Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

ILMU PERUNDANG-UNDANGAN DALAM HAN Depok, 16 Mei 2014

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "ILMU PERUNDANG-UNDANGAN DALAM HAN Depok, 16 Mei 2014"— Transcript presentasi:

1 ILMU PERUNDANG-UNDANGAN DALAM HAN Depok, 16 Mei 2014
TIM PENGAJAR ILMU PERUNDANG-UNDANGAN Prof. Dr. Maria Farida Indrati, SH., MH Sony Maulana Sikumbang, SH., MH. Fitriani Achlan Sjarif, SH., MH. Muhammad Yahdi Salampessy, SH., MH.

2 PENGANTAR Pada awalnya tugas pemerintah hanya membuat dan mempertahankan hukum atau menjaga ketertiban dan keamanan saja. Negara tidak mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat. Akibatnya muncul ketimpangan dalam pembagian dan penguasaan sumber kemakmuran bersama dengan munculnya tuan-tuan tanah dan lain sebagainya. Jurang kemiskinan semakin tajam, sehingga dibutuhkan suatu arah baru dalam menjalankan fungsi negara oleh pemerintah.

3 Negara dianggap tidak dapat melepaskan tanggung jawabnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perlu ada keterlibaian negara dalam menangani dan mengatasi masalah ketimpangan itu. Negara perlu turut campur tangan dalam rnengatur agar sumber-sumber kemakmuran tidak dikuasai oleh segelintir orang. Negara dituntut untuk menyelenggarakan dan mengurus kepentingan umum (public service) dan pelayanan sosial demi terwujudnya negara kesejahteraan.

4 Pilihan sebagai negara pengurus (verzorgingsstaat) atau negara kesejahteraan (welfarestate) menjadikan campur- tangan negara dalam segala bidang kehidupan masyarakat semakin nyata dan luas. Irving Swerdlow Administrasi Negara pada negara kesejahteraan saat ini ditandai dengan banyaknya campur tangan penguasa ke dalam kehidupan masyarakat. Campur Tangan Administrasi Negara tersebut terwujud dalam bentuk tindakan hukum atau perbuatan hukum.

5 MACAM-MACAM PERBUATAN/ TINDAKAN HUKUM PEMERINTAHAN
Perbuatan hukum publik Bersegi satu: perbuatan hukum pemerintah tidak membutuhkan kesepakatan dari pihak yang terkena. Dilakukan secara sepihak. Bersegi dua: pemerintah melakukan hubungtan hukum yang membutuhkan kesepakatan dari pihak lain. Hubungan hukum ini didasarkan pada ketentuan hukum publik. Kedua perbuatan hukum publik tersebut, dituangkan dalam bentuk keputusan yang meciptakan hubungan-hubungan hukum administrasi negara, yitu hubungan hukum antara penguasa dan warga masyarakat, diluar hukum privat Perbuatan hukum privat Hubungan keperdataan,, seperti jual –beli, penyertaan modal, dan lain sebagainya.

6 TINDAKAN HUKUM BERSEGI SATU
Pemerintah sebagai Pemerintah (Penguasa Eksekutif) bentuknya adalah Regeling (Pengaturan) Merupakan pelaksanaan atau Eksekutif dari UU Norma Hukum Umum, Abstrak, Terus Menerus, yang terbentuk melallui kewenangan atribusi dan delegasi Pemerintah sebgai Administrator (Penguasa Administratif) bentuknya adalah Beschikking (Penetapan) Merupakan penyelenggaraan atau realisasi dari UU Norma Hukum Konkrit, Individual, Sekali Selesai (Final)

7 Norma Hukum Pengaturan
Norma hukum yang terbangun dari gabungan ragam norma yang umum, abstrak, dan terus-menerus, yaitu: ditujukan pada banyak orang atau beberapa orang yang tidak tertentu (indicated but unnamed); mengenai perilaku yang tidak tertentu (nonrepresentasional); terus berlaku walaupun seseorang atau beberapa orang telah memenuhinya. Misalnya: Setiap warganegara yang telah berusia 17 (tujuh belas) tahun harus memiliki Kartu Tanda Penduduk.

