10 SOSIOLOGI KOMUNIKASI Komunikasi Massa dan Budaya Massa ILMU KOMUNIKASI Ilmu komunikasi
Teori dan Konsep Menurut Denis Mc Quail (1994:31), kata massa berdasarkan sejarah mempunyai dua makna, yaitu positif dan negatif. Makna negatifnya adalah berkaitan dengan kerumunan (mob), atau orang banyak yang tidak teratur, bebal, tidak memiliki budaya, kecalapan dan rasionalitas. Makna positif, yaitu massa memiliki arti kekuatan dan solidaritas di kalangan kelas pekerja biasa saat mencapai tujuan kolektif.
ada empat komponen sosiologis yang mengandung arti massa, yaitu : Anggota massa adalah orang – orang dari posisi kelas sosial yang berbeda, jenis pekerjaan yang berlainan, dengan latar belakang budaya yang bermacam – macam, serta tingkat kekayaan yang beraneka atau berasal dari segala lapisan kehidupan dan dari seluruh tingkatan sosial. Massa terdiri dari individu – individu yang anonym Biasanya secara fisik anggota massa terpisah satu sama lainnya dan hanya terdapat sedikit interaksi atau penukaran pengalaman antar anggota – anggota massa dimaksud. Keorganisasian dari suatu massa bersifat sangat longgar, dan tidak mampu untuk bertindak bersama atau secara kesatuan, seperti halnya suatu kerumunan (crowd).
Menurut Blumer (1939) dalam McQuail (2002:41), secara umum pengertian massa ditandai dengan : Kurang memiliki kesadaran diri Kurang memiliki identitas diri Tidak mampu bergerak secara serentak dan terorganisir untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Massa ditandai oleh komposisi yang selalu berubah dan berada dalam batas wilayah yang selalu berubah pula Massa tidak bertindak dengan dirinya sendiri, tetapi dikooptasi untuk melakukan suatu tindakan. Meski anggotanya heterogen, dan dari semua lapisan sosial, massa selalu bersikap sama dan berbuat sesuai dengan persepsi orang yang akan mengkooptasi mereka
Konsep massa kemudian mengandung pengertian masyarakat secara keseluruhan “masyarakat massa” (the mass society). Menurut Mc Quail (2002:39), masa ditandai oleh Memiliki agregat yang besar; Tidak dapat dibedakan Cenderung berfikir negatif Sulit diperintah atau diorganisasi Refleksi dari khalayak massa
Ciri-ciri dari budaya massa (Burhan Bungin,2009: 77-78): Nontradisional, yaitu umumnya komunikasi massa berkaitan erat dengan budaya populer. acara-acara infotainment atau hiburan. Budaya massa juga bersifat merakyat, tersebar di basis massa sehingga tidak merucut di tingkat elite, namun apabila ada elite yang terlibat dalam proses ini maka itu bagian dari basis massa itu sendiri. Budaya massa juga memproduksi seperti infotainment yang merupakan produk pemberitaan yang diperuntukan kepada massa secara meluas. Semua orang dapat memanfaatkannya sebagai hiburan umum.
Budaya massa sangat berhubungan dengan budaya popular sebagai sumber budaya massa. Budaya tradisional dapat menjadi budaya popular apabila menjadi budaya massa. Budaya massa yang diproduksi oleh media massa membutuhkan biaya cukup besar karena dana yang besar harus menghasilkan keuntungan untuk kontinuitas budaya massa itu sendiri. Oleh karena itu, budaya massa diproduksi secara komersial agar tidak saja menjadi jaminan keberlangsungan sebuah kegiatan budaya massa namun juga menghasilkan keuntungan bagi modal yang diinvestasikan pada kegiatan tersebut. Budaya massa juga diproduksi secara eksklusif menggunakan simbol-simbol kelas sehingga terkesan diperuntukan kepada masyarakat modern yang homogen, terbatas, dan tertutup. Syarat utama dari eksklusifitas budaya massa ini adalah keterbukaan dan ketersediaan terlibat dalam perubahan budaya secara massal.
