Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya"— Transcript presentasi:

1 Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
M. Syafi’ie Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

2 Pengantar Hak ekonomi, sosial dan budaya diatur dalam The International Covenant on Economic, Social dan Cultural Rights (ICESCR). Disahkan tahun 1966 Bagian dari International Bill of Human Rights Indonesia telah meratifikasi Kovenan dan diundangkan menjadi UU No. 11 tahun tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

3 Perdebatan Kemunculan
Hak ekonomi, sosial dan budaya awalnya anti tesis dari hak sipil dan politik. Hak sipil dan politik berarti negara bersifat pasif (negatif rights), sedangkan hak ekonomi, sosial dan budaya berarti negara bersifat aktif (positif rights) Karl Marx : perwujudan HAM sipil adalah hak atas kepemilikan pribadi yang menjadi lahan persemaian untuk melajunya kapitalisme tanpa tekanan, dan karena itu pasti menghalangi pemenuhan HAM lainnya. Utamanya hak atas keseteraaan Pemikir aliran sosialis menolak postulat liberal tentang pemisahan negara dan masyarakat. Kelompok ini memajukan postulat sosialis tentang persatuan negara dan masyarakat; rekonsiliasi kepentingan individu dan kolektif; penghapusan HAM atas kepemilikan pribadi; syarat hak ekonomi, sosial dan budaya lebih dahulu dari hak sipil dan politik Hak ekonomi, sosial dan budaya diperjuangkan oleh Revolusi Rusia dan revolusi kaum sosialis lainnya sebagai alat untuk mencapai kebebasan melalui aksi negara yang positif. Hak ekonomi, sosial dan budaya dikenal HAM sebagai generasi kedua, dan dampak dari perang dingin yang terjadi

4 Materi-materi Hak Hak menentukan Nasib Sendiri;
Hak atas pekerjaan, upah dan kebebasan berserikat; Hak atas jaminan sosial; Perlindungan terhadap Keluarga dan hak reproduksi; Perlindungan anak-anak dan orang muda dari eksploitasi;

5 Materi-materi Hak Hak atas pangan; Hak bebas dari Kelaparan;
Reformasi sistem agraria; Hak atas Kesehatan; Hak atas Perumahan Hak atas Pendidikan; Hak atas partisipasi dalam Budaya, menikmati kemajuan ilmu, karya ilmiah, sastra atau seni

6 Konsepsi Hak ekonomi, sosial dan budaya sama dengan hak sipil dan politik. Keduanya saling mengait , atau dikenal sebagai konsep indivisibility Negara bertanggungjawab untuk memajukan, pentaatan dan pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya

7 Konsepsi Beberapa konsep yang melekat dengan hak ekonomi, sosial dan budaya : “undertakes to take steps..”(mengambil langkah- langkah) “to the maximum of its available resources” (memaksimalkan sumberdaya negara yang tersedia) “to achieving progressively the full realization of the rights recognized in the present covenant” (mencapai secara bertahap perwujudan penuh dari hak-hak…)

8 Prinsip-prinsip Limburg
Prinsip-prinsip Limburg ialah kerangka normatif bagi pelaksanaan Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Prinsip ke-16: “All states parties have an obligation to begin immediately to take steps toward full realization of the rights…” (Semua Negara pihak memiliki kewajiban untuk segera mulai mengambil langkah-langkah menuju realisasi penuh hak-hak) Prinsip ke-22: “Some obligation unders the Covenant require immediate in full by all States parties, such as the probihation of discrimination in article 2 (2)…” (Beberapa kewajiban di bawah Kovenan membutuhkan (sifat) segera secara penuh oleh semua Negara Pihak, seperti larangan diskriminasi dalam pasal 2 (2) ... “)

