Penilaian Kinerja.

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
BUDAYA PERUSAHAAN DAN ETIKA
Advertisements

BEKERJASAMA DENGAN TIM o l e h: ALWY RAHMAN & RAHMAT MUHAMMAD PELATIHAN KARYA TULIS ILMIAH MAHASISWA DARI ALOKASI DANA BOPTN TAHUN 2013 UNTUK.
Human Resources Management Chapter 8 “Performance Management”
Memahami Proses Pemasaran Dan Perilaku Konsumen
Human Resource Management-Meily Margaretha
COMPENSATION ( KOMPENSASI )
Disusun oleh: Desy Herma Fauza, SE., MM
MENGELOLA PERUBAHAN ORGANISASI DAN INOVASI
Perilaku organisasi sebagai variabel dependen
PENGEVALUASIAN STRATEGIS
Komunikasi Lisan Kelompok Manajemen Rapat
PERENCANAAN (planning)
Kepemimpinan Wirausaha
MENGELOLA PERBEDAAN “MENUMBUHKAN POTENSI SETIAP KARYAWAN”
PERTEMUAN 15 KONFLIK.
BAB V KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF, DELEGASI DAN PEMBERDAYAAN
Erwin Indriyanto, SE.,M.Si
PERTEMUAN 14 Pengendalian
Penilaian Kinerja Oleh Yusuf Rudiantara Sudjari
PENILAIAN PRESTASI KERJA
Evaluasi kinerja.
Materi Motivasi.
Studi Kelayakan Bisnis #desiharsantipinuji
ETIKA BISNIS purwati.
PERENCANAAN (planning)
Strategi, Balanced Scorecard dan Analisis Profitabilitas Strategis
Oleh Untung Widodo, SE, MM
PERTEMUAN 14 Pengendalian
PROSES MANAJEMEN OLEH : ADEK KURNIA ROZA, S.Kom.
MENGELOLA PERUBAHAN ORGANISASI DAN INOVASI ( bahan ke-5 )
SESI 04: PROSES PERENCANAAN
PERFORMANCE MANAGEMENT
Program sistematik seorang pemimpin untuk mengadakan perubahan yang direncanakan dalam suatu organisasi : 1. Analisa faktor-faktor penyebab perubahan.
PERTEMUAN 14 Pengendalian
PENILAIAN KINERJA.
Memahami Proses Pemasaran Dan Perilaku Konsumen
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
MENGELOLA PERUBAHAN ORGANISASI DAN INOVASI
BAB 6 PERENCANAAN 1. PERENCANAAN 2. PROSES PERENCANAAN 3. PERENCANAAN SITUASIONAL 4. PERENCANAAN DAN TINGKATAN MANAJEMEN 5. HAMBATAN DAN PEMECAHAN MASALAH.
AUDIT MANAJEMEN Asas asas manajemen.
ASPEK SUMBER DAYA MANUSIA
PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA
PELATIHAN & PENGEMBANGAN
STRATEGI KOMPETITIF.
Penilaian Kinerja.
MANAJEMEN KINERJA Disusun Oleh: Hanifah Fuadi ( ) Maya Sulistyani ( ) Marwati ( )
PENETAPAN TUJUAN ORGANISASI
PERTEMUAN 15 KONFLIK.
MOTIVASI & DINAMIKA KELOMPOK
Bab 11 Penyusunan Personalia Organisasi
PERENCANAAN (planning)
TOTAL QUALITY MANAJEMEN
PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN STIE HAS
SEJARAH MANAJEMEN Perspektif sejarah atas manajemen menunjukkanperspektif atau lingkungan untuk mengintepretasikan peluang dan masalah yang ada. Ada 3.
Roby Irzal Maulana, SIP, MM
Manajemen Kinerja Annisa Julianti.
ASPEK SUMBER DAYA MANUSIA
Nama : Ratna Dhammena Santika NPM : Kelas : 4EA10
PEMBERDAYAAN.
PENETAPAN TUJUAN ORGANISASI
MENGELOLA PERUBAHAN ORGANISASI DAN INOVASI Perubahan yang direncanakan (Planned Change) Perubahan yang direncanakan (Planned Change) usaha sistematik untuk.
Manajemen Sumber Daya Manusia
I. Pengertian dan Fungsi MSDM
PERENCANAAN (planning)
ASPEK SUMBER DAYA MANUSIA Nama Kelompok : 1.Desy Dwi Cahyani 2.Evi Liana 3.Siti Nur Azizah 4.Hilda Yunita.
Toman Sony Tambunan, S.E, M.Si NIP
Toman Sony Tambunan, S.E, M.Si NIP
PERENCANAAN (Planning)
Kepemimpinan Wirausaha. Definisi Kepemimpinan Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain atau sekelompok orang ke arah tercapainya.
Soraya Lestari, SE, M. Si Pengantar Manajemen
Transcript presentasi:

Penilaian Kinerja

Menurut pandangan William dalam Wibowo (2014), penilaian kinerja tidak lebih dari merupakan sebuah kartu laporan yang diberikan oleh atasan kepada bawahan, suatu keputusan tentang kecukupan atau kekurangan profesional. Pada umumnya menunjukkan apa kekurangan bawahan. Penilaian kinerja adalah suatu proses penilaian tentang seberapa baik pekerja telah melaksanakan tugasnya selama periode waktu tertentu (Wibowo, 2014).

