Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Rumah Susun Di INDONESIA.
Advertisements

HAK ATAS TANAH M.HAMIDI MASYKUR SH,M.Kn.
Materi-4 HAK PUBLIK DAN HAK PRIVAT ATAS TANAH
BAB IV UUPA SEBAGAI DASAR PEMBENTUKAN HK AGRARIA NASIONAL
Prof. Ny. Arie S. Hutagalung, SH, MLI Guru Besar Hukum Agraria FHUI
Alasan2 lahirnya UU No.5 Th 1960 (UUPA)
BAB V HAK ATAS TANAH.
DEWI NURUL MUSJTARI,S.H., M.HUM DOSEN FAKULTAS HUKUM UMY
Dasar-Dasar Hukum Agraria Nasional
PENCABUTAN HAK ATAS TANAH
Hak Penguasaan atas Tanah
Pertemuan ke – 6 TEORI HUKUM PENDAFTARAN TANAH
Materi-6 HAK MILIK DEWI NURUL MUSJTARI,S.H., M.HUM
Pertemuan ke – 4 TEORI HUKUM PENDAFTARAN TANAH
Hak Atas Tanah.
Pertemuan ke – 5 TEORI HUKUM PENDAFTARAN TANAH
Pertemuan ke – 2 TEORI HUKUM PENDAFTARAN TANAH
PENGANTAR HUKUM INDONESIA M. Hamidi Masykur, S.H., M.Kn.
ASAS-ASAS HUKUM AGRARIA
HUKUM TANAH ADAT oleh: RIZKY YOGA PRATAMA A
Materi-9 HAK PAKAI DEWI NURUL MUSJTARI,S.H., M.HUM
Pertemuan ke – 8 TEORI HUKUM PENDAFTARAN TANAH
Legalitas Bentuk dan Kegiatan Usaha
PERIODEISASI HUKUM AGRARIA NASIONAL
Landreform berasal dari kata
FUNGSI TANAH sebagai wadah sebagai faktor produksi
HUKUM HARTA KEKAYAAN.
OLEH NUR HUDDA ELHASANI
UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS EKONOMI
HAK PENGUASAAN ATAS TANAH
AGRARIA Istilah Agraria berasal dari kata :
PENDAFTARAN TANAH Pendaftaran tanah Pasal 19 UUPA
PENDAFTARAN TANAH Pendaftaran Tanah (Pasal 1 angka 1 PP No.24 Th 1997)
DALAM PERSPEKTIF HUKUM TANAH NASIONAL (ASPEK PENGADAAN TANAH
HAK-HAK ATAS TANAH.
DASAR-DASAR DAN KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pasal 1.
Hukum Agraria “HAK ATAS TANAH”
Oleh : Dosen Tim Agraria
GARIS GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN
Konsep Hukum Agraria dan Hukum Tanah
Pertemuan ke – 11 HUKUM AGRARIA
Hukum administrasi pelayanan publik
Pertemuan ke – 4 HUKUM ADAT DALAM HUKUM TANAH NASIONAL
Luruhnya Hak Publik (Bangsa) di Tangan Lembaga Publik (Negara)
HAK MILIK.
BAB I PENGANTAR.
PEMBAHASAN UTS Hukum Agraria Minggu ke-8
Landreform berasal dari kata
Politik dan hukum agraria
Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional
Oleh : Upik Hamidah, S.H., M.Hum.
HAK ATAS TANAH SEKUNDER/DERIVATIF
ASAS-ASAS DALAM HUKUM TANAH
PEMBENTUKKAN UUPA DAN PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA
HAK ATAS TANAH SEKUNDER/DERIVATIF
Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH
OTONOMI BIDANG PERTANAHAN
Universitas Esa Unggul
HUKUM BENDA.
Landreform berasal dari kata
Oleh : Upik Hamidah, S.H., M.H.
HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG
PENGERTIAN HUKUM AGRARIA
HUKUM AGRARIA MRT BOEDI HARSONO Kata “agraria” berasal dr agrarius, ager (latin) atau agros (yunani), Akker (belanda) yg artinya tanah pertanian.
DRS ANWAR SEMBIRING M.Pd
PENGANTAR HUKUM INDONESIA
PEMBERIAN HAK ATAS TANAH
HAK MILIK.
PENDAFTARAN TANAH. Jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan memerlukan : 1.tersedianya perangkat hukum tertulis, yang lengkap dan jelas serta dilaksanakan.
Presly Prayogo,SH,MH. DUA BENTUK HAK ATAS TANAH HAK PRIMER Hak atas tanah yang bersumber langsung dari hak bangsa Indonesia, yang dapat dimiliki oleh.
Transcript presentasi:

Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta Bahan Ajar TA 2014/2015 HUKUM AGRARIA 3 SKS Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta 2015

BAHAN AJAR HUKUM AGRARIA 3 SKS Oleh IWAN E. JOESOEF Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta 2015

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA MATA KULIAH: HUKUM AGRARIA Dosen Pengampu: Dr. Iwan E. Joesoef, SH., Sp.N., M.Kn Asisten Dozen: Azhar, SH., LL.M UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA

Konsepsi Hukum Agraria: UUPA, UUD 1945 dan HMN Pertemuan Kuliah : Ke-1

Pengertian Agraria & Hukum Agraria Pengertian Agraria secara Umum: dari bahsa latin “ager” yg berarti tanah atau sebidang tanah. Agrarius berarti: perladangan, persawahan, pertanian. Pengertian Agraria di lingkungan Administrasi Pemerintahan: adalah tanah, baik tanah pertanian maupun non-pertanian. Pengertian Agraria dalam UUPA: mempunyai arti yg sangat luas meliputi Bumi, Air dan Kekayaan Alam yang terkandung didalamnya. Pengertian Hukum Agraria dalam UUPA: merupakan suatu kelompok berbagai bidang hukum, yg masing2 mengatur hak2 penguasaan atas sumber2 daya alam tertentu, yaitu (1) Hukum Tanah, (2) Hukum Air, (3) Hukum Pertambangan, (4) Perikanan, (5) Hukum Penguasaan Atas Tenaga dan Unsur2 Dalam Ruang Angkasa (sbgmana Ps 48 UUPA). Pengertian Hukum Agraria Dalam Pendidikan Tinggi Hukum di Indonesia: adalah mata kuliah yang mempelajari Hukum Tanah baik yang meliputi aspek publik maupun perdata.

UUPA dan UUD 1945 Hukum Agraria Nasional harus mewujudkan penjelmaan dari pada Ketuhanan Yang Maha Esa,Perikemanusiaan,Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial, sbg azas kerohanian Negara dan cita2 bangsa sebagaimana Pembukaan UUD 1945. Hukum Agraria Nasional sesuai Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Pasal 33 UUD 1945, mewajibkan Negara untuk mengatur pemilikan tanah dan memimpin penggunaannya, sehingga semua tanah diseluruh Indonesia adl utk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik secara perorangan maupun secara gotong royong. Pasal 33 UUD 1945: (2): Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3): Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. (4): Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas domokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Konsep UUPA Seluruh wilayah Indonesia adl kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yg bersatu sbg bangsa Indonesia (Ps.1 ayat 1). Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yg terkandung didalamnya dalam wilayah Indonesia sbg karunia Tuhan YME adl bumi, air dan ruang angkasa milik bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional (Ps.1 ayat 2). Hubungan antara bangsa Indonesia dgn bumi, air serta ruang angkasa adl hubungan yg bersifat abadi (Ps.1 ayat 3). Bumi adalah permukaan bumi, tubuh bumi dibawahnya, serta yang berada dibawah airnya(Ps.1 ayat 4). Air adalah: perairan pedalaman, dan laut wilayah Indonesia (Ps.1 ayat 5). Ruang Angkasa adalah: ruang diatas bumi dan air (Ps.1 ayat 6)

Hak Menguasai Negara (HMN) Berdasarkan Ps. 33 ayat (3) UUD 1945 maka bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yg terkandung didalamnya pd tingkatan yg tertinggi dikuasai Negara sbg organisasi kekuasaan seluruh rakyat (Ps.2 ayat 1). HMN tersebut memberi wewenang pd Negara utk: (1). Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. (2). Menentukan dan mengatur hubungan2 hukum antar orang2 dgn bumi, air dan ruang angkasa. (3). Menentukan dan mengatur hubungan2 hukum antara orang2 dan perbuatan2 hukum yg mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Wewenang Negara yg bersumber dari HMN tsb digunakan utk sebesar2 kemakmuran rakyat.

(HMN) ….. continue HMN tsb dlm pelaksanaannya dpt dikuasakan kpd daerah2 Swatantra dan masyarakat2 Hukum Adat, bila diperlukan dan tdk bertentangan dgn kepentingan nasional menurut ketentuan Peraturan Pemerintah. Pelaksanaan Hak Ulayat dan hak2 yg serupa masyarakat Hukum Adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sesuai dgn kepentingan nasional dan Negara dan tdk boeh bertentangan dgn UU dan peraturan lain yg lebih tinggi. Berdasarkan HMN ditentukan adanya macam2 hak atas permukaan bumi yg disebut Tanah, yg dpt diberikan dan dimiliki sendiri maupun bersama2 dgn orang2 lain serta badan2 hukum. Hak2 atas tanah tsb memberi wewenang utk mempergunakan tanah ybs juga tubuh bumi dan air serta ruang angkasa yg ada diatasnya sekedar diperlukan utk kepentingan yg langsung berhubungan dgn penggunaan tanah itu sesuai UU dan peraturan2 hukum yg lebih tinggi. Selain hak2 atas tanah juga diatur hak2 atas air dan ruang angkasa. Hukum Agraria yg berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa adl Hukum Adat yg tidak bertentangan dgn kepentingan nasional dan Negara, persatuan dan sosialisme Indonesia, UU ini, perUUan lainnya, dan mengindahkan unsur2 Hukum Agama.

(HMN) ….. continue Semua Hak Atas Tanah mempunyai fungsi sosial (Ps.6). Pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan supaya tdk merugikan kepentingan umum. Berdasarkan HMN, pengambilan kekayaan alam yg terkandung didalam bumi, air dan ruang angkasa, diatur oleh Negara. Hanya WNI dpt mempunyai hubungan yg sepenuhnya dgn buni, air dan ruang angkasa. Tiap2 WNI (Laki2 maupun Wanita) mempunyai kesempatan yg sama utk memperoleh suatu hak atas tanah serta utk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya. Setiap Orang dan Badan Hukum yg mempunyai suatu Hak Atas Tanah pertanian pd asasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif dgn mencegah cara2 pemerasan. Hubungan hukum antara orang/badan hukum dgn bumi, air dan ruang angkasa, serta wewenang2 yg bersumber pd hubungan hukum itu harus diatur agar tercapai tujuan utk kemakmuran rakyat dan mencegah penguasaan kehidupan orang lain yg melampaui batas. Perbedaan keadaan masyarakat tdk bertentangan dgn kepentingan nasional dgn menjamin kepentingan golongan ekonomi lemah.

(HMN) ….. continue Segala usaha bersama dlm lapangan agraria didasarkan atas kepentingan bersma dlm rangka kepentingan nasional dlm bentuk Koperasi atau bentuk2 gotong royong lainnya. Negara dapat bersama-sama dgn pihak lain menyelenggarakan usaha bersama dlm lapangan agraria. Pemerintah mengatur usaha2 dlm lapangan agraria shg menghasilkan produksi dan kemakmuran rakyat. Pemerintah mencegah adanya usaha2 dlm lapangan agraria dari organisasi2 dan perseorangan yg bersifat monopoli swasta. Usaha Pemerintah dlm lapangan agraria yg bersifat monopoli hanya dpt diselenggarakan dgn UU. Pemerintah berusaha memajukan kepastian dan jaminan sosial termasuk bidang perburuhan dlm usaha2dilapangan agraria. Pemerintah dlm rangka sosialisme Indonesia, membuat Rencana Umum ttg persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi,air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yg terkandung. Rencana Umum tsb memperhatikan peraturan2 ybs, Peraturan Daerah. Memelihara tanah dan menyuburkan serta mencegah kerusakan adl kewajiban tiap2 Orang/Badan Hukum/Instansi yg mempunyai hubungan hukum dg tanah itu dgn memperhatikan pihak ekonomi lemah.

Sistematika dan ruang lingkup hak-hak penguasaan atas tanah HUKUM AGRARIA Kuliah ke-2 & ke-3 Dosen: Iwan Erar Joesoef

Pengertian Tanah Pasal 4 UUPA disebutkan bhw atas dasar HMN ditentukan adanya macam2 hak atas permukaan bumi yg disebut tanah yg dapat diberikan kpd dan dipunyai oleh orang2. Jadi tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi, sedangkan hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yg berbatas, berdimensi dua, dgn ukuran panjang dan lebar. Pasal 8 UUPA hak atas tanah tidak meliputi pemilikan kekayaan alam yg terkandung didalam tubuh bumi dibawahnya. Dinyatakan dalam Pasal 8 bahwa pengambilan kekayaan alam yg terkandung dalam bumi, air dan ruang angkasa perlu diatur. Di Barat pernah ada asas hukum: “Cuius est solum eius est usque ad coelom et ad inferos” – barang siapa memiliki tanah (permukaan bumi), dia juga memiliki segala apa yg ada di atasnya sampai surge/nirwana dan segala apa yg dibawahnya sampai pusat bumi; Beberapa Negara bagian USA (Arkansas, Kansas, Missisipi, Ohio, Pennsylvania, Texas dan West Virginia), yg disebut ownership states, minyak bumi dan gas, seperti halnya batubara dan mineral lainnya yg ada dalam tubuh bumi dibawah tanah adalah milik yg empunya tanah.

