BIOAVAILABILITAS DAN BIOEKIVALENSI

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Farmakokinetika Oleh: Isnaini.
Advertisements

Pendahuluan Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa.
OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH
DOSIS OBAT & MACAM DOSIS
Pharmacokinetika for Oral Absorption
PRINSIP UMUM TOKSIKOLOGI
ANALISIS DOSIS Hening Pratiwi, M.Sc., Apt.
Pemberian intravena berulang
edited by : ESTI DYAH UTAMI, M.Sc., Apt.
FARMAKOLOGI.
FASE FARMASETIK FASE FARMAKOKINETIK FASE FARMAKODINAMIK
Oleh : FERRYANSYAH ILHAM SYAH MELISSA MANDATASARI.
BIOAVAILABILITAS OBAT. REZA REZIANA ENDAH H. U. LAPOTULO WAHYU PORMAN N. SIAHAAN UMI KALSUM KEL.
LAJU REAKSI.
Sunarmi Aprlia intan M Amalia
PERANAN DAN PENGEMBANGAN OBAT
Bioavailability enhancement studies of amoxicillin with Nigella
RUTE-RUTE PEMBERIAN OBAT
MANFAAT SENG DALAM PENGOBATAN PNEUMONIA BERAT PADA ANAK-ANAK USIA 2 TAHUN YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT INDIA SELATAN Oleh : Annisa Nurjanah
PRINSIP-PRINSIP PEMBERIAN OBAT
Review Jurnal Dina ayu Larasati
Oleh: Luqman Ardi Setiawan ( ) Muhammad Ali Shodiqin ( )
Review Jurnal Dina ayu Larasati
Praktikum FTS Steril Kelompok J PEMBUATAN SEDIAAN AMPUL (SEDIAAN VOLUME KECIL DOSIS TUNGGAL) AMPUL FENITOIN.
Bioequivalence Study of Tramadol Paracetamol (37
PENGANTAR ILMU RESEPTIR & FARMASI
BIOAVAILABILITAS OBAT
Pharmacokinetics and Bioavailability of a Fixed-Dose Combination of Ibuprofen and Paracetamol after Intravenous and Oral Administration DISUSUN OLEH :
HASIL SEDIAAN DAN EVALUASI SNEDD IBUPROFEN
RUTE-RUTE PEMBERIAN OBAT
ANIMAL RESEARCH Arnita Yeyen ( )
STERILISASI DENGAN PENYINARAN
Disusun Oleh : Diana Novitasari ( ) Dinar Titik Asmarani ( )
Formulasi SNEDDS formula 7
Evaluasi bioekivalensi dari dua formulasi suspensi amoksisilin (Himox® vs Amoxil®) pada relawan pria dewasa yang sehat Disusun Oleh : Esa Meila Dewi ( )
BIOAVAILABILITAS OBAT “KETERSEDIAAN HAYATI OBAT”
Farmakokinetika Oleh: Isnaini.
FARMAKOKINETIKA NON LINEAR
DEDE KURNIAWAN NIM: FARMASI A
PIROGEN ROBERT TUNGADI.
NILAI PCV DAN DIFERENSIAL LEUKOSIT KELINCI YANG DIINDUKSI PROTEIN B SPESIFIK DARI SAPI BUNTING Bogor, 8-9 Agustus 2017.
Hanifa Kusumaningrum ( ) Kinanthi Sekartanjung ( )
Uji Bioekuivalen Clopidogrel.
FARMAKOKINETIKA 7 September 2013
DATA URIN.
Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II
KELOMPOK Imam Rahmanto 2. Nur Laeli Budi Hastuti
UJI PESTISIDA FOSFAT-ORGANIK DALAM AIR
Pemeriksaan Kimia Klinik pada Darah
Kinetika orde nol Kinetika orde satu
JOURNAL READING Mucuna Pruriens pada Penyakit Parkinson : A Double-Blind, Randomised, Controlled, Crossover Study PEMBIMBING : Dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan,
FARMAKOKINETIK DASAR APLIKASI FARMAKOKINETIK PADA PENGOBTAHN KLINIK.
METOTREKSAT INDRA KURNIAWAN TENDEAN PSPA XXV C.
PROSES BIOFARMASETIKA
NASIB OBAT/ RACUN DALAM TUBUH
METODE UJI AKTIVITAS. aktivitas anti-inflamasi Pada penelitian ini dilakukan induksi karagenan pada paha belakang lewat edema. Kaki belakang yang berada.
Farmakologi untuk Pengobatan
INTERAKSI OBAT ANTIDIABETIK OLEH KELOMPOK 3 RABIATUL MUSFIRAH JOHAN WIDYA SUMARNI ULFA YULIANINGSIH FENTY.
PENDAHULUAN Tujuan pemberian sediaan parenteral : 1. Pemberian obat pada keadaan mendesak 2. Zat aktif tidak dapat diserap oleh saluran cerna 3.Obat yang.
FORMULASI SEDIAAN SUSPENSI
NURUL AULIASARI, S.SI., M.SI FARMAKOKINETIKA NON LINIER.
Dasar-Dasar Perhitungan Farmakokinetika
Oleh: Jenny Novina Sitepu – Liza Mutia
BIOFARMASETIKA By : Agus Winarso Nama: NIM :.
PERCOBAAN DASAR (RUTE PEMBERIAN OBAT) PRAKTIKUM FARMAKOLOG KE-1.
Mekanisme Absorbsi.
DOSIS MUATAN DAN DOSIS MAINTENANCE Model1-kompartemen terbuka Kiki Amelia, M.Farm, Apt.
Kiki Amelia, M.Farm, Apt FARMAKOKINETIKA KLINIK. PERBEDAHAAN FARKAKOKINETIKA FARMAKOKINETIKA KLINIK Mengetahui apa yang dialami obat dalam tubuh mahluk.
Transcript presentasi:

