Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

THE CRITICAL THEORY Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Respati Yogyakarta Dosen: Hartanto, S.I.P, M.A.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "THE CRITICAL THEORY Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Respati Yogyakarta Dosen: Hartanto, S.I.P, M.A."— Transcript presentasi:

1 THE CRITICAL THEORY Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Respati Yogyakarta Dosen: Hartanto, S.I.P, M.A.

2 Origins of The Theory Secara umum, pemikiran-pemikiran teori kritis berakar dari karya-karya Kant, Hegel, dan Marx. Misalnya, pemikiran Kant tentang keterbatasan pengetahuan, bahwa manusia tidak bisa memahami dunia secara keseluruhan melainkan hanya sebagian saja (parsial). Sedangkan pemikiran Hegel dan Marx yang memengaruhi teori kritis adalah bahwa teori dan pembentukan teori tidak dapat dipisahkan dari obyek yang diteliti (dalam hal ini masyarakat). Untuk mendapatkan pemahaman yang utuh, ilmuwan harus melakukan kajian mendalam terhadap teori ataupun proses pembentukan teori tersebut.

3 Salah satu tokoh teori kritis, Horkheimer, membedakan teori ke dalam dua kategori, yakni tradisional dan kritis. Teori tradisional adalah teori yang memisahkan subyek dan obyek kajiannya. Jadi, teori tradisional berangkat dari asumsi bahwa realitas berada di luar pengamat, sementara teori kritis menolak asumsi pemisahan antara subyek-obyek, melainkan teori akan selalu memiliki dan melayani tujuan tertentu. Maka, untuk memahami sebuah teori, seseorang harus tahu siapa, apa latar belakang, dan kapan teori itu lahir.

4 Esensi dan Karakter Critical Theory Meta-Theory, secara sederhana, metateori adalah teori tentang teori. Semangat Emansipasi, adalah karakter dari teori kritis yang berupaya untuk mendobrak tatanan politik dunia saat ini yang penuh dengan ketimpangan, ketidakadilan, dan ketertindasan.

5 The Politics of Knowledge in IR Theories Teori sangat terkait dengan kepentingan, ideologi, dan power. Maka, yang dilakukan oleh teori kritis adalah kritik ideologi dalam teori-teori terdahulu. Menurut Richard Ashley, teori dan pengetahuan selalu merupakan refleksi dari kepentingan orang yang membangun teori tersebut. Singkatnya, ada unsur interes, ideologi dan power dalam teori-teori yang ada. Menurut para teoritisi kritis, ilmuwan harus melakukan kajian-kajian kritis terhadap teori-teori tersebut untuk membongkar “what beyond the theories.”

6 Lanjutan... Karena terbentuknya sebuah teori tidak terlepas dari interes, ideologi dan power, maka ada yang diuntungkan dari teori tersebut. Logikanya, jika ada yang diuntungkan, tentu ada yang dirugikan di sana. Misalnya, teori liberal-kapitalis yang melahirkan berbagai institusi internasional. Secara langsung atau tidak langsung teori tersebut didesain untuk menguntungkan negara-negara maju. Sebagai akibatnya, muncul berbagai bentuk power relation, seperti injustice, inequality, repression, domination, dan hegemony.

7 Rethinking Political Community Para teoretisi kritis mengritik pemahaman negara yang menyatakan bahwa negara adalah institusi yang terbentuk secara alamiah dalam masyarakat politik, bahwa negara adalah realitas yang universal dan alamiah, serta menjadi bagian integral dari hubungan internasional. Menurut teoritisi kritis, pemahaman negara seperti inilah yang mengakibatkan munculnya injustice dan inequality.

8 Pemahaman negara seperti ini juga menghasilkan dua jenis manusia: manusia dan warga negara. Status sebagai warganegara secara etis memiliki pengaruh yang besar bagi individu dibandingkan dengan statusnya sebagai manusia. Warga negara adalah anggota sebuah negara tertentu dan, sebagai konsekuensi keanggotaannya, ia mendapatkan perlakuan-perlakuan tertentu yang tidak dimiliki oleh individu lain yang bukan warna negara sebuah negara bersangkutan. Dengan demikian, kategori ‘warga negara’ memiliki nilai yang lebih besar daripada kategori sebagai bagian dari umat manusia.

9 Sebagai sebuah komunitas politik, negara bukan hanya merupakan entitas dengan batas-batas geografis dan yuridis tertentu, tetapi juga batas-batas kewajiban moral, nilai dan norma dimana batas-batas tersebut hanya ditujukan khusus bagi warga negaranya dan tidak bagi seluruh umat manusia. Tidak ada hak dan kewajiban bagi orang-orang di luar batas teritori negara untuk memenuhi dan mendapatkan perlindungan moral, nilai dan norma di negara tersebut. Konsekuensinya, keberadaan negara menimbulkan alienasi atau eksklusi sosial terhadap manusia yang bukan termasuk dalam kategori warga negara.