8 Norma Hukum Penetapan Norma hukum yang terbangun dari gabungan ragam norma yang individual, kongkrit, dan sekali-selesai, yaitu: ditujukan pada seseorang atau beberapa orang yang tertentu; mengenai suatu perilaku tertentu (kasuistik); selesai berlakuan setelah ketentuan2-nya dipenuhi oleh pihak2 yang dituju. Misalnya: Najmu Laila, Nomor Pokok Mahasiswa wajib mengikuti pelatihan perundang- undangan pada tanggal 3-5 Maret 2014, pukul – di kampus baru UI Depok.

9 LATIHAN Setiap mahasiswa baru Fakultas Hukum Universitas Indonesia wajib mengikuti kegiatan peringatan hari ulang tahun Fakultas Hukum Universitas Indonesia tanggal 28 Oktober. Mahasiswa yang namanya tercantum dalam daftar di atas dilarang mengikuti perkuliahan Ilmu Perundang- undangan pada tahun 2014.

10 Latar Belakang Ilmu Perundang-undangan
Pada negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) yang menyelenggarakan kesejahteraan umum (verzogingsstaat), perat. per-uu-an merupakan wahana kontribusi pemerintah dalam melaksanakan pembangunan pada berbagai bidang kehidupan masyarakat di negara tersebut. Hal ini menunjukkan sisi penting dari pengetahuan dan keahlian perancangan perat. per-uu-an, yaitu (bagaimana) membentuk perat. per-uu-an yang efektif dan mampu membawa perubahan sosial bagi kemajuan kesejahteraan umum.

11 Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Kodifikasi Dari Masyarakat Modifikasi Norma Baru yang tidak dari masyarakat lagi Pengalaman negara lain Perkembangan Ilmu Pengetahuan

12 Lembaga Pembentuk Peraturan Perundang-undangan
Lembaga Negara Lembaga Pemerintah Menjalankan Fungsi Pemerintahan (Pasal 4 ayat (1) UUD 1945) Fungsi Pemerintahan dalam arti Formil dan Materil Formil : Mengatur dan Memutus Materil : Memerintah dan Melaksanakan Berdasarkan kewenangan atribusi maupun delegasi

13 JENIS DAN HIERARKI PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI INDONESIA

14 HANS NAWIASKY (die Theorie vom Stufen-ordnung der Rechtsnormen)
Selain tersusun secara berjenjang dan berlapis dalam suatu tata susunan yang bersifat hierarkis, norma2 hukum dalam suatu negara terdiri dari 4 (empat) lapis kelompok norma hukum, yaitu: Staatsfundamentalnorm; Staatsgrundgesetz; Formell Gesetz; dan Verordnung & Autonome Satzung.

15 Walaupun dengan nama dan jumlah yang berbeda dalam tiap lapis, namun tata susunan norma hukum setiap negara hampir selalu terdiri dari keempat lapis kelompok norma hukum tersebut.

16 STAATSFUNDAMENTALNORM
-- Norma Fundamental Negara bersifat presupposed dan axiomatis; norma tertinggi dalam tata susunan norma hukum negara; landasan filosofis bagi pengaturan lebih lanjut penyelenggaraan negara; dan sumber dan dasar bagi pembentukan Staats- grundgesetz. -- Indonesia: Pembukaan UUD 1945.

17 STAATSGRUDGESETZ -- Aturan Dasar Negara
bersifat general dan garis besar; berbentuk norma hukum tunggal; aturan mengenai pembagian kekuasaan negara; aturan mengenai hubungan antara negara dan warga negara; dan sumber dan dasar bagi pembentukan Formell Gesetz. -- Indonesia: Batang Tubuh UUD 1945, TAP MPR, dan Konvensi Ketatanegaraan.