Penilaian kinerja adalah suatu penilaian yang dilakukan kepada pihak manajemen perusahaan baik para karyawan maupun manajer yang selama ini telah melakukan pekerjaannya (Fahmi, 2010).

Perbedaan Pandangan Penilaian Kinerja Armstrong lebih melihat performance appraisal yang berkembang sekitar tahun 1970an, adalah sebagai pengembangan dari management by objectives yang lahir pada tahun 1955 dikembangkan oleh Peter Drucker, yang kemudian mendapat banyak kritik. Kemudian dengan melihat beberapa kekurangan performance appraisal merasa perlu dikembangkan menjadi performance management.

Di sisi lain terdapat pandangan bahwa performance appraisal dilakukan sekali dalam setahun, namun ada pula yang menyatakan lebih sering lebih baik. Bacal dalam Wibowo (2014) mengakui bahwa di antara para pakar sering menggunakan terminologi yang dapat saling menggantikan. Semuanya untuk menjelaskan pertemuan tahunan dimana manajer dan pekerja mendiskusikan kinerja pekerja, kemajuan pekerjaan menunjukkan keberhasilan atau kegagalan, dan menerapkan pendekatan problem solving untuk mengatasi masalah sekarang maupun yang akan datang. Pendapat tersebut menunjukkan yang dimaksudkan sebenarnya sudah dalam kategori performance review.

Banyak proses penilaian kinerja gagal karena mereka yang bertanggung jawab tidak berpikir melalui apa yang mereka lakukan. Mereka hanya mencontoh apa yang dilakukan organisasi lain tanpa memperhatikan perbedaan di antara organisasi. Sebagian memulai dengan merancang format dan kemudian merancang proses untuk menyelesaikan format.

Menurut Allen dalam Wibowo (2014) proses penilaian kinerja yang berhasil terletak pada beberapa dasar utama, yaitu: Timing, Clarity, dan Consistency . 1. Timing. Penilaian kinerja harus diatur oleh Kalender, bukan jam. Manajer harus melakukan paling tidak dua kali pertemuan formal dengan pekerja setiap tahun. 2. Clarity. Kita tidak dapat menilai seberapa baik pekerja melakukan pekerjaan sampai jelas tentang apa sebenarnya pekerjaan itu.

3. Consistency. Proses penilaian yang efektif mengikat langsung dengan mission statement dan nilai-nilai organisasi. Apa yang tercantum dalam penilaian kinerja harus sama dengan apa yang terdapat dalam mission statement.

Manfaat Penilaian Kinerja menurut Harvard: Memperkenalkan perubahan, termasuk perubahan dalam budaya organisasi; Mendefinisikan tujuan, target, dan sasaran untuk periode yang akan datang; Memberi orang target yang tidak mungkin dapat dicapai, sebagai alat untuk memecat di kemudian hari. Memberikan gambaran bahwa organisasi dalam menantang pekerja untuk memberikan kinerja yang tinggi.

(5) Meninjau kembali kinerja yang lalu dengan maksud untuk mengevaluasi dan mengaitkan dengan pengupahan; (6) Melobi penilai untuk kepentingan politis, dan bahkan akhir yang meragukan; (7) Mendapatkan kesenangan khusus; (8) Menyepakati tujuan pembelajaran; (9) Mengidentifikasi dan merencanakan membangun kekuatan; (10) Mengidentifikasi dan merencanakan menghilangkan kelemahan; (11) Membangun dialog konstruktif tentang kinerja yang dapat dilanjutkan setelah diskusi penilaian.

(12) Membangun dialog yang sudah ada antara manajer dengan anak buahnya; (13) Menjaga perusahaan atau pemegang saham utama senang tetapi tanpa maksud menggunakan nilai perusahaan.

Manfaat Penilaian Kinerja (Fahmi, 2010): Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efesien melalui pemotivasian karyawan secara maksimum. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti promosi, dan pemberhentian. Mengidentifikasikan kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dn evaluasi program pelatihan karyawan. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka.

5. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.

Dampak Budaya Organisasi pada penilaian individu; Functional work culture, menekankan pada reliabilitas dan menggunakan teknologi utama organisasi melalui fungsi organisasi. Process work culture Menekankan fokus pada pelanggan dengan reliabilitas sebagai persyaratan utama. Biasanya terjadi pada tim multifungsional yang memfokus pada segmen pelanggan, seperti pada jasa finansial dan eceran. Sedangkan kontributor utama untuk penilaian adalah team leader ditambah lainnya di dalam dan di luar tim, termasuk beberapa di luar organisasi,

3. Time-based work culture, menekankan pada kapitalisasi pada kapabilitas, teknologi dan fleksibilitas. Bermaksud memimpin pasar dengan melakukan segala sesuatu dengan lebih baik dan lebih cepat. 4. Network work culture, menekankan pada fleksibilitas dan pelanggan. Membawa bersama orang dengan pengalaman berbeda dalam tim, yang sering bersifat sementara.

