HUKUM KETENAGAKERJAAN BAB X HUKUM KETENAGAKERJAAN
A. PENDAHULUAN KATA KUNCI Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengantenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkanbarang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
b. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan /Hukum Perburuhan Ada berbagai rumusan tentang arti dari istilah Hukum Ketenagakerjaan. Termuat di buku Iman Soepomo yang berjudul Pengantar Hukum Perburuhan beberapa pengertian yang diambil dari ahli hukum perburuhan. Beberapa di antaranya adalah: Molenaar ; sarjana Belanda ini mengatakan bahwa "arbeidsrecht“ (Hukum Perburuhan) adalah bagian dari hukum yang berlaku yang pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, antara buruh dengan buruh dan antara buruh dengan penguasa.
Istilah "Arbeidsrecht"menurutnya harus dibatasi pada hukum yang bersangkutan dengan orang‐orang yang berdasarkan perjanjian‐kerja, bekerja pada orang lain. Apabila mereka tidak ataupun tidak lagi atau pun belum bekerja pada orang lain, tidak termasuk dalam pembahasan hukum perburuhan. M.G. Levenbach ; merumuska hukum perburuhan atau arbeidsrecht sebagai sesuatu yang meliputi hukum yang berkenaan dengan keadaan penghidupan yang langsung ada sangkut‐pautnya dengan hubungan‐kerja, dimaksudkannya peraturan‐peraturan mengenai persiapan bagi hubungan‐kerja yaitu penempatan dalam arti‐kata yang luas, latihan dan magang, mengenai jaminan social buruh serta peraturanperaturan mengenai badan dan organisasi‐organisasi di lapangan perburuhan.
N.E.H van Esveld ; beliau tidak membatasi lapangan "arbeidsrecht" pada hubungan kerja dimana dilakukan dibawah pimpinan (pengusaha/ majikan), namun menurutnya meliputi pula pekerjaan yang dilakukan oleh swa pekerja yang melakukan pekerjaan atas tanggung jawab dan resiko sendiri. Pendapatnya ini di sandarkan pada penyangkalan atas teori Marx di mana dalam Hukum Perburuhan yang menjadi pusat perhatian adalah soal pekerjaan dan bukan kedudukan para buruh (dibawah perintah majikan). Pendapat ini dipengaruhi oleh ajaran Katolik yang memaknakan pekerjaan dalam pengertian yang luas, walaupun yang utama tentang pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja/buruh.
Mr. MOK ; berpendapat bahwa “arbeidsrecht” adalah hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan di bawah pimpinan orang lain dan dengan keadaan penghidupan yang langsung bergandengan dengan pekerjaan tersebut. Iman Soepomo; dari berbagai pengertian di atas beliau membuat rumusan tentang arti kata Hukum Perburuhan adalah himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak yang berkenaan dengan kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.
Perkembangan istilah dewasa ini menunjukkan bahwa penggunaan kata “Perburuhan”, “buruh”, “majikan” dan sebagainya yang dalam literatur lama masih sering ditemukan sudah digantikan dengan istilah “Ketenagakerjaan” sehingga dikenal istilah “Hukum Ketenagakerjaan” untuk menggantikan istilah Hukum Perburuhan, juga sejak tahun 1969 dengan disahkannya UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja istilah buruh digantikan dengan istilah “tenaga kerja” yang artinya adalah orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Suatu perumusan yang luas karena meliputi siapa saja yang mampu bekerja baik dalam hubungan kerja (formal) maupun diluar hubungan kerja (informal) yang dicirikan dengan bekerja di bawah perintah orang lain dengan menerima upah.
Kelompok yang lebih memilih istilah buruh dan Hukum Perburuhan menyatakan bahwa istilah ini lebih fokus dan menjelaskan langsung pada makna sesungguhnya yang dimaksudkan dalam Hukum Perburuhan yaitu segala hal yang berkaitan dengan persoalan kerja upahan dan kerja tersebut atas perintah orang lain yang disebut majikan/pengusaha. Bagi kelompok ini istilah Hukum Ketenagakerjaan mencakup pengertian yang luas, mencakup siapa saja yang mampu bekerja untuk menghasilkan barang dan jasa, tidak terbatas apakah itu manusia (human being), hewan, atau mesin‐mesin.