9 Justiciability Hak Ekosob?
Ada anggapan bahwa hak Ekosob merupakan hak yang tidak ril dan tidak justiciable. Benarkah? Komite Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya PBB tahun mengeluarkan komentar umum (general comments) justiciability hak ekosob : General Comment No. 9, tentang Penerapan ICESCR di tingkat domestik, Komite menyanggah pendapat bahwa hak ekonomi dan sosial secara inheren tidak cocok untuk diterapkan melalui judicial enforcement,. Komite juga mengesahkan suatu standar dimana negara pihak disyaratkan untuk menyediakan mekanisme penyelesaian hukum dalam dua cara, pertama, melakukan interpretasi yang konsisten dari hukum domestik agar sesuai dengan standar Kovenan ICESCR, khususnya dalam hal kesetaraan dan non- diskriminasi. Kedua, melalui pengesahan peraturan untuk membentuk mekanisme penyelesaian hukum atas pelanggaran hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya

10 Lanjutan.. Komite juga mengesahkan tiga prinsip dasar pemenuhan berdasar kesepakatan tanggung jawab negara untuk menyediakan mekanisme penyelesaian hukum atas pelanggaran hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya., yaitu : Langkah apapun yang dilakukan suatu negara harus cukup untuk memberikan dampak bagi hak-hak yang tercantum dalam kovenan ICESCR. Khusus, untuk memenuhi pengaturan tentang prinsip non- diskriminasi dalam Kovenan, maka penerapan aturan hukum (judicial enforcement) tidak bisa tidak harus dilaksanakan. Perlindungan atas hak ekonomi, sosial, dan budaya harus setara dan menjadi bagian integral dari upaya perlindungan atas hak-hak sipil dan politik. Meskipun langkah-langkah yang diambil berbeda dengan langkah- langkah yang diambil untuk menjamin perlindungan hak sipil dan politik. Komite mengusulkan agar prinsip-prinsip hak ekonomi sosial budaya sebagaimana tercantum dalam Kovenan diadopsi ke dalam sistem hukum domestik, baik melalui ratifikasi maupun di absobsi ke dalam peraturan perundang-undangan yang sudah berlaku. Tujuannya, agar memungkinkan individu untuk menggunakannya dalam litigasi di pengadilan.

11 Positioning Suparman Marzuki : anggapan hak ekonomi, sosial dan budaya tidak ril dan non justiciable adalah menyesatkan, sebab : Negara memiliki kewajiban yang memiliki efek segera (immediate effect). Sama seperti hak-hak sipil dan politik, ia juga merupakan hak yang sebenarnya dapat dituntut pemenuhannya melalui pengadilan (justiciable). Utamanya hak-hak pada pasal 3 (jaminan hak yg sama laki2 dan perempuan), 7 (a) dan (i) tentang jaminan kondisi kerja yg adil, 8 tentang pembentukan SB dan bergabung dgn SB, 10(3), 13(2), (3) dan (4) tentang perlindungan kepada keluarga, anak2 dan anak muda, dan pasal 15(3) tentang partisipasi dalam kehidupan budaya, seni dan iptek . Hak-hak pada pasal-pasal itu bersifat justiciable, yang dapat dituntut di muka pengadilan nasional masing-masing negara. Komite telah mengakui pentingnya bagi Negara untuk menetapkan upaya-upaya legislatif yang tepat dan ketentuan mengenai penyelesaian melalui pengadilan, yang menunjukkan sifat nyata hukum hak ekonomi, sosial dan budaya. Pasal 27 Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian 1969, menyatakan bahwa “suatu pihak tidak dapat menggunakan ketentuan hukum dalam negerinya sebagai pembenaran dari kelalaiannya dalam mematuhi suatu perjanjian”. Pengadilan harus menjadi institusi negara yang menghindarkan negaranya melanggar perjanjian internasional yang telah diratifikasi. Prinsip Limburg mengenai Penerapan Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya menekankan bahwa “Negara-negara Pihak harus menyediakan upaya-upaya penyelesaian yang efektif termasuk, bila memungkinkan, penyelesaian melalui pengadilan” (Prinsip 19).