10 Individu yang paling ‘sengsara’ akibat konsep ini adalah mereka yang ‘tidak punya’ status kewarganegaraan yang jelas. Misalnya, imigran gelap, pelarian politik yang mencari suaka, pengungsi yang mengungsi ke negara lain, dst. Varian teori kritis ini mendapatkan pengaruh dari pemikiran Habermas, yang kemudian menghasilkan pembahasan-pembahasan hubungan internasional yang berkarakter kosmopolis, misalnya demokrasi di tingkat global, ide-ide HAM global, sampai pada norma-norma global seperti filantropi, dst.

11 Varian Teori Kritis Varian pertama adalah teori kritis yang berorientasi pada transformasi global political community (cosmopolitanism). Tokoh dari varian ini adalah Andrew Linklater. Sebagaimana konsep yang dimiliki teori-teori tradisional, bahwa negara adalah realitas yang universal dan alamiah yang hanya memberikan privilege-privilege tertentu bagi warga negaranya saja sehingga menimbulkan injustice dan inequality. Maka untuk menghilangkan injustice dan inequality tersebut, konsep negara tersebut harus dikonstruksi ulang dan sekat-sekat negara yang tidak alami itu harus dieliminasi.

12 Varian kedua adalah teori kritis yang memfokuskan diri pada world order, diwakili oleh Robert Cox yang banyak dipengaruhi oleh Gramsci. Varian ini mengawali pemikirannya dengan pertanyaan, mengapa sampai saat ini kaum proletar/ buruh hampir tidak pernah bergerak? Padahal, sebagaimana keyakinan Marx dan para teorisi marxis awal, bahwa kaum proletar suatu saat akan mampu bersatu melawan eksploitasi kaum borjuis.

13 Jawabannya adalah, karena ada hegemoni kapitalisme (negara-negara maju) saat ini yang mengkooptasi para buruh, rakyat kecil, dan termasuk negara-negara berkembang dan miskin. Dalam sistem kapitalis yang hegemonistic (meng-hegemoni), buruh tidak selalu dirugikan, sebaliknya mereka ‘diuntungkan’ oleh sistem ini. Mereka tidak lagi kelaparan, dan mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar sampai beberapa kebutuhan sekunder mereka. Bahkan, dalam kondisi-kondisi tertentu, sistem kapitalis yang hegemonistic tersebut (dipersepsikan dan diyakini) akan lebih menguntungkan jika diikuti dari pada jika dilawan dan diruntuhkan (to maintain the system is somehow more useful than to oppose and destroy it).

14 Akan tetapi, pertanyaan penting yang harus diajukan adalah, apakah dengan segala kenyamanan tersebut berarti tidak ada eksploitasi? Sebenarnya dengan mudah kita bisa menjawab, masih! Di balik kenyamanan para buruh, ada eksploitasi. Maka, di balik segala bentuk eksploitasi itu, ada ketidakadilan dan ketidaksetaraan. Maka, atas dasar hal ini, Cox dengan pemikirannya ingin menyadarkan kaum proletar dan negara-negara miskin bahwa mereka dieksploitasi sedemikian rupa sehingga tidak seharusnya mereka merasa nyaman dan menerima begitu saja sistem liberal-kapitalis itu.

15 Varian ketiga adalah teori kritis yang concern pada communicative action. Varian terakhir ini dipengaruhi oleh pemikiran Jurgen Habermas. Injustice, inequality, repression, domination, dan hegemony dalam hubungan internasional saat ini disebabkan karena tidak berjalannya fungsi communicative action. Communicative action bisa dilakukan jika antara dua aktor berada dalam level yang sama. Namun sayangnya, saat ini, fungsi communicative action tersebut tidak memungkinkan untuk dilakukan, apalagi ada kategorisasi negara maju, negara berkembang, dan negara miskin yang selalu terbawa dalam setiap hubungan internasional yang dilakukan.

16 Contohnya, pembicaraan mengenai liberalisasi perdagangan di WTO atau APEC. Ide-ide dan usul-usul dari negara maju hampir selalu diterima, sedangkan keluhan-keluhan da kekhawatiran-kekhawatiran negara-negara berkembang terdengar samar-samar dan cenderung diabaikan.

17 Conclusions Critical Theory memiliki tujuan ‘mulia’ untuk mencari alternatif sistem, yang bisa digunakan untuk mengubah tatanan politik dunia saat ini. Teori kritis berupaya untuk menghilangkan dominasi serta mendorong kebebasan, keadilan dan persamaan. Teori kritis melakukan kritik secara terus menerus, bukan hanya terhadap teori-teori, namun juga terhadap tatanan atau institusi sosial, politik atau ekonomi yang ada, yang cenderung mengabaikan kebebasan, keadilan, dan persamaan.

18


Download ppt "THE CRITICAL THEORY Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Respati Yogyakarta Dosen: Hartanto, S.I.P, M.A."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google