18 FORMELL GESETZ -- Undang-undang Formal Bersifat spesifik dan rinci;
Berbentuk norma tunggal atau berpasangan; Produk dari kewenangan legislatif; Sumber dan dasar bagi pembentukan Verordnung dan Autonome Satzung. -- Indonesia: Undang-Undang

19 VERORDNUNG SATZUNG -- Peraturan Pelaksanaan
Perat. per-uu-an yang dibentuk oleh lembaga pemerintah berdasarkan pelimpahan kewenangan pengaturan (delegated legislation) dari suatu UU kepada perat. per-uu-an yang bersangkutan. Tujuan dari pelimpahan kewenangan pengaturan ini adalah agar ketentuan2 dalam UU atau perat. yang lebih tinggi itu bisa implementatif. -- Indonesia: Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Ditjen.

20 AUTONOME SATZUNG -- Peraturan Otonom
Perat. per-uu-an yang dibentuk oleh lembaga pemerintah berdasarkan pemberian kewenangan pengaturan (atributive legislation) dari suatu UU kepada lembaga pemerintah tersebut. Tujuan dari pemberian kewenangan pengaturan ini adalah sebagai alat bagi lembaga pemerintah tersebut dalam menyelenggarakan kewenangan pemerintahan yang diatur dalam UU itu. -- Indonesia: Peraturan BI, dan perat. lembaga2 pemerintahan penunjang lainnya.

21 Perat. Perundang-undangan
Pengertian Perat. Perundang-undangan Mengacu pada teori Hans Nawiasky, dimana Pembukaan UUD 1945 merupakan staats-fundamentalnorm, sedangkan Batang Tubuh UUD 1945, TAP MPR, dan konvensi ketatanegaraan adalah staatsgrundgesetz, maka perat. per-uu-an melingkupi, baik formell gesetz maupun verordnung satzung dan autonome satzung.

22 Dengan demikian, perat. per-uu-an adalah penyebutan atas keputusan2 yang:
mengandung norma2 hukum yang terutama bersifat pengaturan; dibentuk berdasarkan kekuasaan legislatif; meliputi undang-undang sebagai jenis yang tertinggi yang dibentuk oleh DPR bersama dengan Presiden; dan jenis2 peraturan lainnya yang dibentuk oleh lembaga2 pemerintah sebagai penguasa eksekutif untuk pelaksanaan dari undang-undang (Delegasi) atau penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan berdasarkan undang-undang (Atribusi).

23 JENIS DAN HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

24 UU 12/2011 dalam Pasl 7 ayat (1) menetapkan, bahwa jenis dan hierarki perat. per-uu-an terdiri atas:
Ketetapan MPR; Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; Peraturan Pemerintah; Peraturan Presiden; Peraturan Daerah Provinsi; dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

25 Sementara, Pasal 8 menentukan, bahwa:
(1) Jenis perat. per-uu-an selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh MPR, DPR, DPD, MA, MK, BPK, KY, BI, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan UU, DPRD, Kepala Daerah, dan Kepala Desa atau yang setingkat. (2) Perat. per-uu-an sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

26 Berdasarkan pada teori Hans Nawiasky serta keberadaan lembaga negara dan pemerintahan, maka jenis dan hierarki perat. per-uu-an lainnya di bawah UU, yaitu yang dibentuk oleh Lembaga Pemerintah, meliputi: Perat. Per-uu-an Delegasian Peraturan Pemerintah; Peraturan Presiden; Peraturan Menteri; Peraturan Pimpinan LPNK dan Peraturan Dirjen Kementerian Peraturan Kepala Daerah

27 Perat. Per-uu-an Atribusian
Peraturan Lembaga Pemerintah non-Struktural Peraturan Daerah

28 Terima Kasih Semoga Bermanfaat!
TIM PENGAJAR ILMU PERUNDANG-UNDANGAN Bidang Studi Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia Gedung D Lantai 2 Ruang 215 Kampus Baru UI – Depok 16424


Download ppt "ILMU PERUNDANG-UNDANGAN DALAM HAN Depok, 16 Mei 2014"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google