Beberapa permasalahan dan kondisi-kondisi yang terjadi dalam penilaian kinerja: Penilaian kinerja yang dilakukan kadang kala bersifat subjektif. Dalam artian pihak yang menilai kinerja menyimpulkan dan merekomendasikan berdasarkan pandangan dan pemikiran yang dimilikinya. Hasil penilaian kinerja kadang kala jika tidak sesuai dengan yang diharapkan akan menimbulkan guncangan psikologis bagi penerima. Karena ia merasa hasil dan kenyataan adalah tidak sesuai, dan ini bisa memberikan pengaruh pada penurunan kinerja yang bersangkutan.

3. Jika metode kinerja yang dibuat adalah bersifat ingin melihat kinerja jangka pendek maka para manajemen perusahaan akan berusaha menampilkan kualitas kinerja jangka pendek yang terbaik. Dan memberikan pengaruh negatif pada kinerja jangka panjang yang secara tidak langsung terabaikan, padahal suatu organisasi harus menyeimbangkan target kinerja jangka pendek dan jangka panjang. 4. Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan penilaian kinerja tidaklah murah. Apalagi jika itu mengundang tenaga ahli dari luar seperti konsultan psikolog.

5. Hasil penilaian kinerja akan menjadi bahan masukan pada pimpinan 5. Hasil penilaian kinerja akan menjadi bahan masukan pada pimpinan. Maka para manajemen perusahaan khususnya karyawan akan berusaha menampilkan hasil kerja yang terbaik sehingga lambat laun akan terbentuk budaya yang tidak sehat karena karyawan hanya berpikir ia baik di mata pimpinan bukan di mata sesama rekan kerja. Kondisi ini bisa merusak semangat kerja tim. 6. Jika hasil penilaian kinerja dipublikasikan dan para karyawan mengetahui hasil penilaian tersebut maka itu bisa menjadi bahan pembicaraan atau gosip yang lambat laun jika tidak diatasi akan menjadi efek bola salju.

Apalagi jika hasil penilaian dicantumkan seperti “kinerja di atas rata-rata, kinerja rata-rata, kinerja di bawah rata-rata”. Penilaian seperti ini bisa menimbulkan stres dan bahkan bisa menurunkan motivasi kerja di tingkat perusahaan, terutama yang mendapatkan penilaian kinerja di bawah rata-rata, apalagi jika hasil penilaian tersebut telah diterima beberapa kali dan tidak berubah.

Hal-hal yang mempengaruhi penilaian kinerja: Karakteristik keragaan situasi Keragaan situasi saat dilakukan penilaian sangat besar pengaruhnya terhadap penilaian kinerja. Di dalam penilaian kinerja, keragaan situasi yang berpengaruh pada kinerja dikelompokkan dalam situasi lingkungan eksternal dan situasi internal organisasi. Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal menempatkan tuntutan-tuntutan organisasi dan para karyawannya terhadap produktivitas.

Dalam lingkungan yang kompetitif, tuntutan produktivitas sumber daya manusia (karyawan) yang berpengaruh pada produktivtas organisasi menjadi sedemikian tingginya. Oleh karena itu, kebutuhan kinerja sumber daya manusia yang handal menjadi kebutuhan utama yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Hal ini berdampak pada para penilai agar dapat melakukan penilaian secara teratur dan disertai dengan kecermatan yang tinggi.

Kondisi lingkungan eksternal yang terkait antara lain dengan perkembangan kondisi ekonomi, sosial, dan teknologi berpengaruh juga terhadap keragaan organisasi. Perubahan lingkungan eksternal tersebut sangat mempengaruhi keragaan kinerja sumber daya manusia suatu organisasi apabila organisasi tersebut ikut menjadi korban dari perubahan lingkungan. Oleh karena itu, hasil dari penilaian kinerja harus mempertimbangkan pengaruh lingkungan eksternal tersebut sehingga para penilai harus cermat memberikan penilaiannya.

b. Internal Organisasi Karakteristik organisasi memungkinkan sistem penilaian akan berbeda dari suatu organisasi dengan orgnisasi lainnya. Karena karakteristik organisasi ini akan menentukan siapa yang menilai siapa. Dalam organisasi birokratis dapat diketahui dengan jelas penilai dan yang dinilai. Dimana dalam organisasi birokratis setiap unit organisasi dapat tergambar dengan jelas rentang kendali dari karyawan hingga manajemen puncak.