Kini istilah Hukum Perburuhan semakin tidak populer dengan diundangkannya UU Ketenagakerjaan (UU No. 13 Tahun 2003) yang menjadi UU payung bagi masalah‐masalah yang terkait dengan Hukum Perburuhan/Hukum Ketenagakerjaan. Di beberapa perguruan tinggi di Indonesia mata kuliah Hukum Perburuhan juga telah banyak digantikan dengan istilah lain seperti Hukum Ketenagakerjaan dan Hukum Hubungan Industrial.
c. Pengertian ketenagakerjaan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan merumuskan pengertian istilah Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa yang di atur dalam UU Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berkaitan dengan pekerja/buruh baik itu menyangkut hal‐hal yang ada sebelum masa kerja (preemployment) antara lain menyangkut pemagangan, kewajiban mengumumkan lowongan kerja, dan lain‐lain. Hal‐hal yang berkenaan selama masa bekerja (duringemployment) antara lain menyangkut perlindungan kerja: upah, jaminan social, kesehatan dan keselamatan kerja, pengawasan kerja, dan lainlain. Hal‐hal sesudah masa kerja antara lain pesangon, dan pensiun/jaminan hari tua.
D. UNSUR- UNSUR KETENAGAKERJAAN Perbedaan antara pekerja, swapekerja dan pegawai Pekerja/buruh Bekerja di bawahperintah pihak lain (pengusaha/majikan) Resiko ditanggungpengusaha/majikan Menerima upah/gaji Diatur oleh UU dan peraturan Ketenagakerjaan swapekerja Tidak di bawah perintah/pimpinan pihak lain Resiko ditanggung sendiri Menerima keuntungan atau laba Tidak ada aturan khusus yang mengatur Pegawai Bekerja dibawah perintah Negara Resiko ditanggung Pemerintah Menerima gaji/upah Diatur oleh UU No. 8 Tahun 1974 jo UU N. 43 Tahun 1999
Hukum Ketenagakerjaan adalah peraturan hukum yang mengatur hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha/majikan dengan segala konsekuensinya. Hal ini jelas bahwa Hukum Ketenagakerjaan tidak mencakup pengaturan: (1) Swapekerja (2) Kerja yang dilakukan untuk orang lain atas dasar kesukarelaan. (3) Kerja seorang pengurus atau wakil suatu organisasi/ perkumpulan.
E. Tujuan dan saifat hukum ketenagakerjaan Tujuan hukum perburuhan adalah melaksanakan keadilan sosial dalam bidang perburuhan yang diselenggarakan dengan jalan melindungi buruh terhadap kekuasaan majikan.
Perkembangan Sifat Hukum Perburuhan Sifat Hukum secara umum ada dua yaitu: a. Hukum mengatur dan b. Hukum memaksa Hukum perburuhan awalnya merupakan bagian dari Hukum Perdata oleh karena hubungan kerja adalah hubungan privat yang masuk dalam lingkup Hukum Perjanjian (kerja). Perkembangan masyarakat dan perkembangan pemikiran tentang fungsi Negara dan hukum khususnya menyangkut peran Negara dalam mewujudkan masyarakat sejahtera (welfare state) telah meninggalkan konsep Negara “penjaga malam”. Wujud campur tangan Negara dalam mengupayakan kesejahteraan masyarakatnya antara lain dengan membuat aturan‐aturan untuk masalah hubungan kerja (perburuhan) di mana hubungan kerja merupakan hubungan/peristiwa privat.
a. Sifat Hukum Perburuhan sebagai Huku Mengatur (Regeld) Ciri utama dari Hukum Perburuhan/ketenagakerjaan yang sifatnya mengatur ditandai dengan adanya aturan yang tidak sepenuhnya memaksa, dengan kata lain boleh dilakukan penyimpangan atas ketentuan tersebut dalam perjanjian (perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama). Sifat Hukum mengatur disebut juga bersifat fakultatif (regelendrecht/aanvullendrecht) yang artinya hukum yang mengatur/melengkapi, sebagai Contoh aturan ketenagakerjaan/perburuhan yang bersifat mengatur/ fakultatif adalah:
Pasal 51 ayat (1) Undang‐Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengenai pembuatan penjanjian kerja bisa tertulis dan tidak tertulis. Dikategorikan sebagai Pasal yang sifatnya mengatur oleh karena tidak harus/wajib perjanjian kerja itu dalam bentuk tertulis dapat juga lisan, tidak ada sanksi bagi merka yang membuat perjanjian secara lisan sehingga perjanjian kerja dalam bentuk tertulis bukanlah hal yang imperative/memaksa;
Pasal 60 ayat (1) Undang‐Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengenai perjanjian kerja waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan 3 (tiga) bulan. Ketentuan ini juga bersifat mengatur oleh karena pengusaha bebas untuk menjalankan masa percobaan atau tidak ketika melakukan hubungan kerja waktu tidak tertentu/permanen. Pasal 10 ayat(1) Undang‐Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bagi pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha. Merupakan ketentuan hukum mengatur oleh karena ketentuan ini dapat dijalankan (merupakan hak) dan dapat pula tidak dilaksanakan oleh pengusaha. Buku III Titel 7A Kitab Undang‐Undang Hukum Perdata (KUHPer) dan Buku II Titel 4 Kitab Undang‐Undang Hukum Dagang (KUHD).