Hukum Tanah Sebagai Suatu Sistem Hukum tanah bukan mengatur dalam segala aspeknya . Ia hanya mengatur salah satu aspek yuridisnya yang disebut Hak-hak Penguasaan atas Tanah. Ketentuan2 hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah dapat disusun menjadi satu kesatuan yang merupakan satu sistem yang disebut Hukum Tanah. HUKUM TANAH: Adalah keseluruhan ketentuan2 hukum, ada yang tertulis ada pula yang tidak tertulis, yang semuanya mempunyai objek pengaturan yang sama, yaitu hak-hak pengasaan atas tanah sebagai lembaga-lembaga hukum dan sebagai hubungan-hubungan hukum konkret, beraspek publik dan perdata, yang dapat disusun dan dipelajari secara sistematis, hingga keseluruhannya menjadi satu kesatuan yang merupakan satu sistem. Hukum tanah merupakan satu bidang hukum yang mandiri dan sebagai cabang hukum yang mandiri mempunyai tempatsendiri dalam Tata Hukum Nasional.

Hukum Tanah dan Hukum Agraria Pengertian hukum agraria dalam UUPA dipakai dalam arti yang sangat luas, meliputi: bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, dalam batas2 yg ditentukan dalam Pasal 48 UUPA yg meliputi ruang angkasa. Dalam UUPA hukum agraria bukan hanya merupakan satu perangkat bidang hukum. Hukum agraria merupakan suatu kelompok berbagai bidang hukum, yg masing2 mengatur hak2 penguasaan atas sumber2 daya alam tertentu (HukumAgraria Arti Luas): (1). Hukum Tanah: yg mengatur hak2 penguasaan atas tanah, dalam arti permukaan bumi (Hukum Agraria Arti Sempit). (2). Hukum Air: yg mengatur hak2 penguasaan atas air. (3). Hukum Pertambangan: yg mengatur hak2 penguasaan atas bahan2 galian yg dimaksud oleh UU Pertambangan. (4). Hukum Perikanan: yg mengatur hak2 penguasaan atas kekayaan alam yg terkandung di dalam air. (5). Hukum Penguasaan Atas Tenaga dan Unsur-unsur Dalam Ruang Angkasa (bukan “space law”): yg mengatur hak2 penguasaan atas tenaga dan unsur2 dalam ruang angkasa (Pasal 48 UUPA). Dalam pendidikan tinggi hukum di Indonesia Hukum Agraria disajikan sbg matakuliah yg mempelajari “hukum tanah”, baik yg meliputi aspek publik maupun perdata.

Bangunan dan Tanaman yang ada di atas Tanah (1) Asas Accessie: Dalam hukum tanah negara2 yg menggunakan “asas Accessie” atau “asas perlekatan”, bangunan dan tanaman yg ada di atas dan merupakan satu kesatuan dgn tanah, merupakan “bagian” dari tanah ybs. Maka hak atas tanah dg sendirinya, karena hukum, meliputi juga pemilikan bangunan dan tanaman yg ada di atas tanah yg dihaki, kecuali kalau ada kesepakatan lain dg pihak yg membangun atau menanamnya (Pasal 500 dan 571 KUHPer). Perbuatan hukum mengenai tanah dg sendirinya karena hukum meliputi juga tanaman dan bangunan yg ada di atasnya. Umumnya bangunan dan tanaman yg ada di atas tanah adalah milik yg empunya tanah. (2) Asas Pemisahan Horisontal: Hukum tanah kita menggunakan asas hukum adat yg disebut “asas pemisahan horizontal” atau “horizontale scheiding”. Bangunan dan tanaman bukan merupakan bagian dari tanah. Maka hak atas tanah tidak dg sendirinya meliputi pemilikan bangunan dan tanaman yg ada di atsnya. Perbuatan hukum mengenai tanah tidak dg sendirinya meliputi bangunan dan tanaman milik yg empunya tanah. Jika perbuatan hukumnya dimaksudkan meliputi juga bangunan dan tanamannya, maka hal itu harus secara tegas dinyatakan dalam akta yg membuktikan dilakukannya perbuatan hukum ybs.

Pembidangan Hukum Tanah Penguasaan atau menguasai atas tanah dapat dipakai dalam arti “fisik” juga dalam “arti yuridis”. Juga beraspek “perdata” dan beraspek “publik”. HUKUM TANAH BERASPEK PUBLIK: Ketentuan2 yg beraspek publik (yg kegiatannya dilakukan oleh Negara sebagai badan penguasa) meliputi: (1) Legislatif: meliputi tugas kewenangan pembuatan peraturan per-UU-an. (2) Eksekutif: meliputi pelaksanaan Politik Pertanahan yg ditetapkan penguasa Negara yg intinya menjawab pertanyaan apa yg akan dilakukan dg tanah yg tersedia dan apa tujuan yg hendak dicapai serta sarana2 apa yg akan digunakan. Politik Hukum Pertanahan dirumuskan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD1945. (3) Yudikatif: meliputi tugas kewenangan mengadili kasus2 pertanahan. HUKUM TANAH BERASPEK PERDATA: Mengatur hak2 penguasaan atas tanah yg subjeknya perorangan dan badan2 hukum perdata serta badan2 Pemerintah yg menguasai tanah utk keperluan memenuhi kebutuhan dan/atau melaksanakan tugasnya masing2 – disebut sbg Hukum Tanah Perdata. Hak2 tsb memberi kewenangan pd pemegangnya utk menguasai secara fisik tanah yg dihaki utk digunakan dan melakukan perbuatan2 hukum tertentu atas tanah (“the right to possession, the right of enjoyment and disposition”).

Sumber Hukum Tanah Nasional (HTN) Ketentuan2 hukum tanah nasional terdiri atas: (1) norma2 hukum tertulis yg dituangkan dlm peratutran per-UU-an, dan (2) norma2 hukum tidak tertulis berupa hukum adat dan hukum kebiasaan baru yg bukan hukum adat. Untuk menghindari dualisme hukum agraria (hukum tanah adat dan hukum tanah barat) maka ketentuan hukum agraria dalam KUHPerdata dinyatakan tidak berlaku lagi (lihat Pasal 5 dan Penjelasan Umum III (1), Pasal 56, 57, 58 UUPA). Penegasan hukum adat sebagai dasar hukum agrarian yg baru. Sumber2 hukum formal Hukum Tanah Nasional secara hirarkhis disusun: (A). SUMBER2 HUKUM YANG TERTULIS: 1. UUD 1945 khususnya Pasal 33 ayat (3) 2. UUPA 3. Peraturan Pelaksana UUPA 4. Peraturan Pelaksana yg bukan pelaksanaan UUPA 5. Peraturan2 lama yg masih berlak berdasarkan ketentuan pasal peralihan (B) SUMBER2 HUKUM YANG TIDAK TERTULIS: 1. Norma2 hukum adat yang di “saneer” (Pasal 5, 56 dan 58 UUPA) 2. Hukum kebiasaan baru, yurisprudensi dan praktik2 administrasi pertanahan (C) PERJANJIAN SEBAGAI SUMBER HUKUM: Pasal 1338 KUHPerdata

Hak Penguasaan Atas Tanah dalam HTN (1) Hak Bangsa Indonesia (Pasal 1 UUPA) (2) Hak Menguasai dari Negara (Pasal 2 UUPA) (3) Hak Ulayat Masyarakat2 Hukum Adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada (Pasal 3 UUPA) (4) Hak2 Individual: A. Hak2 Atas Tanah (Pasal 4 UUPA): (a) Primer: HM, HGU, HGB dan Hak Pakai yg diberikan oleh Negara (Pasal 16 UUPA) (b) Sekunder: HGB dan Hak Pakai yg diberikan oleh pemilik tanah, Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, Hak Sewa dan lainnya (Pasal 37, 41 dan 53) B. Wakaf (Pasal 49 UUPA) C. Hak Jaminan Atas Tanah: Hak Tanggungan (Pasal 23, 33, 39, 59 dan UU No.4/1996). Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun bukan Hak Penguasaan Atas Tanah (lihat definisi kebendaan KUHPer Pasal 499 dan 570), melainkan Hak Atas Satuan Rumah Susun tertentu, yg menurut UU No.16/1985 tentang Rumah Susun meliputi juga satu bagian tertentu sebesar nilai perbandingan proporsionalnya dari hak atas tanah bersama di atas mana rumah susun yg bersangkutan berdiri.

Hak Penguasaan Atas Tanah sbg Lembaga Hukum dan Hubungan Hukum Konkret Hak Penguasaan atas Tanah merupakan “lembaga hukum” jika belum dihubungkan dg tanah dan orang/badan hukum tertentu sbg pemegang haknya: HM, HGB, HGU, HP, Hak Sewa, dan merupakan “hubungan hukum konkret” (biasanya disebut hak) jika telah dihubungkan dg tanah tertentu sbg objek dan orang/badan tertentu sebagai subjek/ pemegang hak. Sebagi LEMBAGA HUKUM: Yaitu ketentuan2 hukum tanah yg mengatur hak2 penguasaan atas tanah: (a) memberi nama pd hak penguasaan ybs. (b) menetapkan isinya yaitu mengatur apa saja yg boleh, wajib dan dilarang utk diperbuat oleh pemegang haknya serta jangka waktu penguasaannya. (c) mengatur hal2 merngenai subjeknya siapa saja yg boleh menjadi pemegang haknya dan syarat2 bagi penguasaannya. (d) mengatur hal-hal mengenai tanahnya. Sebagai HUBUNGAN HUKUM KONKRET: mengatur hal2 (a) penciptaannya menjadi suatu hubungan hukum yg konkret dg nama dan sebutannya, (b) pembebanannya, (c) pemindahanya, (d) hapusnya, dan (e) pembuktiannya.

Hukum Tanah Sebelum Berlakunya UUPA HUKUM AGRARIA Kuliah ke-4 & ke-5 Dosen: Iwan Erar Joesoef

Hukum Tanah yang Dualistik & Pluralistik Struktur Agraria warisan penjajah Belanda hasil Politik Hukum Kolonial: (1) Dipandang dari sudut hukumnya - Tidak ada kesatuan hukum: (A). Ada dua macam hukum (dualisme hukum), yaitu hukum barat yg dibawa dan diberlakukan di Hindia Belanda (Indonesia) oleh pihak penjajah Belanda (yg pokok2 ketentuannya di buku II BW) dan hukum adat penduduk bumi putera (yg tidak tertulis); (B). Hukum adat di Indonesia itu beraneka warna, agak berbeda diberbagai daerah (pluralism hukum) yg dibiarkan terus berlaku selama dianggap tdk bertentangan dg politik agrarian penjajah; (C). Ada hak ciptaan baru yg bukan hukum adat tapi juga bukan hukum barat, yaitu hak agrarisch eigendom. (2) Dilihat dari sudut subjeknya – Tidak ada kesamaan status subjek: (A). Ada pemegang hak yg orang bumi putera, ada yg bukan orang bumi putera yg sistem hukumnya berbeda (B). Yang bukan bumi putera ada: (1) orang asing bangsa eropa/barat, (2) orang keturunan asing, (3) orang timur asing;

Hukum Tanah yang Dualistik & Pluralistik (3) Dilihat dari yg menguasai/memiliki tanah – Tidak ada keseimbangan dlm hubungan antara manusiadgn tanah: (A). Ada golongan besar manusia (petani) yg tidak mempunyai tanah atau yg mempunyai tanah sangat sempit; (B). Ada golongan kecil manusia (penguasa, pengusaha asing, tuan tanah, pemilik tanah partikelir yg memiliki/ menguasai tanah luas. (4) Dilihat dari sudut penggunaan tanah – Tidak ada keseimbangan dlm penggunaan tanah: (A). Tanah di Jawa dan Madura hampir semua sudah dibuka/ diusahakan. (B). Tanah di luar Jawa, Madura, dan Bali masih ada tanah luas yg belum dibuka/ diusahakan. (5) Dilihat dari sudut tertib hukum – Tidak ada tertib hukum: (A). Penjajah Jepang mengambil tanah rakyat atau tanah/rumah orang asing yg mengungsi atau ditangkap, tanpa ambil pusing soal hak yg ada di atasnya; (B). Rakyat sendiri juga menduduki tanah perkebunan, perkarangan bahkan rumah orang asing/ bekas penjajah yg menguasai secara tidak sah.

Penyelesaian Hubungan Hukum Dualisme & Pluralisme Hukum Hubungan2 antar orang2 pribumi dan non pribumi diselesaikan dg Hukum Antar Golongan atau hukum Intergentiel Misal wanita pribumi menikah dg pria eropa, seorang cina membeli ayam dari pedagang pribumi, petani pribumi menyewakan sawahnya pd perusahaan pabrik gula, maka hukum mana yg berlaku adl Pemerintah Hindia Belanda menganut “asas persamaan derajat” atau “persamaan penghargaan bagi stelsel2 hukum yg berlaku, baik hukum barat, hukum adat golongan pribumi maupun hukum adat golongan timur asing bukan cina, tidak satupun yg superior dari yg lain (tidak mesti salah satu stelsel yg harus diberlakukan) – di Aljazair Pemerintahan Perancis menerapkan politik hukum bahwa yg digunakan adalah hukum Perancis utk kasus hukum antargolongan.

Penyelesaian Hubungan Hukum Dualisme & Pluralisme Hukum Lanjutan Hukum Antar Golongan Indonesia menyelesaikann kasus2 (baca buku Gouw Giok Siong atau Sudargo Gautama ahli hukum Antargolongan): disebutkan adakalanya hukum antar golongan memberikan ketentuan2 sendiri. Tapi biasanya hanya menunjuk pd berlakunya hukum adat atau hukum barat bagi suatu hubungan hukum atau peristiwa hukumyg dihadapi, berdasarkan asas atau faktor2 tertentu yg dikembangkan oleh ilmu pengetahuan serta yurisprudensi. Dalam hubungan hukum antar golongan, tanah merupakan tanah merupakan “titik pertalian sekunder” yaitu factor yg menentukan hukumnya yg harus diberlakukan. Pendapat umum adl tanah selalu merupakan titik pertalian sekunder. Pemindahan hak atas tanah harus dilakukan menurut ketentuan hukum tanahnya. Jika tanahnya tanah hak barat dg Overschrijvings Ordonantie sedangkan jual beli tanah hak adat harus dg ketentuan hukum tanah adat. Putusan Hoog Gerechts Hof tgl 25 Oktober 1934: hukum adat tidak mengenal lembaga “acquisitieve verjaring” tapi lembaga “rechtsverwerking” yaitu lampaunya waktu sebagai sebab kehilangan hak atas tanah kalau tanh ybs selama waktu yg lama tidak diusahakan oleh pemegang haknya dan dikuasai pihak lain melalui perolehan hak dg itikad baik.