Selain karakteristik organisasi, iklim organisasional dapat berpengaruh terhadap sistem penilaian kinerja. Iklim organisasional di sini meliputi sistem kompensasi, gaya kepemimpinan, hubungan antar individu, dan proses penentuan tujuan. Keadaan iklim organisasional tidak hanya menentukan siapa menilai siapa, melainkan penekanan pada pengembangan dan sikap para karyawan atau anggota organisasi terhadap sistem penilaian. Oleh karena itu, hasil penilaian kinerja harus mempertimbangakan pengaruh iklm organisasional tersebut sehingga para penilai harus cermat memberikan penilaiannya.

Artinya, hasil penilaian kinerja tidak hanya dipengaruhi oleh keragaan kinerja individu, tetapi dipengaruhi oleh iklim organisasional yang terjadi dalam suatu organisasi. b. Penggunaan Analisis Pekerjaan Dalam melaksanakan analisis pekerjaan (job analysis) dihasilkan diskripsi pekerjaan, spesifikasi pekerjaan, dan standar kinerja suatu pekerjaan. Dengan demikian, analisis pekerjaan yang disertai pertimbangan keragaan situasi merupakan tolak ukur yang dijadikan dasar melakukan penilaian kinerja, sehingga dengan dasar tersebut penilaian kinerja dapat diukur dengan jelas, adil dan objektif.

Dengan penilaian yang mengandung aspek kejelasan, keadilan, dan objektivitas ini akan menhindarkan hasil penilaian yang justru merugikan tujuan penilaian kinerja itu sendiri. c. Tujuan Penilaian Kinerja Pada dasarnya penilaian kinerja tidak menyenangkan baik bagi penilai maupun yang dinilai. Bagi atasan yang berwenang melakukan penilaian atas kinerja bawahannya cukup sulit untuk menilai perilaku bawahannya. Namun, mengingat pentingnya penilaian kinerja ini, mau tak mau penilaian kinerja harus dilaksanakan.

Oleh karena untuk mencegah menghindarnya atasan melakukan penilaian kinerja ini, perlu dijelaskan secara komprehensif tujuan dari penilaian kinerja. Tujuan penilaian kinerja yaitu: Tujuan Evaluasi dan Administrasi Hasil evaluasi kinerja memungkinkan organisasi menentukan karyawannya layak atau tidak untuk dipromosikan, efektif atau tidak dalam bekerja, dan seterusnya hingga dalam proses penentuan gaji karyawan tersebut.

Dengan demikian, pendekatan evaluasi ini merupakan kegiatan penelitian yang umum digunakan dan memiliki peran yang penting dalam kebijaksanaan fungsi personalia. Dalam banyak literatur, tujuan evaluasi dan administrasi ini sering dikelompokkan dalam penilaian kerja yang bersifat tradisional karena tidak memasukkan aspek pengembangan di dalamnya.

b. Tujuan pengembangan Informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian kinerja dapat digunakan sebagai upaya mengembangkan kinerja pribadi anggota organisasi (karyawan). Hasil Penilaian yang sekaligus merupakan input bagi pimpinan organisasi terdiri dari dua bentuk masukan, yaitu jika informasi mengindikasikan bahwa karyawan bekerja secara efektif, maka umpan balik dari informasi tersebut dapat menguntungkan karyawan dengan perasaan kebanggaan diri dan kompetensinya dapat meningkat.

Selain itu, apabila informasi dapat menemukan bidang lemah dari seorang karyawan, maka hal ini dapat dijadikan dasar menentukan kebutuhan pelatihan dan pengembangan untuk mengantisipasi kelemahan karyawan tersebut. Dengan demikian informasi yang diperoleh dari hasil penilaian kinerja karyawan dapat sekaligus merupakan umpan balik bagi pengembangan karyawan itu sendiri, sehingga dengan sendirinya melalui informasi penilaian kinerja karyawan ini, seorang karyawan dapat mengetahui kelemahan dan keunggulannya dalam melaksanakan pekerjaannya.

Dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi dan anggotanya melalui hal-hal berikut: Memberikan kepada anggota organisasi suatu kesempatan untuk mengindikasikan arah dan tingkat ambisi mereka. Memberikan kepada atasan kesempatan untuk mengindikasikan minat dalam pengembangan karyawan. Minat tersebut dapat menahan karyawan yang ambisius dan kompeten daripada kehilangan karyawan tersebut yang lari kepada kompetitor.

Mengidentifikasikan bidang-bidang dimana pelatihan khusus dibutuhkan atau diinginkan dan tersedia. Menyediakan dorongan bagi karyawan yang telah mencoba untuk bekerja dengan baik. Menyediakan sarana untuk menyampaikan dan mendokumentasikan ketidakpuasan terhadap kinerja karyawan yang tidak dapat diterima dan upaya-upaya untuk memperbaikinya.