b. Sifat Memaksa Hukum Perburuhan Hukum perburuhan/Ketenagakerjaan mengatur hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha, yang berarti mengatur kepentingan orang perorangan. Atas dasar itulah, maka Huku Perburuhan/Ketenagakerjaan bersifat privat (perdata). Di samping itu, dalam pelaksanaan hubungan kerja untuk masalah‐masalah tertentu diperlukan campur tangan pemerintah. Campur tangan ini menjadikan hukum ketenagakerjaan bersifat publik.
a. Adanya penerapan sanksi terhadap pelanggaran atau Sifat publik dari Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan ditandai dengan ketentuan‐ketentuan memaksa (dwingen), yang jika tidak dipenuhi maka negara/pemerintah dapat melakukan aksi/tindakan tertentu berupa sanksi. Bentuk ketentuan memaksa yang memerlukan campur tangan pemerintah itu antara lain: a. Adanya penerapan sanksi terhadap pelanggaran atau tindak pidana bidang ketenagakerjaan. b. Adanya syarat‐syarat dan masalah perizinan, misalnya : Perizinan yang menyangkut Tenaga Kerja Asing; Perizinan menyangkut Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ;
Penangguhan pelaksanaan upah minimum dengan izin dan syarat tertentu; Masalah penyelesaian perselisihan hubungan industrial atau pemutusan hubungan kerja; Syarat mempekerjakan pekerja anak, dan sebagainya.
F. Asas - asas Hukum Perburuhan “Sumber Hukum adalah segala apa saja yang dapat menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata”. Jadi sumber hukum perburuhan yang dimaksudkan di sini adalah tempat ditemukannya aturan-aturan mengenai masalah perburuhan.
Azas Hukum Perburuhan UUD’45 Pasal 27 Ayat (2) “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan”. Pasal 28 Ayat (2) “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang”. Objek Perjanjian Kerja dan Perjanjian Perburuhan Yang dimaksud dengan objek perjanjian adalah isi dari perjanjian itu, yang menyangkut hak-hak dan kewajiban para pihak yang membuat perjanjian itu.
G. Perjanjian Perburuhan Perjanjian Perburuhan adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara Serikat Pekerja / Serikat Buruh atau beberapa Serikat Pekerja / Serikat Buruh yang tercatat pada Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha.
Ketentuan yang terkait : Disusun dan disepakati bersama oleh kedua belah pihak yaitu antara pengusaha dengan Serikat Pekerja Didasari dengan itikad baik Dilakukan secara musyawarah untuk mufakat Memuat syarat – syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak
H. Perlindungan Kerja TUJUAN PERLINDUNGAN KERJA Tujuan perlindungan kerja adalah untuk menjamin berlangsungnya sistem hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai adanya tekanan dari pihak yang lemah. Untuk itu pengusaha wajib melaksanakan ketentuan perlindungan tenaga kerja tersebut sesuai perundang – undangan yang berlaku.
Dasar hukum perjanjian kerja Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1948 tentang Pengawasan Perburuhan dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan. Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
8) Undang – Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri 9) Peraturan Pemerintanh Nomor 13 Tahun 1950 tentang Waktu Kerja dan Waktu Istirahat 10) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1954 tentang Istirahat Tahunan Bagi Buruh 11) Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja RI dan Kepala Kepolisian RI Nomor Kep-275/Men/1989 dan Nomor Pol-04/V/1989 tentang Pengaturan Jam Kerja, Shift, dan Kerja Istirahat, serta Pembinaan Tenaga
LATIHAN SOAL 1. Jelaskan pengertian Hukum Ketenagakerjaan menurut sarjana dan menurut UU No. 13 Tahun 2003? 2. Jelaskan cakupan pengaturan ketenagakerjaan yang dimuat dalam UU No. 13 Tahun 2003? 3. Apa beda antara pekerja/buruh, swapekerja dan pegawai? 4. Kapan dikatakan Hukum Ketenagakerjaan bersifat mengatur dan kapan dikatakan bersifat memaksa? Sifat manakah yang dominan saat ini? Jelaskan disertai contoh yang relevan. 5. Jelaskan tujuan/objek dari Hukum Ketenagakerjaan? 6. Jelaskan tentang landasan Hukum Ketenagakerjaan menurut UU No. 13 Tahun 2003?