Memahami Budaya Massa Proses mempengaruhi khalayak tersebut dapat dilakukan melalui pesan, pesan-pesan disebarluaskan melalui produksi dan industri media secara besar-besaran. Dalam kajian ilmu komunikasi baik Kehadiran media massa maupun terpaan pesan dapat mempengaruhi khalayak dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pengaruh yang sering dipersoalkan adalah pengaruh jangka panjang yang mempunyai kekuatan tertentu yang dapat mempengaruhi kebudayaan khalayak yang menerima pesan. Komunikasi massa pun menghasilkan budaya massa yang dapat melampaui batas-batas sosio-ekonomi, sub-kultur dan sebagainya.
Bennet dan Tumin (Nasution 2003:7 Bennet dan Tumin (Nasution 2003:7.4) mendefinisikan, kebudayaan massa sebagai seperangkat ide bersama dan pola perilaku yang melintas garis-garis sosio-ekonomi dan pengelompokan sub-kultural dalam suatu masyarakat yang kompleks. Ide bersama dan pola perilaku ini berfungsi sebagai titik acuan dan identifikasi warga masyarakat. Budaya massa pada umumnya, memenuhi kebutuhan massa akan hiburan, bukan estetika, kedalaman , kontemplasi, dan sebagainya. Budaya massa suka sekali menciptakan impian-impian, hal-hal yang tak mungkin. Hal itu tercermin pada lagu-lagu pop, novel, film, fiksi, dan apa saja yang merupakan produk budaya. (Nasution: 2003:7.14)
Produk media tersebut yang kemudian dibaca, didengar dan disaksikan oleh khalayaknya pada akhirnya menimbulkan pengaruh kepada khalayaknya. Akibatnya orang cenderung menyukai yang ringan-ringan, tidak suka yang serius, sehingga menimbulkan penggolongan budaya yang tinggi dan budaya rendah. Seni hiburan yang popular, dan biasanya komersial menurut Umar Khayam (Nasution:7.15) ciri-cirinya adalah mudah dimengerti, mudah di’kunyah’, tidak menuntut partisipasi yang jauh dari penggemarnya, dan tidak menuntut pemikiran yang mendalam dari khalayak, dan selalu siap sedia untuk ‘disantap’ dengan langsung dan segera.
Berdasarkan ciri yang demikian, maka seni hiburan ini banyak diproduksi media, untuk menarik sebanyak mungkin khalayaknya . Hal ini tidak hanya dipengaruhi kebutuhan khalayak massa yang heterogen, juga adanya kepentingan komersial media yang kini masuk sebagai industri yang membutuhkan dana besar melalui iklannya, Budaya massa dibentuk disebabkan: Tuntutan industri kepada pencipta untuk menghasilkan karya yang banyak dalam tempo singkat. Maka si pencipta tak sempat lagi berpikir, dan dengan secepatnya menyelesaikan karyanya. Mereka memiliki target produksi yang harus dicapai dalam waktu tertentu. Karena massa budaya cenderung ‘latah’ menyulap atau meniru segala yang sedang naik daun atau laris, sehingga media berlomba untuk mencari keuntungan sebesarnya.
Media massa adalah institusi yang menghubungkan seluruh unsur masyarakat satu dengan yang lainnya dengan melalui produk media massa yang dihasilkan. Secara spesifik institusi media massa adalah : Sebagai saluran produksi dan distribusi konten simbolis; Sebagai institusi publik yang bekerja sesuai aturan yang ada Keikutsertaan baik sebagai pengirim atau penerima adalah sukarela Menggunakan standar professional dan birokrasi Media sebagai perpaduan antara kebebasan dan kekuasan (Mc Quail, 2002:15).
Komunikasi Massa dan Budaya Massa Komunikasi massa berproses pada level budaya massa, sehingga sifat – sifat komunikasi massa sangat dipengaruhi oleh budaya massa yang berkembang di masyarakat dimana proses komunikasi itu berlangsung. Dengan demikian, maka budaya massa dalam komunikasi massa memiliki karakter : Nontradisional, yaitu umumnya komunikasi massa berkaitan erat dengan budaya popular. Acara – acara infotainment, seperti AFI, API, KDI dan sebagainya adalah salah satu contoh karakter budaya massa ini. Budaya massa juga bersifat merakyat, tersebar di basis massa sehingga tidak mengerucut di tingkat elite, namun apabila ada elite yang terlibat dalam proses ini, maka itu bagian dari basis massa itu sendiri. Budaya massa juga memproduksi produk –produk massa seperti umpamanya infotainment adalah produk pemberitaan yang diperuntukkan kepada massa secara luas. Semua orang dapat memanfaatkannya sebagai hiburan umum.