Politik Hukum Pemerintah Jajahan Hindia Belanda Dalam Penjelasan Umum UUPA: Hukum agrarian yg berlaku sekarang sekarang seharusnya merupakan salah satu alat yg penting utk membangun masyarakat yg adil dan makmur sbgmn yg dicita2-kan, ternyata sebaliknya banyak hal penghambat tercapainya cita2 tsb. Dalam Penjelasan UUPA juga dijelaskan sebab utamanya: (1) karena hukum agraria yg berlaku sekarang sebagian tersusun berdasarkan tujuan dan sendi2 dari pemerintahan jajahan, dan sebagaian lainnya dipengaruhi oleh politik hukum pemerintahan jajahan. (2) karena politik hukum pemerintahan jajahan tsb hukum agraria bersifat “dualism” (peraturan2 hukum adat dan hukum barat, sehingga menimbulkan berbagai masalah antargolongan yg serba sulit dan tidak sesuai cita2 persatuan bangsa. (3) karena bagi rakyat asli, hukum agraria penjajahan “tidak menjamin kepastian hukum”.

Hukum Tanah Administratif Pemerintah Hindia Belanda Agrarische Wet 1870 Adalah hukum tanah administrative pemerintah Hindia Belanda, diadakan dalam rangka melaksanakan politik hukum pertanahan colonial. Merupakan suatu UU (bahasa Belanda “wet”) yg dibuat di Belanda pd 1870 Ada 8 pokok aturan dalam peraturan tsb: (1) Gubernur Jenderal tidak boleh menjual tanah; (2) Dalam larangan diatas tidak termasuk tanah2 yg tidak luas, yg diperuntukan bagi perluasan kota dan desa serta pembangunan kegiatan2 usaha kerajinan; (3) Gubernur Jenderal dapat menyewakan tanah menurut ketentuan2 yg ditetapkan dg Ordonansi. Tidak termasuk yg boleh disewakan adalah tanah2 kepunyaan orang2 pribumi asal pembukaan hutan, demikian juga tanah2 yg sebagai tempat penggembalaan umum atau atas dasar lain merupakan kepunyaan desa. (4) Menurut ketentuan yg ditetapkan dg Ordonansi, diberikan tanah dg hak erfpacht selama waktu tidak lebih dari 75 tahun. (5) Gubernur Jenderal menjaga jangan sampai terjadi pemberian tanah yg melanggar hak2 rakyat pribumi.

Hukum Tanah Administratif Pemerintah Hindia Belanda Agrarische Wet 1870 (6) Gubernur Jenderal tidak boleh mengambil tanah2 kepunyaan rakyat asal pembukaan hutan yg digunakan utk keperluan sendiri, demikian juga tanah2 yg sebagai penggembalaan umum atau atas dasar lain merupakan kepunyaan desa, kecuali utk kepentingan umum berdasarkan pasal 133 atau utk keperluan penanaman tanaman2 yg diselenggarakan atas perintah penguasa menurut peraturan2 yg bersangkutan, semuanya dg pemberian ganti kerugian yg layak. (7) Tanah yg dipunyai orang2 pribumi dg hak pakai pribadi yg turun menurun (yg dimaksud adalah hak milik adat) atas permintaan pemiliknya yg sah dapat diberikan kepadanya dg hak eigendom, dengan pembatasan2 yg diperlukan sbg yg ditetapkan dg Ordonansi dan dicantumkan dlm surat eigendomnya yaitu yg mengenai kewajibannya thd Negara dan desa ybs, demikian juga mengenai kewenangannya utk menjualnya kpd non-pribumi. (8) Persewaan atau serahpakai tanah oleh orang2 pribumi kpd non-pribumi dilakukan menurut ketentuan yg diatur dlm Ordonansi.

Hukum Tanah Administratif Pemerintah Hindia Belanda Cultuur-Stelsel (peraturan tanam paksa) Agrarische Wet lahir atas desakan pengusaha besar swasta, dimana pd waktu dilaksanakanya cultuur stelsel sejak 1830, ada keterbatasan bagi pengusaha besar swasta utk berusaha diperkebunan besar yg jangka waktunya lebih dari 20 tahun. Sedangkan peraturan sebelum Agrarische Wet hanya diberikan persewaan tanah dari Pemerintah selama 20 tahun. Sehingga selain tidak bisa utk perkebunan besar, tidak bias juga utk mendapatkan pinjaman dg pemberian jaminan hypotheek, karena hak sewa bukan objek hypotheek (Pasal 1164 KUHPerdata). Pemberian hak yg lebih kuat dg hak erfpacht, penjualan tanah, persewaan tanah kpd non-pribumi juga tidak dimungkinkan karena keterbatasan kewenangan Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Sementara para pengusah besar di negeri Belanda dg keberhasilan usahanya kelebihan modal sehingga perlu bidang usaha baru utk investasi, dan dg banyak tersedianya tanah hutan di Hindia Belanda abad 19 menunut utk berusaha di perkebunan besar, sejalan dg semangat liberalism. Semengat liberalism tsb menuntut penggantian sistem monopoli Negara dan kerjapaksa dalam melaksanakan “cultuur stelsel, dg sistem persaingan bebas dan sistem kerja bebas, berdasarkan konsepsi kapitalisme liberal. Tuntutan mengakhiri sistem kerja paksa sejalan juga dg tuntutan pertimbangan kemanusiaan dari golongan lain di negeri Belanda.

Hukum Tanah Administratif Pemerintah Hindia Belanda Tujuan Agrarische Wet 1870 Adanya AW tsb telah membawa politik pertanahan baru bagi Hindia Belanda, dari sistem monopoli Negara menjadi sistem berusaha bebas bagi swasta dibidang perkebunan besar, dan membuka kemungkinan dan memberikan jaminan hukum kpd para pengusaha swasta agar dapat berkembang di Hindia Belanda. AW memberi kemungkinan dari Pemerintah tanah yg masih berupa hutan utk dibuka dan dijadikan perkebunan besar dg “hak erfpacht” berjangka waktu sampai 75 tahun. Hak erfpacht berdasarkan Pasal 720 dan 721 KUHPer merupakan hak kebendaan yg memberikan kewenangan yg paling luas kpd pemegang haknya utk menikmati sepenuhnya akan kegunaan tanah kepunyaan pihak lain. Pemegang hak erfpacht boleh menggunakan semua kewenangan yg terkandung dlm hak eigendom atas tanah dan dapat dibebani hypotheek utk memperoleh kredit (Pasal 1164 KUHPer). AW juga menggariskan perlindunagn bagi rakyat pribumi, tetapi penggarisan perlindungan hukum kpd rakyat pribumi itu bukan tujuan AW. Bukan tujuan AW utk mensejahterakan rakyat pribumi, terhadap rakyat pribumi pendekatannya pasif dan bukan aktif spt thd pihak pengusaha. Dalam praktik pelaksanaannya AW kenyataannya, kepentingan pengusaha dalam banayk hal lebih didahulukan daripada kepentingan rakyat pribumi.

Hukum Tanah Administratif Pemerintah Hindia Belanda Hak Erfpacht (untuk perusahaan perkebunan besar) Pasal 720 dan 721 KUHPer: hak erfpacht merupakan hak kebendaan yg memberikan kewenangan yg paling luas kpd pemegang haknya utk menikmati sepenuhnya akan kegunaan tanah kepunyaan pihak lain. Jangka waktu 75 th. Hak erfpacht diperoleh dari Pemerintah atas tanah yg masih berupa hutan, tapi juga AW membuka kemungkinan utk menggunakan tanah kepunyaan rakyat atas dasar sewa. Peemberian hak erfpacht ini menurut AW harus diatur dg Ordonansi, sehingga dlm pelaksanaanya dujumpai berbagai pengaturan hak erfacht diberbagai daerah, jawa dan Madura, luar jawa dan Madura, daerah swapraja. Hak Erfpacht (untuk perumahan) Hak Eigendom dan hak postal (untuk perumahan) Tanah Pertikelir: Yaitu tanah hak eigendom yg mempunyai sifat dan corak yg istimewa, dimana pada pemiliknya ada hak2 yg bersifat kenegaraan (landheerlijke rechten) atau disebut sbg “hak-hak pertuanan”. Misalnya hak utk mengengangkat atau mengesahkan pemilihan srta pemberhentian kepala2 kampong/desa, hak utk menuntut kerja paksa (rodi) atau memungut uang pengganti kerja paksa dari penduduk, hak utk mengadakan pungutan2 (uang atau hasil tanah) dari penduduk, hak utk mendirikan pasar2, memungut biaya pemakaian jalan dan penyeberangan, kewajiban potong rumpt bagi tuan tanah (seolah “Negara dalam Negara”). Tanah Partikelir ini terdirii: (1) Tanah Kongsi – yaitu bagian tanah partikelir yg dikuasai langsung oleh tuan rumah, (2) Tanah Usaha – yaitu yang dipunyai oleh rakyat. Tanah2 Swapraja di Sumtra Timur: adl tanah2 hak ciptaan Pemerintah Swapraja, spt di daerah Kesultanan Deli: tanah2 grant sultan, grant controleur, grant deli maatschappij, hak konsesi.

Hukum Tanah Administratif Pemerintah Hindia Belanda DOMEIN VERKLARING Dalam Pasal 1 Agrarische Besluit (peraturan pelaksana AW) dimuat suatu pernyataan asas yg sangat penting bagi perkembangan dan pelaksanaan Hukum Tanah Administratif Hindia Belanda. Asas tsb dinilai sbg kurang menghargai bahkan memperkosa hak2 rakyat atas tanah yg bersumber dari hukum adat. Pasal 1 AB (Domein Umum): “Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan dalam Pasal 2 dan 3 AW, tetap dipertahankan asas, bahwa tanah yang pihak lain tidak dapat membuktikan sebagai hak eigendomnya, adalah domein (milik) Negara”. AB ini hanya berlaku utk Jawa dan Madura dikenal sbg “Domein Verklaring” (Pernyataan Domein), kemudian pernyataan domein ini juga diberlakukan diluar Jawa dan Madura dg suatu Ordonansi yg diundangkan dalam S.1875-119a. Domein Khusus (dalam peraturan Hak Erfpacht): “Semua tanah kosong dalam daerah pemerintahan langsung di (wilayah yg berlaku) adalah domein Negara, kecuali yang diusahakan oleh para penduduk asli dengan hak2 yang bersumber pada hak membuka hutan. Mengenai tanah2 Negara tsb kewenangan utk memutuskan pemberiannya kpd pihak lain hanya ada pada Pemerintah, tanpa mengurangi hak yg sudah dipunyai oleh penduduk utk membukanya”. – Hal ini utk menegaskan bahwa satu2nya Penguasa yg berwenang memberikan tanah2 tsb kpd pihak lain adalah Pemerintah.

Hukum Tanah Administratif Pemerintah Hindia Belanda FUNGSI DOMEIN VERKLARING (1) Sebagai landasan hukum bagi Pemerintah yg mewakili Negara sbg pemilik tanah, utk memberikan tanah dg hak2 barat yg diaturdlm KUHPerdata, spt: hak erfpacht, hak postal, dsb. Dalam rangka Domein Verklaring, pemberian tanah dg hak eigendom dilakukan dg cara pemindahan hak milik Negara kpd penerima tanah. (2) Dibidang pembuktian: Pasal 1 AB jo Pasal 519 dan 520 KUHPer, setiap bidang tanah selalu ada yg memiliki, kalau tidak dimiliki perorangan atau badan hukum maka negaralah pemiliknya, DOMEIN VERKLARING MEMPERKOSA HAK2 RAKYAT Contoh hak agrarische eigendom adl hak atas tanah yg berasal dari hak milik adat, diakui keberadaannya oleh pengadilan, maka menurut penafsiran remi pemerintah, semua tanah yg tidak dapat dibuktikan oleh yg menguasainya (dengan hak eigendom atau hak agrarische eigendom adl tanah domein Negara). Hal ini dikecam oleh Van Vollen Hoven, yg menurutnya masih ada 3 tafsiran lain atas tanah2 ygtercakup domein verklaring: Tanah domein Negara adl yg bukan tanah hak eigendom yg diatur dlm KUHPer Tanah domein Negara adl yg bukan tanah hak eigendom, hak agrarische eigendom dan bukan pula tanah milik rakyat yg telah bebas dari kungkungan hak ulayat. Tanah domein Negara adl yg bukan tanh hak eigendom, hak agrarische eigendom dan buan pula tanah milik rakyat, baik yg sudah maupun yg belum bebas dari kungkungan hak ulayat. PENAFSIRAN PEMERINTAH HINDIA BELANDA: tanah2 yg dipunyai rakyat dg hak milik adat, juga tanah2 ulayat masyarakat hukum adat adalah tanah domein Negara. Hak milik adat sbg hak paling kuat dalam hukum tanah adat tidak disamakan dg hak milik dalam KUHPerdata yg disebut dg hak eigendom.

TEORI DOMEIN RAFLES Untuk memberi landasan hukum dan tg jwb pungutan yg diadakannya pd waktu menjabat lieutenant Governor di Jawa pd masa pemerintahan sisipan Inggris (1811-1816), Thomas Stamford Raffles mengemukan suatu teori (“Teori Domein Raffles”). Raffles perintahkan Letnan Kolonel Colin Mackenzie utk mengadakan penelitian mengenai pemilikan tanah di daerah2 Swapraja di Jawa, dilaporkan bhw semua tanah adl milik para Raja, sedangkan rakyat hanya sekedar memakai dan mengarapnya. Dari laporan penelitian tsb dinyatakan oleh Raffles bhw tanah2 di daerah kekuasaannya semula adl milik Raja di Jawa. Karena kekuasaan telah berpindah kpd pemerintah Inggris maka sbg akibat hukumnya hak pemilikan atas tanah2 tsb dg sendirinya beralih pula kpd Raja Inggris. Demikianlah maka tanah2 yg dikuasai dan digunakan oleh rakyat itu bukan miliknya, melainkan milik Raja Inggris. Oleh karena itu mereka wajib memberikan sesuatu kpd Raja Inggris, sebagaimana sebelumnya diberikannya kps Raja mereka sendiri. Apa yg diberikan itu dikenal sbg “land rent Raffles”. Landrent tidak dibebankan pd para petani tapi pd desa, dimana kepala desa diberi kekuasaan utk menetapkan jumlah sewa yg wajib dibayar tiap2 petani. Tanah Negara disewa kpd para Kepala Desa dan diberi tugas utk pungut landrent.