Persyaratan Sistem Penilaian Kinerja yang efektif Secara ilmiah dan sistematis, persyaratan utama dari sistem penilaian kinerja adalah relevansi, sensitivitas, dan keandalan, sehingga secara operasional sistem penilaian kinerja ini selalu dapat diterima dan diterapkan. Relevansi (Relevance) Relevansi mengisyaratkan bahwa terdapat beberapa keterkaitan antara elemen penilaian kinerja, yaitu:

1) Kaitan yang jelas antara standar kinerja untuk suatu pekerjaan tertentu dan tujuan organisasi. Kaitan yang jelas antara elemen-elemen yang kritis yang diidentifikasi melalui suatu analis pekerjaan dan dimensi-dimensi yang akan dinilai pada formulir penilaian. Penilaian yang relevan apabila sistem tersebut mencakup aspek-aspek pekerjaan (faktor-faktor pekerjaan) yang penting, yaitu persyaratan yang jelas dari suatu pekerjaan (job requirement) dan jenis-jenis perilaku dalam pekerjaan yang diperlukan agar mencapai kinerja yang efektif, sehingga fokus penilaian meliputi bagaimana karyawan melakukan pekerjaaanya dan bentuk keluaran apa yang dihasilkannya, dan penilaian tersebut tidak memperhatikan karakter, ras, jenis kelamin dan usia karyawan.

b. Sensitivitas (Sensitivity) Sensitivitas menyatakan bahwa suatu sistem penilaian kinerja mampu membedakan antara pelaksana yang efektif dan yang tidak efektif, dalam artian mampu menilai perbedaan kinerja sekecil apapun sesuai dengan aspek kinerja yang dinilai. Karena dengan tidak membedakan pelaksana terbaik dan terburuk, maka sistem penilaian kinerja tersebut tidak dapat digunakan untuk tujuan administratif apapun. Sistem ini tentu tidak akan membantu karyawan untuk berkembang dan sistem ini akan menjadikan rendahnya motivasi atasan dan bawahan.

c. Keandalan (Reliability) Dalam konteks ini, keandalan mengandung arti konsistensi penilaian. Dimana level penilaian dapat digunakan untuk menilai karyawan manapun dan di level apa pun yang ada di dalam organisasi serta hasil yang diperoleh sesuai dan dapat dijadikan dasar penentuan nilai kinerja karyawan. Dengan demikian, sistem penilaian kinerja dapat diterapkan untuk menilai karyawan yang dinilai oleh atasan langsung maupun tidak langsung dan hasilnya tidak mempengaruhi kondisi perbedaan ini.

Keandalan suatu penilaian kinerja ini penting, mengingat budaya segan menilai pimpinan level atas (budaya pewuh pakewuh) masih terjadi di lingkungan masyarakat Indonesia yang berimplikasi pada penilaian yang tidak /kurang akurat terhadap pinpinan level atas. Oleh karena itu, keandalan sistem penilaian kinerja inidividu menjadi sangat strategis agar keadilan dalam penilaian dapat diterapkan.

d. Kemamputerimaan (Acceptability) Dalam pelaksanaan peniaian kinerja, syarat kemamputerimaan ini merupakan syarat yang paling penting dan sulit untuk diterapkan. Penting untuk diterapkan artinya dibandingkan dengan syarat lain, sistem yang akan dipilih untuk penilaian kinerja ini haruslah dapat diterima oleh si penilai ataupun yang dinilai, sedangkan kesulitan dalam konteks ini mengandung arti bahwa sistem yang akan diterapkan mampu mengakomodir kebutuhan-kebutuhan pelaku sistem penilaian kinerja individu, sehingga dapat dikatakan bahwa suatu hal yang sulit untuk menentukan suatu sistem yang dapat diterima oleh semua pihak terkait.

Pada gilirannya merupakan tugas manajemen organisasi untuk menemukan tipe dan perilaku kerja atau sistem proses yang diinginkan karyawan dan atasan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, dapat dipertimbangkan beberapa hal berikut ini, yaitu: 1) Mengingat sulitnya apa yang diinginkan oleh pelaku proses penilaian kinerja, meskipun sulit, mau tidak mau pihak manajemen perlu mengupayakan untuk mendiskusikan dengan pihak terkait.

2) Menghindarkan rasa ketakutan manajemen yang telah menemukan apa yang menurutnya paling sesuai dan tidak disukai oleh pelaku proses penilaian kinerja. 3) Manajemen sejauh mungkin menekan hilangnya unsur fleksibilitas dalam menemukan sistem yang paling sesuai. Hal ini berarti bahwa manajemen tetap terbuka menerima perubahan meskipun keputusan telah diambil selama perubahan tersebut merupakan hal yang dibutuhkan guna tercapainya tujuan penilaian.

e. Kepraktisan (Practicality) Syarat terakhir dari sistem penilaian kinerja adalah kepraktisan sistem. Dimana dalam sistem penilaian kinerja terdiri dari pedoman dan petunjuk pelaksanaan penilaian yang mudah dimengerti maksud dan tujuannya. Hal ini lebih penting dan efektif dibandingkan sistem yang kompleks dengan banyak tujuan, tetapi sulit untuk diterapkan dan sulit untuk mengevaluasi hasil penilaian apabila terdapat pihak yang merasa hasil penilaiannya tidak sesuai.

