadap laporan keuagan komersial dengan berdasarkan ketentuan-ketentuan perpajakan sehingga diperoleh yang namanya laba fiskal Tujuan: Agar laporan keuangan komersial sebelum datanya dimasukan dalam SPT tahunan PPh terlebih dahulu disesuaikan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku

6 HAL-HAL YANG PERLU DILAKUKAN DIPERHATIKAN DALAM REKONSILIASI FISKAL
OBJEK PPh TIDAK BERSIFAT FINAL OBJEK PPh DIPOTONG FINAL 1. P E N G H A S I L A N PENGHASILAN BUKAN OBJEK PPh DEDUCTIBLE EXPENSE : DAPAT DIJADIKAN PENGURANG PENGHASILAN BRUTO 2. BIAYA NON DEDUCTIBLE EXPENSE : TIDAK DAPAT DIJADIKAN PENGURANG PENGHASILAN BRUTO

7 Skema Rekonsiliasi Fiskal
Dokumen Sumber Jurnal Buku Besar Laba Rugi Komersial Rekonsiliasi Fiskal Laba Rugi Fiskal Koreksi Positif Koreksi Fiskal Koreksi Negatif Beda Waktu PSAK 46 Beda waktu Beda Tetap Beda Tetap

8 ISTILAH DALAM REKONSILIASI FISKAL
BEDA TETAP (PERMANENT DIFFERENCE) BEDA FISKAL BEDA SEMENTARA (TEMPORARY DIFFERENCE) POSITIF PENYESUAIAN FISKAL NEGATIF

9 Keperluan Penerapan PSAK 46
Koreksi Positif Keperluan Perpajakan Koreksi Negatif Koreksi Fiskal Beda Waktu Keperluan Penerapan PSAK 46 Beda Permanen

10 Jenis Koreksi Fiskal Lap. Komersial VS Lap. Fiskal Koreksi Positif
Koreksi Positif Penghasilan < Biaya > Koreksi Negatif

11 Koreksi Fiskal Positif
Menyebabkan Bertambahnya jumlah pajak penghasilan terutang Contoh: Biaya yang dibebakan/dikeluarkan untuk kepentingan pribadi WP atau orang yang menjadi tanggungannya Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayarkan oleh WP Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan Pajak penghasilan Gaji yang dibayarkan kepada pemilik Sanksi administrasi Selisih penyusutan/amortisasi komersial di ats penyusutan/ amortisasi fiskal Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Final dan penghasilan yang tidak termasuk Objek Pajak

12 Koreksi Fiskal Negatif
Menyebabkan Berkurangnya jumlah pajak penghasilan terutang Contoh: Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Final dan penghasilan yang tidak termasuk Objek Pajak tetapi termasuk dalam peredaran usaha Selisih penyusutan/amortisasi komersial dibawah penyusutan atau amortisasi fiskal

13 Beda Tetap dan Beda Sementara
BEDA TETAP (Permanent Different) : Perbedaan antara laba akuntansi dan penghasilan kena pajak yang disebabkan ketentuan perpajakan dan tidak akan menimbulkan permasalahan akuntansi serta tidak memberikan pengaruh terhadap kewajiban perpajakan masa mendatang. Penghasilan yang telah dipotong PPh final Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak Pengeluaran yang termasuk dalan non deductible expense (pasal 9 ayat 1 UU PPh) dan tidak termasuk dalam deductible expense (pasal 6 ayat 1 UU PPh)

14 Komersial = Penghasilan v.s Fiskal = Bukan Penghasilan
REKONSILIASI FISKAL PENYESUAIAN FISKAL – BEDA TETAP Komersial = Penghasilan v.s Fiskal = Bukan Penghasilan Misal: dividen yg diterima oleh PT sbg WP DN dg penyertaan modal >= 25% yg didirikan dan berkedudukan di Indonesia. Komersial = Penghasilan v.s. Fiskal = PPh yang bersifat final Penghasilan atas bunga deposito atau tabungan lainnya yg tlh dipotong PPh Final oleh Bank sebesar 20%.