Doktrin (Ajaran) ttg Tenur dan Estates Karena tidak mungkin tanah dimiliki rakyat, sedang kenyataannya dlm praktek dilakukan juga perbuatan2 hukum mengenai tanah, maka oleh para yuris Inggris, disamping doktrin mengenai “Tenure” diciptakan dan dikembangkan kemudian ajaran atau doktrin “Estates”. Tanah tidak dapat dimiliki, tapi ada hal lain yg dapat dijadikan objek pemilikannya, yaitu hak2 penguasaan atas tanah, inilah yg disebut “Estates”, yg dapat dipindahtangankan, dijadikan jaminan kredit dg dibebani “mortgage” dan dijadikan objek perbuatan2 hukum lainnya. Ada 2 golongan estates yg dibedakan menurut kepastian jangka waktu lamanya penguasaan tanah. Jika lamanya penguasaan atas tanahnya pasti sekian tahun disebut “leasehold estates” atau “estates of years”. Jika jangka waktu penguasaan tanahnya tidak ditetapkan berlangsung berapa tahun, disebut “freehold estates”. Bisa sampai 99 tahun tapi umumnya 21 tahun. Pemegang lease bias memberikan penguasaan tanahnya kpd pihak lain dg “sub lease” untuk jangka waktu yg kurang dari jangka waktu lease induknya.

Kesimpulan Van Vollen Hoven Setidak-tidaknya ada satu kesimpulan yg tidak dapat dibantah, rumusan2 domein yg katanya mempertegas dan memperkuat hak2 adat atas tanah2 usaha, hanya menimbulkan kekacauan belaka. Pernyataan domein yg menganggap dirinya akan menciptakan ketertiban dan kepastian, setidak-tidaknya sepanjang mengenai tanah2 usaha, merupakan induk dari sumber keraguan dan ketidakpastian paling hebat yg dikenal dalam perundang-undangan Hindia Belanda

Hak-Hak Penguasaan Atas Tanah HUKUM AGRARIA Kuliah ke-6 & ke-7 Dosen: Iwan Erar Joesoef

Peralihan dan Konversi Hak-Hak Atas Tanah Peraturan2 Yg Tegas Dicabut: Salah satu tujuan pokok diadakannya UUPA adl utk meletakkan dasar2 dlm mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dibidang hukum pertanahan (Penjelasan Umum I UUPA). Dicabutnya berbagai peraturan oleh UUPA dan dinyatakan Hukum Adat sbg dasar hukum Tanah Nasional adl dlm rangka mewujudkan kesatuan dan kesederhanaan hukum. Peraturan2 dan Keputusan2 Yang dicabut oleh UUPA: Seluruh Pasal 51 Indische Staatsregeling (IS) termasuk ayat2 yg merupakan Agrarische Wet Semua pernyataan Domein dari Pemerintah Hindia Belanda Pasal2 Buku Ke II KUHPerdata sepanjang mengenai bumi, air, serta kekayaan yg terkandung didalamnya, namun tidak turut tercabut Pasal2 mengenai Hypotheek (sekarang sdh diatur UU Hak Tanggungan

Peralihan dan Konversi Hak-Hak Atas Tanah Penghapusan Peraturan Hak Agrarische Eigendom: Hak Agrarische Eigendom adl suatu hak ciptaan Pemerintah Belenda yg bertujuan akan memberikan kpd orang2 Indonesia suatu hak tanah yg kuat. Nama Agrarische Eigendom dipergunakan dlm praktek utk membedakan nya dari Hak Eigendom biasa, yaitu hak eigendom yg diatur dlm KUHPerdata (Pasal 621, 622 dan 623). Mengenai tanah2 barat tsb seseorang setiap waktu juga diluar sengketa dpt minta pd pengadilan agar ditetapkan sbg eigenaar (pemilik) suatu bidang tanah tertentu Indonesia. Untuk tanah2 adat tidak demikian tapi diberikan dg acara permohonan hak agrarische eigendom. Hak Agrarische Eigendom harus didaftar, pemiliknya mendapat suatu tanda bukti hak (eigendom acte). Setiap peralihan dan pembebanannya harus didaftarkan di Pengadilan Negeri utk kepastian hukum. Hak Agrarische Eigendom dimasukan dlm golongan hak2 Indonesia. Pemiliknya tetap tunduk pd kewajiban2 desa dan tetap terkena pungutan2 pajak bumi. Pemerintah Belanda menganggapnya sbg tanah eigendom biasa, yg selama berada dlm tangan orang Indonesia pribumi tunduk pd ketentuan2 hukum adat. Tetapi saat jatuh ketangan orang bukan pribumi, tanah tsb menjadi tanah eigendom biasa yg sepenuhnya tunduk pd KUHPerdata.

Peralihan dan Konversi Hak-Hak Atas Tanah Pencabutan Pasal2 Buku II KUHPerdata: Unifikasi Hukum Dengan dicabutnya pasal2 Buku II KHUPerdata yg sepanjang ttg bumi, air dan kekayaan alam yg terkandung didalamnya serta ditetapkan Hukum Adat sbg dasar Hukum Tanah yg baru, maka dalam konsideran dan Pasal 5 UUPA diakhirilah dualism hukum tanah di Indonesia dan tercapailah unifikasi atau kesatuan hukum tanah yg sesuai dg cita2 persatuan bangsa. Unifikasi tsb tidak hanya terkait hukumnya tapi juga hak2 penguasaannya sbg lembaga maupun hubungan2 hukum konkret. Semua hak2 atas tanah dan hak2 jaminan atas tanah yg ada pd tgl 24 Sep 1960 (UUPA) sbg hubungan hukum yg konkret diubah menjadi salah satu hak yg baru berdasarkan pasal2 Ketentuan2 Konversi, kecuali bebeapa yg dinyatakan hapus atau diganti kemudian dg hak baru. Pasal2 yg Masih Berlaku: Pasal terkait Hypotheek (Pasal 1162, 1163, dst) Pasal2 yg Tidak Berlaku: a. Titel satu (ttg benda dan pembedaannya), b. Titel dua (ttg bezit), c. Titel tiga (ttg eigendom), d. Titel empat (ttg hak/kewajiban sesame tetangga), e. Titel enam (ttg servituut), f. Titel tujuh (ttg opstal), g. Titel delapan (ttg erfpacht), h. Titel sembilan (ttg grondrenten dan tienden), i. Titel sepuluh (ttg vruchtgebruik), j. Titel sebelas (ttg gebruik dan bewoning). Note: Hukum Adat tidak mengenal perbedaan antara “onroerende zaken” (benda tetap) dan “roerende zaken” (benda bergerak). Jadi hak2 tanah barat tsb biarpun mungkin tidak dg sendirinya tidak berlaku, dalam hubungannya dg Hukum Tanah Nasional tidak mempunyai arti lagi.

Peralihan dan Konversi Hak-Hak Atas Tanah Pasal Peralihan Merupakan asas umum dlm per-UU-an bhw jika terjadi perubahan hukum, peraturan hukum yg lama tdk berlaku lagi dlm rezim hukum yg baru. Tetapi biasanya hukum yg baru itu belum seluruhnya lengkap saat berlaku. Maka utk mencegah “kekosongan hukum” biasanya hukum yg baru tsb, selama belum ada peraturan yg menggantinya, masih terus memberlakukan peraturan2 yg lama tanpa disertai pembatasan2 tertentu. Jadi terus memberlakukan peraturan2 yg lama dalam rezim hukum yg baru tsb dg apa yg disebut sbg “peraturan2 peralihan atau transitoir”. PASAL PERALIHAN YG BERSIFAT UMUM (PASAL 58 UUPA): Pasal 58 UUPA merupakan pasal peralihan yg bersifat umum, yg artinya berlaku bagi setiap peraturan lama yg masih akan diberlakukan dlm rangka hukum tanah baru. Adapun syarat2nya: UUPA menghendaki sesuatu soal diatur dlm peraturan pelaksanaan. Selama peraturan pelaksanaan itu belum ada, yg berlaku adl peraturan yg lama. Jika syarat yg pertama telah dipenuhi masih perlu diuji apakah isinya tdk bertentangan dg jiwa UUPA. Jika kedua syarat tsb dipenuhi, apabila perlu, peraturan yg lama itu harus diberi tafsir yg sesuai dg jiwa dan ketentuan2 UUPA. Yang dimaksud dg sesuai dg jiwa dan ketentuan2 UUPA adalah: UUPA tidak menghendaki berlakunya dualism dlm hukum agrarian jadi diadakan unifikasi yg berdasarkan hukum adat (Pasal 5). UUPA tidak mengadakan perbedaan WNI pribumi dan keturunan asing (Pasal 9 ayat 2). UUPA tidak mengadakan perbedaan antara laki2 dan wanita dlm hubungan agrarian (Pasal 9 ayat 2) UUPA tidak menghendaki adanya eksploitasi (Pasal 10, 11, 12, 15, 41 dan 44) Contoh: Saat diterapkannya UUPA, ketentuan pencabutan hak atas tanah belum dibuat (Pasal 18) sehingga peraturan lama “Onteigenings-Ordonantie 1920 (S.1920 No. 574) masih digunakan. Baru pada th 1961 diundangkan UU No. 20 tahun 1961 ttg “Pencabutan Hak2 Atas Tanah dan Benda2 Lain diatasnaya”.

Peralihan dan Konversi Hak-Hak Atas Tanah PASAL PERALIHAN UNTUK HAK MILIK (PASAL 56 UUPA): UUPA sudah memberikn pengaturan ttg Hak Milik dlm pasal 20-27. Tetapi baru mengenai hal2 yg sangat pokok saja. Maka dlm pasal 50 ayat 1 ditentukan bhw ketentuan2nya lebih lanjut akan diatur dg UU. Pasal 56: “Selama undang2 mengenai Hak Milik sbg tersebut dlm pasal 51 ayat 1 belum terbentuk, maka yg berlaku adl ketentuan2 hukum adat setempat dan peraturan2 lainnya mengenai hak atas tanah yg memberi wewenang sbgmana atau mirip dg yg dimaksud dlm pasal 20, sepanjang tidak bertentangan dg jiwa dan ketentuan UUPA”. Selaim syarat2 umum yg disebut pasal 58 ada 2 syarat lain bagi berlakunya peraturan lama ttg Hak Milik, yaitu: (1) belum terbentuknya UU yg akan mengatur Hak Milik, (2) sepanjang peraturan yg lama itu tidak bertentangan dg jiwa dan ketentuan UUPA. PASAL PERALIHAN UNTUK HYPOTHEEK DAN CREDIETVERBAND (PASAL 57 UUPA): Pasal 57 merupakan pasal peralihan mengenai masih berlakunya ketentuan2 Hypotheek dan Credietverband sebagai pelengkap ketentuan Hak Tanggungan. Dengan berlakunya PP No. 10 tahun 1961 ttg Pendaftaran Tanah, maka ketentuan2 Hypotheek dan Credietverband yg mengatur tatacara dan penerbitan surat tanda bukti haknya, tidak berlaku lagi. Begitu juga dg berlakunya UU No. 16 tahun 1985, maka pasal Hypotheek dan Credietverband terkait: objeknya, tatacara pembebanannya, penerbitan tanda buktinya, roya dan eksekusinya, tidak berlaku lagi. Dengan dikeluarkannya UU No. 4 tahun 1996 ttg Hak Tanggunan (UUHT), maka disebutkan dalam Pasal 24 ayat (1): “Hak Tanggungan yang ada sebelum berlakunya UUHT ini, yg menggunakan ketentuan Hypotheek dan Creditverband berdasarkan pasal 57 UUPA diakui dan selanjutnya berlangsung sbg Hak Tanggungan menurut UUHT ini sampai dg berakhirnya hak tsb”.

Peralihan dan Konversi Hak-Hak Atas Tanah PASAL-PASAL AGRARIA DALAM BUKU III KUHPERDATA Dalam Buku III KUHPerdata terdapat juga pasal2 agrarian, yaitu pasal 1458-1600 yg mengatur perjanjian “sewa-menyewa”, khusus mengenai tanah adl pasal2 1588-1600 yg mengatur persewaan tanah. UUPA tidak bermaksud mencabut pasal2 dlm buku III KUHPerdata. Dalam hal ini maka yg tetap berlaku adl peraturan sewa dari hukum adat selama belum diatur dlm peraturan baru. Meskipun pasal2 sewa menyewa tanah berdasarkan KUHPerdata tidka berlaku lagi, tetapi pihak2 yg mengadakan perjanjian sewa menyewa pada asasnya masih dapat memperlakukan pasal2 KUHPerdata tsb. Akan tetapi ketentuan2 tsb berlaku bukan atas kekuatan sendiri, melainkan sbg hukum yg dibuat sendiri oleh pihak2 ybs (“asas kebebasan berkontrak” – Pasal 1338 KUHPerdata). Putusan MA RI tgl 1 Maret 1969 No. 104/K/Sip/1968 ternyata mempunyai tafsiran lain. Pasal2 sewa-menyewa KUHPerdata masih berlaku , karena UUPA tidak dengan tegas mencabutnya. PASAL-PASAL AGRARIA DALAM BUKU IV KUHPERDATA Dalam Buku IV KUHPerdata terdapat pasal2 agrarian yaitu pasal 1955 dan 1963 yg memuat ketentuan2 Daluarsa sbg upaya utk memperoleh hak eigendom atas tanah (“acqusitieve verjaring”). Pasal ini juga harus dianggap pula sbg tidak berlaku lagi mengenai tanah dan lain2 objek agrarian, bagi penguasaan tanah baru, dan bagi penguasaan tanah yg pd mulai berlakunya UUPA belum berlangsung 20 atau 30 tahun. Sedangkan bagi penguasaan yg pada mulai berlakunya UUPA sudah memenuhi persyaratan acqusitieve verjaring, pasal2 tsb dengan sendirinya tetap berlaku meskipun penegasannya baru dimintakan kemudian. Ini berarti bhw pd tgl 24 Sep 1960 ia sudah memperoleh hak ybs karena verjaring. Dengan tidak berlakunya pasal2 buku IV KUHPerdata tsb maka siap yg hendak memperoleh ketegasan ttg haknya atas sesuatu bidang tanah bekas hak Barat yg diperoleh karena verjaring sebelum berlakunya UUPA dan tanah bekas Hak Milik Adat yg belum didaftar, misalnya utk keperluan jaminan kredit, dapat menempuh acara yg diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No. 2 Tahun 1962 dan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 ttg Pendaftaran Tanah. PERATURAN2 HUKUM TANAH ADMINISTRATIF: juga tidak berlaku karena lembaga2 hukum tanah barat juga hapus.