Kepraktisan sistem penilaian kinerja ini penting mengingat sering terjadinya konflik antara aspek pelaksanaan (aspek administratif) dan aspek peningkatan kinerja (aspek teknis). Apabila sistem penilaian kinerja lebih diorientasikan pada peningkatan kinerja, sistem penilaian kinerja tersebut menjadi sangat kompleks yang berimplikasi pada tidak praktisnya sistem tersebut secara administratif. Oleh karena itu, pihak manajemen organisasi harus mampu menetapkan sistem penilaian kinerja yang mampu menilai kinerja individu secara akurat, tetapi secara administratif dapat dilaksanakan secara praktis.

Tipe Penilaian Kinerja: Soeprihanto dalam Wibowo (2014) mengklasifikasikan penilaian kinerja dalam 2 (dua) tipe umum, yaitu : Tipe Objektif (job oriented) Penilaian kinerja tipe objektif umumnya digunakan dengan mengukur variabel-variabel yang secara operasional dapat menghasilkan data kuantitatif seperti data produksi bulanan, data penjualan, data ketidakhadiran karyawan dalam periode waktu tertentu, jam lembur, jumlah kecelakaan kerja, dan lain sebagainya.

Di satu sisi penilaian kinerja dengan mengandalkan data kuantitatif ini sangat objektif untuk menentukan kinerja meskipun di sisi lain memiliki keterbatasan dimana variabel-variabel tersebut kurang mendukung karena kelemahan-kelemahan masing-masing bidang. Dalam kasus tertentu dibutuhkan mengkombinasikan penilaian kinerja tipe objektif dengan penilaian kinerja tipe subjektif.

b. Tipe Subjektif (Trait Oriented) Penilaian kinerja tipe subjektif lebih difokuskan pada pertimbangan kemanusiaan yang memiliki berbagai kecendrungan, misalnya adanya kelonggaran, kecendrungan terpusat, dan lain-lain. Oleh karena itu, tipe subjektif ini lebih tepat dan bermanfaat jika penilaiannya didasarkan atas analisis yang teliti mengenai perilaku yang relevan dengan pekerjaan ataupun jabatan yang telah diemban seseorang (trait oriented).

Pada umumnya pengertian antara evaluasi kinerja (performance evaluation) dengan penilaian kinerja (performance appraisal) dianggap memiliki arti dan definisi yang sama. Dalam kaitannya dengan pengertian tersebut, Moeheriono (2009) menyatakan bahwa dalam literatur dan kamus bahasa Indonesia populer, fungsi pemantauan (monitoring) sering dijadikan satu dengan evaluasi (evaluation), sehingga artinya menjadi pemantauan-evaluasi. Hal ini dilakukan karena keduanya dianggap memiliki kesamaan arti dalam beberapa hal, dia antaranya adalah hasil kegiatan monitoring dapat digunakan dalam menggunakan kegiatan evaluasi.

Oleh karena itu, penyebutannya sering digabungkan menjadi satu, yaitu Monitoring-Evaluasi (Monev). Pengertian evaluasi dan monitoring secara esensial dapat dibedakan sebagai berikut: Pengertian evaluasi memiliki cakupan lebih luas daripada monitoring. Karena evaluasi lebih menekankan pada sasaran dan strategi yang dilaksanakan, apakah sudah tepat atau tidak pada pelaksanaannya.

Menurut Griffin dalam Fahmi (2010), bahwa dua kategori dasar dari metode penilaian yang sering digunakan dalam organisasi adalah metode objektif dan metode pertimbangan. Metode objektif (objective methods) menyangkut dengan sejauhmana seseorang bisa bekerja dan menunjukkan bukti kemampuan ia bekerja sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Bagi banyak pihak metode objektif bisa memberikan hasil yang tidak begitu akurat atau mengandung bias karena bisa saja seorang karyawan memiliki kesempatan yang bagus maka ia terlihat mampu bekerja dengan sangat baik dan penuh semangat, sedangkan ada karyawan yang tidak memiliki kesempatan dan ia tidak bisa menunjukkan kemampuan secara maksimal.

b. Metode pertimbangan (judgemental methods) adalah metode penilaian berdasarkan nilai rangking yang dimiliki oleh seorang karyawan, jika ia memiliki nilai rangking yang tinggi maka artinya ia memiliki kualitas kinerja yang bagus, dan begitu pula sebaliknya. Sistem penilaian rangking ini dianggap memiliki kelemahan jika seorang karyawan ditempatkan dalam kelompok kerja yang memilikirangking yang bagus maka penilaiannya akan mempengaruhi posisinya sebagai salah satu karyawan yang dianggap baik, begitu pula sebaliknya jika seseorang ditempatkan dalam kelompok dengan rangking buruk maka otomatis rangkingnya juga tidak bagus.

Adapun menurut Wirawan dalam Fahmi (2010) mengatakan bahwa “Penilaian kinerja dilakukan secara formatif dan sumatif. Penilaian kinerja secara formatif adalah penilaian kinerja ketika karyawan sedang melakukan tugasnya. Dan Penilaian Sumatif dilakukan pada akhir periode penilaian”.