12 Lanjutan Suparman Marzuki : Pemaknaan hukum hak ekonomi, sosial dan budaya sebagaimana tercantum dalam Kovenan, prinsip Limburg dan prinsip Maastricht sangat jelas bahwa kewajiban untuk menegaskan jaminan hukum dan jaminan komplain atas pemenuhan dan perlindungan hak ekonomi, sosial dan budaya oleh negara pihak adalah bersifat segera. Bentuk segera itu meliputi tiga hal, yaitu : Penghormatan : kewajiban negara untuk tidak mengambil tindakan- tindakan yang mengakibatkan tercegahnya akses terhadap hak bersangkutan. Termasuk di dalamnya, mencegah melakukan sesuatu yang dapat menghambat warga memanfaatkan sumber-sumber daya alam materil yang tersedia; Perlindungan : kewajiban negara menjamin pihak ketiga (individu atau perusahaan) tidak melanggar hak individu lain atas akses terhadap hak bersangkutan serta mencegah deprivasi lebih lanjut dan jaminan bahwa mereka yang terlanggar haknya mendapat akses terhadap legal remedies; Pemenuhan : mengharuskan negara untuk melakukan tindak pro aktif memperkuat akses masyarakat atas sumber-sumber daya.

13 Pedoman Mastricht Pedoman Mastricht ialah kerangka normatif internasioanal untuk mengukur satu bentuk pelanggaran HAM di sektor hak ekonomi, sosial dan budaya Pelanggaran HAM memiliki dua dimensi : pertama, pelanggaran karena tindakan Negara atau Aktor bukan-Negara (acts of commission). Dua, pelanggaran karena pembiaran oleh Negara atau Aktor bukan-Negara (acts of omission) Acts of Commission : penghapusan secara formal atau penundaan UU yang penting bagi pemenuhan ekosob; Pengingkaran aktif atas hak tersebut bagi induvidu atau kelompok tertentu; Pemberlakuan UU atau kebijakan yang jelas- jelas bertentangan dengan Kovenan ini; Pengurangan atau pengalihan pengeluaran publik, yang berakibat tidak terpenuhinya hak ekosob. Acts of Ommission : Gagal mengambil langkah-langkah yang tepat sesuai yang disyaratkan Kovenan; Gagal mengubah atau mencabut UU yang jelas-jelas tidak sejalan dengan Kovenan; Gagal memanfaatkan sumberdaya yang tersedia secara maksimal ke arah pemenuhan hak-hak dalam Kovenan; Gagal memenuhi standar minimum yang ditetap masyarakat internasional Alat ukur biasanya memakai : apakah negara unwillang (enggan) atau an able (mampu) dengan ragam tanggungjawab di atas.

14 Alat Ukur Tanggungjawab
Mengukur tanggungjawab negara juga menggunakan indikator. Setidaknya ada tiga indikator : Indiktor struktur, yaitu menguji ketersedian aturan, kebijakan, lembaga pengawas, dan lain-lain yang menjamin tanggungjawab hak ekonomi, sosial dan budaya. Indikator proses, yaitu menguji tanggungjawab negara dalam hal tindakan dan program realisasi hak ekonomi, sosial dan budaya. indikator hasil, yaitu mengukur dampak-dampak yang terjadi di lapangan, seperti berkurangnya orang-orang miskin, minimnya orang yang putus sekolah, dan lain- lain Setiap hak ekonomi, sosial dan budaya memiliki standar indikatornya masing masing. Hak atas perumahan, hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, dan lain- lain, semuanya memiliki indikator yang terumuskan dalam General Comment. Misal, hak atas kesehatan memiliki empat indikator, yaitu ketersediaan (availability), aksesibilitas (accessibility), penerimaan (acceptability) dan kualitas (quality). Indikator tersebut untuk memberikan penjelasan tentang standar pelayanan kesehatan tertinggi yang dapat dijangkau oleh negara.

15 Tugas Studi Lapangan Tugas Kelompok Urut Absen
Presentasi di dua pertemuan berikutnya Hasil studi lapangan berbentuk laporan makalah, berisi pendahuluan, kondisi dan fakta sosial, analisa pelanggaran, serta penutup dan saran Topik studi lapangan Hak atas pendidikan (2 kelompok : Untuk anak Miskin dan Untuk anak-anak penyandang disabilitas) Hak atas pekerjaan (2 kelompok : Perempuan dan Penyandang disabilitas) Hak atas perumahan (2 kelompok : Korban Merapi dan korban Gempa/bantuan rumah Dom) Hak atas Kesehatan ( 1 kelompok : hak kesehatan bagi orang Miskin) Hak atas Jaminan Sosial (1 kelompok : penyandang disabilitas)


Download ppt "Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google