Hak Bangsa Indonesia Seluruh wilayah Indonesia adl kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yg bersatu sbg bangsa Indonesia (Ps.1 ayat 1). Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yg terkandung didalamnya dalam wilayah Indonesia sbg karunia Tuhan YME adl bumi, air dan ruang angkasa milik bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional (Ps.1 ayat 2). Hubungan antara bangsa Indonesia dgn bumi, air serta ruang angkasa adl hubungan yg bersifat abadi (Ps.1 ayat 3). Bumi adalah permukaan bumi, tubuh bumi dibawahnya, serta yang berada dibawah airnya(Ps.1 ayat 4). Air adalah: perairan pedalaman, dan laut wilayah Indonesia (Ps.1 ayat 5). Ruang Angkasa adalah: ruang diatas bumi dan air (Ps.1 ayat 6)

Hak Menguasai dari Negara Berdasarkan Ps. 33 ayat (3) UUD 1945 maka bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yg terkandung didalamnya pd tingkatan yg tertinggi dikuasai Negara sbg organisasi kekuasaan seluruh rakyat (Ps.2 ayat 1). HMN tersebut memberi wewenang pd Negara utk: (1). Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. (2). Menentukan dan mengatur hubungan2 hukum antar orang2 dgn bumi, air dan ruang angkasa. (3). Menentukan dan mengatur hubungan2 hukum antara orang2 dan perbuatan2 hukum yg mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Wewenang Negara yg bersumber dari HMN tsb digunakan utk sebesar2 kemakmuran rakyat.

Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Hukum Tanah Nasional disusun berdasarkan Hukum Adat sbgmn Penjelasan Umum angka III (1) UUPA. Hukum Adat Yang Mana: Penjelasan Umum III (1) UUPA menyatakan bhw Hukum Adat sbg Hukum Tanah Nasional adalah bukan hukum adatnya golongan timur asing (menurut pengertian Van Vollen Hoven) juga bukan hukum adat pengertiannya Kusumadi Pudjosewojo, melainkan “Hukum Adat Aslinya Golongan Pribumi”. Konsepsi Hukum Adat: Komunalistik religious, yang memungkin penguasaan tanah secara individual, dengan hak2 Atas Tanah Yang bersifat Pribadi, sekaligus mengandung unsur kebersamaan. Kelompokmmasyarakat hukum adat bisa bersifat territorial (desa, marga, nagari, huta), bisa juga bersifat genealogic atau keluarga (suku dan kaum diMinangkabau). Hak Ulayat bisa termasuk hukum perdata (mengandung hak kepunyaan bersama) atas tanah bersama para anggota warganya, bisa termasuk hukum publik yang mengandung tugas kewajiban mengelola, mengatur dan memimpin penguasaan, pemeliharaan, peruntukan dan penggunaannya, yg pelaksanaan sehari2 diserahkan ke Kepala Adat atau Tetua Adat. Hak Bersama dlm hak ulayat bukan hak milik arti yuridis melainkan merupakan hak kepunyaan bersama, maka dalam rangka hak ulayat dimungkinkan adanya Hak Milik atas tanah yg dikuasai pribadi oleh warga masyarakat hukum adat ybs.

Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Tata susunan dan hirarkis hak2 penguasaan atas tanah dalam hukum adat adl: Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, sebagai hak penguasaan yang tertinggi, beraspek hukum keperdataan dan hukum publik. Hak Kepala Adat dan para Tetua Adat, yang bersumber pada Hak Ulayat dan beraspek hukum publik semata. Hak2 Atas Tanah, sebagai hak2 Individual, yang secara langsung ataupun tidak langsung bersumber pada Hak Ulayat dan beraspek hukum keperdataan. Kekuatan Hak Ulayat berlaku kedalam: para anggota masyarakat hukum adat mempunyai keleluasaan utk membuka dan mempergunakan tanah di lingkungan wilayah masyarakat hukumnya, dengan pemberitahuan kepada ketua adat, Kekuatan Hak Ulayat berlaku keluar: orang asing yg bukan warga masyarakat hukum adat ybs yang akan ambil hasil hutan, berburu atau buka tanah, dilarang masuk lingkungan tanah wilayah suatu masyarakat hukum adat, tanpa izin penguasa adatnya. Untuk maksud itu mereka wajib memberi pada ketua adat sesuatu yg disebut “pengisi adat”. Pelaksanaan Hak Ulayat: Pasal 3 UUPA menyatakan harus sesuai dg kepentingan nasional dan Negara yg atas persatuan bangsa serta tidak bertentangan dg UU dan peraturan2 lain yg lebih tinggi.

Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat PEDOMAN PENYELESAIAN MASALAH HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT DIATUR DALAM: PERMEN AGRARIA/ KA BPN NO. 5 TAHUN 1999 (1) Pelaksanaan hak ulayat berdasarkan persyaratan: a. terdapat sekelompok orang yg masih merasa terikat oleh tatanan hukum adatnya sbg warga bersama suatu persekutuan hukum ttt, yg mengakui dan menerapkn ketentuan2 persekutuan tsb dlm kehidupannya sehari2. b. terdapat tanah ulayat ttt yg menjadi lingkungan hidup para warga persekutuan hukum tsb dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya sehari2, dan c. terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan dan penggunaan tanah ulayat yg berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum tsb. (2) Pelaksanaan hak ulayat masyarakat hukum adat tsb tidak dapat lagi dilakukan thd bidang2 tanah yg pd saat ditetapkannya peraturan daerah, yaitu dimana: a. bidang tnah sudah dipunyai oleh orang perseorangan atau badan hukum dg sesuatu hak atas tanah menurut UUPA b. merupakan bidang2 tanah yg sudah diperoleh atau dibebaskan oleh instansi pemerintah, badan hukum atau perseorangan sesuai ketentuan dan tata cara yg berlaku.

Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat PEDOMAN PENYELESAIAN MASALAH HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT DIATUR DALAM: PERMEN AGRARIA/ KA BPN NO. 5 TAHUN 1999 (3) Penguasaan bidang2 tanah hak ulayat oleh orang atau badan hukum tsb dapat dilakukan: a. oleh warga masyarakat hukum adat ybs dg hak penguasaan menurut ketentuan hukum adatnya yg berlaku, yg apabila dikehendaki oleh pemegang haknya dapat didaftar sbg hak atas tanah yg sesuai menurut ketentuan UUPA. b. oleh instnasi pemerintah, badan hukum atau perseorangan bukan warga masyarakat hukum adat ybs dg hak atas tanah menurut ketentua UUPA berdasarkan pemberian hak dari Negara setelah tanah tsb dilepaskan oleh masyarakat hukum adat itu atau oleh warganya sesuai dg ketentuan dan tata cara hukum adat yg berlaku. (4) Pelepasan tanah ulayat tsb utk pertanian dg HGU atau Hak Pakai, dpt dilakukan masyarkat hukum adat dg penyerahan penggunaan tanha utuk waktu tertentu shg kalau habis waktu/ diterlantarkan, maka penggunaan selanjutnya harus dg persetujuan baru dari masyarakat hukum adat ybs sepanjang hak ulayat tsb masih ada. (4) Dalam HGU dan Hak Pakai tsb yg diberikan Negara dan perpanjangan serta pembaharuannya tidak boleh melebihi jangka waktu penggunaan tanah yg diperoleh masyarakat hukum adat ybs.

Hak-hak Perorangan atas Tanah: Hak Bangsa Indonesia (Ps.1) Hak Menguasai Negara (Ps.2) Hak Ulayat masyarakat hukum adat sepanjang kenyataan masih ada (Ps.3) Hak2 Individual: a. Hak2 Atas Tanah (Ps.4) -Primer: HM, HGB, HGU, HP (yg diberi Negara-Ps.16) -Sekunder: HGB dan HP (yg diberi pemilik tanah), Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, Hak Sewa, dll b. Wakaf (Ps.49) c. Hak Jaminan Atas Tanah: Hak Tanggungan (UU No.4/1996)

Hak-Hak Atas Tanah (Ps.16 ayat 1UUPA): a. Hak Milik (HM) b. Hak Guna Usaha (HGU) c. Hak Guna Bangunan (HGB) d. Hak Pakai (HP) e. Hak Sewa f. Hak Membuka Tanah g. Hak Memungut Hasil Hutan h. Hak2 lain akan ditetapkan dgn UU, dan hak2 yg sifatnya sementara (hak gadai, hak usaha bagi hasil – Ps.53 UUPA) Hak-Hak Atas Air dan Ruang Angkasa (Ps.16 ayat 2 UUPA): a. Hak Guna Air b. Hak Pemeliharaan dan Penangkapan Ikan c. Hak Guna Ruang Angkasa

Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HMSRS) bukan merupakan hak atas tanah, tetapi berkaitan dengan tanah. Pengaturannya: UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun Definisi Rumah Susun: Adalah bangunan gedung bertingkat, yg dibangun dlm suatu lingkungan, yg terbagi dlm bagian2 yg distrukturkan secara fungsional dlm arah horizontal dan vertical dan merupakan satuan2 yg masing2 dpt dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama utk tempat hunian, yg dilengkapi dg apa yg disebut “bagian-bersama”, “tanah-bersama” dan “benda-bersama”. Bagian2 yg dpt dimiliki dan digunakan secara terpisah tsb diberi sebutan “satuan rumah susun” (SRS). SRS harus mempunyai sarana penghubung ke jalan umum, tanpa mengganggu dan tdk boleh melalui SRS yg lain. HMSRS adalah hak kepemilikan atas SRS, yg bersifat perorangan dan terpisah. HMSRS tsb meliputi juga hak kepemilikan bersama atas apa yg ada diatas disebut “bagian-bersama” dan “benda-bersama”. Semuanya merupakan satu kesatuan yg tidak terpisahkan dg pemilikan SRS ybs.

Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun Ketentuan kepemilikan HMSRS tsb tdk berarti bhw Hukum Tanah Nasional meninggalkan “asas pemisahan horizontal” yg digunakan hukum adat dan menggantinya dg “asas accessie” yg digunakan hukum barat. Justru sebaliknya merupakan penerapan atas Hukum Adat pada fenomena modern. Dalam hukum adat berlaku asas bhw dibangunnya sebuah rumah oleh seseorang warga masyarakat hukum adat di atas tanah Hak Ulayat yg merupakan tanah bersama, membikin di atas tanah mana bangunan tsb berdiri menjadi hak pribadi pemilik rumah ybs. Demikian juga apabila seseorang anggota masyarakat hukum adat memberikan suatu tanda pemilikan pada pohon tertentu di hutan, yg semula belum ada pemiliknya, maka bukan hanya pohon itu menjadi miliknya, melainkan juga bagian tanah dibawah naungan dedaunan pohon tsb menjadi hak pribadinya. Sebagai warga masyarakat hukumnya ia memang berhak utk dgn izin Kepala Adatnya membangun rumah di atas tanah-bersama tsb, demikian juga utk memberi tanda pemilikan pd pohon yg berada dlm wilayah tanah ulayatnya. – Asas hukum adat “wie zaait, die maait” (Barang siapa yang menebar benihnya, dia yang berhak menuainya). Asas ini memperoleh penerapannya dlm pemilikan SRS, dgn ketentuan dlm UU Rumah Susun bhw HMSRS, karena hukum, meliputi juga pemilikan bersama atas apa yg disebut “bagian-bersama”, tanah-bersama” dan “benda-benda bersama”. Konsepsi tsb tidak dapat diterapkan pd kasus pembangunan rumah oleh orang yg menduduki tanah tanpa hak atau tanpa izin yg berhak – Illegal (melanggar hukum).

Sistematika Hak2 Atas Tanah Hak-hak atas Tanah yang Primer dan Sekunder Karena Hukum Tanah Nasional didasarkan pd Hukum Adat, dalam penyusunan hak2 atas tanah dipergunakan juga sistematika hukum adat: (1) Hak2 Atas Tanah Primer: adl hak2 atas tanah yg diberikan oleh Negara. Yaitu: HM, HGB, HGU, HP (yg diberi Negara-Ps.16). (2) Hak2 Atas Tanah Sekunder: adl hak2 atas tanah yg bersumber pd hak pihak lain. Yaitu: HGB dan HP (yg diberi pemilik tanah), Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, Hak Sewa, dll

HUKUM AGRARIA Kuliah ke-9 & ke-10 Dosen: Iwan Erar Joesoef Pendaftaran Tanah HUKUM AGRARIA Kuliah ke-9 & ke-10 Dosen: Iwan Erar Joesoef

Latar Belakang dan Dasar Hukum Pendaftaran Tanah Pada tgl 8 Juli 1997 ditetapkan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menggantikan PP No. 10 Tahun 1961 (yang selama 30 tahun belum cukup memberikan hasil yg memuaskan). Pendaftaran tanah pd hakekatnya ditetapkan dlm Pasal 19 UUPA adl diselenggrakan dlm rangka menjamin kepastian hukum dibidang pertanahan (“rechtskadaster” atau “legal cadaster”). PP 24 Tahun 1997 adl utk menjawab kebutuhan akan dukungan berupa jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan, yaitu pertama memerlukan tersedianya perangkat hukum yg tertulis, lengkap dan jelas, yang dilaksanakan secara konsisten sesuai dg jiwa dan isi UU. Untuk menghadapi kasus konkret pendaftaran tanah diperlukan bagi para pemegang hak atas tanah utk pembuktian atas haknya, spt calon pembeli dan calon kreditor utk memperoleh keterangan yg diperlukan mengenai tanah yg jadi objek perbuatan hukum yg akan dilakukan. Bagi pemerintah sangat penting utk melaksanakan kebijakan pertanahan.