BIOAVAILABILITAS DAN BIOEKIVALENSI Disusun Oleh : Eka Nur Kusumawaty (1041411057) Esti Dewi Lukitasari (1041411060) Farida Ulfa Srikurniati (1041411062) Marsaulina Damanik (1041411095) Mega Shinta Purnani (1041411099) Nasa Ayuning Swastiwi (1041411106)

DEFINISI BA Jumlah dan kecepatan dimana suatu zat aktif atau komponen yang efektif diresorpsi dari sediaan obat bekerja pada lokasi efektifnya BE Dua formulasi sediaan obat dengan bahan obat sejenis dan bertakaran sama, menunjukkan ketersediaan hayati yang sama

PARAMETER PENENTUAN BA Data Plasma, meliputi : Waktu konsentrasi plasma (darah) mencapai puncak (tmaks) Konsentrasi plasma puncak (Cpmaks) Area di bawah kurva kadar obat dalam plasma-waktu (AUC) Data Urin, meliputi : Jumlah kumulatif obat yang dieksresi dalam urin (Du) Laju ekskresi obat dalam urin (dDu/dt) Waktu untuk terjadi ekskresi obat maksimum dalam urin (t∞) Efek farmakologik obat Pengamatan klinik

FENITOIN Fenitoin memiliki tiga karakteristik farmakologis yang terkait dengan risiko non-ekivalen yaitu rendahnya kelarutan dalam air, kinetika non-linier, dan jendela terapeutik yang sempit. Absorbsi fenitoin sangat tergantung pada bentuk sediaan dan ukuran partikel. Fenitoin terikat kuat pada protein plasma dan metabolismenya tergantung dosis. Eliminasi mengikuti kinetika orde pertama pada obat dengan konsentrasi rendah sedangkan kinetika orde nol untuk konsentrasi obat yang lebih tinggi. Perubahan kinetika ini mencerminkan saturasi dari jalur metabolik. Dengan demikian, kenaikan yang sangat kecil dalam dosis dapat menimbulkan efek samping.

ALAT & BAHAN ALAT BAHAN Alat-alat kaca dari Borosil. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (5 PD 10 AVP) dari Shimadzu, Jepang. Neraca analitik (AW 220) dari Shimadzu, Jepang. Cetrifuge (Labofuge 200) dari laboratorium Kendro, Jerman. Micropipette (Microlit), India. Jarum suntik 3ml dari Laboratorium Kana, Korea. Jarum suntik 1 ml dari Terumo, Jepang. Tablet Fenitoin (formulasi uji) yang diproduksi pada Juni 2008 dan kadaluwarsa pada tahun 2010. Kapsul fenitoin (formulasi standar inovator) yang diproduksi April 2008 dan tanggal kadaluwarsa Maret 2010 diperoleh dari apotek lokal. Reagen: air; asetonitril; metanol pro HPLC. Hewan uji : enam kelinci jantan, dewasa dan sehat dari spesies Angora. Berat rata-rata kelinci 2,523 ± 0,282 kilogram. Kelinci dibagi menjadi dua kelompok dan dinamakan sebagai kelompok 1 dan kelompok 2.