15 Komersial = Beban (biaya) v.s. Fiskal = Non Deductible Expense
REKONSILIASI FISKAL PENYESUAIAN FISKAL – BEDA TETAP Komersial = Beban (biaya) v.s. Fiskal = Non Deductible Expense Misal: Biaya-biaya utk memperoleh penghasilan yg bukan obyek pajak atau pengenaan pajaknya bersifat final. Penggantian/imbalan sehubungan dalam bentuk natura atau kenikmatan. Sanksi perpajakan spt bunga, denda, dan kenaikan. Biaya-biaya yg menurut Fiskal tidak dapat dibebankan karena tidak memenuhi syarat-syarat tertentu Seperti : daftar nominatif biaya entertainment, daftar nominatif atas penghapusan piutang

16 BEDA SEMENTARA (Temporary Different)
Perbedaan antara laba akuntansi dan penghasilan kena pajak yang disebabkan oleh ketentuan perpajakan dan memberikan pengaruh di masa mendatang dalam jangka waktu tertentu sehingga pengaruh terhadap laba akuntansi dan penghasilan kena pajak akhirnya menjadi sama. Penyisihan / Akrual dan Realisasi Penyusutan Amortisasi Kompensasi rugi Rugi – Laba selisih kurs

17 PERBEDAAN TEMPORER YANG BOLEH DIKURANGKAN
Contoh: a) Beban piutang tak tertagih Secara komersial: metode pencadangan Secara fiskal: PMK No. 105/PMK.03/2009 tanggal 10 Juni 2009 b) Beban pesangon Secara fiskal: pada saat pembayaran pesangon c) Beban penyusutan: Perbedaan timbul mungkin karena beda penggunaan metode penyusutan atau umur manfaat ekonomis. Penyusutan fiskal harus mengacu ke PMK No. 96/PMK.03/2009 tanggal 15 Mei 2009. d) Lainnya: pembentukan atau pemupukan dana cadangan tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto (non deductible expense) kecuali: yang sesuai dengan PMK No. 81/PMK.03/2009 tanggal 22 April 2009.

18 PERBEDAAN TEMPORER YANG BOLEH DIKURANGKAN
No Uraian Akuntansi Perpajakan 1. Penentuan masa manfaat Tergantung pada justifikasi manajemen Sudah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan secara kaku 2. Besaran nilai perolehan Mengenal prinsip materialitas, bila tidak material bisa dibebankan sekaligus sebagai biaya Tidak mengenal prinsip materialitas. Bila memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun harus dibebankan melalui penyusutan sesuai Keputusan Menteri Keuangan 3. Metode penyusutan Metode garis lurus Metode saldo menurun Metode satuan produksi Metode identifikasi khusus Kelompok bangunan harus menggunakan metode garis lurus, Kelompok selain bangunan boleh memilih antara metode garis lurus atau saldo menurun 4. Aset yang boleh disusutkan Semua aset tetap yang dimiliki badan usaha, kecuali tanah. Hanya aset yang dimiliki dan digunakan untuk memelihara (3M) penghasilan yang merupakan obyek pajak tidak final 5. Penghitungan jumlah bulan sejak saat dimulainya penyusutan Jumlah bulan dapat dibulatkan ke atas atau ke bawah. Misalnya pembelian di atas tanggal 15 dibulatkan ke bawah dan belum diakui penyusutannya Jumlah bulan selalu dibulatkan ke atas, walaupun dibeli di atas tanggal 15 setiap bulannya.

19 JENIS-JENIS KOREKSI FISKAL I. Peredaran Usaha
PERKIRAAN AKUNTANSI PAJAK BEDA I. Peredaran Usaha 1.1 Potongan Penjualan Realisasi Penyisihan - No Temporer 1.2 Retur Penjualan 1.3 Jasa Konstruksi oleh Pengusaha Kecil Pendapatan PPh Final (2%, 3%, 4% atau 6%) Tetap 1.4 Penghasilan Perusahaan Pelayaran DN (1,2%*peredaran) 1.5 Penghasilan Perusahaan Pelayaran/Penerbangan LN (2,64%*peredaran) 1.6 Penghasilan BUT Perwakilan Dagang Asing (0,44*ekspor) 1.7 Penghasilan BUT Perwakilan