Tujuan Pendaftaran Tanah Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar, agar dg mudah dpt membuktikan dirinya sbg pemegang hak ybs. Untuk itu kpd pemegang haknya diberikan “Sertifikat” sbg surat tanda buktinya. Untuk menyediakan informasi kpd pihak2 yg berkepentingan, termasuk pemerintah, agar dg mudah dpt memperoleh data yg diperlukan dlm mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang2 tanah dan satuan2 rumah susun yg sudah terdaftar. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Baik terhadap peralihan, pembebanan dan hapusnya hak2 atas bidang2 tanah dan satuan rumah susun.

Sertifikat Hak Atas Tanah sebagai Surat Tanda Bukti Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA menyebutkan bhw Sertifikat adl surat tanda bukti hak utk hak atas tanah, Hak Pengelolaan, tanah wakaf, HMSRS dan HT, yg masing2 sdh dibukukan dalam buku tanah ybs. Kantor Pertanahan menyelenggarakan tata usaha (administrasi) pendaftaran tanah dalam suatu “Daftar Umum” (yg terbuka utk umum dan apat diakses): (1) Peta Pendaftaran Tanah: peta yg menggambarkan bidang atau bidang2 tanah utk keperluan pembukuan tanah. (2) Daftar Tanah: dokumen dlm bentuk daftar yg memuat identitas bidang tanah dg suatu sistem penomoran. (3) Surat Ukur: dokumen yg memuat data fisik suatu bidang tanah dlm bentuk peta dan uraian yg diambil datanya dari peta pendaftaran. Merupakan petikan dari peta pendaftaran. Data fisik adl keterangan ttg letak, batas dan luas bidang tanah dan SRS yg sudah terdaftar termasuk adanyabangunan atau bagian bangunan di atasnya. Buku Tanah: dokumen yg memuat data yuridis suatu bidang tanah dan SRS yg terdaftar terkait status hukumnya: pemegang haknya dan pihak lain serta beban2 lain yg membebankannya. Daftar Nama: dokumen dlm bentuk daftar yg memuat keterangan penguasaan tanah dg suatu hak atas tanah oleh perorangan/ badan hukum (tidak terbuka utk umum utk menghindari penyalahgunaan). SERTIFIKAT: BUKU TANAH + SURAT UKUR

Rumusan Pendaftaran Tanah Pasal 1 PP No. 24 Tahun 1997: PENDAFTARAN TANAH: Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi: pengumpulan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

Pelaksanaan Pendaftaran Tanah A. KEGIATAN PENDAFTARAN TANAH UNTUK PERTAMA KALI (“INITIAL REGISTRATION”) (1) Melalui Pendaftaran Tanah Secara Sistematik: Yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakkan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan. Pendaftaran tanah ini diselenggarakan atas prakarsa pemerintah berdasarkan pd suatu rencana kerja jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan diwilayah2 yg ditetapkan Menteri Agraria/K BPN. Dalam hal suatu desa/kelurahan belum ditetapkan sbg wilayah pendaftaran tanah secara sistematik, pendaftarannya dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sporadic. (2) Melalui Pendaftaran Secara Sporadik: Yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau masal. Pendaftaran tanah secara sporadic dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan, yaitu pihak yang berhak atas objek pendaftaran tanah ybs atau kuasanya.

Pelaksanaan Pendaftaran Tanah KEGIATAN PEMELIHARAAN DATA PENDAFTARAN TANAH (“MAINTENANCE”) Adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah dan sertifikat dengan perubahan2 yg terjadi kemudian, spt: sebagai akibat beralihnya, dibebaninya atau berubahnya nama pemegang hak yg telah terdaftar, hapusnya atau diperpanjangnya jangka waktu yg sudah berakhir, pemecahan, pemisahan dan penggabungan bidang tanah yg haknya sudah didaftar. Pendaftaran perubahan data ini sesuai dg “asas mutakhir pendaftaran” di Kantor Pendaftaran Tanah.

Objek Pendaftaran Tanah Pasal 9 PP No. 24 Tahun 1997: Bidang2 tanah yg dipunyai dg HM, HGU, HGB dan Hak Pakai Tanah Hak Pengelolaan Tanah Wakaf Hak Milik ata SRS Hak Tanggungan Tanah Negara Untuk sementara belum ada akta HGB dan HP diatas HM jadi yg ada hanya HGB dan HP yg diberikan Negara. Untuk Tanah Negara pendaftarannya dilakukan dg cara membukukan bidang tanah ybs dalam daftar tanah. Untuk Tanah Negara tidak diterbitkan sertifikat. Objek pendaftaran tanah yg lain didaftar dg membukukannya dalam peta pendaftaran dan buku tanah serta menerbitkan sertifikat sbg surat tanda bukti haknya. Tanah Negara atau tanah yg langsung dikuasai Negara adl tanah yg tidak dipunyai dg suatu hak atas tanah.

Sistem Pendaftaran Tanah Sistem Pendaftaran Tanah yang digunakan adalah “Sistem Pendaftaran Hak” (“Registartion of Titles”) dan bukan “Sistem Pendafatarn Akta” (“Registration of Deed”). Hal ini dapat terlihat dari dg adanya Buku Tanah sbg dokumen yg memuat data yuridis dan data fisik yg dihimpun dan disajikan serta diterbitkannya sertifikat sbg surat tanda bukti hak yang didaftar. Hak atas Tanah, Hak Pengelolaan, tanah wakaf dan HMSRS didaftar dg membukukannya dlm Buku Tanah dan Surat Ukur, sbg bukti hak ybs dan bidang tanahnya sudah didaftar.

Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah Sistem Publikasi yang digunakan dalam Pendaftaran Tanah menurut PP 10/1961 adalah “sistem negative yang mengandung unsur positif”. Pendaftaran tanah yg penyelenggaraannya diperintahkan oleh UUPA tdk menggunakan sistem publikasi positif yg kebenaran data yg disajikan dijamin oleh Negara melainkan menggunakan sistem publikasi negative. Didalam sistem publikasi negative Negara tidak menjamin kebenaran data yg disajikan. Tetapi walaupun demikian tidak dimaksudkan utk menggunakan sistem publikasi negative murni (Pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA) – yang menyatakan surat tanda bukti hak yg diterbitkan berlaku sbg “alat bukti yang kuat”. Pendaftaran berbagai peristiwa hukum merupakan alat pembuktian yg kuat. Hal ini karena prosedur pengumpulannya, pengolahan, penyimpanan dan penyajian data fisik dan yuridis serta penerbitan sertifikat dlm PP 24/1997 tampak jelas usaha utk sejauh mungkin memperoleh dan menyajikan data yg benar, karena pendaftaran tanah adl utk menjamin kepastian hukum.

Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah Ketentuan “sistem negative yang mengandung unsur positif” ini bertujuan, pd satu pihak utk tetap berpegang pd sistem publikasi negative dan pd lain pihak utk secara seimbang memberi kepastian hukum kpd pihak yg dgn itikad baik menguasai sebidang tanah dan didaftar sbg pemegang hak dlm buku tanah dg sertifikat sbg tanda buktinya yg menurut UUPA sbg alat bukti yang kuat. Kelemahan sistem negative adl pihak yg namnya tercantum sbg pemegang hak dlm buku tanah dan sertifikat selalu menghadapi kemungkinan gugatan dari pihak lain yg merasa punya tanah tsb. Kelemahan ini diatasi dg menggunakan lembaga “acquisitive verjaring” atau “adverse possession”. Hukum tanah kita yg berdasarkan hukum adat tidak mengenal lembaga tsb. (putusan Hoog Gereechts Hof tgl 25 Oktober 1934). Tetapi dlm hukum adat terdapat lembaga yg digunakan utk mengatasi kelemahan sistem publikasi negative dlm pendaftaran tanah yaitu lembaga “rechtsverwerking”: dimana dlm hukum adat jika seseorang selama waktu tertentu membiarkan tanahnya tdk dikerjakan kemudian tanah itu dikerjakan orang lain yg memperolehnya dgn itikad baik, maka hilanglah haknya utk menuntut kembali tanah tersebut. Hal ini sudah mendapat pengukuhan dan penerapan dlm berbagai yurisprudensi Mahkamah Agung (Putusan tgl 10-1-1957 nomor 210/K/Sip/1955, tgl 24-9-1958 nomor 329/K/Sip/1957, tgl 26-11-1958 nomor 361/K/Sip/1958, tgl 7-3-1959 nomor 70/K/Sip/1959). Lembaga “rechtsverwerking” sudah ada dlm hukum adat, tetapi penerapannya oleh Pengadilan haruslah dituntut oleh pihak yg menguasai tanah (Putusan MA No.161/K/Sip/1958).

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta2 tanah tertentu sbg yg diatur UU: yaitu akta pemindahan dan pembebanan hak atas tanah dan HMSRS, dan akta pemberian kuasa utk membebankan Hak Tanggungan. (Pasal 1 angka 24 PP No. 24 th 1997) Pejabat Umum adalah orang yang diangkat oleh instansi yg berwenang dg tugas melayani masyarakat umum dibidang tertentu. PPAtdiangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agraria/ Ka BPN. Untuk mempermudah rakyat didaerah terpencil yg tidak ada PPAT dapat ditunjuk PPAT Sementara yaitu Pejabat Pemerintah yang menguasai daerah ybs yaitu Kepala Desa (ex officio). PPAT merupakan sumber utama dalam rangka pemeliharaan data pendaftaran tanah, dan merupakan kegiatan yg membantu Kepala Kantor Pertanahan dalam melaksanakan tugas dibidang pendaftaran tanah khususnya dalam kegiatan pemeliharaan dan pendaftaran (sebagai Pejabat Tata Usaha Negara). PPAT dalam tugasnya mendaftar hak tanggungan dan memelihara data yuridis yang sudah terkumpul dan disajikan dikantornya karena pembebanan dan pemindahan hak diluar lelang dimana Kepala Kantor Pertanahan memerlukan data yg harus disajikan oleh PPAT dalam bentuk akta PPAT. Akta yang dibuat PPAT adalah Akta Otentik.

Panitia Adjudikasi Dalam melaksanakan pendaftaran tanah secara sistematik, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Panitia Adjudikasi, yg dibentuk Menteri Negara Agraria/ Ka BPN atau pejabat yg ditunjuk (Pasal 8 PP No. 24 th 1997). Adjudikasi adalah kegiatan yg dilaksanakan dlm rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanh utk keperluan pendaftarannya. Dalam pendaftaran tanah secara sistematik diperlukan bantuan panita adjudikasi, karena pd umumnya pendaftaran secara sistematik bersifat massal dan besar2an, hingga dg demikian tdk akan mengganggu tugas rutin Kantor Pertanahan. Panitia Adjudikasi terdiri dari seorang Ketua merangkap anggota dijabat oleh seorang pegawai BPN, 3-4 anggota, yaitu pegawai BPN yg punya kemampuan dibidang pendaftaran tanah, hak2 atas tanah dan Kepala Desa/Kelurahan atau Pamong Desa/Kelurahan yg ditunjuk, dapat ditambah utk kepastian yuridis bidang2 tanah tsb Tetua Adat yg mengetahui riwayat kepemilikan tanah khususnya did aerah yg hukum adatnya masih kuat.

Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali PENGUMPULAN DAN PENGELOLAAN DATA FISIK (1) Pembuatan peta dasar pendaftaran: Sbg dasar utk pembuatan peta pendaftaran, utk itu diperlukan adanya titik2 dasar teknik nasional yg mempunyai koordinat sbg control pengukuran rekonstruksi batas (2) Penetapan batas bidang2 tanah: Setelah diukur ditetapkan letaknya dan batasnya lalu ditempatkan tanda2 batasnya disetiap sudut bidang tanah. Dlm hal ini dilakukan penataan batas berdasarkan kesepakatan para pihak yg berkepentingan (pemilik tanah berbatasan) – “Contradictoire Delimitatie” (3) Pengukuran dan pemetaan bidang2 tanah dan pembuatan peta pendaftaran (4) pembuatan daftar tanah (5) Pembuatan surat ukur PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA YURIDIS SERTA PEMBUKUAN HAKNYA. PENERBITAN SERTIFIKAT. PENYAJIAN DATA FISIK DAN DATA YURIDIS PENYIMPANAN DAFTAR UMUM DAN DOKUMEN

Pengumpulan dan Pengolahan Data Yuridis & Pembukuan Haknya (A). HAK2 BARU (hak yg diberikan setelah PP 24/1997) (1) Hak atas tanah baru, dibuktikan: penetapan pemberian hak, asli akta PPAT (2) Hak Pengelolaan, dibuktikan: penetapan pemberian hak pengelolaan (3) Tanah Wakaf,dibuktikan: akta ikrar wakaf (4) HMSRS, dibuktikan: akta pemisahan (5) Pemberian Hak Tanggungan, dibuktikan: akta pemberian hak tanggungan (B). HAK2 LAMA (hak yg berasal dari konversi saat UUPA dan yg blm didaftar PP 10/1961) Untuk pembuktian hak2 atas tanah yg sdh ada dan berasal dari konversi hak2 lama, data yuridisnya dibuktikan dg alat2 bukti mengenai adanya hak tsb berupa bukti tertulis, keterangan saksi dan/atau pernyataan ybs ALAT BUKTI KEPEMILIKAN. Bukti tertulisnya lengkap: tidak perlu tambahan alat bukti lain Bukti tertulisnya sebagian tidak ada lagi: diperkuat keterangan saksi/ pernyataan ybs Bukti tertulisnya semua tidak ada: diganti keterangan saksi/ pernyataan ybs.