Disiapkan 2 formulasi yaitu Formulasi standart dan Formulasi uji PERSIAPAN SAMPEL Disiapkan 2 formulasi yaitu Formulasi standart dan Formulasi uji Formulasi standart: diambil serbuk dari kapsul Fentoin, dilarutkan dalam air suling sehingga diperoleh konsentrasi 1 mg/ml Formulasi Uji: digerus tablet fenitoin, dilarutkan dalam air suling sehingga diperoleh konsentrasi 1 mg/ml

Disentrifugasi dalam tabung yang mengandung EDTA Disiapkan 6 kelinci, dibagi menjadi 2 kelompok Kelompok 1 Diberi Formulasi standart secara peroral dengan dosis 60 mg/kg Kelompok 2 Diberi Formulasi uji secara peroral dengan dosis 60 mg/kg Dipuasakan kelinci 1 hari sebelum perlakuan Diambil sekitar 2 ml darah pada menit ke-15 dan pada jam ke-1, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 16, dan 24 dari vena marginal telinga Disentrifugasi dalam tabung yang mengandung EDTA Dipisahkan plasma dengan sentrifugasi (5000 rpm, 5 menit) dan disimpan pada suhu 10oC dan dianalisis dengan HPLC

HASIL DAN PEMBAHASAN

AUC0-24 DIHITUNG SECARA INDIVIDUAL AUC0-24 dari dua formulasi berbeda secara signifikan dengan tingkat signifikansi 0,05 (p = 0,0224). AUC tertinggi ditunjukkan oleh R2 untuk kedua formulasi

AUC0-∞DARI DUA FORMULASI DAN DIHITUNG SECARA INDIVIDUAL AUC0-∞dari dua formulasi berbeda secara signifikan dengan tingkat signifikansi 0,10 (p = 0,0527). AUC tertinggi ditunjukkan oleh R2 untuk kedua formulasi

WAKTU KONSENTRASI PUNCAK (Tmax) DARI DUA FORMULASI DIHITUNG SECARA INDIVIDUAL Tmax dari dua formulasi tidak berbeda secara signifikan pada tingkat signifikansi 0,05. (p = 0,2811). Tmax tertinggi ditunjukkan oleh R1 untuk formulasi A sedangkan Tmax tertinggi untuk formulasi B pada R5.

Konsentrasi Plasma Puncak (C max) dihitung secara individual Cmax dari dua formulasi tidak berbeda secara signifikan pada tingkat signifikansi 0,05. (p = 0,3844). Cmax tertinggi ditunjukkan oleh R3 untuk formulasi A sedangkan Cmax tertinggi ditemukan pada R5 untuk formulasi B

PEMBAHASAN Dua obat dianggap bioekuivalen jika bioavailabilitas keduanya setara dan begitu mirip sehingga tidak mungkin menghasilkan perbedaan klinis yang relevan dalam hal keamanan dan keefektifan Percobaan dilakukan terhadap enam kelinci jantan yang sehat untuk membandingkan bioavailabilitas satu brand formulasi fenitoin 100 mg dengan formulasi inovator. Kedua obat yang dibeli dari apotek ritel dan obat diberikan secara oral dengan dosis tunggal 60 mg/kg dalam keadaan kelinci puasa.

Selama penilaian farmakokinetik, AUC memberikan hasil yang berbeda secara signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 AUC merupakan parameter yang paling penting dalam mengevaluasi bioavailabilitas obat dari bentuk sediaan yang digunakan sebagai gambaran seberapa jauh obat diserap. Sehingga, dapat disimpulkan sediaan tidak bioekivalen dengan pembanding.

Sementara C max dan T max tidak berbeda secara signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 Tmax dan Cmax tergantung dengan tingkat penyerapan, lamanya kelinci puasa mungkin mengakibatkan Tmax lebih tinggi dari Cmax. Formulasi yang diberikan dalam bentuk larutan juga bisa mengakibatkan onset lebih cepat dan Cmax yang lebih tinggi.

KESIMPULAN Fenitoin adalah salah satu obat yang biasa digunakan dalam pengobatan epilepsi primer dan sekunder di Nepal, Fenitoin memiliki indeks terapeutik yang sempit Cmax dan Tmax tidak berbeda secara signifikan sedangkan AUC berbeda secara signifikan. AUC merupakan parameter yang paling penting dalam mengevaluasi bioavailabilitas obat dari bentuk sediaan yang digunakan sebagai gambaran seberapa jauh obat diserap. Bioekivalensi dua formulasi dari fenitoin 100 mg yang tersedia di pasar Nepal menunjukkan bahwa formulasi uji tidak bioekuivalen dengan pembanding karena hasil AUC menunjukkan hasil yang berbeda signifikan sehingga kedua obat tidak bioavailabel.

THANK YOU 