Alasan perlu dilakukan penilaian kinerja yaitu: Penilaian kinerja memberikan informasi bagi pertimbangan pemberian promosi dan penetapan gaji. Penilaian kinerja memberikan umpan balik bagi para manajer maupun karyawan untuk melakukan intropeksi dan meninjau kemabali perilaku selama ini, baik yang positif maupun negatif untuk kemudian dirumuskan kembali sebagai perilaku yang mendukung tumbuh berkembangnya budaya organisasi secara keseluruhan.

Penilaian kinerja diperlukan untuk pertimbangan pelatihan dan pelatihan kembali (retraining) serta pengembangan. Penilaian kinerja dewasa ini bagi setiap organisasi khususnya organisasi bisnis merupakan suatu keharusan, apalagi jika dilihat tingginya persaingan antar perusahaan. Hasil penilaian kinerja lebih jauh akan menjadi bahan masukan bagi pemerintah dalam melihat bagaimana kondisi perusahaan tersebut.

Termasuk menjadi bahan masukan bagi lembaga pemberi pinjaman dalam melihat kualitas kinerja suatu perusahaan, misalnya pada saat pengajuan pinjaman kredit maka pihak perusahaan bisa memperlihatkan kualitas hasil penilaian kinerja dimana itu bisa menjadi bahan masukan untuk mendukung keputusan pemberian kredit, yaitu pihak pemberi pinjaman jauh lebih yakin dan percaya.

Solusi dalam menyelesaikan permasalahan dalam penilaian kinerja adalah dengan membangun sifat kekeluargaan dan pendekatan. Karena selama ini sering para karyawan merasa bahwa pimpinan adalah sosok yang dianggap memiliki kekuasaan dan wewenang untuk memerintah dan karyawan harus mematuhi perintah tersebut. Kondisi dan situasi seperti itu menyebabkan terjadinya kekakuan dalam bekerja dan komunikasi juga berlangsung secara tidak terbuka.

Pimpinan tidak boleh menempatkan posisi dirinya sebagai seorang yang serba tahu, namun pimpinan juga tidak boleh terlalu memperlihatkan dirinya sebagai seorang yang serba tidak tahu. Seorang karyawan sangat menyukai jika pimpinan mau mengajarkan langsung apa karyawan tidak ketahui. Dan dalam kondisi yang bersifat accident (tidak terduga), seorang pimpinana harus menyiapkan rencana cadangan sebagai antisipasi keadaan.

Sumber Kesalahan Penilai dalam menilai karyawan Biasnya penilaian Permasalahan yang biasa dan umum timbul dalam penilaian kinerja adalah biasnya penilai. Biasnya penilai ini tidak terkait dengan jenis pekerjaannya, melainkan menyangkut karakteristik pribadi penilai dan yang dinilai. Karakteristik pribadi yang memungkinkan timbulnya bias dalam penilaian, yaitu usia penilai, jenis kelamin, ras atau kesukuan, fanatisme penilai terhadap suatu prinsip, senioritas, dan hubungan kekerabatan penilai dengan yang dinilai.

b. Jenis Kelamin Dalam penilaian, disadari atau tidak, masih banyak kecendrungan penilai melakukan diskriminasi sex. Untuk penilai pria biasanya melakukan penilaian yang berbeda bila yang dinilai adalah wanita, sedemikian juga sebaliknya. Oleh karena itu, permasalahan diskriminasi sex perlu diperhatikan dan sejauh mungkin untuk dihindari mengingat perilaku seseorang dalam melaksanakan pekerjaan tidak tergantung apakah dia wanita atau pun pria.

c. Ras atau kesukuan Di dalam organisasi yang besar, ras anggota organisasi tidak lagi dibatasi oleh wilayah dimana organisasi tersebut berada. Seperti halnya organisasi-organisasi pada umumnya saaat ini, anggota organisasi terdiri dari beberapa suku dan ras yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia yang majemuk. Oleh karena itu, peluang penilaian yang lebih mengutamakan pertimbangan ras dan suku menjadi tinggi.

d. Fanatisme penilai terhadap suatu prinsip Contoh jelas dari permasalahan ini adalah masalah fanatisme keagamaan. Dimana penilai memiliki agama yang berbeda dengan yang dinilai cenderung memiliki perbedaaan dengan penilaian yang dilakukan pada karyawan yang beragama sama. Hal ini perlu diperhatikan, karena suatu organisasi tidaklah dijalankan oleh prinsip-prinsip keyakinan individu, melainkan dijalankan oleh komitmen bersama antar anggota organisasi.

e. Senioritas Organisasi yang berada di belahan bumi timur, memiliki kecendrungan menerapkan gaya organisasi yang berorientasi senioritas. Hal ini terjadi atau sering dijumpai adanya sikap “ewuh pekewuh”, dimana untuk porsi yang memadai sikap ini positif, tetapi tidak demikian halnya apabila berlebihan, karena sikap ini cenderung akan menyebabkan hasil penilaian menjadi bias dan tidak menggambarkan hasil sebenarnya.