Pengumuman Data Fisik dan Data Yuridis Data fisik dan data yuridis diumumkan selama 30 hari (utk pendaftaran tanah sistematik) dan 60 hari (utk pendaftaran tanah secara sporadic). Tujuan pengumuman: memberi kesempatan kpd pihak2 yg berkepentingan mengajukan keberatan. Tempat pengumuman: (1) kantor panitia adjudikasi, (2) kantor pertanahan, (3) kantor kades/lurah. Pengesahan data yuridis dan fisik dgn Berita Acara, sbg dasar pembukuan hak dan pemberian hak.

Pembukuan dan Penerbitan Sertifikat Data yuridis dan data fisik dibukukan dalam Buku Tanah berdasarkan Berita Acara Pengesahan. Pelaksanaan pembukuan data fisik dan data yuridis berdasarkan Pasal 30 PP 24/1997. Bila data fisik dan data yuridis sudah lengkap dan tidak ada yang disengketakan, maka dilakukan pembukuan dalam buku tanah. Bila data fisik dan data yuridis belum lengkap dan ada sengketa, dilakukan pembukuannya dalam buku tanah dengan Catatan mengenai hal2 yg belum lengkap. Catatan tersebut dihapus apabila telah diserahkan tambahan alat pembuktian yang diperlukan atau telah lewat 5 (lima) tahun tanpa ada yang mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai data yang dibukukan. Sertifikat sebagai surat tanda bukti hak, diterbitkan utk kepentingan pemegang hak ybs sesuai dg data fisik yg ada di surat ukur dan data yuridis yg telah didaftar dalam buku tanah. Sertifikat adalah satu lembar dokumen yang memuat data yuridis dan data fisik yang diperlukan. Jika dalam Buku Tanah terdapat Catatan yang menyangkut data yuridis dan data fisik, maka penerbitan sertifikat ditangguhkan sampai catatan ybs dihapus. (ini merupakan penerapan lembaga rechtsverwerking utk mengatasi kelemahan sistem publikasi negative.

Akta PPAT Akta PPAT merupakan salah satu sumber data bagi pemeliharaan data pendaftaran tanah. Maka wajib dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan dasar yang kuat untuk pendaftaran pemindahan dan pembebanan hak ybs. PPAT dengan demikian bertanggung jawab untuk memeriksa syarat2 untuk sahnya perbuatan hukum tsb, antara lain mencocokan data yang ada disertifikat dengan daftar2 yang ada di kantor Pertanahan. PPAT wajib menolak pembuatan Akta PPAT bila tidak disampaikan Sertifikat asli dan bukti2 lain.

Tanah Sebagai Jaminan Hutang (Hak Tanggungan) HUKUM AGRARIA Kuliah ke-11 & ke-12 Dosen: Iwan Erar Joesoef

Konsep Hukum Jaminan Secara Umum Pengertian Hukum Jaminan: Mengatur konstruksi yuridis yg memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dg menjaminkan benda2 yg dibelinya sbg jaminan (Prof. Sri Soedewi). – Unsur2: (1) adanya kaidah hukum, (2) adanya pemberi dan penerima jaminan, (3) adanya jaminan, (4) adanya fasiliats kredit Jaminan Umum: Pasal 1131 – 1132 BW Jaminan Khusus: Jaminan Materiil (Kebendaan): jaminan yg berupa hak mutlak atas suatu benda, yg mempunyai ciri2 ada hubungan langsung atas benda ttt, dpt dipertahankan thd siapapun, selalu mengikuti bendanya dan dpt dialihkan, yaitu:(a) benda bergerak: gadai, fidusia, (b) benda tidak bergerak: HT, fidusia atas HMSRS, hipotek kapal laut, pesawat. Jaminan Immateriil (Perorangan): jaminan yg menimbulkan hubungan hukum langsung pd orang ttt, hanya dpt dipertahankan thd debitur ttt thd harta kekayaan debitur umumnya, yaitu: borg, bank guarantee.

Konsep Hukum Jaminan Secara Umum Asas-asas Hukum Jaminan: Asas Publisitet: hak jaminan harus didaftar Asas Spesialitet: hak jaminan hanya dapat dibebankan atas persil atau barang2 yg sudah terdaftar atas nama orang tertentu. Asas tidak dapat dibagi-bagi: hak jaminan tidak dapat dibagi atas pelunasan hutang sebagian. Asas Inbezittsteliing: barang jaminan gadai harus berada pada penerima gadai. Asas Horisontal, yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan.

Pengertian dan Dasar Hukum Hak Tanggungan Pengertian Hak Tanggungan (HT): Dalam bahasa Indonesia, Tanggungan, diartikan sbg barang yg dijadikan jaminan. Jaminan itu sendiri artinya tanggungan atas pinjaman yg diterima. Dalam UU No.4/1996 (UUHT) Pasal 1 (1): “HT adl hak jaminan yg dibebankan pd hak atas tanah sbgmana yg dimaksud UUPA atau tdk berikut benda2 lain yg merupakan satu kesatuan dg tanah itu utk pelunasan hutang ttt, yg memberikan kedudukan yg diutamakan kpd kreditur ttt thd kreditur2 lainnya”. Prof. Budi Harsono: “HT adl penguasaan hak atas tanah, berisi kewenangan bagi kreditur utk berbuat sesuatu mengenai tanah yg dijadikan agunan. Tetapi bukan utk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan utk menjualnya jika debitur cedera janji dan mengambil dari hasilnya seluruhnya atau sbgn sbg pembayaran lunas hutang debitur kepadanya”.

Pengertian dan Dasar Hukum Hak Tanggungan Dasar Hukum Hak Tanggungan (HT): UUPA: Ps 25, 33, 39 dan 51 ttg HM, HGU, dan HGB sbg objek HT dan perintah pengaturan HT lebih lanjut dg UU. UU No.4/1996 (UUHT): HT atas tanah beserta benda2 yg berkaitan dg tanah. Permen Agraria/ Ka BPN No. 3,4, dan 5: ttg SKMHT, APHT, Buku Tanah dan sertifikat HT, batas waktu SKMHT dan pendaftaran HT. Surat Men Neg Agraria/ Ka BPN tgl 26 Mei 1996 No: 630.1-1826 ttg pembuatan buku tanah dan sertifkat HT. Selama belum ada per-UU-an yg mengatur – peraturan ttg eksekusi hipotek yg ada saat mulai berlakunya UUHT, berlaku thd eksekusi HT yaitu Ps 224 Reglemen Indonesia yg diperbaharui dan Ps 258 Rechts Reglemen Buiten Gewesten. Dalam Ps 25 UUHT dinyatakan bhw sepanjang tdk bertentangan dg UUHT, semua Per-UU-an ttg pembebanan HT, kecuali ttg Creditverband dan Hypotheek sepanjang mengenai pembebanan HT, tetap berlaku sampai ditetapkannya peraturan pelaksanaan UUHT dan dlm penerapannya disesuaikan dg ketentuan UUHT.

Unsur-Unsur Hak Tanggungan (1) Hak Jaminan yg dibebankan hak atas tanah. (2) Hak Atas Tanah berikut atau tidak berikut benda2 lain yg merupakan satu kesatuan dg tanah itu. (3) Untuk pelunasan hutang tertentu. (4) Memberikan kedudukan yg diutamakan kpd kreditur tertentu thd krediur2 lainnya.

Ciri-ciri Hak Tanggungan (1) Memberikan kedudukan yg diutamakan atau mendahulukan kpd pemegangnya (DROIT DE PREFERENCE). (2) Selalu mengikuti objek yg dijamin dalam tangan siapapun benda itu berada (DROIT DE SUIT). Memenuhi asas Spesialitas dan publisitas shg dpt mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum bagi pihak yg berkepentingan. Mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya.

Asas-asas Hak Tanggungan Mempunyai kedudukan yg diutamakan bagi kreditur HT Tidak dapat dibagi-bagi Hanya dapat dibebankan pada hak atas tanah yg telah ada Dapat dibebankan selain tanah juga berikut benda2 lain yg berkaitan dg tanah tsb Dapat dibebankan atas benda lain yg berkaitan dg tanah yg baru akan ada dikemudian hari dgn syarat diperjanjikan secara tegas. Sifat perjanjian adl tambahan (accessoir) Dapat dijadikan jaminan utk utang yg baru akan ada Dapat menjamin lebih dari satu utang Mengikuti objek dalam tangan siapapun objek itu berada Tidak dapat diletakkan sita oleh pengadilan Hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu Wajib didaftarkan Pelaksanaan eksekusi mudah dan pasti Dapat dibebankan dg disertai janji2 tertentu Dalam UUHT ditetentukan juga asas bhw objek HT tdk boleh diperjanjikan utk dimiliki oleh pemegang HT bila pemeberi HT cedera janji dg akibat batal demi hukum.

Subjek Hak Tanggungan (1) Pemberi Hak Tanggungan - Subjek cakap & berwenang, persetujuan suami/ isteri, direksi/komisaris/RUPS/RUPSLB – saat pendaftaran utk menentukan saat kelahiran HT. - Alat2 bukti: sertifikat asli dan dok pendukung lain (2) Pemegang Hak Tanggungan Perorangan, badan hukum Indonesia/ asing – setelah dibuat APHT kreditor berkedudukan sbg Penerima HT. Setelah dilakukan pembukuan HT ybs dlm buku tanah HT, penerima HT jadi pemegang HT.

Objek Hak Tanggungan Syarat2 Objek HT: (1) Dapat dinilai dg uang – karena utang yg dijamin berupa uang (2) Termasuk hak yg didaftar dlm daftar umum – karena harus memenuhi syarat publisitas (3) Mempunyai sifat dpt dipindahtangankan – karena bila debitur cedera janji benda yg dijadikan jaminan utang akan dijual lelang (4) Memerlukan penunjukkan dg undang2 (B) Jenis2 hak atas tanah sbg HT: (1) Hak Milik (2) Hak Guna Usaha (3) Hak Guna Bangunan (4) Hak Pakai diatas HM maupun di atas tanah Negara (5) Hak atas tanah berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yg telah ada atau akan ada merupakan satu kesatuan dg tanah tsb dan merupakan hak milik pemegang hak atas tanah yg pembebanannya dg tegas dan dinyatakan didalam akta pemberian hak atas tanah ybs.

Peringkat Hak Tanggungan Satu objek dpt dibebani lebih dari satu HT yg masing2 menjamin pelunasan piutang ttt Tiap HT diberi peringkat yg berbeda (peringkat pertama, peringkat kedua, dst) yg ditetapkan menurut tgl pembuatan buku tanah HT, atau tgl pembuatan atau pemberian nomor akta pemberiannya. Dalam hal lebih dari 1 HT atas 1 objek HT diberikan pd tgl yg sama, peringkat HT tsb ditentukan oleh nomor urut akta2 pemberiannya. Karena dibebankan atas 1 objek HT pd tgl yg sama, pembuatan akta2 ybs hanya dpt dilakukan oleh PPAT yg sama. Peringkat HT menentukan urutan pengambilan pelunasan masing2 piutang yg dijamin. Kreditor pemegang HT peringkat pertama berhak mengambil pelunasan lebih dulu dari pemegang HT peringkat kedua.

Lembaga Roya Partial Satu HT dpt dibebankan atas lebih dari satu atau lebih dari 1 objek – jika kredit dilunasi secara angsuran, HT ybs tetap membebani seluruh objek utk sisa utang yg belum dilunasi. – Ini merupakan makna sifat HT yg tidak dapat dibagi2. Masalah pd penjualan satuan2 Rumah Susun dan rumah2 yg telah selesai dibangun, yg pembayarannya melalui KPR – satuan2 rumah susun tsb masih tetap dibebani HT ybs selama kredit konstruksi yg dijamin belum dilunasi – maka Bank KPR ybs otomatis hanya diberi HT dg peringkat kedua atas objek HT yg dijadikan jaminan.

Lembaga Roya Partial…lanjutan UUHT memberi peluang dg menyimpangi asas HT yg tidak dpt dibagi2 – yaitu apabila HT dibebankan pd beberapa objek, di dlm APHT ybs dapat diperjanjikan “bhw pelunasan utang yg dijamin dpt dilakukan dg cara angsuran yg besarnya sama dg nilai masing2 objek yg merupakan bagian objek HT. Dengan dilakukan pembayaran angsuran itu bagian objek ybs akan terbebas dari HT yg semula membebani – selanjutnya HT itu hanya membebani sisa objek HT utk menjamin pelunasan sisa utang yg belum penuh dilunasi. Penghapusan (roya) sebagian2 tsb disebut “Roya Partial” – persyaratannya adalah harus diperjanjikan dalam “Klausula Roya Partial” dan dimuat dalam APHT.

Prosedur Pembebanan & Pendaftaran HT Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dilakukan di kantor PPAT dihadiri Pemberi HT, Kreditor & 2 saksi. Format APHT dan SKMHT ditetapkan oleh Pemerintah (BPN) dibuat 2 lembar (semua asli), tidak ada minuta dan tidak juga ibuat salinannya dlm bentuk “grosse”. Lembar pertama akta disimpan di kantor PPAT, lembar kedua dan satu lembar salinannya yg sudah diparaf PPAT utk disahkan sbg salinan oleh Kepala Kantor Pertanahan utk pembuatan sertifikat HT berikut warkah2-nya. Objek HT yang dalam sengketa maka PPAT wajib menolak membuat APHT. Dalam APHT dapat dibuat janji-janji (antara kreditor dan debitor) yang mengikat pihak ketiga. Pemberian kuasa (SKMHT) hanya apabila benar2 diperlukan dan berhalangan kehadiran pemberi HT utk tandatangan. SKMHT dg adanya larangan2 utk perbuatan hukum diluar pembebanan HT, kuasa substitusi, serta adanya syarat wajib mencantumkan secara jelas objek HT, jumlah utang, nama serta identitas kreditornya, nama serta identitas debitor, apa bila debitor bukan pemberi HT.