20 JENIS-JENIS KOREKSI FISKAL
PERKIRAAN AKUNTANSI PAJAK BEDA 1.8 Penghasilan atas distributor produk Pertamina dan Premix Pendapatan PPh Final (0,25% / 0,3%) Tetap 1.9 Penghasilan atas penyalur gula pasir dan tepung terigu Bulog 1.10 Penghasilan sebagai Distributor Kertas (0,10% * H Jual) 1.11 Penghasilan atas Distributor Industri Rokok DN (0,15%*H Bandrol) II. Harga Pokok Penjualan 2.1 Penilaian Persediaan Harga Perolehan COMWIL Prosentase Laba Bruto Harga Eceran - No Temporer 2.2 Metode FIFO Rata-rata LIFO

21 JENIS-JENIS KOREKSI FISKAL III. Penghasilan Di Luar Usaha
PERKIRAAN AKUNTANSI PAJAK BEDA III. Penghasilan Di Luar Usaha 3.1 Deviden dari Penyertaan DN (minimal 25% dan ada usaha lain) Pendapatan (Equity Method) Bukan Obyek Pajak Tetap 3.2 Bunga Deposito dan Tabungan (termasuk Jasa Giro dan SBI) PPh Final (20%) 3.3 Keuntungan Penjualan Saham di Bursa Efek Indonesia (0,1% x H Jual 3.4 Keuntungan pengalihan tanah dan bangunan: - oleh orang pribadi dan yayasan - oleh badan (bukan usaha pokok) - oleh badan (usaha pokok) PPh Final (5%) PPh 25 (5%) PPh 23 No 3.5 Penghasilan Sewa - Badan - Orang Pribadi PPh Final (10%) 3.6 Penghasilan dari Hadiah atas Undian PPh Final (25%)

22 JENIS-JENIS KOREKSI FISKAL
PERKIRAAN AKUNTANSI PAJAK BEDA 3.7 Bunga atau diskonto Obligasi yang diperdagangkan di Bursa Efek Pendapatan PPh Final (15% * bunga) Tetap IV. Beban Usaha 4.1 Biaya yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang meru- pakan Obyek Pajak Realisasi Penyisihan - No Temporer 4.2 Biaya yang dipergunakan untuk memelihara penghasilan yang bukan merupakan Obyek Pajak Biaya Undeductible 4.3 PPh pasal 21 (karyawan) Tunjangan PPh 21 Ditanggung Perush Deductible 4.4 Pemberian kenikmatan dalam bentuk natura - Umum Makan minum di tempat kerja Berkaitan dg pekerjaan - Daerah terpencil -Deductible

23 JENIS-JENIS KOREKSI FISKAL PERKIRAAN AKUNTANSI PAJAK BEDA
4.5 Sumbangan Biaya Undeductible Tetap 4.6 Entertainment Daftar Nominatif Tdk Daftar Nominatif Deductible No 4.7 Penyusutan - Beda Metode - Beda umur ekonomis Sesuai pajak Beda Metode Beda umur eko. Temporer 4.8 Kendaraan dibawa pulang 50% Undeductible 50% Deductible 4.9 Sewa rumah karyawan Tidak diberi tunjangan Diberi tunjangan 4.10 Biaya pengobatan Penggantian Tunj. Pengobatan Cuma-Cuma 4.11 SGU dengan hak opsi Penyusutan aktiva SGU Bunga SGU Jumlah Pembayaran Non Biaya 4.12 Biaya lain-lain Tidak dirinci Dirinci

24 KOMPENSASI KERUGIAN KERUGIAN DAPAT DIKOMPENSASIKAN DENGAN PENGHASILAN MULAI TAHUN PAJAK BERIKUTNYA BERTURUT-TURUT SAMPAI DENGAN 5 (LIMA) TAHUN PENANAMAN MODAL DI BIDANG USAHA PERKEBUNAN TANAMAN KERAS DAN PERTAMBANGAN, DI DAERAH TERPENCIL, KOMPENSASI KERUGIAN PALING LAMA 10 TAHUN PENANAMAN MODAL DI BIDANG USAHA PERKEBUNAN TANAMAN KERAS DAN PERTAMBANGAN DI LUAR DAERAH TERPENCIL, KOMPENSASI KERUGIAN DIBERIKAN PALING LAMA 8 TAHUN Kerugian yang diakibatkan karena penghasilan yang telah dikenakan pajak final, tidak dapat dikompensasikan ke tahun pajak berikutnya Pasal 6 ayat (2) dan PP 34 Tahun 1994