Budaya massa sangat berhubungan dengan budaya popular sabagai sumber budaya massa. Bahkan secara tegas dikatakan bahwa, bukan popular kalau budaya massa, artinya budaya tradisional juga dapat menjadi popular apabila menjadi budaya massa. Contohnya adalah Srimulat, Ludruk, maupun Campursari. Budaya massa, terutama yang diproduksi oleh media massa diproduksi menggunakan biaya yang cukup besar, karena itu dana yang besar itu harus menghasilkan keuntungan untuk kontinuitas budaya massa itu sendiri, karena itu budaya massa diproduksi secara komersial agar tidak saja menjadi jaminan keberlangsungan sebuah kegiatan budaya massa namun juga menghasilkan keuntungan bagi capital yang diinvestasikan pada kegiatan tersebut. Budaya massa juga diproduksi secara ekslusif menggunakan simbol – simbol kelas sosial sehingga terkesan diperuntukkan kepada masyarakat modern yang homogeny, terbatas, dan tertutup. Namun sebenarnya budaya massa yang eksklusif ini terbuka untuk siapa saja yang ingin menikmatinya. Syarat utama dari eksklusifitas budaya massa ini adalah keterbukaan dan kesediaan terlibat dalam perubahan budaya secara missal.
Budaya massa dari sisi ‘Gaya Hidup’ Makanan Cepat Saji dan Makanan Tradisional-Populer Makanan merupakan salah satu unsur budaya. Umumnya restoran cepat saji, menyajikan makanan yang sama setiap harinya. Menu dari tiap restoran juga memiliki kemiripan satu dengan yang lainnya. Restoran cepat saji merupakan produsen budaya massa. Media adalah agen yang mempopulerkan makanan cepat saji seperti fried chicken, burger, kentang goreng, sup krim, soda, ice cream float, dan sebagainya.
Teknologi Derasnya perkembangan teknologi menciptakan budaya massa yang konsumtif. Produsen dan vendor berlomba-lomba membuat perangkat yang memudahkan mobilitas masyarakat. Dalam kurun enam bulan, khalayak sudah diperkenalkan dengan jenis perangkat baru, dengan inovasi dari perangkat sebelumnya. Seperti halnya restoran cepat saji, lewat media massa-lah produsen teknologi membentuk konsep megenai sebuah perangkat yang indentik dengan calon pembelinya. Misalnya, produk Apple keluaran terbaru, iPhone 5, mencitrakan ekslusivitas pemiliknya, menciptakan kemudahan menjangkau dunia hanya melalui genggaman tangan.
Tren, mode, dan mall Masyarakat Indonesia mulai mengadaptasi mode dari luar negeri. Lewat media massa, kita mengenal bagaimana cara budaya barat berpakaian untuk gaya formal dan non-formal. Misalnya, menggunakan blazer untuk acara resmi, jins untuk bersantai. Demikian pula, tren mode yang berasal dari Korea telah mempengaruhi cara berpakaian khususnya remaja dan pemuda. Realita budaya yang dibentuk oleh media massa lewat K-Pop, Girl Band, film serial, membuat khalayak Indonesia meniru gaya berpakaian pemuda pemudi dari Negeri Ginseng itu. Pada akhirnya, budaya massa yang tercermin adalah, budaya masyarakat yang hanya menjadi follower tren internasional.
Budaya nasional masih tetap eksis, namun media massa menampilkan mode tradisional biasanya untuk acara khusus, misalnya kebaya pengantin, kebaya sarimbit. Kebaya adalah simbol budaya tradisonal, namun masih tetap populer di masa kini bila pemakaiannya sesuai dengan situasi dan kondisi. Berpakaian kebaya di acara khusus bisa dikatakan sebagai budaya massa (budaya tradisional yang tetap populer di masyarakat) Mall, sedianya bukan hanya tempat untuk berbelanja. Berbagai konsep yang dibuat oleh pengembang mall serta jumlah nya yang kian banyak, membuat citra kepada khalayak bahwa mall adalah sebuah gaya hidup untuk bersantai, rileks, menjalin kebersamaan dengan teman.