Prosedur Pembebanan & Pendaftaran HT Pendaftaran dilakukan di Kantor Pertanahan PPAT dalam waktu 7 hari setelah ditandatangani pemberian HT wajib mengirim akta pendaftaran HT dan warkah lainnya kpd Ka-Kantor Pertanahan serta berkas2 lain yg diperlukan. Kantor Pertanahan membuat Buku Tanah HT dan mencatatnya dlm buku tanah hak atas tanahyg jadi objek HT serta menyalin catatan tsb pd sertifikat hak atas tanah ybs. Tanggal buku tanah HT adl tgl hari ke-tujuh setelah penerimaan secara lengkap surat2 yg diperlukan bagi pendaftarannya, jika hari ke-tujuh hari libur diberi tgl hari kerja berikutnya. HT lahir pd hari tgl buku tanah HT dibuatkan. Kantor Pertanahan menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan diberikan pd pemegang HT yg mempunyai kekuatan eksekutorial.

Peralihan, Hapusnya dan Eksekusi HT (A) Peralihan HT: (1) Cessi, (2) Subrogasi, (3) Pewarisan, (4) sebab2 lain (B) Sebab hapusnya HT: (1) hapusnya utang yg dijamin dg HT, (2) dilepaskan HT oleh pemegang HT, (3) pembersihan HT berdasarkan penetapan peringjat oleh Ketua PN, (4) hapusnya hak atas tanah yg dibebani HT, - cara hapusnya: pelunasan hutang dg dipenuhi prestasi oleh debitur, pelunasan karena teguran cedera janji debitur. (C) Cara Eksekusi HT: (1) melalui pelelangan umum, (2) eksekusi atas titel eksekutorial yg terdapat pd sertifikat HT (irah-irah:”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”), (3) eksekusi bawah tangan.

Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum HUKUM AGRARIA Kuliah ke-13 & ke-14 Dosen: Iwan Erar Joesoef

TANAH DALAM KONSEP UUPA Seluruh wilayah Indonesia adl kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yg bersatu sbg bangsa Indonesia (Ps.1 ayat 1). Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yg terkandung didalamnya dalam wilayah Indonesia sbg karunia Tuhan YME adl bumi, air dan ruang angkasa milik bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional (Ps.1 ayat 2). Hubungan antara bangsa Indonesia dgn bumi, air serta ruang angkasa adl hubungan yg bersifat abadi (Ps.1 ayat 3). Berdasarkan Ps. 33 ayat (3) UUD 1945 maka bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yg terkandung didalamnya pd tingkatan yg tertinggi dikuasai Negara (HMN) sbg organisasi kekuasaan seluruh rakyat (Ps.2 ayat 1). HMN tersebut memberi wewenang pd Negara utk: (1). Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. (2). Menentukan dan mengatur hubungan2 hukum antar orang2 dgn bumi, air dan ruang angkasa. (3). Menentukan dan mengatur hubungan2 hukum antara orang2 dan perbuatan2 hukum yg mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Pedoman Pengadaan Tanah UUPA maupun UU No. 20/1961, kepentingan umum diatur dalam suatu pedoman umum dan juga penyebutan secara enumeratif dalam kegiatan yang terdiri dari 13 butir berupa list provisions. Dalam era reformasi sejak 1998, paradigma baru pembangunan yang dijadikan pedoman dalam pengadaan tanah hendaknya mengakomodasi tiga hal: (a) Penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia dalam bentuk penghapusan kemiskinan, perluasan lapangan kerja, dan pemerataan pembangunan; (b) Keberlanjutan kapasitas produktifitas masyarakat; (c) Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan dan pelaksanaan good governance (partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan rule of law). Sekarang diatur dlm UU No.2 Tahun 2012 ttg Pengadaan Tanah Bagi Pembangunnan untuk kepentingan umum

Kepentingan Umum Pada umumnya terdapat dua cara untuk mengungkapkan tentang doktrin kepentingan umum, yakni berupa: (a) Pedoman umum, yang secara umum menyebutkan bahwa pengadaan tanah harus berdasarkan alasan kepentingan umum. Sesuai dengan sifatnya sebagai pedoman, maka hal ini memberikan kebebasan bagi eksekutif untuk menyatakan suatu proyek memenuhi syarat untuk kepentingan umum dengan menafsirkan pedoman tersebut. (b) Penyebutan kepentingan umum dalam suatu daftar kegiatan yang secara jelas mengidentifikasikan tujuannya: sekolah, jalan, bangunan-bangunan Pemerintah, dan sebagainya, yang oleh peraturan perundang-undangan dipandang bermanfaat untuk umum. Segala kegiatan di luar yang tercantum dalam daftar tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk pengadaan tanah.

Dalam pelaksanaannya, pengadaan tanah untuk pembangunan untuk kepentingan umum sebagaimana diatur dalam Perpres No. 36/ 2005 yang kemudian direvisi dengan Perpres No. 65/ 2006. Dalam Perpres No. 65/ 2006 disebutkan bahwa pembangunan untuk kepentingan umum dilaksanakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah selanjutnya dimiliki oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, meliputi: Jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas, di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawa tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi; Waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan lainnya; Pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal;

Fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar, dan lain-lain bencana; Tempat pembuangan sampah; Cagar alam dan cagar budaya; Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.

Public Use and Public Purpose Public use: in constitutional provisions restricting the exercise of the right to take private poverty in virtue of eminent domain, means a use concerning the whole community as distinguished from particular individual. But each and every member of society need not be equally interested in such use or personally and directly affected by it; if the object is to satisfy a great public want or exigency that is sufficient … the term may be said to mean public usefulness, utility or advantage or what is productive of general benefit … but it is not synonymous with public benefit … It may limited to inhabitants of a small or restricted locality but must be in common and not for a particular, individual … the use must be needful one for the public which can not be surrendered without obvious general loss and inconvenience …. Public purpose: in the law of taxation, eminent domain, etc, this is a term of classification to distinguish the objects for which, according to settle usage the government is to provide from those which by the like usage are left to private interest, inclination or liberality … the term is synonymous with governmental purpose … as employed to denote the objects of for which taxes may be levied it has no relation to the urgency of the public need or to the extent of the public benefit which is to follow; the essential requisite being that a public service or shall effect the inhabitants as a community and not merely as individuals … a public purpose or public business has for its objective the promotion of the public health, safety, morals, general welfare, security, prosperity and contentment of all the inhabitants or residents within a given political division as for example a state the sovereign power of which are exercised to promote such public purposes or public business ….

Konteks Hukum dan Konsep Infrastruktur Konteks Hukum dan Konsep Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasasi oleh Negara Pasal 4 ayat (1) Perpres No. 67/ 2005 Kebandarudaraan, kepelabuhanan, perkeretaapian; jalan tol dan jembatan tol; saluran pembawa air baku; bangunan pengambilan air baku, jaringan transmisi, distribusi, instalasi pengelolaan air minum; instalasi pengolah air limbah, telekomunikasi dan informatika, ketenagalistrikan; dan minyak dan gas bumi, meliputi transmisi dan/ atau distribusi minyak dan gas bumi. Konsep Infrastruktur (Darrin Grimsey and Mervyn K. Lewis ) Hard Soft Economic Roads, motorways, bridges, ports, railways, airports, telecomunications, power. Vocational training, financial institutions, R&D facilitation, technology transfer, export assistance. Social Hospitals, schools, water supply, housing, sewerage, child care, prisons, aged care homes. Social security, community services, environmental agencies.

Public Goods and Private Goods Private Property Tersedia dengan pembayaran Tarif (unregulated) Kompetisi Peran Negara (-) Komoditas Rival & Excludable Public Goods: Public Property Tersedia Cuma-Cuma Tarif (regulated) Monopoli Peran Negara (+) Non Komoditas Non Rival & Non Excludable

Barang & jasa (goods) konteks KPS - Sumber: K. Dhiratayakinant Dimension Exclusion Feasible Infeasible Consumption Individual/ rival (1) Private goods: pakaian, buah apel, minuman botol (2) Common-pool goods: udara, ikan di sungai, gas bawah tanah Jointly/ non rival (3) Toll goods: pipa air, bioskop, taman hiburan (4) Collective goods: pertahanan nasional, perlindungan polisi, kontrol polusi udara

Objek Hak Milik Publik Terhadap hak milik publik yang diperuntukkan untuk kepentingan umum (publiek domein) tidak dapat diadakan perjanjian pembuatan hukum apapun bentuknya (dijual, disewakan ataupun dialihkan). Terhadap hak milik publik untuk kepentingan badan hukum publik (privaat domein) dapat dilakukan perbuatan hukum seperti halnya hak milik individu atas tanah.

Objek Hak Milik Publik (lanjut ….) Pemanfaatan tanah milik Pemerintah tidak mengubah status kepemilikan barang milik Negara. Sebagai barang milik Negara, tanah tersebut dapat digunakan pihak lain sepanjang menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga Pemerintah. Pemanfaatan barang milik Negara hanya dilakukan dalam bentuk: Sewa; Pinjam pakai; Kerjasama pemanfaatan; Bangun guna serah (BOT) dan bangun serah guna (BTO) Dalam hal pemindahtanganan barang milik Negara atau pengalihan kepemilikan merupakan tindaklanjut dari penghapusan, yaitu dengan cara: dijual, dipertukarkan, dihibahkan, atau disertakan sebagai modal Pemerintah. Setiap pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik Negara harus dengan persetujuan Menteri Keuangan atau Presiden atas ususl Menteri Keuangan.

Aspek Pengadaan dan Pendanaan Tanah Permasalahannya infrastruktur jalan tol bersifat komersial atau mencari keuntungan. Secara teoritis, suatu kegiatan pembangunan yang bersifat komersial walaupun dilakukan dan dimiliki oleh perusahaan negara, tidak dapat dikategorikan sebagai kepentingan umum karena tidak adil, dimana masyarakat dipaksa untuk menyerahkan tanah mereka dan kemudian perusahaan negara memperoleh keuntungan dari tanah tersebut. Logikanya, bila suatu perusahaan memiliki ide komersial maka perusahaan tersebut harus dapat menanggung semua biaya yang diperlukan untuk mendapatkan tanah dengan membayar tanah seharga nilai pasar tanah tersebut. Pendekatan teori ini memberi dampak pada: (i) Memastikan bahwa pemilik tanah menerima harga yang pantas untuk tanahnya; (ii) Mengurangi perlawanan terhadap pembangunan oleh investor swasta karena investor swasta tidak harus melakukan pemaksaan, dan (iii) Mengurangi peran Pemerintah dalam pembangunan oleh sektor swasta sehingga Pemerintah dapat memfokuskan perhatian mereka untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Cara Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Cara Sukarela (Voluntary Method) Pengadaan Tanah Perikatan Yg Timbul dari Sepakat (Ps 1233 jo Ps 1320 KUHPer) Hukum Mengatur: UUNo.2/2012 Cara Wajib (Compulsory Method) Pencabutan Hak Atas Tanah Perikatan Yg Timbul Bukan dari Sepakat tapi Undang2 atau Perbuatan Melawan Hk (Ps 1233 jo Ps 1353 KUHPer) Hukum Mengatur: UU No.20/1961

Prosedur Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Otoritas pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol dilakukan oleh P2T. Untuk pengadaan tanah jalan tol di wilayah kabupaten/ kota P2T dibentuk oleh Bupati/Walikota, sedangkan diwilayah Provinsi dibentuk oleh Gubernur, untuk pengadaan tanah di dua wilayah kabupaten/kota atau lebih dibentuk oleh Gubernur dan untuk pengadaan tanah di dua wilayah propinsi atau lebih dibetuk oleh Menteri Dalam Negeri, yang terdiri dari unsur Pemerintah dan unsur Pemerintah Daerah terkait. Selain P2T, Pemerintah membentuk Tim Pengadaan Tanah (TPT) yang dibentuk oleh Kementerian PU yaitu dalam hal ini adalah direktorat Bina Marga. TPT tersebut dibentuk oleh menteri Kementerian PU dalam rangka pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan jalan tol. TPT ini bersifat membantu Menteri dalam koordinasi dengan P2T. TPT tersebut tidak berwenang secara langsung di lapangan dalam proses pembebasan tanah.

Tugas dari Tim P2T tersebut adalah: Perpres No. 65/ 2006 Pasal I butir 6. (a) Mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan, tanaman da benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan; (b) Mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya; (c) Menetapkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan; (d) Memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada masyarakat yang terkena rencana pembangunan dan/atau pemegang hak atas tanah mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut dalam bentuk konsultasi publik baik melalui tatap muka, media cetak, maupun media elektronik agar dapat diketahui oleh seluruh masyarakat yang terkena rencana pembangunan dan/atau pemegang hak atas tanah; (e) Mengadakan musyawarah dengan para pemegang hak atas tanah dan instansi Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi; (f) Menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi kepada para pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang ada di atas tanah; (g) Membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah; (h) Mengadministrasikan dan mendokumentasikan semua berkas pengadaan tanah dan menyerahkan kepada pihak yang berkompeten.

Ganti Rugi Pengadaan Tanah Pemerintah dan masyarakat perlu kerjasama menciptakan sistem ganti rugi pengadaan tanah yg sesuai dg keinginan Pemerintah dan sejalan dg aspirasi yg berkembang di masyarakat. Sistem ganti rugi tersebut harus mencakup paling tidak 3 hal pokok: (1). Bentuk dan besarnya (nilai) ganti kerugian (2). Kapan ganti kerugian diberikan (3).Mekanisme dan prosedur penentuan bentuk dan besarnya ganti kerugian. Dasar perhitungan ganti rugi yang berdasarkan Perpres No. 36/2005 didasarkan: Nilai jual objek pajak (NJOP) atau nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan NJOP tahun berjalan berdasarkan penetapan Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang ditunjuk oleh panitia. Nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggungjawab dibidang bangunan. Nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggungjawab di bidang pertanian.

Selesai