25 KOMPENSASI KERUGIAN 5 (LIMA) TAHUN
CONTOH PT.A TAHUN 2009 MENDERITA KERUGIAN FISKAL SEBESAR Rp DALAM 5 TAHUN BERIKUTNYA RUGI- LABA FISKAL PT A. MENGGAMBARKAN SEBAGAI BERIKUT: 2010 : LABA FISKAL Rp 2011 : RUGI FISKAL Rp 2012 : LABA FISKAL N I H I L 2013 : LABA FISKAL Rp 2014 : LABA FISKAL RP

26 KOMPENSASI KERUGIAN DILAKUKAN Sbb:
RUGI FISKAL TAHUN (Rp ) LABA FISKAL TAHUN Rp (+) SISA RUGI FISKAL TH (Rp ) RUGI FISKAL TAHUN (Rp ) SISA RUGI FISKAL TH (Rp ) LABA FISKAL TAHUN Rp N I H I L (+) SISA RUGI FISKAL TH (Rp ) LABA FISKAL TAHUN Rp (+) SISA RUGI FISKAL TH (Rp ) LABA FISKAL TAHUN Rp (+) SISA RUGI FISKAL TH (Rp )

27 SISA RUGI FISKAL TAHUN 2009 Rp 100. 000. 000
SISA RUGI FISKAL TAHUN 2009 Rp YANG MASIH TERSISA PADA AKHIR TH 2014, TIDAK BOLEH DIKOMPENSASIKAN DGN LABA FISKAL TAHUN SEDANGKAN : - RUGI FISKAL TAHUN 2011 Rp HANYA DIKOMPENSASIKAN DENGAN LABA FISKAL TAHUN 2015 DAN TAHUN 2016, KARENA JANGKA WAKTU LIMA TAHUN DIMULAI SEJAK TAHUN DAN BERAKHIR TH 2016. PASAL 6 Ayat (2)

28 KREDIT PAJAK DAN TARIF PPh BADAN

29 KREDIT PAJAK Kredit Pajak adalah:
Pengurang PPh terutang yang merupakan rincian kredit PPh yang dipotong/dipungut pihak lain tidak termasuk bersifat final dan dikenakan pajak tersendiri serta rincian penghasilan neto dari luar negeri yang diterima WP sendiri, isteri dan anak-anak angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, kecuali istri yang telah hidup berpisah atau yang mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan. Dasar: UU PPh Pasal 24 UU PPh pasal 28 PP Nomor 42 tahun 1995 jo. PP Nomor 25 tahun 2001

30 Terdiri dari: PPh yang ditanggung pemerintah PPh yang dipotong/dipungut oleh pihak lain dalam negeri meliputi PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh pasal 23 PPh Pasal 24 sebagai kredit pajak luar negeri

31 PENJELASAN PPh yang ditanggung pemerintah Pembahasan PPh yang ditanggung pemerintah adalah jumlah PPh yang ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan No.43/PMK.03/2009 PPh Pasal 21 Kredit PPh asal 21 adalah jumlah PPh yang telah dipotong oleh pemotong pajak PPh Pasal 21 dalam tahun pajak yang bersangkutan, baik terhadap WP sendiri maupun terhadap istri WP yang bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja, dan anak/ anak angkat yang belum dewasa Dalam hal WP Orang Pribadi luar negeri berubah status menjadi WP dalam negeri, PPh Pasal 26 yang telah dipotong disamakan dengan kredit pajak PPh Pasal 21

32 PPh Pasal 22 Kredit Pajak PPh Pasalm 22 adalah jumlah PPh yang telah dipungut dalam tahun Pajak yang bersangkutan oleh: Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea Cukai, atas impor barang; Direktorat jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik tingkat pusat maupun daerah, BUMD dan BUMN, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang dari belanja negra atu belanja daerah; Badan Usaha yang bergerak di bidang industri semen,industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya dalam negeri; Pertamina atas penjualan hasil produksi berupa premium, solar, pelumas, minyak tanah, dan gas LPG kepada pembeli yang bukan sebagai penyalur/agen/dealer Bulog atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu kepada pembeli yang bukan penyalur/grosir.