f. Hubungan Kekerabatan Hubungan kekerabatan akan menjadi masalah apabila dilibatkan dalam proses penilaian. Karena dengan intervensi, aspek ini akan menyebabkan biasnya hasil penelitian. Suatu hal yang sulit untuk dijelaskan seperti apa bentuk pengaruh aspek ini dalam mempengaruhi penilaian. Namun, secara nyata masih dapat dijumpai bahwa penilaian akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada saudaranya atau yang berkerabat dengannya dibandingkan dengan yang bukan kerabatnya.

g. Efek Halo Seorang penilai melakukan penilaian dengan memberikan nilai yang tinggi pada semua karyawan yang dinilai. Hal ini tidaklah menyalahi sepenjang secara nyata kondisi seperti ini memang dituntut. Namun, apabila kesamaan ini terjadi karena karyawan tersebut memiliki jasa atas dri penilai atau pada organisasi karena bersama-sama dalam mendirikan organisasi, di sinilah mulai berpengaruh efek halo dalam penilaian.

Penilaian kinerja ditujukan untuk melihat sejauh mana perilaku karyawan mencerminkan upay yang mengarah pada tercapainya tujuan organisasi. Hal ini tidak ada sangkut pautnya dengan jasa seseorang dalam organisasi, meskipun karyawan tersebut berjasa dalam organisasi, tetapi apabila prestasi kerjanya rendah tentunya peniai harus memberikan nilai yang rendah dibandingkan karyawan yang berprestasi tinggi.

h. Kecendrungan memusat Pada umumnya penilai merasa berat untuk menilai satu karyawan lebih tinggi atau lebih rendah kinerjanya dibandingkan orang lain, meskipun secara jelas dan nyata perbedaan kinerja kedua karyawan tersebut. Karena merasa berat dalam memberi perbedaan nilai ini, kemudian penilai mengambil sikap jalan tengah dengan memberikan nilai yang sama untuk kedua karyawan yang dinilai tersebut. Sikap yang demikian menjadikan hasil penilaian tidak dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam pengembangan atau pemberian kompensasi karyawan. Apabila hasil ini dipaksakan utnuk diterapkan, maka akan berdampak buruk bagi kinerja kedua karyawan tersebut dan kinerja organisasi secara keseluruhan.

Kemurahan hati Penilai yang memiliki sifat yang murah hati adalah baik sepanjang sifat tersebut tidak merasuk dalam proses penilaian. Penilaian yang dilakukan dengan kemurahan hati penilai akan menjadikan hasil penilaian menjadi tinggi semua pada aspek kinerja. j. Keketatan Keketatan ini mempunyai dampak yang sama dengan kemurahan hati. Perbedaanya terletak pada nilai yang diberikan penilai atas hasil penilaian yang dilakukannya.Pada penilaian yang murah hati, nilai cenderung tinggi, tetapi untuk penilai yang terlalu ketat, penilai memberikan nilai yang rendah pada semua karyawan.

k. Penilaian dini (Recency) Penilaian dilakukan untuk mengevaluasi kinerja karyawan selama periode tertentu. Oleh karena itu, hasil penilaian yang diperoleh mencerminkan kinerja karyawan dalam periode tersebut. Dengan kata lain, secaraideal penilaian seharusnya didasarkan pada observasi yang sistematis atas kinerja karyawan selama periode tertentu. Namun, yang sering terjadi adalah hasil penilaian didasarkan pada kondisi kinerja karyawan saat dilakukan penilaian (Penilaian dini). Penilaian semacam ini akan menjadikan karyawan untuk merubah kinerjanya pada saat penilaian berlangsung saja, sedangkan apabila tidak ada penilaian karyawan akan bekerja dengan kinerja yang rendah.

Misalnya, penilaian dilakukan untuk mengevaluasi kinerja selama periode kerja satu tahun dan penilaian dilakukan selama 2 bulan. Penilai cendrung melakukan penilaian hanya pada kinerja yang ditunjukkan karyawan selam 2 bulan itu saja, sedangkan kinerja selama 10 bulan yang telah lewat tidak teridentifikasi. l. Assimilation atau differential Penilai cenderung menyukai karyawan yang memiliki sifat-sifat yang tidak mereka miliki dan sangat mereka harapkan. Hal demikian akan menyebabkan hasil penilaian yang bias atau bukan merupakan kinerja karyawan sebenarnya.

m. Similiar to me effect Ada kecendrungan penilai memberikan nilai tinggi kepada para karyawan yang dianggap sama dengan dirinya (baik sama dalam latar belakang kehidupan, sikap, pola pikir, dan lain sebagainya). n. First impression effect Penilaian diberikan berdasarkan pada kontak pertama mereka dan cenderung membawa serta kesan-kesan tersebut dari waktu ke waktu.