33 PPh Pasal 23 Kredit Pajak PPh Pasal 23 adalah jumlah PPh yang telah dipotong dalam Tahun Pajak yang bersangkutan oleh pemotong PPh Pasal 23 atas penghasilan berupa dividen, royalti, hadiah dan penghargaan, sewa, imbalan atas jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, dan jasa lain yang ditentukan Direktorat Jenderal Pajak, kecuali PPh yang bersifat final. PPh Pasal 24 Kredit Pajak PPh Pasal 24 adalah jumlah pajak yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri dalam tahun yang bersangkutan, sebesar PPh yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri tetapi tidak bolah melebihi perhitungan pajak yang terutang berdasarkan UU PPh.

34 Contoh perhitungan: Pajak yang telah dilunasi dalam tahun berjalan, baik yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ataupun yang dipotong serta dipungut oleh pihak lain, dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang pada akhir tahunyang bersangkutan. Pajak penghasilan yang terutang Rp ,00 Kredit pajak: Pemotong pajak dari pekerjaan (Pasal 21) Rp ,00 Pemungut pajak oleh pihak lain (Pasal 22) Rp ,00 Pemotong pajak dari modal (Pasal 23) Rp ,00 Kredit pajak luar negeri (Pasal 24) Rp ,00 Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak (Pasal 25) Rp ,00 (+) Jumlah pajak penghasilan yang dapat dikreditkan Rp ,00 (-) Pajak penghasilan yang masih harus dibayar Rp ,00

35 PPh Pasal 28A (Lebih Bayar)
Apabila pajak yang terutang untuk satu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak, maka setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah diperhitungan dengan utang pajak berikut sanksi-sanksinya. PPh Pasal 29 (Kurang bayar) Apabila pajak yang terutang untuk satu tahun pajak ternyata lebih besar dari kredit pajak, kekurangan pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuna Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan

36 BAGAN PAJAK PENGHASILAN (PPH BADAN)
Pembayaran dari Luar Negeri Pembayaran ke Luar Negeri Pasal 24 Pasal 26 Luar Negeri Indonesia WAJIB PAJAK BADAN Pasal 23 Pasal 23 Laporan Laba / Rugi Penghasilan xxx Biaya (xxx) Laba xxx Koreksi Fiskal xxx Penghasilan Kena Pajak xxx Pajak Terutang xxx Pajak dibayar dimuka (xxx) Pajak yang harus dibayar xxx Pasal 4 Pasal 6 Pasal 9 Pasal 17 Pasal 22, 23, 24, 25 Pasal 29 UU PPh Pasal

37 Penyesuaian Dilakukan dengan Rekonsiliasi Fiskal
PERHITUNGAN PPH SECARA UMUM Komersial Fiskal Penghasilan xxx xxx Biaya ( dan bukan biaya) (xxx) (xxx) Laba/Penghasilan netto xxx xxx Kompensasi rugi tahun sebelumnya (xxx) Penghasilan kena pajak (PKP) xxx PPh terhutang (PKP x Tarif) xxx Kredit Pajak : - PPh 22/23/24/25 (xxx) Kurang (lebih) bayar xxx Penyesuaian Dilakukan dengan Rekonsiliasi Fiskal UU PPh Pasal

38 Lapisan Penghasilan Kena Pajak
TARIF PPH BADAN LAMA BARU Tarif Tunggal Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif > 0 juta – 50 juta 10% > Rp 50 juta – Rp 100 juta 15% > Rp 100 juta 30% Tahun 2009 : 28% Tahun 2010 & Setelahnya : 25% UU PPh Pasal


Download ppt "REKONSILIASI FISKAL DAN KOMPENSASI KERUGIAN"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google